Ketemu lagi dengan author geje kita *lo aja kali gue enggak*

Ai buat fic baru nih. Padahal fic sebelumnya aja belum selesai ya he...he...

Tapi Ai tiba-tiba aja punya ide buat fic ini, dari pada keburu kadaluarsa

Mening Ai publish aja :D

Ok Ai masih minta bantuan dari senpai-senpai semua

karena cerita-cerita Ai ini masih geje

Disclaimer : Bleach itu milik om Tite Kubo

Rating : T

Pairing : Ichiruki *belum tertarik bikin yang lain*

Genre : Romance and Drama *ga tau juga sih*

Warnings : AU, OOC, GEJE, dll

Ok lah selamat membaca aja

Fashion Style

Chapter 1

.

.

XXXXXX

.

.

Rukia POV

"Mana majalah yang ku pesan ?."

"Ah. I-itu. A-ano."

"Sudah ku duga. Seharusnya dari dulu kau sudah ku pecat."

"M-maaf nona. Tapi a-aku benar-benar lup~"

"Stop. Aku tidak butuh kata maaf mu. Yang ku butuhkan adalah pekerjaan bersih mu sebagai seorang asisten pribadi ku".

Aku membalikan tubuh ku dari hadapan asisten ku yang tak becus dalam bekerja itu. Yang bisa dia lakukan hanya berdandan dan berdandan, tidak ada yang lain. Memang setiap orang yang bekerja di kantor ku ini harus berpenampilan modis. Setidaknya penampilannya tidak kuno atau ketinggalan zaman. Tapi tidak harus berlebihan, aku paling benci itu. Aku bingung kenapa aku bisa memperkejakan orang seperti dirinya di kantor ku yang super sibuk ini.

"Oh ya." Ku balikan kembali tubuh ku ke hadapannya yang saat ini sedang menenundukan wajahnya ke arah lantai. Cih, apa dia harap aku mengasihinya dengan tampang mukanya yang seperti orang sekarat itu. Tidak akan.

"Kau ku pecat."

"Ta-tapi nona. Beri aku satu kali kesem~."

"Apa anda tidak mendengar?." Kata ku memotong ucapannya

"Saya telah memecat anda. Jadi, silahkan anda keluar sekarang juga dari kantor saya ini." Kata ku lagi sambil menekankan gigi-gigi ku agar saling beradu.

Entah dia itu asisiten pribadi ku yang keberapa yang ku pecat. Aku sering memecat karyawan-karyawan perusahaan milik ku ini. Aku ini orangnya tidak mau ada sedikit pun kesalahan dalam pekerjaan ku, dan juga pekerjaan yang aku berikan kepada para karyawan ku. Apalagi pekerjaan yang aku geluti sebagai seorang disainer terkenal dunia, dan juga pemilik sekaligus editor sebuah perusahaan majalah fashion yang sedang buming saat ini, sangat mengutamakan kesempurnaan dan juga ketepatan dalam setiap detailnya. Jadi aku tidak segan-segan untuk memecat siapa saja di antara para karyawan ku yang melakukan kesalahan yang patal, atau melakukan kesalahan lebih dari satu kali. Aku tidak mau karir ku yang ku mulai dengan bersusah payah harus berakhir hanya karena satu kesalahan kecil.

Ku rentangkan tangan kanan ku kepada mantan asisten pribadi ku itu, menyuruhnya agar segera enyah dari kantor ku ini. Ku lihat dia berjalan begitu terhuyung-huyung meninggalkan ruangan asisten pribadi ku. Aku tidak merasa kasihan sedikit pun padanya. Siapa suruh selama dia bekerja dengan ku dia sering sekali melupakan tugas-tugas yang ku berikan kepadanya. Setelah memastikan dia benar-benar telah keluar dari dalam ruangan asisten pribadi ku, aku membuka pintu ruangan kerja ku. Kemudian ku tutup pintu itu sedikit membantingnya.

Aku memulai kembali kepada rutinitas setiap hari ku. Menandatangani arsip-arsip perusahaan, menandatangani perjanjian kontrak kerja sama perusahaan ku dengan perusahaan lain, membaca kemudian membubuhkan tanda tangan ku di atas laporan pengeluaran perusahaan ku pada bulan ini. Dan tentu saja merancang berbagai macam barang fashion berkualitas dunia di atas kertas putih yang selalu tersedia di atas meja kerja ku.

.

.

XXXXXX

.

.

"Kau memecat pegawai mu lagi ya Rukia?." Ku dengar suara sahabat sekaligus patner kerjaku Rangiku Matsumoto. Dia sukses membuat ide yang ada di dalam otak ku tadi kabur entah kemana.

"Kapan kau masuk?. Apa kau tidak bisa mengetuk pintu dulu sebelum masuk ke ruangan orang lain?." Tanya ku dengan nada judes seperti biasa.

"Aku tadi ketuk pintu dulu kok. Kau saja yang tidak mendengarnya nona Rukia." Katanya sambil menekankan suaranya di dua kata terakhir.

"Jadi apa benar kau memecat asisten pribadi mu lagi?" Dia membantingkan tubuhnya ke atas kursi tamu di ruang kerja ku. Lalu mulai memakan beberapa kue-kue kering dalam toples yang selalu tersedia di atas meja tamu ruang kerja ku ini. Dia memang selalu begitu. Bersikap seolah-olah ruang kerja ku adalah dapur pribadinya.

"Em..." Jawab ku sambil memijat-mijat kening ku yang sedikit sakit.

"Kau tau Rukia. Sudah berapa banyak asisten pribadi mu yang kau pecat selama dua bulan terakhir ini?." Aku hanya meliriknya dengan ke dua ekor mata milik ku.

"Empat belas orang Rukia. Empat belas orang asisten pribadi mu yang sudah kau pecat selama dua bulan ini."

"Em..." Kata ku tak menanggapi ocehannya dari tadi.

Memang apa urusan ku dengan mantan-mantan asisiten pribadi ku. Mereka semua ku pecat karena memang mereka pantas untuk mendapatkannya.

"Em... Hanya em katamu. Oh Rukia itu adalah sebuah rekor Rukia. Rekor, bahwa seorang bos telah memecat empat belas orang asisten pribadinya, hanya dalam kurun waktu dua bulan. Apa kau tak takut apa jika tidak ada yang mau menjadi asisten pribadi mu?. Apa kau tidak takut kalau kau di cap sebagai seorang bos judes yang suka memecat bawahan-bawahannya sembarangan?. Lagi pula bagaimana jika pekerja-pekerja di perusahaan mu, mereka semua sudah tidak tahan dengan sifat dan kelakuan mu yang super galak ini. Lalu mereka mengundurkan diri dari perusahaan milik mu ini?." Tanya Rangiku sambil mendekati ku dan duduk di kursi di depan ku.

"Tidak." Jawab ku dingin.

"Kau ini terlalu dingin, galak, judes, dan kaku Rukia. Pantas saja tidak ada yang mau jadi pacar mu."

"Apa hubungannya aku punya pacar atau tidak dengan pekerjaan ku?." Tanya ku sangat ketus.

"Memang tidak ada. Tapi apa kau tidak bosan apa dengan kehidupanmu yang seperti ini terus. Apa kau tak takut jika sikap mu seperti ini terus kepada orang, kau akan menjadi perawan tua?."

"Pekerjaan ku lebih penting." Jawab ku, membelok dari pertanyaan

Ku ambil kertas putih di atas meja kerjaku. Lalu mulai merancang sebuah rancangan baju, yang tadi sempat idenya di kacaukan oleh suara Rangiku.

"Rukia perhatiakan apa yang aku bicarakan dulu!." Rangiku kini membuat kesabaran ku habis. Dia mengambil kertas berisi rancangan yang sedang ku gambar, padahal rancangan itu setengahnya saja belum selesai.

"Kau ini, kembalikan. Aku belum selesai merancang baju itu Rangiku, nanti ide yang ku dapat keburu hilang. Cepat kembalikan itu sekarang." Kataku membentaknya.

"Tidak, aku perlu bicara dengan mu saat ini. Apa kau tidak bisa mengesampingkan dulu urusan pekerjaan mu. Apakah hanya karena kau menunda sebentar saja pekerjaan mu kau akan kehilangan perusahaan

ini?."

"Iya. Jadi cepat kembalikan pekerjaaan itu pada ku. Aku tidak suka menunda-nunda pekerjaan ku." Jawab ku sambil memberikannya tatapan maut ku pada Rangiku yang kini tengah berkacak pinggang sambil membawa kertas rancangan busana ku di tangannya.

"Tidak mau. Tolong kau mendengarkan ku dulu Rukia."

"Tolong kau keluar dari sini Rangiku. Jika kau hanya ingin mengganggu pekerjaan ku." Kata ku balik

"Eh?"

"Aku tidak mau kau di sini, jika kau hanya ingin membicarakan hal ini lagi. Kau hanya mengganggu ku saja." Kata ku dengan nada mengusir.

"Ok, ok baiklah. Aku tidak akan membicaraka masalah ini lagi." Kata Rangiku sedikit berdesah.

Aku ambil kertas yang ada di tangan Rangiku saat ini, dan memulai melanjutkan pekerjaan ku yang tertunda karena ulah teman ku itu.

Hening, suasana di antara kami saat ini. Aku masih sibuk dengan pekerjaan ku, sedangkan Rangiku hanya terdiam di kursi di depan meja kerja ku. Sepertinya dia juga tidak berniat untuk keluar dari ruang kerja ku. Aku juga tidak masalah dengannya ada di sini, tentunya selama dia tidak mengganggu pekerjaan ku.

"Rukia." Suara Rangiku kini mengakhiri kebisuan di antara kami berdua.

"Em..." Aku menjawab seperti biasa. Sekarang ini aku sedang sibuk melihat daftar jadwal pekerjaan atau jadwal pertemuan dengan klien perusahaan ku di handphone I phone 3G ku. Wajar aku melakukannya karena sekarang aku sedang tidak ada asisten yang mengingatkan ku dan memberitahu ku jadwal pekerjaan ku untuk hari ini. Sedikit agak membuang waktu ku sih dengan hal yang satu ini. Tapi ini lebih baik dari pada aku mempekerjakan orang yang tidak profesional dalam pekerjaannya di perusahaan ku ini.

"Lalu, apa kau mau mencari asisten pribadi lagi sekarang?." Tanya Rangiku melipat ke dua tangannya di atas meja kerja ku.

"Aku tidak punya waktu untuk melakukannya. Kau tau kan jadwal ku itu sangatlah padat." Jawab ku tanpa mengalihkan tatapan ku dari handphone milik ku.

"Kalu aku yang mencarikannya bagai mana?." Tawarnya pada ku.

"Baiklah terserah kau saja. Tapi aku ingin calon asisten ku itu harus bisa aku andalkan dan benar-benar serius dalam melaksanakan pekerjaannya. Walaupun hanya sebuah pekerjaan yang kurang penting sekali pun." Kata ku kini menatap orang yang mengajak ku berbicara.

"Tapi, kau harus berjanji pada ku jika aku mendapatkan asisten pribadi untuk mu, dan sesuai dengan kriteria yang kau inginkan. Kau tidak boleh memecatnya ok. Aku kan juga cape kalau harus terus menerus mencarikan mu asisten pribadi baru."

"Tergantung." Aku sengaja menggantungkan perkataan ku.

"Eh?."

"Jika dia melakukan pekerjaannya sesuai dengan apa yang aku mau dan tak mengecewakan ku. Yah, akan ku pertimbangkan untuk tidak memecatnya. Tapi jika dia melakukan satu saja kesalahan kecil, apalagi kesalahan besar, aku tidak akan segan-segan dan akan memecatnya saat itu juga."

"Baiklah kalu begitu. Deal?" Katanya sambil mengulurkan tangannya kepada ku.

"Deal." Kataku sambil menyambut uluran tangannya, dan menggenggamnya.

Rangiku tersenyum kepada ku. Entah apa yang sedang di rencanakan oleh otaknya saat ini. Aku tak mempedulikannya. Tapi jika dia membuat ku menjadi rugi atau apa, aku tidak akan memaafkannya.

.

.

.

XXXXXX

.

.

Kali ini aku tiba di kantor ku agak siang dari biasanya. Kemarin aku lembur semalaman dan pulang ke apartemen ku saat jam telah menunjukan pukul satu malam, jadi aku tidur lebih malam kemarin malam. Sekarang pun sebenarnya aku masih merasakan kantuk yang menyerang ke dua mata violet ku.

"Selamat pagi nona." Para karyawan ku menyapa saat aku melangkahkan kaki ku di gedung mewah yang menjadi kantor ku saat ini.

"Em..." Jawab ku kepada mereka semua.

"Dia memang bos kita." Kata salah seorang karyawan ku, Hinamori Momo.

"Kau benar. Dia memang bos kita yang dingin sedingin kutub selatan seperti biasa." Ku dengar Yumichika karyawan ku, yang merupakan laki-laki cantik itu ikut membicarakan ku.

Sebenarnya aku mendengar mereka membicarakan ku. Bilang aku ini dingi sedingin es lah, galak segalak singa lah, kaku seperti robot lah. Dan bla, bla, bla, bla. Masih banyak ejekan-ejekan yang mereka lontarkan untu ku. Tapi aku tidak bisa memarahi mereka semua, atau memecat mereka karena mulut mereka yang tidak sopan itu. Aku tidak bisa melakukannya. Toh mereka juga bekerja dengan bagus untuk ku. Hanya karena mereka membicarakan ku, bukanlah suatu alasan bagi ku untuk memecat mereka. Aku hanya akan memecat mereka jika mereka melakukan kesalahan dengan pekerjaan mereka, bukan dengan diri pribadi ku. Aku pantang melakukan itu. Mungkin itu pula yang membuat sampai sekarang mereka masih bekerja di tempatku. Aku sangat menghargai hasil kerja mereka, asal itu pekerjaan yang bagus menurut ku. Apa lagi aku tidak pernah pelit menaikan gaji mereka, jika memang mereka berhak atas hal itu dengan pekerjaan-pekerjaan mereka yang memuaskan ku.

Aku terus berjalan anggun menuju ruang kerjaku. Aku tidak pernah memasukan ke dalam hati ucapan tidak enak yang di ucapkan para karyawan ku kepada ku itu. Buat apa?, hanya akan membuat ku sakit hati. Apa lagi aku memang membenarkan perkataan mereka yang menyebutkan ku judes, galak, dan dingin. Tapi aku sedikit tidak setuju dengan mereka yang menyebutkan ku kaku. Buktinya aku selalu bersikap santai tapi berwibawa di depan para inpestor untuk menginpestasikan uang mereka di perusahaan ku. Jadi apanya yang mereka sebut aku ini kaku? Aku rasa aku bersikap biasa-biasa saja.

.

.

XXXXXX

.

.

Aku menghirup udara dalam-dalam agar masuk memenuhi paru-paru ku, lalu ku buang udara kotor yang ada di dalam tubuhku sedikit kencang. Saat ini aku sedang berada di ruangan untuk asisten pribadi ku, karena memang ruangan kerja ku berada setelah ruangan kerja asisten pribadi ku. Lalu ku lanjutkan langkah kaki ku menuju ruang kerja ku, aku terus berjalan lurus dengan tatapan lusur juga, tanpa melihat ke kiri atu ke kanan.

"Selamat pagi nona." Ku dengar ada suara seseorang yang menyapa ku.

"Pagi." Kata ku datar, tanpa melihat ke arah sumber suara yang menyapa ku kini. Aku juga tidak menghentikan langkah ku, barang satu langkah pun.

Tunggu. Sepertinya ada yang aneh di sini. Perasaan aku kemarin baru memecat asisten pribadi ku. Lalu kenapa sekarang ada yang menyapa ku di ruang asisten pribadi ku?. Kalau OB yang masuk tidak mungkin. Aku menyuruh mereka untuk membereskan setiap ruangan yang ada di kantor ku ini sebelum ada yang melakukan aktivitas di kantor ku ini, atau dengan kata lain, aku menyuruh mereka telah selesai membersihkan seluruh kantor ku sebelum jam tujuh pagi. Mereka tidak akan mungkin berani masuk ke ruangan ku atau pun ruangan asisten pribadi ku jika tidak aku suruh. Lalu siapa yang masuk ke ruang asisten pribadi ku sekarang? Berani sekali dia, masuk tanpa aku mengijinkannya terlebih dahulu.

Ku hentikan langkah ku, lalu ku putarkan tubuh ku menghadap ke meja kerja asisten pribadi ku. Siapa dia? Berani sekali masuk tanpa ijin ku. Sekarang aku melihat seorang laki-laki berambut orange sedang duduk di kursi yang seharusnya hanya di duduki oleh asisten pribadi ku. Ku lihat dia dari ujung rambut sampai ujung kaki. Cukup modis juga penampilannya, dengan celana jins biru tua yang di padu dengan kemeja berwarna putih yang 2 kancing teratasnya di biarkan tidak terkancing, di balut dengan jas hitam yang juga tidak ia kancingkan. Cukup apik membalut tubuh jangkungnya. Aku berikan dia nilai delapan puluh atas penampilannya.

"Apakah tidur anda nyenyak malam ini nona?." Tanya pemuda itu basa-basi.

"Siapa kau? Kenapa kau ada di tempat ini. Kau tau aku paling tidak suka ada orang yang masuk ke kantor ku tanpa sepengetahuan ku. Apa lagi orang yang tidak ku kenal sebelumnya." Kata ku dengan tatapan mengintimidasi.

"Perkenalkan saya Ichigo Kurosaki. Mulai sekarang saya adalah asisten pribadi anda nona." Katanya mengulurkan tangan kanannya untuk menyalami ku.

Aku hanya menatap uluran tangannya dengan sinis, tanpa membalas uluran tangannya itu yang bermaksud untuk menjabat tangan ku.

Tau dengan niatnya yang tidak akan pernah aku balas dia pun menurunkan tangannya dengan gaya kikuk.

"Siapa yang menyebutkan bahwa kau adalah asisten pribadi baru ku ?. Aku tidak merasa kalu aku pernah menerima mu untuk bekerja di kantor ku ini." Tanya ku sangat-sangat ketus.

"Nona Rangiku. Dia menemui ku kemarin sore, dan meminta ku untuk menjadi asisten pribadi anda. Saya pikir menjadi asisten pribadi anda bukanlah pekerjaan yang buruk, jadi saya ambil saja kesempatan ini. Dia juga berkata pada saya bahwa saya telah anda terima saya sebagai asisten pribadi anda. Dan menyuruh saya untuk datang kemari dan menempati ruangan ini hari ini. Malah yang mengantar saya ke sini tadi juga adalah nona Rangiku." Jelasnya pada ku tanpa berhenti tersenyum manis ke arah ku saat ia menjelaskan semua itu.

"Rangiku. Kau itu." Kata ku berbisik sambil menggeram.

"Ada apa nona?."

"Tak apa." Kata ku dingin.

"Apakah kau tau konsekwensinya jika kau kerja di kantor ku ini?."

"Saya tau." Jawabnya enteng

"Dan kau tau jika kau melakukan satu saja kesalahan dalam pekerjaan mu. Kau akan aku pecat saat itu juga." Kata ku.

"Saya tau. Dan akan saya pastikan saya tidak akan melakukan hal itu." Katanya sangat yakin.

"Percaya diri juga ya kau ini." Ucap ku dingin.

"Tentu saja nona. Hidup ini harus selalu percaya diri." Dia tersenyum lagi ke arah ku.

Sebuah senyum yang mungkin bisa membuat mata wanita mana pun menjadi berbinar-binar, dan menjadikan detak jantung mereka berdetak tak normal. Alias berdetak dengan kencang. Ku akui dia itu pantasnya menjadi seorang model atau bintang iklan, Bukannya menjadi asisten pribadi ku. Tapi senyuman yang bisa membius wanita yang melihatnya itu tidak berlaku bagiku. Tidak mempan untuk membuat hati seorang Rukia Kuchiki bergetar. Atau membuat detak jantung seorang Rukia Kuchiki sedikit berbeda dari pada biasanya.

"Kau benar." Kata ku tak menanggapi senyumannya

"Selamat bekerja di kantor ku. Dan ingat tidak ada toleransi bagi mu jika kau melakukan satu kali saja kesalahan."

"Baiklah nona." Katanya masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya.

.

.

XXXXXX

.

.

Kini aku sedang berada di dalam ruangan kerja ku yang luas ini. Aku merasa sedikit bosan dengan ruangan kerja ku ini, dari dulu belum pernah sedikit pun aku merubah tampilan ruang kerja ku ini. Jadi wajar saja kalau aku merasa sedikit bosan dengan suasana ruang kerja ku ini. Tapi mau bagai mana lagi aku tidak punya waktu untuk mendekor ulang ruangan ini. Pekerjaan ku terlalu banyak, apa lagi kalau seandainya aku akan melakukan promosi disain-disain baru ku seperti sekarang ini, aku juga sekarang akan meliris majalah fasion ku yang ke 78. Lumayan cukup banyak juga ya majalah yang sudah di liris oleh perusahaan ku. Jadi tentu saja pekerjaan ku lebih sibuk dari pada biasanya. Bahkan waktu istirahat ku saja tidak lebih dari tiga jam sehari. Sungguh melelahkan. Tapi inilah yang ku mau dari dulu, menjadi seorang perancang busana terkenal di seluruh dunia, dan meliris majalah fashion yang juga terkenal.

Terdengar suara ponsel ku yang berdering saat ini.

"Ah ya. Ada apa? Baiklah. Ya ya asisten ku nanti akan ke sana. Tunggu 10 menit lagi. Ok." Ucap ku lalu menutup handphone ku.

Kemudian aku berjalan menuju ruang sisiten pribadi ku saat ini. Aku harus menyuruhnya agar pergi ke butik pertama ku di Kota Karakura. Memang butik pertama ku, aku di dirikan di sana sebagai kota yang ku pilih. Sebenarnya aku bisa saja membuka butik pertama ku di sini di kota Tokyo tempat di mana sekarang perusahaan ku berpusat. Tapi aku memiliki kenangan pribadi di kota itu, sehingga aku membuka butik pertama ku di sana.

Aku juga sekalian ingin melihat kinerjanya dalam menekuni pekerjaan sebagai asisten pribadi ku ini. Anggap saja ini sebagai ujian baginya.

"Heh." Kata ku dengan melipat ke dua tangan ku di dada.

"Iya?." Katanya. Sepertinya dia tadi sedang menyusun jadwal-jadwal pertemuan ku dengan para model-model yang akan memeragakan busana ku malam minggu nanti, dan juga pertemuan ku dengan para klien-klien perusahaan ku. Sebenarnya pertemuan-pertemuan itu bisa saja di lakukan oleh karyawan-karyawan ku, tapi aku ingin melakukannya sendiri. Sebagai seorang Presiden Direktur di perusahaan ini, aku ingin memastikan semuanya sesuia dengan harapan dan juga perhitungan ku sebelumnya. Tidak boleh ada yang melenceng dari perhitungan seorang Rukia Kuchiki.

"Sekarang kau pergi ke butik ku yang ada di Karakura. Antar kan ini pada menejer butik itu." Perintah ku padanya sambil memberikannya sebuah amplop berisi beberapa uang dolar.

"Kau harus sampai di sana dalam waktu 10 menit, jangan telat." Tambah ku tegas.

"Baik nona. Ada lagi?." Tawarnya.

"Em.." Aku berfikir sejenak.

"Empat hari lagi aku akan memulai tour promosi rancangan baru ku. Jadi kau harus bersiap-siap untuk mengikuti ku berkeliling Asia untuk acara promosi ku itu. Dan satu lagi. Besok lusa aku akan meliris majalah fashion edisi terbaru ku. Kirim undangannya melalui e-mail. Ini daftar tamunya dan juga alamat e-mailnya masing-masing." Kata ku sambil mengeluarkan daftar nama-nama tamu dalam pelirisan majalah ku.

Kira-kira ada sekitar enam ratus daftar nama tamu yang akan ku undang dalam daftar itu. Ku lirik sebentar jam dinding yang ada di belakang Ichigo asisten pribadi baru ku. Sudah jam satu siang rupanya sekarang.

"Kau harus selesai mengirim undangan itu sebelum jam empat sore. Aku minta jadwal pertemuan ku hari ini."

"Iya, ini nona. Saya telah menyusunnya. Ada sekitar sembilan pertemuan yang harus anda hadiri hari ini." Katanya sambil menyerahkan jadwal pertemuan ku yang telah tersusun rapi. Bagus juga pekerjaannya.

"Kalau begitu saya permisi dulu nona." Ucapnya sopan

"Em..." Kata ku yang sedang membolak balikan daftar jadwal pertemuan ku untuk hari ini.

Tak lama setelah Ichigo pergi dengan mobilnya, aku pun segera menuju mobil ku yang terparkir di tempaat parkiran depan kantor ku. Ku pacu mobil semi sport merah ku menuju tempat pertama ku melakukan pertemuan.

Rukia POV End

.

.

XXXXXX

.

.

Ichigo POV

Banyak juga ternyata permintaan bos ku ini. Harus tepat waktu lagi. Tapi tak apalah aku yang memilih pekerjaan ini, maka aku juga telah siap dengan segala konsekwensinya. Dari pada aku di pecat dari pekerjaan ini, lebih baik aku cepat menyelesaikan tugas-tugas yang dia berikan kepada ku.

Ku percepat laju mobil sedan biru tua ku hingga hampir mebekati batas maksimal kecepatan mobil ku ini. Walau pun ku lajukan sangat cepat mobil ku ini, tapi aku tidak merasa takut atau apa. Aku sudah biasa dengan yang seperti ini. Malah aku menyukai hal ini.

Aku merasakan handphone ku bergetar. Ku rogoh saku celana ku untuk mendapatkan handphone ku yang bergetar itu. Aku sedikit bingung melihat nomor yang menelepon ku saat ini, nomornya tidak ku kenal sama sekali.

"Hallo. Siapa ini?" Tanya ku.

"Ini aku Rukia." Ku dengar suara di sebrang sana menjawab.

"Oh ya nona. Ada apa?."

"Kau sekarang sudah sampai di mana?"

"Aku sedang dalam perjalanan menuju bitik nona yang ada di Karakura."

"Bagus. Jangan sampai telat. Dan ingat jangan sampai kau lupa untuk mengirim undangan-undangan itu." Katanya lagi. Dia itu cerewet juga ya ternyata. Padahal di kantor aku jarang melihatnya berbicara.

"Hai nona." Kata ku bersemangat.

Tut...tut...tut...

Ku dengar bunyi teleponku. Dia sudah memutuskan teleponnya toh.

"Dia itu terlalu bersikap tegang ya. Apa dia tidak pernah sebentar saja bersikap santai?."

"Ha...ha...ha... dia itu memang Rukia Kuchiki yang orang-orang bilang ternyata."

.

.

XXXXXX

.

.

Aku kini berada di depan butik Rukia Kuchiki bos ku. Tapi sepertinya ada yang aneh di sini. Kenapa tempat ini sepi sekali? Apa tempat ini mau bangkrut ya.

Kulangkah kan kaki ku menuju dalam butik itu. Tapi. Kenapa banyak laki-laki seperti seorang preman di sini?. Apa mungkin mereka mau berbelanja di sini. Aneh.

"Maaf kenapa kalian berada di sini? Apa kalian mau berbelanja di sini?." Aku memberanikan diri untuk menanyakan pertanyaan yang sedari tadi menggelayut di pikiran ku kepada salah seorang pria berpakaian preman itu.

"Bukan urusan mu." Katanya sangar. Aku hanya mengernyitkan kening ku tanda bahwa aku tidak puas dengan jawaban yang terlontar dari mulut pria besar itu.

"Jadi bagaimana? Apakah sudah ada uangnya hah?." Tanya pria yang berada paling depan di antara pria-pria besar itu. Sepertinya dia adalah pemimpinnya.

"Sebentar lagi." Ucap seorang wanita berambut coklat dan bodynya. Tidak beda jauh dengan nona Rangiku.

"Hey, hey, hey ada apa ini. Mau a~." Belum sempat aku melanjutkan kata-kata ku aku sudah di tarik oleh perempuan tadi. Dia menyeret ku menjauh dari kumpulan pria-pria sangar itu.

"Kenapa kau menyeret ku tadi?." Tanya ku pada wanita itu setelah dia melepaskan tangannya dari tangan ku.

"Kau asisten pribadi nona Rukia kan. Cepat mana amplopnya?." Tanyanya tiba-tiba.

"Tunggu dulu. Siapa kau main suruh aku untuk menyerahkan amplop itu kepada mu segala." Kata ku sewot.

"Aku Orihime Inoe, manager di butik ini. Cepat berikan amplop itu pada ku." Katanya lagi

"Enak saja. Beri tahu aku dulu, apa yang sebenarnya terjadi di sini?."

"Nanti aku ceritakan. Tapi sekarang mana amplopnya?." Tanyanya lagi

Aku memberikan amplop itu kepadanya. Sepertinya amplop itu berisi uang.

Aku mengikuti wanita bernama Orihime itu dari belakang.

"Ini. Uangnya pas tidak kurang satu dolar pun. Jadi cepat sekarang kalian pergi dari sini." Katanya pada para pria-pria itu. Pimpinan dari pria-pria itu pun memberiakan kode kepada anak-anak buahnya untuk pergi meninggalkan butik ini.

"Baiklah sekarang beri tahu aku apa yang sebenarnya terjadi?." Kata ku menagih janjinya tadi.

"Aku akan ceritakan tapi bukan di sini. Ayo ikut aku." Katanya sambil menarik pergelangan tangan ku. Mungkin dia akan membawa ku ke dalam ruangan kerjanya.

.

.

XXXXXX

.

.

Selesai sudah chap pertama di fic ke dua Ai

Bagaimana?

Moga-moga aja para reader suka sama fic Ai ini.

Mohon maaf bila terdapat banyak kesalahan di fic ini. Ai juga minta maaf fic pertama Ai (Rainbow for life) belum bisa update. Tapi kalu ga ada halangan mungkin besok atau besok lusa Ai udah update. *kalau ga keburu abis pulsa modemnya* he...he...

Ai masih mengharapkan Review dari semua.

Jadi Ai mau minta Reviewnya dari senpai-senpai *maksa*

Seperti biasa sebelum dan sesudahnya Ai banyak-banyak berterima kasih.

RnR ya Please