Mimpi

Naruto © Masashi Kishimoto


.

.

Bukalah mata indahmumu.

Tersenyumlah.

Senyuman manismu hanya untukku.

Ya 'kan?

.

.

Biarkan aku memelukmu.

Memberikanmu kehangatan.

Melindungimu.

.

.

Berjanjilah.

Takkan pernah kau tinggalkanku.

Aku pun berjanji.

Demi semua yang ada di dunia.

Demi segalanya.

Apapun itu, terserah.

Aku berjanji.

Aku takkan meninggalkanmu.

.

.

Sama halnya dengan menangkap cahaya.

Kesempatan yang tipis.

Kesempatan untuk bertemu dengan orang sepertimu.

.

.

Raih tanganku.

Akan kubawa kau pergi.

Ke tempat yang lebih indah.

Ke tempat yang lebih baik.

Daripada Surga ataupun Neraka.

.

.

Maka dari itu…

.

.

"…TA! HINATA!"

Aku membuka mataku, kepalaku masih pening.

Mataku tidak bisa melihat begitu jelas, mungkin setelah 10 menit penglihatanku akan pulih seperti semula.

"Hinata…!"

Hm?

Lelaki dengan rambut kuning yang acak-acakan, dan mata biru…?

"Hinata… Akhirnya kau bangun juga…"

Oke, 10 menit telah berlalu. Dan penglihatanku kembali seperti semula.

Naruto, kaukah itu…?

"Untunglah…", ujarnya sambil memelukku tiba-tiba.

Senang, sangat senang. Melebihi apa yang kau bayangkan.

Bayangkan saja bagaimana rasanya dipeluk oleh seseorang yang kau tunggu sejak lama? Seseorang yang kau tunggu selama seumur hidupmu?

Tapi, rasanya tidak mungkin.

Mimpi, ya, ini pasti mimpi.

Atau…

Tuhan memberikan hadiah terindah untukku, sebelum aku bisa pergi ke surga.

Terima kasih, Tuhan.

Walaupun hanya mimpi, aku bahagia.

Ayah, maaf. Aku tidak bisa membimbing klan Hyuuga. Tapi kalau Hanabi, pasti bisa. Percayakanlah padanya.

Guru Kurenai, maaf, aku selalu menjadi yang terlemah.

Shino, terima kasih, kau selalu mengantarku ke kebun bunga.

Akamaru, terima kasih, kau selalu menghiburku di setiap saat aku selalu bersedih.

Kiba, terima kasih. Kau sahabatku yang paling penting.

Naruto, semoga kau bisa mendapatkan hati Sakura, ya. Aku akan selalu mendukungmu. Dari atas sana…

Hm?

A—a—apa…?

Naruto menciumku…?

"Hinata, untung kau tidak apa-apa…", ujarnya setelah melepaskan bibirnya—dan juga pelukannya.

"Terima kasih, Tuhan, aku siap pergi dari dunia ini…", ujarku terbata-bata, sambil meneteskan air mataku, untuk yang terakhir kalinya.

"Heh? Maksudmu? Hinata, hei! Kau belum mati!", ujar Naruto, menggoyang-goyangkan badanku.

"Eh…?", aku membuka mataku perlahan. "Benarkah…?", Naruto mengangguk.

"Aku mencintaimu, Hinata…", ujar Naruto sambil memelukku lagi.

"Eh…? Tunggu dulu—", aku menolak pelukannya, "apa benar…? Apa ini nyata?"

"Hahaha. Tentu saja, Hinata."

Aku pun memeluk Naruto.

"Aku juga mencintaimu...", ujarku sambil menangis.

.

.

Aku berjanji.

.

.

Bawalah aku.

.

.


Mengertikah anda? KEREN! Nggak ngerti? Oh, toast yok. Hahaha. XD

Yaa, ini buat itu, yang Hinata digosipin mati. ;)

Half-poem, nih. Kalo nggak ngerti yaa yo wees. Poem bagian atas itu yang Naru, yang bawah yang Hinata. ;D

Drabble itu gini bukan ya? Weeh. Agak bingung drabble tuh kayak gimana. :|

Kalo ada saran ato kritik ato wtf ato wth, silahkan sampaikan melalui review. ;)

Omong-omong, selamat taun baru 2009! :D