Naruto by Masashi Kishimoto
I am Falling in Love? by Yuki chan
Pairing : GaaHina
Rate : M
.
.
.
.
.
I am Falling in Love?
Konoha 02.45 AM
Dengan langkah lunglai seorang pria dibantu seorang gadis memasuki sebuah rumah. Dapat kita pastikan bahwa pria itu sedang mabuk dan wanita itu menggerutu tidak jelas.
"Akh… Gaaraa... Menyebalkan! Selalu saja merepotkanku…" gerutu gadis berambut kuning itu yang akhirnya dengan susah payah menyeret pria yang bernama Gaara itu ke sebuah kamar dan membaringkannya di tempat tidur.
"Hnggg.. Temarri-nee chan.. Hahaha" Gumam Gaara memanggil wanita itu yang ternyata bernama Temari.
"Hhhaa…. Iya Gaara, ck! Untung kamu masih mempunyaiku Gaara! Jika tidak entah kamu akan tidur di mana saat ini."
Wanita itu duduk di lantai sambil mengengadah memikirkan sesuatu.
'Gaara, aku disini untukmu. Jangan lari pada kegelapan lagi. Aku mohon.' Pikiran itulah yang selalu terngiang pada wanita ini setiap dia melihat Gaara dalam keadaan ini. Sedih dan sakit, itulah yang tergambar dalam wajahnya kali ini.
"Aku punya kejutan untukmu, Gaara.." Kata Temari sembari mengecup pipi adik tersayangnya itu Dan lalu meninggalkanya sendiri untuk jatuh kedalam mimpi. Ya, meski dia tahu bahwa mimpi itu akan selalu menjadi mimpi buruk bagi Gaara.
.
.
.
.
"Gaarraa.. Gaaraa…. Gaara" terdengar suara seorang wanita memanggil bocah laki – laki yang terus berlari menyeberangi sebuah jalan dengan truk besar berkecepatan tinggi yang dapat dipastikan pasti akan menabrak bocah laki – laki itu.
"Aku benci! Aku benci kalian semua! Hiks.." Anak it uterus berlari sampai
TINN TINN CKRIIITTTTT! DDDAAARRR! Brak!
Rumput, tanah dan batu menggores pipi mulus Gaara, bocah laki –laki itu. Ia masih terpaku mencoba memastika apa yang terjadi. Orang – orang sekitar mulai berdatangan sambil berteriak memanggil polisi dan ambulan. Sekarang Gaara sadar, ibunya mendorongnya saat truk itu akan benar – benar menabraknya.
"Ii.. buu.. Hhh.. IBU!" Gaara berlari sekuat tenaga mendekati ibunya yang telah terpelanting bermeter - meter dari tempatnya karena tabrakan yang sangat keras tadi.
"IBU! IBU! IIBBUUU!" Berlari dan terus berlari dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti.
Tapi saat ia benar – benar sampai pada ibunya, tangisnya benar – benar berhenti. Berhenti seperti kebahagiaanya yang benar- benar berhenti saat itu juga.
"Ibu… Akh!" Gaara terbangun dengan kepala yang benar – benar pusing. Hangover dan mimpi buruk, bukanlah hal yang diinginkan seseorang saat ia terbangun termasuk Gaara.
"Sshhiitt!" Rambut merahnya ia remas sebagi bentuk ungkapan bahwa dia dalam suasana benar – benar tidak baik. Dia lalu bangun dan berjalan dengan sempoyongan menuju kamar mandi yang terletak di kamarnya.
Tidak ada aspirin, itu membuat kepala Gaara lebih berdenyut keras. Tak tahan dia langsung pergi ke kamar kakaknya untuk mencari aspirin milik kakaknya.
"Sial! " Gaara membanting pintu kamar kakaknya setelah ia pastikan bahwa tidak ada aspirin di sana.
Pasrah dia mulai melangkah ke dapur untuk mencari air yang mungkin dapat menyegarkannya sedikit atau paling tidak menghilangkan rasa hausnya kini.
Tapi saat ia benar – benar sampai pada pintu dapur dia berhenti seketika dan mulai berpikir tapi semakin dia mencoba berpikir kepalanya malah akan berdenyut.
"Hei! Apa kemarin aku yang membawamu ke rumahku?"
"Hah?" sadar akan kehadiran orang lain di sekitarnya gadis berambut panjang berwarna indigo itu berbalik.
"Ah! It –tu ann-no it-tu… ngg.." Gaara menyengerit melihat dan mendengar suara gadis itu. Rasanya tidak mungkin dia membawa gadis seperti ini walau bisa dibilang gadis ini cukup cantik.
"Ng?" Gaara mencoba mengabaikannya dan mengambil segelas air untuk dirinya.
"T-temari nee chan.. umm.. memintaku untuk ng.. t-tinggal di.. s-sini.." cicit gadis itu sambil menuduk takut melihat wajah Gaara.
"Nee chan!?" kerutan dahi Gaara mulai terlihat setelah mendengar bahwa ini ulah dari kakaknya.
"It-tu an-no… ng… T-tema Hkk!" Geram mendengar jawaban gadis itu yang memakan waktu sangat lama. Gaara langsung mengambil gagang telepon yang berada tepat di belakang gadis itu dan membuat wajah gadis itu memerah saat tangan panjang Gaara melewatinya dan mempersempit jaraknya dengan Gaara.
Gaara menghubungi seseorang yang sepertinya itu kakaknya, Temari. Ia terus bicara mengenai siapa gadis ini? Kenapa dia harus tinggal disini? Dan apa hubungannya dengan Temari. Gadis itu dapat mendengar jelas semua pembicaraan itu karena Gaara sama sekali tidak menjauhkan dirinya dan malah semakin mendekat dengan salah satu tangannya menupu dan bergesekan dengan tangan gadis itu yang juga sedang menumpu badannya yang mencoba membuat jarak.
Nafas gadis itu terasa tercekat sepertinya dia belum pernah berjarak sedekat ini dengan laki –laki. 'Oh Kami-sama rasanya sesak…' pikir gadis itu tidak tenang.
"Hn. Aku mengerti" Gadis itu sedikit lega saat Gaara selesai berbicara dan menutup telepon itu.
Ia berharap Gaara akan segera pergi tapi ternyata tidak. Gaara masih diam menatapnya dengan tatapan beku yang mengiterogasi. Glek! Wajah tampan terus mendekat, kedua tanganya kini menumpu pada rak – rak bawah dapurnya. Gadis itu menggigit bibir bawahnya karena panik.
"G-ga-aara -kunn?"
Cup! Gaara mencium sekilas bibir mungil gadis itu dan sukses membuatnya membulatkan matanya.
"Lama tidak bertemu Hinata!" Gadis itu masih diam tidak percaya bahwa sikap Gaara yang dulu selalu seenaknya menciumnya masih sama.
"Ck! Aku benci suara gagapmu itu! Membuatku tambah pusing!" Kata Gaara dengan ekspresi dingin dan lalu meninggalkannya yang masih terpaku dengan wajah benar – benar memerah menahan malu.
"Ukkhh… K-kita sudah dewasa.. Jangan c-cium aku lagi!" Kata Hinata sambil mengosok – gosokan punggung tanganya pada bibir yang baru saja dikecup oleh Gaara.
'Membuat dadaku terasa sesak lagi. Ukh!'
.
.
.
.
.
"Kenapa kamu diam dan menatapku seperti itu!?" Gaara kesal karena sedari tadi Hinata hanya bersembunyi di balik lemari pajangan sembil menatapnya bingung.
"Hhha….… Kemari.." Meski sudah dipanggil oleh Gaara, Hinata masih setia berdiri di tempatnya hanya saja kini dia menunduk, tidak lagi melihat Gaara.
"Hinata." Ucap Gaara tegas dan membuat Hinata takut dan akhirnya berjalan mendekati Gaara.
Hinata sekarang tepat berada di depan Gaara. Gaara segera bangkit dari posisi tidurnya menjadi duduk dan melihat Hinata malas. Hinata mengigit bibir bawahnya menahan gugupnya dan langsung menyerahkan sebuah kertas pada Gaara.
Gaara dengan tampang malas dan sedikit kesal langsung mengambil kertas yang terlipat itu lalu membuka dan membacanya.
'Maaf. Boleh aku pinjam mobilmu?' Gaara bingung dengan isi surat itu.
"Untuk apa?" Hinata mengeluarkan sebuah kertas lagi.
'Temari – nee chan menyuruhku ke mall membeli persedian di dapur dan beberapa kebutuhanku.'
"Kau tahu itu di mana?"
Hinata tediam dan berpikir sejenak. Dia menggeleng, menandakan dia tidak tahu dimana mall di daerah sekitar sini. Jalan menuju kesini saja Hinata belum cukup hafal apalagi sekarang dia harus pergi ke mall yang rupanya saja tidak tahu."
"Lalu?" Gaara masih menatap malas Hinata yang kini sepertinya sedang mencari –cari sesuatu.
Hinata menemukan sebuah pensil dan kertas di samping telepon yang berada di rak. Hinata lalu mulai menulis dan memberikan hasilnya pada Gaara.
'Kamu bisa membuatkan petanya?'
"Tidak! Dan ada apa denganmu! Tak bisakah kamu bicara? Kau membuatku tambah kesal!" Habis sudah kesabaran Gaara yang mencoba tetap tenang dengan segala tingkah aneh teman masa kecilnya itu, Hinata.
Hinata mencoba mengambil kertas yang dipegeng olah Gaara untuk digunakannya menulis lagi. Tapi saat ia meminta, tangannya malah ditarik oleh Gaara.
"Aku tahu kau bisa bicara Hinata!?" Wajah Hinata merah padam dengan bibir yang mengatup kedalam menyembunyikan bibir mungilnya itu.
Hinata menggeleng membuat Gaara semakin tidak sabar. Dengan kesal, Gaara menarik tangan hinata dengan kencang dan membuat Hinata kehilangan keseimbangan dan jatuh menindih Gaara.
Ia bukan laki – laki penyabar dan romantis, ia bukan pangeran berkuda putih yang selalu diimpikan wanita yang akan selalu bersikap lembut. Maka dengan sangat tidak baik ia menarik rambut panjang Hinata agar mendekatkan wajahnya dan wanita itu sekarang benar – benar terlihat seperti kepiting rebus, merah padam.
"J-jangan.." Hinata mulai membuka suaranya meski dengan suara seperti burng kecil mencicit.
"J-jangan c-ciumm a-akku!" Gaara menautkan alisnya melihat Hinata yang telah menutup matanya dan memalingkan wajahnya.
"Kenapa? Bukankah aku sudah sering melakukannya?"
"I-itu dulu…. K-kita sudah dewasa.."
"Aku tidak tertarik denganmu! Jangan salah paham!" Kata Gaara dingin yang membuat Hiata membuka matanya, ah tidak! Lebih tepatnya membulatkan matanya.
Walaupun Hinata memag tidak pernah menganggap ciuaman Gaara spesial karena ciuman itu hanya ungkapan rasa kekesalan Gaara dengan suara gagapnya tetap saja jika dia – pria yang setiap menciunya selalu membuatnya berdebar tidak menentu bilang begitu tetap saja akan membuatnya merasa sakit.
Hinata tahu bahwa dia benar – benar bukan wanita yang menarik, kulit putih pucat, wajah sendu mata berwarna lavender dengan rambut indigonya benar benar membuatnya terlihat kelam. Warna yang begitu pucat, sangat tidak cantik dan menarik. Mungkin Gaara benar bahwa dia tidak akan dan pernah tertarik padanya. Maka saat ia sadar akan itu jadi ia hanya bisa berharap Gaara tidak mengacaukan hatinya lagi.
Dan.… Membuatnya berharap.
"Hei sampai kapan kau akan begini?" Hinata tidak bergeming.
Ttak! Gaara menyentil dahi Hinata.
"Aaww..!"
"Menyikirlah!" Gaara mendorong Hinata agar menjauh darinya.
"A-aku akan mengatakanb- bahwa aku tidak bisa p-pergi pada Nee chan." Hinata meninggalkan Gaara begitu saja. Berlalu menuju kamarnya yang terletak tepat di samping kamar Gaara.
"Ukh! K-kenapa terasa sakit lagi… S-sesak.. Hiks.." Hinata menjatuhkan dirinya dibawah tempat tidurnya. Ia ingin menangis tapi terasa sangat sulit karena sesak di dadanya tidak membuat dia menangis tetapi bernafas terengah – engah.
'Sesak! Kami-sama, salahkah aku memilih untuk pergi ketempatnya? Apa Gaara membenciku sekarang?"
.
.
.
.
"Aku tak habis pikir padamu Gaara! Aku suruh mengantarnya saja kamu tak mau!" Bentak Temari kepada Gaara sesudahnya ia sampai di rumah dengan membawa setumpuk kantung belanjaan yang dari kelihatannya pasti sangat berat.
"Dia tadi bilang ingin meminjam mobil dan bukannya ingin aku mengantarkannya."
"Kamu tahukan dia sama sekali tidak tahu jalan di daerah sekitar sini!?"
"Aku tahu! Aku tidak bodoh!"
"Gaara aku ahu itu! Aku hanya meminta alasanmu kenap-" Gaara tanpa mengatakan apapun lagi pergi meninggalkan Temari begitu saja.
"Gaara! Aku belum selesai bicara! Hei!" Dan Gaara tampan kita sudah benar – benar menghilang dari hadapan Temari.
Temari membaringkan badannya lelah pada sofa. Ini benar – benar membuatnya lelah, bagaimna tidak sejak semalam dia tidak bisa tidur nyenyak. Pertama, dia menerima telepo dari manajer sebuah club bahwa Gaara sedang mabuk dan tak sadarkan diri disana, lalu belum sempat beristirahat lebih lama dia harus menjemput Hinata di airport dan langsung pergi ke kantornya tanpa sarapan pagi. Lalu sekarang dia harus sedikit berdebat dengan Gaara yang cepat sekali berubah mood jika dia dipersalahkan karena dia membuatnya berbelanja sendiri dan membawa kantung – kantung belanja yang berat.
"Oh Kami-sama aku lelah…" Temari pun kini nampaknya sudah terlelap begitu saja
.
.
.
Langkah – langkah cepat Gaara membuat seorang gadis berambut indigo yang berada di depan pintu kamarnya menyadari kedatangannya.
Tepat saat Gaara behenti dan menoleh gadis itu yang kita tahu itu Hinata. Ia menundukan kepalanya takut melihat Gaara.
Malas menanggapi, Gaara hanya terkekeh kesal dan segera akan berlau menuju kamarnya tepat sebelum sebuah tangan kecil menggenggam ujung baju kaos abu abunya dan menghentikan langkahnya.
Gaara menoleh malas pada Hinata pemilik tangan kecil itu.
"Ga-ar-"Ucapan Hinata tertahan saat tangan Gaara balas menggenggam tangan mungilnya. Tapi yang membuat Hinata benar – benar terkejut adalah saat Gaara memaksa tangan mungil itu melepaskan genggamannya.
Gaara tidak menatap Hinata lagi dan langsung masuk ke dalam kamarnya.
Sesak! Selalu seperti itu ketika ia melakukan sesuatu yang berhubungan dengan Gaara. Tak mau menambah sesaknya lagi dengan memandang pintu kamar yang Gaara masuki, Hinata segera menjauh menuju ruang keluarga Sabaku-marga dari Temari dan juga Gaara.
Hinata menemukan kantung –kantung belanjaan yang tergeletak begitu saja didekat sofa yang sekarang ditiduri oleh Temari.
Merasa enggan membangunkannya, Hinata mengambil semua kantung – kantung itu dan hendak memindahkannya ke dapur. Satu persatu kantung dia bawa ke dapur dan setelah itu dia memasukkan semua isi kantung itu ke dalam lemari pendingin.
Teringat bahwa makan malam belum tersedia. Hinata mengambil kembali beberapa bahan makanan dan mulai memasaknya.
"Ughh… lapar.." Temari bangun saat mencium sebuah aroma yang berasal dari dapurnya. Perutnya yang lapar dan meronta – ronta membuatnya dengan tergesa-gesa menuju ke sana.
"N-nee – chan. A-aku membuat kare, m-mau makan?" Sepiring nasi yang berisi kare yang ia buat ditunjukan kepada Temari dengan ragu – ragu.
"Kau membuat banyak?"
"Y-ya cukup banyak." Hinata mulai menaruh piring itu diatas meja. Temari mengambil piring dan mulai mengisinya dengan nasi dan kare yang cukup banyak.
Temari dan Hinata mulai duduk dan makan dengan tenang. Tak seorang pun yang mberbicara karena sejak kecil merka memang sudah diajarkan untuk tidak bicara saat makan.
"Hhhaa... kenyang." Temari menyelesaikan makanannya terlebih dahulu dan memulai pembicaraan.
"Hihihi" Hinata hanya tertawa kecil menanggapinya.
"Masih ada sisa kare kan? Nah Hinata bisa kamu tolong mengantarkannya ke kamar Gaara kan?" Senyum licik terulas dari wajah cantik Temari. Sepertinya dia membuat sebuah rencana untuk mendamaikan Hinata dengan adiknya –Gaara kali ini.
Trank! Hinata menjatuhkan sendok yang tadi masih dimainkannya saking terkejutnya.
"A-aku i-itu.. a-k" Gelalapan. Hinata benar – benar bingung untuk mencoba menolak permintaan Temari.
"Tak apakan Hinata. Aku sangat lelah hari ini. Kamu tahukan aku baru saja pergi ke mall sendirian setelah bekerja." Dengan wajah pupy-eyesnya temari mulai melancarkan aksinya.
Hinata merasa bersalah, Temari benar sejak tadi dia sudah banyak merepotkannya. Mana mungkin Hinata berani menolak? Hinata sangat tahu bahwa dia sekarang sangat bergantung hidup kepada Temari yang telah mau menampungnya di rumahnya bahkan mengurusi sekolah dan keperluannya. Ayolah, Hinata tidak setamak dan setebal muka itu.
"H-Hai. Aku akan mengantarkannya." Temari besorak riang di dalam hatinya karena rencana pertamanya berhasil.
"Baiklah Hinata kalu begitu aku mohon permisi, ok? Aku harus beristirahat kan?" Lain dengan Temari, Hinata malah menangis dalam hatinya. Oh tuhan bagaimana Hinata bisa masuk ke kamar Gaara untuk mengantarkan makanan setelah kejadian yang tadi baru saja terjadi.
Temari meninggalkan Hinata sendiri di dapur. Tidak mau terus melamun dan membuang –buang waktu, Hinata segera bergegas membersihkan perabotan dan piring – piring yang habis dia dan Temari gunakan tadi. Lalu setelah itu dia harus mengantarkan makanan Gaara ke kamarnya.
Hinata kini telah berada di depan pintu kamar Gaara. Perasaannya bercampur aduk antara takut, malu, gelisah dan khawatir. Khawatir jika kalau-kalau Gaara bilang tidak ingin bertemu dengannya dan mengusirnya.
"Ukkhh…." Kerutan – kerutan Nampak jelas didahinya. Kaki –kakinya ia hentak –hentakan menandakan bahwa dia sedang gugup sekarang.
'Ayolah Hinata kamu bisa!" Hinata mulai memantapkan dirinya. Ya, dan sekarang dia sudah akan pasti mulai mengetuk pintu itu.
Tok!
Tok! Tok!
Tok! Tok! Tok!
"G-gaara- kun ? A-aku membawa makan malam untukmu."
Tok!
Tok! Tok!
Tok! Tok! Tok!
"G-gaara- kun ? Kkau mendengarku?"
Tok! Hinata terus mengulangi ritme mengetuk pintunya. Sambil terus memanggil Gaara.
"G-gaara- kun-" Sang pemilik kamar keluar dan langsung membuat Hinata memerah dan refleks mundur gelagatan yang membuat dia hampir saja jatuh dan menjatuhkan semua isi namannya jika tangan Gaara tidak menarik tangan dan nampannya.
"Eh?" Gaara menatap malas pada Hinata, ia tahu bahwa Hinata pasti akan selalu membawa masalah padanya.
"A-ano i-itu…" Belum selesai Hinata bicara Gaara telah melepaskan tangannya dan mengambil nampan yang dibawa Hinata.
"Aku tahu.." Gaara berbalik masuk ke kamarnya dan hendak menutup pintunya. Sampai Hinata yang mendapat keberanian dari mana berani menahan pintu dengan tangannya.
Dahi Gaara berkerut, tidak mengerti apa keinginan gadis ini yang tiba – tiba menahannya.
"G-gaara- kun, apa kamu membenciku?" Bibir mungil Hinata muali bergetar saat bertanya seperti itu.
"Apa?"
"Ng?" Hinata bingun dengan tanggapan Gaara. Ia sedikit mendongak melihat Gaara tapi langsung menunduk lagi karena melihat tatapan Gaara yang menatapnya intens.
"Apa yang kamu mau sebenarnya?"
"A-aku… A-apa kamu ingin akau pergi darisini?"
"Untuk?"
"K-kamu benci aku?" Pembicaraan kedua orang ini semakin sulit dimengrti karena mereka berdua menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lagi. Membingungkan.
"Kenapa?"
"A-aku merasa kau membenciku…" Akhirnya suatu jawaban dan bukan pertanyaan lagi terlontar dari Hinata.
"Apa yang aku lakukan?" Gaara masih bersikukuh dengan petanyaan – pertanyaan.
"S-sesak…" Gaara sedikit terkejut dengan jawaban Hinata kali ini.
"Kenapa?"
"Ukh! Kamu membutku merasa sesak!" Dengan suara mencicit seperti burung, Hinata mulai mengeluarkan keberaniannya untuk tidak berbicara gagap.
"Kamu benci padaku?" Walau agak terkejut Gaara tetap bertanya dengan nada datarnya.
"Tidak. Aku.." Tunggu sebentar, apa yang akan Hinata katakana kali ini? Dia tidak membencinya berarti dia menyukainya? Menyukai Gaara Sabaku –pria dingin sedingin es terhadap siapapun bahkan dengan teman sejak kecilnya yang meski kata – katanya sangat membekukan seseorang tapi dengan wajahnya yang sangat tampan juga bisa memikat perempuan mana saja. Oh ya, Gaara Sabaku yang kita kenal saat ini merupakan pria yang hmm… hampir sangat dan benar – benar sempurna. Rambutnya yang merah acak –acakan yang terlihat sangat sexy. Garis matanya yang tajam dengan eyeliner hitam di garis mata yang membuatnya terlihat lebih gothic. Jade, bola mata jade yang sangat cantik itu dan tattoo 'Ai' di dahinya sebelah kirinya. Hidung, bibir, dagu, pipi, telinga dengan anting ganda. Benar – benar memukau, dan sekarang saat Hinata sadar akan hal itu sepertinya dia akan lebih merasa sesak dari sebelumnya setelah ia sadar bahwa Gaara sabaku benar – benar tampan. Oh Kami-sama, sepertinya semua keberaniaan Hinata lenyap dan hanya menyisakan warna merah disekujur wajahnya.
Gaara yang bosan menunggu lanjutan jawaban Hinta mencoba menyadarkannya dari lamuan.
"Hinata, kamu mengatakan sesuatu lagi atau kamu mau tetap disini? Aku lapar!"
"A-aa-ku… a-a-aa" Hinata sadar dan langsung gagap seketika bingung harus berkata apa.
Menyadari bahwa Hinata tak bisa berkata lagi, Gaara memilih masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi pada Hinata.
Poor Hinata. Tidak mau lebih menyesakkan hatinya, ia lebih memilih pergi ke kamarnya dan mendinginkan kepalanya.
.
.
.
.
TBC
Saya author baru, mohon kritik dan sarannya.
RnR please
