Bad Girl Rin Nara Seasui
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Genre: Drama
Rated: T
Pairing : SasuHina
Warning : typo, berantakan dan tidak elit(?), gaje, ceritanya agak ancur, jalan cerita kadang cepat kadang lambat(?), VOP suka – suka Author *digamparbergilir*, dan idenya pasaran.
Sumarry : Aku, Hyuga Hinata terpaksa pindah sekolah dan menjalani kehidupan sebagai anak sekolahan yang baru. Namun sekolahku kali ini benar – benar berbeda.
1. Gadis Nakal
Alarm yang berada di dekat telingaku berbunyi mengagetkanku hingga membuatku membuka mata kembali. Segera aku matikan alarm itu, kemudian kulihat sekeliling yang masih tampak remang – remang. Aku mulai berdiri dari kasurku dan berjalan menuju saklar lampu. Kutekan dan kemudian aku melihat ruangan di sekelilingku mulai terlihat lebih terang. Setelah itu, aku duduk kembali di kasurku sambil memegangi kepalaku sendiri.
Ketukan pintu kamar mulai mengusikku. Pasti Hanabi yang mengetuk jadi aku diam saja dan acuh pada ketukan pintu itu apapun yang akan terjadi. Makin lama ketukan itu makin membuatku kesal. Akhirnya aku berteriak dengan kasar, "Aku sudah bangun, Hanabi!"
Kudengar ketukan itu mereda dan berhenti. Hanabi pasti takut mendengar teriakanku tadi dan aku yakin dia sudah pergi dari depan pintu kamarku. Aku tersenyum penuh kemenangan. Namun senyumanku tidak berlangsung lama. Kulihat secerca sinar mulai menerobos tirai jendelaku. Aku merasa lesu untuk menyapa pagi pada hari ini. Meski demikian, aku berdiri lagi dari kasurku berniat untuk tetap segera mandi dan pergi ke sekolah.
Kudengar Neji memanggil namaku dan menyuruhku makan. Namun saat itu aku hanya menjawab, "Nanti saja, sekarang masih kenyang karena makan malam kemarin." Namun saat yang kudengar memanggil adalah Hanabi, dengan emosi aku berkata, "Makan saja duluan! Sekarang aku sedang tidak ingin makan!"
Setelah berteriak seperti itu pada Hanabi, aku langsung menunggu bis di depan rumah. Kulirik mobil ayah yang akan pergi mengantar Hanabi dengan sinis. Lalu kemudian aku melirik Neji yang akan segera pergi ke kampusnya mengendarai motornya. Neji sempat menawarkan diri untuk mengantarku namun aku menolak. Meski sebenarnya dalam hati aku ingin sekali diantar keluarga menuju sekolah. Namun aku kasihan dengan Neji jika seandainya ia mengantarku. Kampus Neji dan sekolahku kan berlawanan arah.
Sekolahku adalah tempat yang memang benar – benar cocok buatku. Sekolah itu penuh dengan orang – orang yang kasar dan menyebalkan. Di sana tak ada yang namanya teman. Semua adalah siswa yang suatu saat dapat saling bermusuhan. Para guru di sana telah mengelompokkan setiap murid dengan kelas yang cocok. Dan aku masuk ke dalam kelas E.
Aku tidak tau kenapa aku masuk ke dalam kelas itu. Namun kelas itu terasa menyenangkan buatku. Guru – gurunya malas mengajar di kelas dengan alasan kami jarang mendengarkan penjelasan guru. Namun apa peduli kami? Kami sebagai siswa datang ke sekolah hanya berniat untuk mendapatkan ijazah SMA. Dan kemudian melanjutkan ke universitas yang kami inginkan. Itupun jika kami benar – benar ingin melanjutkan ke universitas. Beberapa siswa di sana justru malas belajar dan memilih untuk segera ke pelaminan.
Hah, semua pasti mengira sekolahku ini aneh. Tapi inilah ketanyaannya. Yang lebih aneh lagi aku cinta dengan sekolah yang seperti ini.
"Hei! Kau yang di situ, sibuk gak?" Tanya seseorang yang datang dengan baju berantakan. Terlihat dari penampilannya dia datang terlambat hari ini.
"Gak kok," jawabku sambil berkecak pinggang.
"Kalau gitu, masukin tas aku ke dalam kelas ya," pintanya sambil memberikan sebuah tas padaku, "Ada yang mau aku temui di gerbang sekolah nih," ujarnya lagi.
Dengan malas aku mengambil tasnya kemudian kulemparkan tas tersebut di sebuah ruang kelas. Di sekolahku, kami bahkan tidak tau siapa nama teman sekelas kami, karena buat kami nama itu tidak penting. Kami punya sebutan tersendiri yang kadang terdengar sangat jauh dari nama asli. Kebetulan sekali namaku itu "Blue Hair" padahal nama asliku Hyuga Hinata.
Nama itu diberikan padaku karena warna rambutku memang biru. Berbeda dengan temanku yang rata – rata rambutnya sudah dicat pirang. Nama itu sudah aku dapatkan semenjak aku pertama kali masuk di sekolah. Sekarang sudah lewat 6 bulan aku di sana dan aku merasa akan lupa dengan nama asliku.
Lonceng berbunyi dan aku berjalan dengan santainya menuju kelas. Aku merasa tenang – tenang saja karena guru pasti belum masuk ke dalam kelas. Bahkan mungkin guru tidak akan mengajar hari ini dan pelajaran pertama pada hari ini pasti kosong lagi. Aku tetap berjalan santai sampai saat aku sampai di depan pintu kelas aku menambrak seorang guru.
"Hei, sakit tau!" teriakku kasar karena aku masih tidak tau kalau yang kutabrak itu ternyata guru. "Apa kau tidak pernah belajar untuk melihat siapa orang yang sedang berjalan di depanmu?" teriakku dengan lebih keras.
Kelas terdengar sunyi tanpa adanya riuh suara yang akan menyuruh berkelahi. Aku pun berhenti mengelus pinggangku dan tersentak kaget. Kulihat guru di depanku sangat marah. Aku hanya terdiam di tempat. Walaupun semua siswa adalah orang – orang yang kasar namun kami tetap mematuhi satu peraturan yakni tidak membantah guru apalagi memarahinya. Dan tadi aku telah melanggarnya.
"Kau, ikut ke ruanganku sekarang!" perintah sang guru sambil menarik tanganku menuju ruangannya. Aku hanya pasrah ditarik dan aku juga akan pasrah menerima hukumannya.
After that…
Brakk!
Aku membanting pintu dengan kencang sampai – sampai membuat ayah dan Neji yang sedang bersantai – santai di bawah terganggu. Hanabi sekarang sedang bermain bersama temannya di samping rumah jadi dia takkan tau kalau aku membanting pintu.
Aku masih memikirkan hukuman dari guru tadi pagi di sekolah, sampai – sampai aku dipulangkan lebih dahulu dari siswa lainnya. 'Aku harus pindah sekolah secepatnya', hukuman macam apa itu? Surat pindah sekolah belum aku berikan ke ayah lagipula ayah juga tidak menanyakan apa – apa padaku. Jujur saja, aku takut memberikannya. Barulah pada saat selesai makan malam aku berbicara dengan ayah.
"Ayah!" panggilku sambil tetap memegangi surat pindah sekolah tersebut. Ayahku hanya menoleh dan kemudian aku melanjutkan perkataanku, "Aku disuruh pindah sekolah oleh guruku."
Plakk!
Segera saja sebuah tamparan keras melayang ke pipiku. Sakit memang, tapi aku paham kenapa ayah menamparku. Aku ini memang gadis bodoh yang malah mengatakan hal seperti ini ke ayah sendiri. Harusnya aku diam saja dan tidak usah bersekolah lagi.
"Apa yang kau lakukan di sekolah sampai kau jadi seperti ini?" Tanya ayahku dengan muka yang sudah merah padam. Aku kemudian menjawab enteng, "Aku tak sengaja memarahi guruku."
"Sudah ayah duga bahwa sekolah itu memang tidak bagus buatmu, besok ikut ayah dan ayah akan mendaftarmu ke sekolah yang lebih bagus!"
Aku terdiam sambil menundukkan kepalaku, sementara Neji dan Hanabi hanya melongo melihat aku dimarahi oleh ayah. "Sekarang masuk ke kamarmu!"
Sambil tetap menundukkan kepala, aku masuk ke kamar sambil memegangi pipiku yang perih. Aku ingin menangis namun terlalu memalukan buatku jika "Blue Hair" menangis hanya karena ditampar ayahnya sendiri. Aku langsung membuka pintu dan menutupnya dengan pelan. Di kamar aku langsung berbaring dan menatap langit – langit kamarku. Tak terasa air mata mulai menetes melalui pipiku dan membasahi bantalku.
Menyebalkan! Kenapa aku tetap saja menangis? Segera aku berbalik menutupi wajahku sendiri lalu aku segera menyelimuti badanku dan berusaha tidur. Berharap tak ada sesuatu yang buruk akan terjadi. Namun mungkin aku salah besar.
Kudengar sayup – sayup suara di lantai bawah tempat kami sekeluarga makan. Itu suara sedang menelepon seseorang. Mungkin ayah sedang menelepon seorang guru yang mengajar di sekolah yang telah ayah pilihkan. Aku tidak ingin berprasangka buruk, tapi aku yakin
Next day….
Hari ini adalah hari pertama aku menginjakkan kaki di SMA baruku. Aku tak yakin aku akan merasa cocok ada di sekolah yang telah dipilihkan ayah. Namun, tamparan keras ayah kemarin telah mengajariku, 'Ayah benci padaku'.
Aku memandang ayah yang tengah menyetir mobil menuju sekolah Hanabi. Aku hanya diam dan sesekali aku menatap keluar jendela. Bagiku ayah terlalu menyayangi Hanabi daripada aku. Dan aku benci pada Hanabi.
Perjalanan pagi itu tak terasa lama. Beberapa menit kemudian aku telah sampai di depan sekolah yang sepi. Pasti mereka sedang belajar. Dari gerbang aku mulai merasakan aura -aura aneh. Terasa berbeda dengan aura di sekolahku yang dulu. Aura di sekolah yang baru ini terlalu cerah buatku.
Seorang guru mendekatiku sambil berlari kecil. Dengan senyuman yang tersungging di bibir tipisnya dia segera bertanya padaku, "Kau si murid baru itu ya?"
Aku mengangguk pelan sambil balas tersenyum. Lalu kemudian ayah bercakap – cakap sebentar kemudian ia kembali ke mobil dan pergi. Guru itu kemudian menggandeng tanganku menuju ruang kepala sekolah dan kemudian dia menyuruhku menunggu sebentar di luar ruangan tersebut. Sekali lagi aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu dengan sabar, aku menanti detik demi detik sampai guru itu kembali lagi menjengukku.
Tanpa ku sadari ada suara langkah kaki yang mendekat. Mendekat…. Mendekat…. Dan semakin mendekat. Namun karena bosannya aku tetap tak menyadari bahkan sampai pemilik langkah itu ada di sampingku.
"Hei, jangan melamun di sekolah ini!" ujar sang pemilik langkah mengagetkanku karena di sekolahku dulu jarang ada yang bicara sopan seperti itu. Kutatap siswa tersebut. Ia kemudian memasuki ruangan kepala sekolah sambil sempat tersenyum padaku. Sempat aku perhatikan nama di baju seragamnya. Kemudian aku bergumam, "Jadi namanya Uchiha ya."
Kembali aku menunggu sang guru keluar. Namun terasa lama sekali. Ku angkat tangan kiriku dan ku perhatikan jam di lenganku. Baru lewat 15 menit namun aku sudah bosan sekali. Pintu ruang kepala sekolah pun akhirnya terbuka dan guru itu keluar dengan senyuman yang kian mengembang. Di belakangnya si Uchiha itu ikut mengiringi.
"Hinata, ini ketua kelas di kelasmu nanti. Dan Sasuke tolong antarkan siswi ini menuju kelas ya," ucap sang guru kemudian meninggalkan aku bersama sang Uchiha di depan pintu.
"Ayo ikuti aku!" perintah Uchiha sambil berjalan di depanku. Aura cerah dan cenderung tenang menyebar di sekitarnya. Entah mengapa aku merasa auranya agak berbeda. Menurutku auranya sebenarnya tidaklah cerah.
"Hei, ayo!" perintahnya lagi di saat aku tidak mengikutinya. Aku membuyarkan pikiranku sendiri tentangnya. Aku yakin dia sama saja dengan murid lain yang ada di sekolah ini. Beraura cerah dan tidak cocok denganku.
Sekian lama kami berjalan tak ada percakapan penting sama sekali. Bagiku, Uchiha berbicara dengan bahasa yang terlalu sopan sementara di sekolahku yang dahulu aku terbiasa bicara kasar. Terkadang aku menundukkan kepalaku sambil berpikir sendiri. 'Sekolah ini mengerikan'.
"Kita sampai, ini adalah kelasmu yang sekarang," ujarnya sambil membukakan pintu untukku. Aku menganggkat wajahku berharap akan ada hal yang membuatku lebih senang namun yang ku lihat justru membuat hatiku lemas.
Siswa di sana berpakaian rapi dan sekarang sedang membaca buku dan terlihat berwajah riang. Ada sih yang wajahnya terlihat malas namun dia tetap tenang di mejanya. Padahal saat ini guru sedang tidak ada di kelas. Sementara di SMA-ku yang dulu, mungkin sekarang sudah ada yang berkelahi.
"Ayo masuk!" teriak Uchiha dengan wajah datar. Auranya yang terlalu tenang membuatku agak merinding. Aku terpaku di depan pintu. Siswi di dalam kelas tersebut segera mengajakku masuk dan mempersilahkan aku duduk di sebuah kursi yang kosong sambil menunggu sang guru masuk ke dalam kelas.
Aku tetap terdiam sambil menundukkan wajahku. Sekolah ini 'tak cocok untukku'.
To be continued….
Hah, karena laptopku ilang dicuri orang, kelanjutan cerita yang belum selesai – selesai itu nanti aja melanjutkannya lah *dicincang*. Kali ini tetap dengan SasuHina, tapi rada – radanya Hinata jadi anak berandalan banget ea. Jangan – jangan ini malah jadi OOC *dilemparbatubata*. Moga – moga gak kelewatan OOC *Amin!*. Oh iya, ada yang bisa kasih aku bantuan bikin judul yang tepat gak? *melirik Readers* Bingung nih. Tuh aja, asal - asalan bikin judul.
R
E
V
I
E
W
Please ^_~
