Super Drive
Mr. X
Sebuah paket kecil berisi brosur sirkus La Travia menggemparkan kantor kepolisian Scotland Yard. Claude Faustus sang kepala kepolisian, uring-uringan dengan paket brosur itu. Secarik kertas yang ia pegang menambah kemumetannya. Mau tau isinya?
Untuk Si Jidat Lebar Faustus
Kau tahu, sirkus keliling itu sangat bagus!
Kukirimkan brosur mereka untukmu, agar kau mau menontonnya!
Mr. X
"Si brengsek ini….mana Phantomhive kecil itu?" tanya Claude jengkel.
"Siapa yang kau bilang kecil, heh?" balas seorang pemuda cute nan mungil. Sepasang ceruleannya begitu serasi dengan mahkotanya yang grayish. Claude mendengus kecil, memberi kode pada anak buahnyayang membawa paket brosur tadi untuk mendekati pemuda mungil itu.
"Nih, kerjaan buruanmu," sahut Claude dongkol. Phantomhive mungil itu melongokkan kepala ke dalam paket dan mengambil satu brosur.
"Oh, brosur toh. Tipikal orang sinting."
Brak!
"Kapan kau akan menyelesaikan masalah ini, heh? Kami tidak mau terlibat dalam mengurusi Mr. X!" bentak Claude.
"Oh, maafkan aku. Tapi Mr. X bukan tujuanku saja," balas Phantomhive mungil itu sinis.
Tok tok
"Permisi….wah, ada Ciel. Apa yang kau lakukan di sini?" sahut pemuda berambut pirang, masuk sambil menenteng plastik. Ciel dan Claude menoleh bersamaan.
"Urus sesuatu dengan dia, kau sendiri sedang apa di sini?" balas Ciel.
"Mengantarkan obat dan makan malam untuk Claude," jawab pemuda pirang santai. Mata cerulean mudanya beralih pada Claude yang kusut. "Kau kenapa?"
"Uring-uringan gara-gara Mr. X," celetuk Ciel. Claude mengusir anak buahnya dan mendekati pemuda pirang itu. Dikecupnya pipi pemuda itu dengan mesra, membuat Ciel terpaksa memunggungi mereka untuk menahan tawa.
"Terima kasih, Alois," sahut Claude mesra. Ohoho, Ciel tak mungkin bisa menahan tawanya jika mendengar itu.
"Hmp!"
"Ciel, kok Paman Vincent tak bertugas?" celetuk Alois. Ciel berbalik dan batuk untuk menutupi rasa gelinya.
"Ayah….entahlah, dia menyuruhku untuk menyelesaikan tugas ini. Mungkin sebagai persiapan untuk mengambil alih gelarnya."
"Huh, dasar anjing penjaga ratu," celetuk Claude sinis. Ciel memberikan deathglare paling mematikannya, tapi yang bersangkutan cuek bebek sambil memeluk Alois dari belakang.
Brak!
"Earl~eits, ada yang lagi pacaran, nih?" sahut pria Cina dalam balutan kemeja hitam. Matanya yang sipit begitu sipit, dan di belakangnya berdiri seorang wanita Cina berwajah stoic dengan rambut digelung kiri kanan. Cheongsam mininya begitu menampilkan pahanya yang langsing. Cepat-cepat Claude melepaskan pelukan dan terbatuk kecil.
"Lau? Ran Mao? Ngapain kalian kemari?" tanya Ciel. Lau hanya mengangkat bahunya.
"Entahlah, aku juga nggak tahu apa yang kuinginkan di sini. Iya 'kan, Ran Mao?"
"Iya," jawab Ran Mao dingin. Ciel hanya menghela napas pasrah melihat tingkah orang-orang sekitarnya. Dengan gontai, ia meninggalkan keempat orang yang memandanginya dengan heran.
"Kau mau ke mana, Earl?" tanya Lau.
"Pulang!" sahut Ciel. Dan suara pintu tertutup merupakan tanda bahwa Ciel meninggalkan Scotland Yard.
XXX
Sementara itu, di sebuah ruangan yang begitu luxury diisi dengan seorang pria bermahkota hitam legam. Poni belah tengahnya bagai tirai yang menghiasi sepasang rubi yang begitu berkilau. Di tangannya terdapat gelas berleher panjang berisi pina colada. Seorang pria bermake up ala badut muncul dan duduk di samping pria bermata rubi itu.
"Sebastian, apa kau tahu di mana brosur sirkus kami? Seingatku tadi masih ada di kamar Dagger," tanya pria berwajah badut itu.
"Tentu saja. Baru saja kukirim ke Scotland Yard, kilat khusus untuk Faustus," jawab si raven a.k.a Sebastian Michaelis. Pacar sekaligus tunangan…jangan lempar kucing-kucing itu ke aku. Baiklah, lanjut!
"Apa? Kau gila, heh? Semuanya?"
"Joker, santai saja. Ini 'kan demi mempromosikan sirkusmu," balas Sebastian santai. Ditenggaknya pina colada itu hingga tinggal setengah saja.
"Joker, di sini kau rupanya. Dari tadi kucariin, tahu," celetuk seorang wanita. Joker dan Sebastian menoleh, menemukan sesosok wanita berambut ikal hitam seleher berbalut dress super mini plus terbuka.
"Hei, Beast. Maaf dech, habisnya aku lagi bingung gara-gara brosur kita yang mendadak hilang. Tahunya, malah dikirim sama Sebastian ke Scotland Yard," sahut Joker. Beast mengambil tempat di samping Joker.
"Astaga, Count Michaelis muda kita ini memang aneh. Tapi terima kasih," ujar Beast.
"Terima kasih kembali, lady," balas Sebastian. Beast menyandarkan diri di dada bidang Joker, bahkan Joker mengelus rambut Beast yang ikal kayak Medusa. Gyahahahaha….ah, jangan foto-foto Yuya-ku!
"Apa kalian sadar kalau bermesraan di depanku membuatku iri setengah mati?" sindir si raven.
"Tidak tuh. Salah sendiri masih jomblo, sana cari pacar!" balas Joker santai. Sebastian mengerucutkan bibir ke depan, lalu menenggak pina colada-nya hingga habis.
"Enak aja kau bilang. Aku memang nggak nemu yang cocok denganku, tau," balas Sebastian iri.
"Oh, ayolah," sela Beast gemas. "Kenapa kau tak cari orang yang kau suka saja besok?"
"Kurasa….boleh juga."
XXX
Manor house milik Phantomhive berdiri kokoh di keramaian kota London, Inggris. Phantomhive mungil kita baru saja masuk dan melemparkan diri di sofa yang sangat empuk.
"Selamat datang,Tuan Muda," sahut ketiga pelayannya. Ada Bard, Maylene, dan Finny. Kelihatannya sih, nggak menyakinkan. Tapi…..ah, kejutan nggak boleh dibocorkan!
"Aku capek, tolong siapkan air panas untuk mandi," ujar Ciel.
"Baik, Tuan Muda," balas Maylene. Ia pergi ke dapur, meninggalkan kedua temannya yang berdiri mematung.
"Ah, selamat datang, Ciel," sahut seseorang. Ciel menangkap sesosok wanita yang begitu mirip dengan wajahnya di tangga. Rambutnya yang orange begitu serasi dengan balutan gaun berwarna merah marun. Ia segera menuruni tangga dan memeluk putra semata wayangnya dengan penuh kasih sayang.
"Hai, Bu. Mana Ayah?" ujar Ciel.
"Kau mencariku, Nak?" sahut seseorang. Suara baritone yang khas membuat Ciel menemukan seorang pria berambut grayish sepertinya. Di belakangnya seorang butler tua berdiri dengan tegap.
"Hai, Yah."
"Hei, kenapa kau lemas sekali? Ceria sedikit, dong," celetuk pria itu a.k.a Vincent Phantomhive, kepala keluarga yang begitu tegas. Dan wanita berambut orange tadi adalah Rachel Phantohive, sang istri sekaligus ibu tercinta.
"Gimana mau ceria kalo Mr. X masih berkeliaran?" balas Ciel. Vincent mendekati putranya dan mengelus kepalanya dengan sayang.
"Aduh, kasihan. Tanaka, tolong buatkan secangkir teh untuknya," pinta Vincent.
"Baik, Tuan," jawab pria tua itu sambil membungkuk dan pergi.
"Memangnya kenapa dengan Mr. X? Sepertinya keisengannya tak meresahkan Yang Mulia," celetuk Rachel.
"Memang, sih. Tapi keisengannya mengganggu Scotland Yard dan juga keluarga kita. Nih, yang paling sering kena," jawab Vincent sambil menunjuk Ciel yang mengerucutkan bibir mendengarnya.
"Ayah menyebalkan," sungut Ciel lirih. Vincent dan Rachel tertawa mendengar keluhan Ciel. tanaka kembali sambil membawa nampan berisi 3 cangkir teh beraroma….mawar.
"Permisi," celetuk Tanaka sambil meletakkan 3 cankir tadi di meja dan mundur. Dengan ganas Ciel menenggak tehnya hingga habis.
"Oh, santai saja, Ciel. Tak perlu terburu-buru," ujar Vincent. Ciel hendak membuka mulut ketika Maylene muncul.
"TuanMuda, air panasnya sudah siap," ujar Maylene.
"Selamat malam, Bu. Malam, Yah," ujar Ciel sambil bangkit dan naik ke kamarnya.
XXX
Pagi yang mendung berat disertai hujan deras membuat mood si raven begitu buruk. Di dalam kafe Lady Bell, ia duduk di dekat jendela besar ditemani secangkir cappuccino latte. Seorang gadis berambut pirang bergelombang mendekatinya.
"Pagi, Kak Michaelis. Kau ingin memesan sesuatu?" sapanya ramah. Sebastian menoleh dan tersenyum kecil.
"Pagi, Lady Midford. Aku…mau gateau chocolate saja, deh," jawab Sebastian. Lady Midford a.k.a Elizabeth Ethel Cordelia Middleford a.k.a Lizzy mengangguk dan meninggalkan Sebastian yang menatap kaca jendela yang basah.
Cling!
"Lizzy! Aku minta choco parfait dan raspberry mint, dong!" sahut Alois. Di belakangnya menyusul Ciel yang menutupi wajahnya dengan tangannya, malu dengan tingkah sahabatnya. Sebastian menoleh dan terpana dengan keanggunan Ciel dan wajahnya yang bagaikan malaikat. Ohoho, harusnya itu aku. Eits, berani lempar pisau itu aku tak akan menye…..baik, baik. Lanjut!
"Astaga, ternyata Alois dan Ciel, ya. Silakan duduk dulu," ujar Lizzy sambil membawa pesanan si raven.
"Permisi, ini pesanan Kakak," ujar Lizzy sambil meletakkan sepiring gateau chocolate pesanan Count Michaelis muda.
"Terima kasih, Midford. Oh iya, mereka siapa?" tanya Sebastian sambil menunjuk ke arah Alois dan Ciel yang duduk tak jauh darinya. Lizzy mengikuti arah yang ditunjuk Sebastian dan menatapnya.
"Oh, mereka temanku. Yang berambut pirang namanya Alois Trancy, yang satunya sepupuku, Ciel Phantomhive," jawab Lizzy.
"Phantomhive? Pemilik perusahaan mainan dan permen yang terkenal itu?" tanya pemilik orb scarlet itu. Lizzy mengangguk membenarkan.
"Lizzy, cepatlah! Jangan urusi pria aneh itu saja!" sahut Alois.
"Iya, sebentar!" balas Lizzy. Ia menghadap Sebastian dan membungkuk, "Maaf ya, Kak. Temanku yang ini agak aneh."
"Tak apa. Sana, layani mereka," balas Sebastian santai. Lizzy segera mengampiri meja Alois dan menjitaknya.
"Auw, kau kenapa, sih?" tanya Alois sambil mengelus kepalanya yang terkena sapaan tangan lembut Lizzy.
"Jangan mempermalukanku di depan tutorku, dong," balas Lizzy.
"Tutor? Yang itu?" tanya Ciel sambil menunjuk ke meja Sebastian. Dan sialnya, Sebastian malah mengedipkan sebelah mata pada Ciel, membuat Ciel bergidik dengan tingkah si raven mesum ki…..lanjut!
"Kenapa?" tanya Lizzy.
"Nggak apa. Aku pesan….green mint cake dan berry parfait saja," ujar Ciel. dari kejauhan, Sebastian tersenyum atau tepatnya menyeringai.
"Wah, nggak nyangka lawanku Phantomhive yang super imut. Main-main dengannya, ah," ujarnya lirih.
Gimana pendapat kalian dengan ceritaku? I need your reviews, guys!
Salam peluk cium,
Saga Micha a.k.a Sagatha Maria Michaelis
