Disclaimer : Gakuen Alice isn't mine. I'm sure you've known it.
Warning : Sequel of "Menunggu". AU. OOC.
Note : Sebelum membaca fic ini, disarankan agar membaca dahulu fic "Menunggu" agar mengerti jalan ceritanya.
Price of the Forgotten
©Scarlet Natsume
Gakuen Alice © Tachibana Higuchi
.
.
.
PROLOGUE
Pernahkah kau mengalami hari-hari di mana kau terbangun dan berharap kau tidak terbangun sama sekali? Terbangun dengan harapan bahwa kau masih berada dalam mimpi? Terbangun hanya untuk mengetahui bahwa apapun yang kau lakukan tidak ada yang berjalan dengan benar? Ketika kehidupanmu mulai berjalan dengan benar, kau malah mensia-siakannya dengan hanya duduk diam saja sembari menunggu sesuatu atau seseorang akan mengacaukannya?
Yah… kuberitahu, itu semua terjadi padaku. Aku terbangun pagi itu dengan mengetahui bahwa segalanya akan menjadi kacau. Aku ingat saat itu. Kepergian Hotaru ke Alice Academy, dengan aku baru mengetahui soal itu dari suratnya yang diantar oleh robot kura-kura miliknya. Terkadang aku berharap pihak akademi tidak mengetahui sama sekali tentang Hotaru, sehingga mereka tidak punya alasan untuk datang ke desa. Terkadang aku berharap dengan egoisnya bahwa aku tetap berada di desa, di rumah, bersama kakek, tidak pernah memutuskan untuk mengejar Hotaru sampai ke Alice Academy. Tapi di sisi lain aku berterima kasih, bahkan bersyukur atas segalanya yang terjadi.
Aku ingat hari terakhir dari masa remajaku, yang juga menjadi hari terakhir kedamaian yang terjadi. Aku ingat wajah-wajah, orang-orang, teman-teman, para musuh. Aku ingat perjalananku dengan teman-temanku. Aku ingat kematian-kematian yang signifikan.
Walau sekarang semua itu buram…dan tidak ada.
Kegelapan. Lubang gelap dalam ingatanku. Berapa banyak tahun yang kulupakan, aku tidak tahu. Berapa banyak teman-temanku yang masih hidup ketika aku dikurung di sini oleh pihak-pihak korup di akademi, aku tidak tahu.
Sekarang? Aku ingat terbangun. Aku ingat sudah sangat lama sekali aku terisolasi dari dunia. Aku ditolak oleh kematian dan disangkal oleh kehidupan. Aku dikurung dalam mansion ini sudah berapa lama? Seratus tahun, kah? Aku sudah tidak ingat lagi. Aku menolak menerima segalanya. Aku tak bisa menerima bahwa teman-temanku telah pergi. Segalanya adalah salahku saat itu. Kematian mereka dimulai oleh rantai kronologi sejak tibanya aku di akademi.
Aku ingat dikejar. Diburu. Diburu seperti binatang liar. Aku ingat berdiri di puing kediaman keluarga Nogi. Aku ingat mata crimson yang indah menatap tajam ke arahku. Aku ingat ratusan orang yang menjadi korban, yang menjadi target akademi, yang kubunuh dengan tanganku sendiri, korban dari haus darahku.
Sekarang, di sini, aku duduk di depan piano yang merupakan satu-satunya benda yang dapat menghiburku di dalam mansion terkutuk ini, mencoba memenuhi lubang-lubang dalam hidupku. Aku tak bisa mengingat banyak hal. Beberapa sudah hilang sepenuhnya, sisanya dihancurkan oleh kegelapan nuraniku.
Jika saja aku melakukan hal-hal secara berbeda… jika aku tidak masuk akademi biadab itu… tetapi… jika aku melakukan itu, aku pastinya tak akan pernah bertemu dengan orang-orang yang kusayangi yang juga menyayangiku.
Walau begitu… aku terkadang masih berpikir, haruskah aku terbangun pagi itu? Haruskah aku mengejar Hotaru ke akademi? Haruskah aku menerima tawaran Narumi-sensei untuk masuk dan menjadi murid di akademi? Haruskah aku lebih memperhatikan lelaki yang memperlihatkan padaku cinta sejati? Ataukah tindakkanku benar untuk mengikuti Hotaru? Atau dengan keras kepalanya terus berhubungan dengan lelaki yang kucintai? Melawan para ilmuwan gila itu, atau menyerah pada hasratku sendiri?
Yang membuatku terkurung di sini dan dilupakan juga disiksa dalam kekekalan yang abadi.
Apa yang bisa membayar harga untuk satu serpihan ingatan?
Apa yang bisa membayar harga obat untuk sakit atas pengkhianatan?
Tiba-tiba rasa sakit yang teramat sangat menjalari tubuhku. Aku menutup kedua mataku, mencoba menahan sakit sekuatku, tetapi rasanya tidak tertahankan. Rasanya seperti berada di tangan para ilmuwan gila itu lagi. Aku membuka mataku, melihat cahaya terang dari tubuhku.
Apa yang terjadi…?
Pandanganku mengabur, segalanya seperti berputar. Cahaya dari tubuhku semakin terang, seperti sebuah bom yang akan meledak.
Apa mungkin itu yang terjadi padaku?
Dan kemudian segalanya menjadi gelap.
To Be Continue…
A/N :
Oke… kembali lagi ke fandom Alice Academy.
Readers : (ngelempar tomat) Fanfic multichap yang lain aja belum ada yang tamat malah udah nambah multichap lagi.
Me : (ngelak tomat (?)) Yah… mau bagaimana lagi, kalau ide nggak disalurkan malah nanti akan jadi seperti bom, bakal meledak sewaktu-waktu.
Iblis Kira : (mendengus) Biasa dia, mah. Penyakit nambah-fic-padahal-fic-yang-lain-belum-ditamatin kambuh.
Malaikat Light : (sigh)
Me : Tenang saja. Saya berencana akan mentamatkan fanfic YGO saya yang "The Last Tears".
Kira&Light : (¬_¬) Rencana. Itu keywordnya.
Me : (glare)
Malaikat Light : (bows) Terima kasih telah membaca fic ini.
Iblis Kira : (shrugged) And please review if don't mind.
….
….
….
With crimson camellia,
#
Scarlet Natsume.
