Yuhuuu~~

Aira kembali... *nari-nari gaje*

Ada yang kangen sama Aira? #PLAK

Reader : NGGAK SUDI!

Baiklah, sekali lagi Aira datang dengan fict gaje seperti biasa...

Nggak usah banyak cing cong ya...

Langsung saja...

Disclaimer : Sampai kapanpun Bleach akan selalu milik Tite Kubo-sensei.

Pairing : Ichigo K. & Rukia K.

Warning : OOC, Typo masih saja muncul, Gaje, Alur gak karuan, Penulisan kembali hancur, dll, dst, dkk, dsb, lan liya-liyane (?)

Don't Like, Don't Read.

.

.

.

Aiuchi no nin'i no kyōsei wa kesshite arimasen.

Watashi wa kanojo to koi ni ochita toki, watashi wa subete no jōken o motometa koto wa arimasen.

Watashi wa hōfuku o yoginaku-sa o kanjiru koto wa arimasen.

Kare wa watashi to isshode wa arimasendeatte mo, tsuneni kare o aishiteimasu...

.

.

-Anata no Egao-

.

.

_Chapter 1_

.

.

Cahaya matahari merambat masuk melalui jendela yang tertutupi oleh gorden tipis berwarna kebiruan. Mengusik tidur seorang pemuda yang berada dalam ruangan tersebut. Iris hazelnya mengerjap-ngerjap berusaha untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya.

Pemuda itu tersenyum tipis ketika mendapati seorang gadis yang masih terlelap dalam dekapannya.

Cup.

"Bangun, Sayang," ucap pemuda berambut orange tersebut sembil mengecup pelan kelopak mata sang gadis yang masih terlelap.

Cup.

"Mmnnghh..." Gadis itu mengerang pelan dan membuka matanya secara perlahan, menampakkan sepasang amethyst yang begitu memikat.

"Nnghh... Ohayou, Ichigo," kata gadis itu saat mendapati seorang pemuda yang kini tengah menatapnya sambil tersenyum lembut.

"Ohayou, Rukia," jawab Ichigo yang kembali mengecup kening gadis yang sangat dicintainya itu, Kuchiki Rukia. Seorang gadis mungil yang telah berhasil memikat hatinya.

Ichigo tersenyum lembut ke arah Rukia sebelum akhirnya kembali mencium bibir Rukia.

Ciuman yang semula lembut itu perlahan semakin bertambah liar, apalagi melihat reaksi Rukia yang sepertinya begitu menikmati setiap pagutan yang diberikan Ichigo pada bibirnya. Pemuda itu terus memagut bibir Rukia lalu menggigit kecil bibir bagian bawah Rukia meminta izin agar lidahnya bisa memasuki rongga mulut gadis itu.

Mengerti dengan maksud Ichigo, Rukia sedikit membuka mulutnya, tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, lidah Ichigo segera menerobos masuk kedalam mulut Rukia, bermain didalamnya, lidahnya terus menjelajah setiap rongga mulut Rukia, mengabsen satu-persatu gigi Rukia.

"Nngghh... Ichi..." Rukia tidak tahan untuk tidak mendesah ketika diperlakukan seperti ini oleh Ichigo. Lidahnya yang awalnya hanya diam kini mencoba untuk mengikuti permainan Ichigo, saling memagut hingga membuat saliva mereka saling bercampur dan menetes keluar.

Dan sepertinya permainan mereka akan terus berlanjut seandainya tidak ada gangguan dari suara panggilan masuk dari ponsel Ichigo yang terletak di atas meja yang tidak jauh dari ranjang yang tengah mereka tempati.

"Argh!" gerutu Ichigo kesal dan berjalan malas meraih ponselnya.

"Ada apa, Oyaji?" kesal Ichigo saat mengangkat panggilan dari seseorang yang tidak lain dan tidak bukan adalah ayahnya sendiri.

"Ichigo! Kau kemana saja? Apa kau tidak ingat kalau jam 9 nanti ada pertemuan penting dengan Tsukishima-san? Lalu kita juga telah membuat janji dengan Aizen Sousuke? Jadi sebaiknya kau pulang sekarang juga!" kata ayah Ichigo, Isshin Kurosaki yang lalu segera menutup teleponnya untuk menghindari protes dari putranya itu.

"Hhh..." Ichigo menghela nafas berat. Benar, semalam dia memang sengaja menginap di apartemen Rukia.

"Ada apa, Ichigo?" tanya Rukia yang sejak tadi memperhatikan kekasihnya.

"Ah, maaf, Rukia. Tapi sepertinya aku harus kembali sekarang," jawab Ichigo menghampiri Rukia yang kini telah duduk bersandar di kepala ranjang dengan selimut yang masih menutupi tubuh polosnya.

"Begitu ya..." Rukia mengangguk pelan sambil tersenyum.

Ichigo kembali memberikan kecupan singkat di bibir kekasihnya. "Aku mencintaimu," ucapnya lirih di telinga sang kekasih.

Rukia kembali tersenyum, "Hm, aku juga mencintaimu."

.

.

===#0#===

.

.

Kurosaki Ichigo. Pria 24 tahun yang tampan dan merupakan pewaris dari Kurosaki Company. Banyak orang yang menganggap rambutnya aneh, tapi justru rambut itulah salah satu dari banyak hal yang membuatnya menarik. Dengan kerutan semi-permanen di dahinya, tubuhnya yang tegap, dan sikapnya yang dingin. Membuat tidak ada seorang wanita pun yang mampu menolak pesona seorang Kurosaki Ichigo.

"APA?! Apa maksud ayah?" seruan kaget itu terdengar dari mulut Ichigo saat orang tuanya menjelaskan tentang rencana perjodohannya.

"Bukankah kau sudah mengerti kalau kau akan dijodohkan dengan putri tunggal dari Aizen Sousuke?" tanya Isshin yang tengah menatap intens putranya.

"Hh... Maaf, Ayah, Ibu. Aku tidak bisa," kata Ichigo setelah beberapa saat terdiam.

"Apa maksudmu dengan tidak bisa?" tanya Isshin yang tampak terkejut dengan penolakan dari Ichigo.

"Maaf, tapi aku tidak bisa menerima perjodohan ini."

"Kenapa, Ichigo?" tanya Masaki.

"Itu karena aku-" belum sempat Ichigo menyelasikan kalimatnya, ayahnya sudah memotongnya.

"Tidak ada alasan kau menolaknya, Ichigo! Tanggal dan hari pernikahan kalian sudah ditentukan, dan besok kau sudah akan bertemu dengan calon istrimu!"

"A-apa?" Ichigo membelalakkan matanya, tidak percaya dengan apa yang berusan dikatakan oleh ayahya.

"Itu benar, Ichigo. Besok kita semua akan bertemuu dengan calon istrimu, Sena Sousuke," kata Masaki pelan sambil menyentuh lembut lengan Ichigo. Tapi sedetik kemudian Ichigo menepisnya dengan kasar.

"Apa-apaan itu? Kenapa kalian memutuskan seenaknya tanpa meminta persetujuanku?!"

"Kami rasa itu tidak perlu. Lagi pula ini semua kami lakukan agar-"

"CUKUP, AYAH! AKU TIDAK MAU MENERIMA PERJODOHAN INI DAN JANGAN BERHARAP AKU AKAN MENERIMANYA!" teriak Ichigo yang kali ini sudah kehabisan kesabaran.

Masaki hanya terdiam mendengar teriakan putranya. Tanpa sadar air matanya menetes jatuh. Belum pernah sekalipun Ichigo berteriak semarahh itu.

"Ichigo..," gumamnya pelan sebelum akhirnya tubuhnya tiba-tiba merosot jatuh ke lantai.

"Ibu!"

"Masaki!"

Dua laki-laki itu tampak panik saat Masaki tiba-tiba tak sadarkan diri. Isshin segera menggendong tubuh istrinya dan akan membewanya ke kamar. Namun sebelum pergi dari tempat itu, dia kembali menatap tajam Ichigo yang masih terdiam.

"Apa ini yang kau mau? Kau tahu bagaimana keadaan ibumu. Apa kau ingin membuatnya terus seperti ini hanya karena sikapmu itu?" ucap Isshin sebelum meninngalkan Ichigo yang hanya bisa menunduk dalam diam.

.

.

===#0#===

.

.

Ichigo melangkahkan kaliknya perlahan memasuki kamar ibunya. Dilihatnya sang ibu yang kini sedang duduk bersandar di kepala ranjang. Menyadari kedatangan putranya, wanita cantik bersurai kecoklatan itu menolehkan kepalanya.

"Ichigo? Kemarilah," ucapnya lirih sambil mengulurkan tangannya.

Ichigo hanya mengangguk dan menghampiri ibunya lalu menggenggam tangan ibunya erat-erat.

"Maafkan aku, Ibu," ucap Ichigo yang menundukkan kepalanya dengan penuh penyesalan.

"Ibu mengerti kalau ini terlalu mengejutkan untukmu, tapi percayalah, kami melakukan ini untukmu, Ichigo," kata Masaki sambil mengelus lembut kepala orange Ichigo.

"Ibu..." Ichigo kembali menatap mata ibunya, "Aku... akan melakukannya." Suara Ichigo terdengar begitu lirih.

"Apa?" tanya Masaki karena tidak begitu mendengar jelas apa yang dikatakan Ichigo.

"Aku... mau menikah dengan Sena Sousuke," ulang Ichigo sekali lagi. Mendengar hal itu, senyum langsung mengembang di bibir Masaki. Wanita itu segera menarik Ichigo kedalam pelukannya.

Sementara itu Ichigo hanya terdiam dalam pelukan ibunya. Hatinya masih begitu berat untuk menerima semua ini. Dia bahkan belum mengenal gadis yang bernama Sena itu sama sekali. Jangankan mengenal, bertemu saja belum pernah.

'Apa keputusan yang kuambil ini benar?' batin Ichigo.

Pikirannya kembali teringat pada sosok gadis mungil yang begitu dicintainya. Rukia. Sanggupkah dia meninggalkan Rukia begitu saja? Meninggalkan gadis yang selama ini begitu dia puja?

Tapi sekali lagi pikiran ingin membuat ibunya bahagia membuatnya harus mengambil keputusan ini.

'Maafkan aku, Rukia...'

.

.

"Hoeekkk... hoeekkk..."

Suara mual itu terus terdengar dari mulut Rukia yang tengah memuntahkan isi perutnya di kamar mandi. Tangannya meraih keran air dan menyalakannya, membersihkan sisa-sisa muntahnya yang membuat mulutnya terasa pahit.

Iris violetnya kembali memperhatikan sosoknya yang terpantul dari balik cermin kamar mandi. Saat ini di tangannya telah tergenggam sebuah testpack. Rukia kembali menatap dua garis merah yang muncul pada benda tersebut, bibirnya terangkat menyunggingkan senyum kecil.

"Ichigo..," gumamnya pelan seraya mengelus lembut perutnya.

.

.

===#0#===

.

.

Langit senja terlihat begitu gelap karena tertutupi oleh awan hitam. Seorang gadis mungil dengan rambut hitam sebahu sedang menunggu kekasihnya di sebuah caffe.

Wajahnya terlihat begitu gembira, tidak peduli dengan langit sore yang terlihat semakin gelap. Sejak Ichigo menelfonnya dan mengajaknya bertemu beberapa waktu yang lalu, Rukia sudah tidak sabar untuk memberitahu Ichigo tentang kehamilannya. Dia ingin tahu bagaimana reaksi Ichigo saat mengetahui hal itu. Apa Ichigo akan memeluknya? Menciumnya? Menampakkan senyum bahagia dan mengatakan 'Aishiteru' berkali-kali?

Rukia tidak pernah berhanti tersenyum apalagi ketika membayangkan kalau mereka akan segera menikah dan membesarkan anak mereka bersama-sama. Saat seorang anak kecil berambut orange dengan mata violet hadir diantara mereka dan memanggil mereka dengan 'Kaasan' dan 'Tousan'. Rukia tidak bisa membayangkan betapa bahagianya hidupnya nanti.

Dan senyumnya kembali mengembang ketika melihat seseorang yang sejak tadi dia tunggu berjalan ke arahnya.

"Ichigo," panggil Rukia saat Ichigo menghampirinya.

Ichigo hanya tersenyum dan mengecup singkat kening Rukia, lalu duduk di kursi dan berhadapan langsung dengan Rukia.

"Rukia, ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu," mulai Ichigo. Hazelnya menatap violet Rukia lekat-lekat.

"Hm? Tentang apa? Ah, aku juga, ada sesuatu yang ingin kukatakan. Ah, lebih tepatnya aku beritahukan," balas Rukia sambil tersenyum manis.

"Benarkah? Apa itu?" tanya Ichigo penasaran.

"Hm... Aku rasa itu nanti saja. Sekarang, apa yang ingin kau katakan, Ichigo?" Rukia tidak pernah berhenti tersenyum.

"Oh, itu..." Ichigo tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Wajahnya tiba-tiba berubah murung, membuat Rukia merasa sedikit tidak mengrti. Bagaimana bisa Ichigo mengatakannya? Dia tidak ingin menyakiti perasaan gadis manis yang ada dihadapannya ini. Apalagi ketika melihat senyum yang terus mengembang dari bibir gadis itu.

Adakah cara untuk mengatakan hal ini tanpa menyakiti perasaan gadis yang sangat disayanginya ini?

"Rukia..." Ichigo kembali membuka mulutnya.

"Ya?"

"Maaf, Rukia. Tapi, sepertinya hubungan ini kita sudahi saja sampai disini." Oh Kami-sama, Ichigo tidak percaya kalau dia benar-benar mengatakannya.

Kedua violet Rukia melebar mendengar perkataan Ichigo barusan.

"A-apa, Ichigo?" ujarnya tidak percaya. "Ta-tapi kenapa?"

Ichigo kembali terdiam, sungguh dia tidak ingin menyakiti perasaan gadis ini.

Akhirnya Ichigo mengeluarkan sebuah amplop tebal berwarna merah hati dan meletakkannya di atas meja.

Dengan tangan sedikit bergetar, Rukia meraih amplop tersebut. Sungguh hatinya hancur saat melihat tulisan yang tercetak tebal di bagian luar amplop itu.

'The Wedding'

Ichigo Kurosaki

Sena Sousuke

Matanya terasa panas membaca tulisan itu, tanpa Rukia sadari air mata telah menetes dari iris violetnya yang indah.

"Kenapa... hiks..." Rukia tidak bisa lagi menahan isakannya.

"Maafkan aku, Rukia..." Ichigo tidak bisa mengatakan apa-apa lagi selain kata maaf. Tangannya telah menggenggam erat tangan Rukia dan kepalanya tertunduk dalam.

Cukup lama keheningan menyelimuti mereka. Terkadang terdengar suara isakan tangis dari Rukia. Tapi kemudian gadis itu berusaha untuk menyeka air matanya dan kembali menatap Ichigo tepat pada hazelnya.

"Baiklah..," kata Rukia pada akhirnya.

"Rukia?"

"Kalau itu memang keputusanmu, aku tidak akan menghalanginya. Kau punya hak untuk menentukan siapa pendamping hidupmu, Ichigo. Aku tidak akan memaksa atau menghalangimu," kata Rukia berusaha untuk menampilkan senyumnya. Namun sayangnya sangat sulit.

"Maafkan aku, Rukia..."

"Hei, sudahlah. Kau tidak perlu meminta maaf seperti itu." Rukia terus mencoba menyembunyikan perasaannya dengan berusaha bersikap biasa. "Lalu, apa undangan ini untukku?" tanyanya sambil tersenyum simpul.

"Yah, begitulah," jawab Ichigo singkat.

"Baiklah, aku akan hadir."

"Terima kasih, Rukia. Oh iya, bukankah tadi kau juga ingin mengatakan sesuatu padaku? Apa itu?" tanya Ichigo.

Rukia hanya menggeleng dan tersenyum singkat.

"Lupakan saja. Lagi pula, itu bukan hal yang penting."

"Apa kau yakin?"

Rukia kembali mengangguk.

"Ya, aku yakin."

.

.

===#0#===

.

.

"Apa kau gila, Rukia?!" bentakan itu terngiang di telinga Rukia. Saat ini dia tengah menceritakan apa yang tengah dialaminya pada kakaknya, Hisana Kuchiki.

"Bagaimana bisa kau membiarkannya menikah dengan perempuan lain disaat kau tengah mengandung anaknya?!" Hisana kembali berteriak memarahi sikap adiknya yang seakan tidak peduli dengan dirinya sendiri.

"Nee-san, sudahlah. Aku tidak apa-apa..," jawab Rukia berusaha menenangkan kakaknya. Walaupun jujur saja, hatinya juga terasa sakit mengatakan itu.

"Tidak apa-apa? Apa maksudmu dengan tidak apa-apa?! Kau sedang mengandung, Rukia! Lalu apa kau akan membiarkan anakmu lahir tanpa adanya seorang ayah?!"

Kali ini Rukia terdiam, kakaknya benar. Apa dia akan membiarkan anaknya tidak memiliki seorang ayah? Cairan bening itu kembali menetes dari pelupuk mata Rukia.

"Hisana, tenangkan dulu dirimu," pinta seorang pria berambut hitam panjang sambil menyentuh pelan bahu Hisana, dialah Byakuya Kuchiki, suami dari Hisana.

"Apa dia sudah tahu kalau kau hamil?" tanya Hisana lagi. Matanya kembali melebar saat melihat Rukia menggelengkan kepalanya.

"Aku... aku tidak pernah meminta syarat apapun saat aku jatuh cinta padanya. Tak peduli itu dulu, sekarang atau nanti. Bahkan saat ini pun, aku tidak akan memaksanya untuk bertanggung jawab. Tidak peduli seperti apapun, tapi aku akan selalu mencintainya," jawab Rukia lirih.

Perlahan, Hisana duduk disamping Rukia dan mengelus lembut rambut hitam Rukia.

Air mata Rukia langsung pecah seketika saat Hisana memeluknya.

"Aku tahu kau sangat mencintainya. Tapi bagaimanapun juga dia harus tahu tentang ini, Rukia," ujar Hisana lembut sambil terus mengelus rambut segelap malam adiknya.

Rukia tidak menjawab, dia masih terus menumpahkan air matanya dalam pelukan hangat kakaknya. Setelah puas menangis, gadis itu melepaskan pelukan Hisana dan menatap lekat-lekat iris keabuan milik sang kakak.

"Kakak... Izinkan aku ikut kalian ke London."

.

.

-To Be Continue-

.

.

Nyahaha...

Hm, enaknya cerita ini dilanjut apa nggak ya? #dirajam reader

Hehehe, okey, bercanda.

Tapi, please... jangan lempari saya pakek palu karena nulis cerita ini...

#plak

Ya, baiklah...

Seperti biasanya, Aira mohon REVIEW dari para reader, ya. ^^

Yap. Review? Kritik? Saran? Flame?

Saya terima... ^_^

Karena Aira sadar kalau fic ini masih banyak kekurangannya.

~Aira Yuzuriha~