Gadis itu berumur 16 tahun. Memakai kemeja berwarna hitam dan celana jeans lusuh berwarna biru tua. Meski umurnya menjelang usia 17, gadis itu tingginya hanya 148 cm, sangat mini. Rambutnya yang panjang sebahu tidak digelung atau dikuncir kuda seperti orang-orang desa pada awalnya, membiarkan rambutnya jatuh begitu saja. Kulitnya yang kuning langsat terasa lebih cerah dari wajahnya yang murung.

Tangannya tak bisa diam. Sebentar-sebentar dia melihat ke arah tas kecilnya. Clear, paspor itu ada. Dia melihat ke arah ruang tunggu, ada banyak sekali orang yang tidak ia kenal. Ada sedikit keraguan pada hatinya. Ia sudah meninggalkan banyak sekali. Orang tuanya, teman-teman di kampungnya dahulu, dan segalanya. Keputusannya untuk bekerja di luar negeri sudah bulat. Ia tak tahan akan kemiskinan dan kekurangan pengetahuan desanya. Oleh karena itu, ia nekat, mendaftar jadi tenaga kerja wanita. Syukurlah ia mendapatkan yang legal, bukannya tenaga kerja ilegal seperti yang membuat beberapa seniornya di SMA kecolongan, atau malah beberapa temannya sengaja memilih yang ilegal agar bisa merasakan nikmatnya "dunia malam" di negara lain.

Awalnya dia pikir dia akan bekerja di Riyadh seperti yang beberapa seniornya di SMA lakukan, namun ternyata nasib berkata lain. Bukan, bukan Riyadh seperti yang di bayangannya dulu. Juga bukan Hong Kong seperti yang tantenya yang tak pernah pulang itu. Malah ia dapatkan sebuah negara asing, yang belum ia bayangkan sama sekali, mendengar nama itu di desanya saja hanya beberapa kali.

Swedia, itulah nama negara yang tertera dalam negara yang seperti apa? Sebenarnya ada tawaran juga untuk kerja di Riyadh, namun sudah overload. Lagipula, sebenarnya dia lebih ingin ke negara-negara yang sangat asing seperti Swedia. Karena TKW yang dari Indonesia saat itu yang berangkat hanya dia, sang agen hanya menemani sebentar saja.

Dengan dada berdegup, gadis itu membuka paspor TKI miliknya lagi, tertera nama majikan barunya.

Berwald Oxenstierna. Nama yang aneh, jujur saja.


Through Flamed Ice

Rate: T tapi jangan salahkan kalo tiba2 M yah *karena author tidak tahu apa yang akan terjadi setelahnya*

Warning: OOC-ness yang merajalela (But I'll try my best to be IC), OC (yeah that's our Indonesia) dan kau mungkin akan menemukan banyak typos, garing, possibly ga dilanjutin karena SBMPTN nistah semakin dekat /desh

Genre: Drama/Action/Romance (okei di sini ga keliatan actionnya dan ga ada romancenya sama sekali, saya tahu itu)

ide ini udah muncul sejak lama tapi baru bisa bikin sekarang ;; sedikit terinspirasi dari Beauty and The Beast, dan setelah ada kasus2 TKW itu saya dengan kerennya nulis tentang ini #APAKERENNYA

Hetalia (c) Hidekaz Himaruya dan kompeni-kompeninya /desh

SAYA GA AMBIL KEUNTUNGAN APA-APA DARI PENPIK INI. MURNI UNTUK KESENANGAN. ANDA SENANG, SAYA SENANG~


Pesawat itu mendarat di Stockholm dengan selamat. Meski mendapatkan pesawat yang sangat murah, namun sangat beruntung bagi gadis itu berhasil mendapatkan pesawat sebagai transportasinya. Setelah menyelesaikan imigrasi yang cukup lama dan berada di ruang tunggu tenaga kerja, dia melihat tidak hanya dia sendiri. Ada beberapa warga negara lain yang sepertinya juga akan menjadi tenaga pembantu rumah tangga di Swedia, dan gadis itu semakin merasa asing. Dia bangga sudah bisa berbahasa Inggris meski tidak begitu lancar, namun di suasana yang sangat asing begini, entah mengapa rasanya sulit sekali mendapatkan teman. Jadilah gadis itu menunggu namanya dipanggil oleh petugas, dipertemukan dengan sang majikan.

"Kirana Kusnapaharani," panggil orang di imigrasi dengan logat bule yang khas. Nyaris saja Kirana, gadis TKW itu, tidak mengetahui siapa yang dipanggil. Tapi dia langsung bangkit, menghampiri orang yang memanggilnya, "Majikanmu, Berwald Oxenstierna menunggumu di situ."

"Permisi," sapa Kirana takut-takut melihat seorang pemuda besar yang berdiri di dekat situ, "Aku Kirana Kusnapaharani."

Sang pemuda diam dan mengangguk dengan ekspresi yang dingin, yang jujur membuat sang calon TKW merasa dirinya terintimidasi.

"Paspormu," kata sang staf imigrasi memecah keheningan antara mereka berdua. Kirana langsung memberikan paspor TKI miliknya. Setelah dicek beberapa lembar, sang staf berbicara sebentar dengan Berwald dalam bahasa Swedia yang tidak dimengerti Kirana, dan kemudian sang staf memberikan beberapa lembar surat yang kelihatannya surat perjanjian untuk ditandatangani sang majikan dan Kirana sendiri.

Setelah menandatangani itu semua, mereka baru boleh keluar dari ruangan itu. Sewaktu mereka keluar, Kirana memerhatikan sang majikan yang sangat asing. Rambut pirang pucatnya dipotong pendek, mempunyai tatapan mengerikan, seakan mau membunuh ornag-orang di sekelilingnya. Meski sudah diberi 'sensor' oleh kacamata, namun tetap saja mengerikan! Lalu ditambah lagi perwakan tubuh yang super tinggi dengan badan yang tegap, seperti didikan militer, ditambah lagi dengan jubah panjang berwarna biru tua yang dia pakai. Tapi di sisi lain, wajahnya sangat tampan. Terlalu tampan meski dia merupakan tipe yang agak-maksudnya sangat serius, kelihatannya.

Giliran Berwald yang balik menatap seram Kirana, kelihatannya menyadari kalau dia ditatap Kirana dan membuat sang calon maid nyaris saja jantungnya copot karena ketakutan.

"Kita langsung saja," katanya dengan Bahasa Inggris yang sengaja diperlambat pemuda tinggi mengerikan itu langsung membawakan koper yang terlihat berat yang dibawa gadis itu. Meskipun itu perlakuan gentleman, namun dengan orang seseram ini? Tidak!


Perjalanan mereka terasa sangat garing. Tak ada pembicaraan satu pun yang terdengar di mobil ini, meskipun mereka sama-sama di bangku belakang dan ada sopir di bangku depan. Seharusnya ini menjadi kesempatan mereka untuk saling memperkenalkan diri, namun bagaimana bisa memperkenalkan diri dengan majikan sekaku dia? Perkenalan singkat di ruang imigrasi tadi saja tidak diresponnya!

"Itu..." akhirnya Kirana memberanikan diri meskipun kemampuan berbahasanya sangat kurang. Nilai 8 yang biasa didapat waktu SMP dan sisanya otodidak-karena lembaga pelatihan tenaga kerja kurang (baca: tidak sama sekali) bisa diandalkan. Bermodalkan buku-buku bekas bungkus gorengan yang ada kalimat bahasa Inggris, dia pelajari dengan baik. Namun tetap saja kurang untuk menjadi modal berbicara dengan bule-yang merupakan majikannya. Apalagi dia tidak bisa Bahasa Swedia sama sekali, "Di sini dingin sekali ya."

Biasanya perbedaan suhu menjadi topik yang cukup bagus untuk dijadikan topik pembuka, itulah yang dia tahu dari potongan majalah remaja yang ada di bungkus gorengan. Perbedaan iklim dan musim membuat mereka jadi saling mengenal negara satu sama lain, seharusnya begitu. Tapi, sang majikan, Berwald tidak menjawab. Aaargh! Majikan yang nggak seru!

"Di Indonesia biasanya sekitar 34 derajat celcius, dan aku sama sekali tidak mengetahui kalau musim dingin di Swedia sedingin ini.." Kirana tetap saja nyerocos meski sang majikan tetap statis.

"Bulan Januari di Jakarta banjir lo biasanya, bukannya salju begini..."

Tetap saja Berwald diam, dan terus menatap Kirana dengan tatapannya yang mengerikan. Karena terlalu lelah, Kirana akhirnya memutuskan untuk tidur saja. Dia kesal sekali mendapatkan majikan yang bagaikan robot antagonis ini. Sempat juga terlintas dalam pikirannya nanti setelah bekerja ia akan mencampurkan darah menstruasi atau apalah namanya itu ke dalam makanan sang majikan agar ia bisa melunak dan menyayanginya. Yah, itulah yang dilakukan senior-seniornya dahulu di Riyadh dan Hong Kong, dan biasanya cara itu sangat manjur.

Dengan segala emosi, jet lag, dan kelelahan, akhirnya Kirana pun merasa kalau kesadarannya semakin menghilang, bersamaan dengan mimpi yang mulai tumbuh di benaknya.

Pemandangan yang beberapa detik yang lalu baru saja hitam semua perlahan-lahan mulai melihat warna-warna yang buram, namun semakin lama warna-warna itu semakin jelas terlihat. Ya, Kirana baru saja membuka matanya setelah sekitar sejam tertidur. Dia sebelumnya tidak tahu di mana dia saat ini karena pemandangannya sangat asing, namun lama-lama dia baru sadar kalau ini Swedia. Kirana merasa ada sesuatu yang hangat menyelimutinya. Begitu ia melihat, ia baru menyadari kalau jubah panjang warna biru tua yang dikenakan sang majikan tidak dikenakan sang majikan lagi, dia sekarang hanya memakai kemeja putih dan celana panjang a la businessman, sedangkan jubah biru tua itu ada pada Kirana.

"Eh... Tuan Oxen...Oxensteirna... ah maaf! Oxenstierna..., tidak apa-apa jaket ini ada pada saya?" tanya Kirana ketakutan. Nama keluarganya memang susah diucapkan, apalagi untuk gadis Indonesia asli seperti dirinya.

"Berwald saja," jawabnya dengan nggak nyambung. Terlihat semburat tipis warna merah di pipinya, namun begitu merasa Kirana melihat blushing-nya, Berwald sengaja memalingkan wajahnya, "Kau... tidak suka?"

"Bukan begitu!" kata Kirana gugup. Sejujurnya dia merasa kehabisan kata-kata di hadapan pemuda dingin ini, "Itu... Berwald... Terima kasih.."

Terlihat lagi semburat merah di pipinya. Sangat manis, sekaligus mengerikan!

Tiba-tiba, mobil berhenti. Sang sopir pun segera turun dan membukakan pintu untuk Berwald. Berwald pun menggenggam tangan Kirana dengan kasar sampai membuat dia terpekik pelan. Mendengar itu, Berwald melunakkan genggamannya. Terasa sentuhan yang gugup dan kaku, namun begitu hangat. Kirana bahkan lupa kalau dia bertampang mengerikan dan membosankan tingkat akut.

Dengan gugup, Kirana pun balik menggenggam tangan Berwald. Ketika mereka berjalan bersama begini, terlihat jelas perbedaan tinggi badan mereka, bagaikan raksasa dan orang kerdil. Dia terlihat begitu besar, berbeda sekali dengan Kirana yang begitu pendek.

"Jadi ini ya pembantu yang akan menipu keluarga Oxenstierna?" tanya sebuah suara yang agak membentak. Kirana langsung kaget dan mencari sang sumber suara. Anak berusia awal remaja dengan rambut oranye dan bekas luka pada wajahnya, dengan tampang menantang, "Aku, Stefan Oxenstierna tak akan mengakuimu! Aku sudah browsing bagaimana sepak terjang tenaga kerja di Indonesia!"

Kirana langsung kebingungan. Apa-apaan anak ini?

"Berwald, dia..."

"Adikku, Stefan" jawabnya langsung. Mereka pun kembali berjalan bersama. Menipu? Memang sepak terjang TKW seburuk itukah? Memang seniornya banyak yang melakukan penyimpangan-penyimpangan... "Maaf, dia memang begitu."

"Tidak apa-apa," jawab Kirana sambil melanjutkan perjalanan.

Mereka berhenti di sebuah rumah yang tidak terlalu besar, namun terlihat nyaman. Rumah kayu bergaya Eropa itu terdiri dari dua lantai. Rumah itu dicat warna biru, dan terlihat manis sekali. Di depannya ada pekarangan dengan aneka bunga, pepohonan, dan tanaman musim panas. Sayang sekali sekarang musim salju, jadi yang terlihat hanya hamparan warna putih yang menyelimuti pepohonan-pepohonan yang daunnya telah gugur semua itu. Cantik.

"Mau istirahat dulu?" tanya Berwald sopan. Kirana nyaris saja mengangguk, namun Stefan lebih dahulu menyela,

"Hari ini kan Kak Tiino dan lain-lain mau datang! Suruh saja si penipu ini masak! Aku sudah bosan dengan Sustrommingmu yang bisa saja membunuh seluruh populasi semut di dunia!" katanya dengan nggak nyambung. Kirana akhirnya terpaksa menuruti perintah Stefan.


"Bagaimana err... Stefan?" tanya Kirana masih dengan bahasa Inggris canggung, membiarkan pemuda pendek berambut oranye itu mencicipi masakannya.

Awalnya dia bersungut-sungut saat mendekati wajan itu. Namun begitu mencicipi sesendok, dia terlihat berseri-seri. Sejak tadi Kirana melihat anak itu merengut terus, jadi rasanya dia terkejut melihat pemuda itu tersenyum, "Enak, tapi terlalu pedas!" protesnya sambil kembali mengambil makanan yang Kirana buat, "Ini apa namanya? Kak Berwald harus mencobanya juga! Dia lagi menjemput Kak Tiino sih ya..."

"Nasi goreng!" kata gadis itu senang, "Masakan kebanggaanku di rumah. Sangat menyenangkan di sini bahan masakannya lengkap dan hampir semuanya masih utuh... tapi kenapa tanggal kadaluarsanya kebanyakan sebentar lagi?"

"Nasi goreng." ulangnya dengan logat yang kental, mau tak mau membuat Kirana tertawa. "Habisnya Kak Sweden jarang masak yang lain kecuali beli Sustromming kalengan. Aku juga nggak bisa masak. Ya udah barang-barang ini ditinggal di dapur."

Kirana tertawa lagi, meski dia tidak begitu mengerti apa yang dibicarakan pemuda ini. Entah mengapa dia merasa santai berada di samping anak lelaki yang lebih muda ini. Meskipun jujur, dia kelelahan dan masih jet lag, namun melihat senyuman anak ini membuat gadis ini jadi kembali riang. Berasa punya adik cowok, pikirnya.

"Kami pulang," terdengar suara berat dan ketukan pintu yang kasar. Ketika pintu dibuka, terlihat Berwald pulang bersama 4 orang asing yang kurang lebih sama tampannya... dan ketika mereka berdiri bersama begitu terlihat seperti boyband.

Mereka datang menghampiri Kirana dan Stefan. Di sebelah Berwald terlihat pemuda yang paling pendek di antara mereka berlima, dengan sorot wajah yang ramah dan rambut pirang pendek yang dibelah pinggir. "Moi moi! Aku Tiino Vainamoinen!" sapanya ramah kepada si gadis penghuni baru itu.

"Aku Kirana Kusnapaharani! Salam kenal!" Kirana menjabat tangan pemuda itu.

Di sebelah Tiino terlihat seorang pemuda yang tingginya mendekati Berwald, dengan rambut pirang panjang yang agak acak-acakan dan tampangnya yang ceria, "Aku Matthias Kohler! Salam kenal!" pemuda itu mencium tangan sang gadis sehingga yang bersangkutan sedikit memerah wajahnya, "Aku tidak menyangka sama sekali Berwald akan mengundang gadis muda seperti dirimu untuk tinggal bersamanya, hehe."

Dia menyeringai sebentar, menatap Kirana kemudian Berwald, "Aku tak tahu kalau kau berminat pada perempuan!"

Dan dibalas oleh deathglare yang sangat mengintimidasi dari Berwald.

"Dia memang bodoh kok," suara lirih yang juga terkesan dingin dan mengintimidasi dari orang sebelah Matthias membuat pemuda alay di sebelahnya itu langsung shock. Pemuda yang satu ini lebih bisa dibilang "cantik" daripada "tampan". Rambutnya yang berwarna pirang pucat disematkan jepitan emas berbentuk salib, dan bola mata biru keunguan yang dia miliki terkesan misterius, dan membuat orang lain penasaran untuk melihat rahasia yang ia simpan di balik kedua bola mata itu.

"Bisa nggak sih kamu bilangin aku kata-kata yang bagusan sedikit tentangku, bror? Aku padahal di sini selal... Adaaaawww!" sebelum melanjutkannya, pemuda dingin yang cantik itu telah mencubit lengan Matthias dengan cukup-maksud author sangat sakit.

"Salam kenal, aku Lukas Bondevik," sapa si pemuda cantik itu tenang, sambil tetap mencubit lengan Matthias.

"Aw-! Lukaaass! Stop!" teriaknya.

Yang terakhir adalah pemuda dengan rambut putih keperakan yang terlihat seumur dengan Kirana, dengan bola mata violet yang cantik. "Emil Steilsson, senang... berkenalan... denganmu!" wajah manisnya memerah, terlihat manis sekali!


"Sacrebleau!" teriak Matthias sok-sokan bisa berbahasa Prancis saat mencicipi masakan Kirana, padahal dia tidak mempunyai darah Prancis sama sekali. Yah, mungkin saja baginya yang berhubungan dengan masakan itu harus Prancis, "Masakanmu enak sekali!"

"Takk!" kata gadis itu ceria. Selagi Berwald pergi tadi, gadis itu memang minta diajari Bahasa Swedia ke Stefan, dan dia mengajadi bahasa-bahasa yang mudah terlebih dahulu, "Terima kasih!"

"Benar loh," kata Tiino sambil menambah nasi di piringnya yang sudah kosong, "Kau benar-benar berbakat! Berwald rupanya tidak salah memilihmu!"

"Aku bosan makan Sustromming tiap hari, syukurlah Kak Kirana datang," kata Stefan.

Kirana rasanya senang sekali dipuji oleh mereka. Orang-orang bule ganteng ini suka masakanku, pikirnya senang. Namun, mengapa Berwald diam saja? Sedikit banyak, Kirana mengharapkan pujian darinya. Dia majikannya 'kan? Ah, sudahlah. Mungkin bawaan sifat. Kedua orang itu... Lukas dan Emil juga tidak banyak omong saat makan.

"Kamu nggak tidur sekarang, Stef?" tanya Matthias setelah semuanya tandas. "Kau juga, pasti lelah kan Kirana?"

Kirana dan Stefan mengangguk. Namun di lorong Kirana merasa ingat sesuatu. Dia kembali ke Berwald.

"Berwald, aku nggak tau kamarku di mana."

Mendengar itu Matthias langsung melongo, "Dari tadi pas balik kamu langsung kerja? Jahat sekali sih kamu Ber? Kasihan gadis ini... begitu lembut dan tak berd..."

Kembali di-deathglare Berwald, yang langsung beranjak dari tempat duduknya dan mengisyaratkan Kirana agar mengikutinya.


"Di sini." katanya singkat menunjukkan kamar yang cukup luas untuk ukuran maid. Terlihat kopernya ada di situ. Setelah menunjukkan itu, Berwald cepat-cepat kembali.

"Tunggu!" teriak Kirana, membuat Berwald menoleh sebentar. "Selamat tidur, Berwald!" katanya dengan senyum tulus yang begitu ceria, membuat yang bersangkutan agak memerah. Untung jarak mereka agak jauh jadi tidak begitu terlihat. Berwald meresponsnya dengan anggukan dan senyum sangat tipis yang canggung.


Di tempat tidur yang luas dengan seprei berwarna peach itu, Kirana tak bisa melakukan apa-apa kecuali menatap lampu kamar yang tepat ada di atas kepalanya. Di tempat tidur itu cukup lengkap, terdapat lemari dan di sebelahnya ada rak buku, dan ada meja belajar. Karena tempat itu cukup asing baginya, Kirana mencoba untuk tidur namun tidak bisa. Sampai dia mendengar sebuah suara...

"Kelihatannya mereka berdua sudah tidur." suara itu terdengar dari bawah. Pelan, namun terdengar jelas saking sepinya rumah ini. Dari nada suaranya terdengar seperti suara Lukas.

"Jadi, bagaimana kelanjutannya, Matt?" tanya Tiino, "Apa menurutmu ancaman bom yang kemarin di gedung Svenhall itu dari mereka juga?"

Matthias mengerutkan kening, "Kurasa begitu, Lukas bekerja di salah satu kantor perusahaan telekomunikasi di sana kan?"

Lukas mengangguk. "Kurasa mereka akan mengancam lebih buruk lagi... dan mungkin Stefan dan Kirana juga bisa terseret bahaya. Sudah cukup Emil-ku di sini..."

"Apanya yang Emil-ku heh?" protes sang pemuda berambut putih keperakan, "Lagipula aku di sini juga bukan karena dirimu..."

"Bukan dirimu. Panggil aku kakanda," ralat Lukas membuat Emil semakin sebal. "Dirimu juga Ber, kenapa merekrut maid di saat genting seperti ini?"

"Aku yang menyarankannya," jawab Tiino mendahului Berwald, "Agar saat Berwald tak ada, ada yang bisa mengurus Stefan."

"Tapi bagaimanapun juga itu salah! Bisa mengancam nyawa gadis itu juga!" kata Lukas dengan nada meninggi, namun tetap dingin. Jarang-jarang mereka mendengar Lukas semarah itu, "Jika dia jadi korban juga, kau yang akan disalahkan dan ini bukan hanya masalah antara dia dan kamu atau dia dan kita. Ini sudah masalah kenegaraan."

"Aku pasti melindunginya," jawab Berwald singkat, namun dalam dan membuat mereka tertegun. Termasuk Kirana yang sedang mencuri dengar dan tidak mengerti arah pembicaraan. "Itu tugas majikan."


TBC

Duh jadi absurd gini. sori semuanya saya bikin fic aneh lagi~~ mind to review? Soal siapa sebenernya mereka berlima (?) sama masalah apa yang mereka hadapi bisa dilihat di chapter depan~~ lope lope

note for human names: Kirana Kusnapaharani (Indonesia), Emil Steilsson (Iceland), Lukas Bondevik (Norway), Matthias Kohler (Denmark), Stefan Oxenstierna (Ladonia)

Pairingnya masih belum jelas, tapi keliatan hint Sweden sama Nesia tuh~~ oh iya kalo request pair dengan senang hati! Selama nggak ganggu plot I'll do my best for you lope lope (?)

Dan ga cuma Nordics yang keluar 3