Updated Maret 2011: Fanfik ini mendapat penghargaan di ajang IFA (Indonesian Fanfiction Awards) 2010 dalam kategori The Best Alternate Universe MC Fanfiction. Atas dukungan dari pembaca sekalian, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga cerita ini terus menghibur Anda.
Disclaimers: Death Note belongs to Takeshi Obata and Tsugumi Ohba. This is only a work of fiction. Names, character, places and incidents are used fictitiously. Any resemblance to actual events and names is entirely coincidental.
Summary: Sebuah misteri membawa L menuju dunia yang sama sekali baru. Mau tidak mau titelnya pun bertambah satu: Detektif Siluman.
Genres: Supernatural, Suspense, Mystery, Adventure, Friendship.
Warnings: Dark, violence, murder, mature themes, Watari's and L's real name.
Catatan: Tanda ### itu berarti section break. Paragraf yang diblok dengan huruf tebal menjelaskan isi surat.
###
Prolog
Kematian adalah hal yang ganjil. Tidak ada penjelasan masuk akal tentang akan ke mana Kau pergi setelah ajal menjemput.
Itu bagi mereka, tidak bagiku di usia dua puluh dua tahun.
Kehidupanlah yang ganjil. Telah terlihat di hadapanku berbagai macam bentuk kehidupan di luar nalar manusia.
Takdirku adalah mencintai sesuatu bernama misteri. Seperti sebuah puzzle aku hanya perlu membongkar pasang dan menyusun. Mulai dari awal dan berhenti di akhir. Beranjak remaja, serangkaian impian liar menjejali isi kepalaku. Aku tidak butuh makan, tidur pun hanya sebagai selingan. Aku haus akan misteri. Menemukan, mencari dan memecahkan. Aku tidak suka yang mudah, tidak ada yang bisa Kau dapatkan dari menyelesaikan sesuatu yang sudah dikuasai. Aku senang yang absurd. Yang membuat otakku beroperasi gila-gilaan. Aku akan menggigit ibu jari dengan keras dan makan manisan dan tersenyum. Hari ini dihabiskan untuk memecahkan misteri yang rumit. Hari berikutnya yang lebih rumit lagi.
Sekarang, ketika tubuhku terbelit oleh sulur hitamnya yang mematikan, ketika ia berusaha memutus jalur pernapasan di leherku, detik itu juga, aku memproses kenyataan bahwa kesempatan untuk meraih mimpi-mimpiku telah tertutup.
Tapi setidaknya ada satu impian di masa kecilku yang – mungkin – akan terwujud setelah ini.
Impian menyelesaikan misteri tak terpecahkan yang pernah ada.
###
Monster Detective
Bab Satu
Surat Beramplop Hitam
###
Dulu sekali, ketika wajah Wammy Quillsh belum dipenuhi kerutan sebanyak sekarang, aku bertanya kepadanya akan ke mana manusia setelah mereka mati. Wammy menjawab, 'Manusia hanya diberi sebuah nyawa, satu kali kesempatan untuk hidup.' Kemudian aku mencoret opsi pertama di buku catatan, yaitu eksperimen bunuh diri, karena akan menjadi tindakan percuma dalam pengujian hipotesaku.
Beranjak remaja, aku membakar buku catatanku. Ketika Wammy bertanya, dengan santai aku menjawab 'bosan.' Itu hanya alasan untuk menutupi kekecewaan karena gagal menemukan jawabannya.
Hingga suatu hari jawaban itu datang.
Hampir.
Amplop hitam berbentuk persegi panjang. Tekstur kertasnya halus di bawah ujung jemariku. Di zaman teknologi di mana manusia terbiasa bertukar surat elektronik, bagiku surat beramplop ini menarik. Wammy menemukannya di bawah pintu teras asrama panti asuhan kami. Tadinya ia bermaksud menyembunyikannya, kalau saja aku tidak berada di teras yang sama dan merebut surat itu dari tangannya.
Mataku bergerak menjelajahi setiap sisinya; dari sudut kanan atas ke kiri bawah, sisi belakang dan depan, mencari pesan tersembunyi. Berhati-hati aku menarik isinya dengan ujung telunjuk dan ibu jari. Secarik kertas kusut. Kubuka lipatannya dan mataku melebar melihat deretan tulisan cakar ayam. Tinta hitamnya timbul dan meredup.
Kepada Mister dan Mistress pemilk Wammys hose,
Smelam ku meliha-(tulisan tidak terbaca)- makhlukk aneeh sekali aku tidak bisa menjelskan dskirpsinya. Ibuku dibhwanya pergi dan polisi jahat berkepla botak mnertawaiku aku tidak than. kutidyak kuat kalu surat ini tidak -(tinta hitamnya memburam seperti terkena air dan tidak terbaca)—mati. Tuan aneh bertanggan byak itu juga mngatkan bahwa lbhih baik aku prgi brmsanya ibuku pun ada brsamanya. Aku takut. Aku-
Vertigo menyerangku. Tanpa membaca kelanjutannya, kugeletakkan saja surat itu asal-asalan di atas meja.
Kepuasan sesaat terpatri di wajah Wammy. Ia datang mengantarkan secangkir kopi dan stoples gula batu, mengingatkan agar aku beristirahat sejenak dari aktivitas. Aku menghiraukannya.
Menghela napas sebentar, kuselipkan amplop dan surat itu ke dalam laci meja.
###
Empat hari berikutnya, sebuah amplop hitam kembali tergeletak di bawah pintu.
Kali ini cukup singkat.
Please help me Misteer.
Aku menunduk dan menatap sepucuk surat tersebut tanpa kata.
###
Seminggu kemudian masih dengan tulisan yang sama dengan dua surat sebelumnya, hanya saja tata bahasanya rapi. Aku menatap surat itu cukup lama hingga Wammy menepuk pundakku sekali.
Aku akan mati. Kau pun akan mati. Mati. Dia datang dan mengejarku. Kau pun akan dikejarnya.
Raut wajah Wammy adalah keprihatinan yang tidak bisa ditutupi. Ia cemas bukan dengan surat-surat itu, tetapi lebih kepada kesehatan jiwaku.
Jemari tanganku mengukir goresan pena di atas kertas. Wajahku datar, namun sorot mata penuh tanya. "Apakah ini adalah keisengan dari salah satu penerus saya?"
Wammy hanya berdeham. "Tadinya aku berpikir begitu."
Persentasenya hanya 1% ini adalah ulah penerusku, atau 5% untuk mantan penerusku, contohnya Beyond Birthday yang telah lama menghilang. Ia mengenal baik Wammy's House dan tidak menyukaiku.
"Kamera sudah dipasang di sekitar halaman dan teras."
Menggigit ibu jari sebentar, aku mengangguk.
###
Sosoknya kecil dan berjubah hitam dari atas ke bawah. Tingginya sekitar empat kaki. Postur ideal seorang anak kecil. Seolah-olah mengetahui keberadaan kamera, ia menunduk dan menyembunyikan wajahnya di bawah kerudung hitam. Berhati-hati ia menyelipkan sebuah amplop hitam di bawah pintu, kemudian pergi tanpa melirik ke kanan dan ke kiri.
Bulan purnama. Dia dtang lagi aku tidk bsa lari. Tubuhku mulaa brubah dgak speirti dia. Aku mual ingihn muntahndan ayhaku tidka pulang aku mnlponnya ia brteriak ingin sake asli dan mnmbeli tieket psyawat keasna ke jepang.
###
Hanya dua buah kata.
Help mee.
"Kenapa harus Wammy's House?" Suaraku datar.
Apakah Wammy bisa merasakan ekspresi gelisah di balik topeng wajah datarku?
"Surat itu ditujukan untuk saya dan Roger, bukan untuk L." Suara Wammy menenangkan.
###
Help me. help me help me help me!
Aku mencatat secara terperinci waktu datangnya surat. Empat hari hingga seminggu sekali. Setiap pagi buta. Terkadang anak kecil tersebut mengenakan jaket musim dingin tebal berwarna abu-abu muda dengan bulu di sisi kerahnya. Aku meminta Wammy mengaktifkan kamera di setiap sudut pintu untuk mengintip wajahnya dari bawah.
###
Heeeellpp me pliiiss misteeer
Hanya ketika permukaan surat itu penuh coretan dan cakaran, aku mengamati anak kecil itu datang mengenakan jubah hitam panjang, ujung-ujungnya menyeret lantai. Anak itu menunduk berhati-hati, mencondongkan wajahnya sekilas kepada kamera terdekat.
Wajah yang penuh dengan balutan perban.
Seperti ada otot yang menyempit di dalam tenggorokanku. Aku meneguk teh dengan keras.
###
Kenapa kau tidak menjawab suratku?
Mudah dibaca dan tata bahasanya rapi kali ini. Aku menghitung persentase kemungkinan adanya orang lain yang menulis surat ini. Tetapi semua tulisan tangan ini adalah milik satu orang. Tiga orang ahli Grafologi pun sudah memastikannya.
###
Frekuensi datangnya surat meningkat sebanyak 80%; dari seminggu sekali menjadi dua hari sekali. Untuk surat-surat berikutnya tidak ditemukan lagi kata-kata panjang membingungkan. Tulisan tangannya semakin kasar, seolah ditulis dengan tangan yang bergetar dan penuh tekanan.
Help.
Kata 'Help' besar mengisi selembar kertas.
Help!
Di surat selanjutnya aku bisa menebak kata 'Help!' ini ditulis dengan kecepatan tinggi. Titik terakhir dari tanda seru ditulis dengan tekanan sehingga membolongi kertas.
Help.
Aku mencium bau kertasnya; berbau seperti asam bercampur alkohol. Apa pun itu, kertasnya basah dan kusut.
Help me please.
HEL-
Lanjutan setelah kata terputus dari 'HEL' adalah garis panjang. HELP. Sesaat aku bergidik. Reaksi yang wajar, pikirku. Siapa pun yang melihat tulisan ini akan bisa membayangkan bagaimana sang penulis berusaha keras untuk menulis dengan sisa tenaganya yang terakhir.
Aku menunggu sampai seminggu berikutnya. Anak itu tidak datang lagi.
Totalnya tiga belas buah surat. Kuurutkan satu demi satu dengan memberi tanda pada sudut amplop. Di waktu senggang, aku menyempatkan diri untuk membaca kembali surat yang pertama hingga yang terakhir. Aku memasukkannya ke dalam mesin scanner untuk melihat apakah ada huruf yang tidak terlihat secara kasat mata. Aku mencari apakah ada kepingan-kepingan puzzle yang bisa terbentuk.
Wajah cemas Wammy sama sekali tidak membantu. Ia merasa seolah-olah aku telah meninggalkan profesi sebagai Detektif Terhebat di Dunia demi surat berantai seorang bocah dengan wajah berbalut perban.
Empat buah email berkedip di layar komputer. Aku menghiraukannya.
Wammy yang membuka. "Permohonan untuk L memecahkan kasus; Tiga buah dari FBI dan yang satu lagi dari Kepolisian Prancis."
"Nanti akan saya buka," gumamku, mengangkat satu demi satu amplop hitam ke udara, di bawah terangnya cahaya neon. "Tolong matikan lampunya."
Kegelapan pekat menyelimuti. Hanya ada cahaya yang berpendar dari layar komputer. Salah satu amplop kuangkat tinggi di udara, menggerakkannya dari berbagai sisi dengan mata menyipit. Alasanku atas penemuan yang terlambat ini adalah karena tidak punya cukup waktu sebelumnya, sehingga baru hari ini berhasil menemukan sederet kode rahasia di bagian dalam amplop.
Nama 'Bill' bersinar hijau muda pada amplop yang pertama, terukir di sisi dalam amplop. Di amplop kedua terdapat 'Si' dan 'na' di amplop yang ketiga.
Rasa panas menjalar di leher belakangku; rasa panas menyenangkan yang muncul setiap kali aku mendekati pemecahan teka-teki.
Dari tiga belas buah amplop yang ada terbentuk sebuah kalimat baru:
Bill Sina. 41 Highland Avenue Winchester, MA 08190
Permainan atau jebakan.
Teka-teki bagiku.
Aku mencatat alamat tersebut di dalam kepala, secara rahasia merencanakan untuk pergi tanpa sepengetahuan Wammy.
Mungkin besok sebelum matahari terbit.
