LOVE IN BLUE HOUSE / CHAP 1

Author : Naragirlz
Genre : Romance, Action (mungkin)

Pairing : Naruhina

Rating : T
WARNING

TYPO, OOC BANGET, DONT LIKE DONT READ, EYD BERANTAKAN DAN ABAL

.

.

Di sebuah ruangan indoor yang cukup. luas dan terang terlihat segerombolan orang yang sedang berlatih beladiri secara serius. Tetes demi tetes keringat jatuh dari wajah mereka. Murid bela diri ini sebagian besar adalah pria namun ada hal yang aneh dan tidak biasa. Ada seorang gadis dan hanya dia saja yang ada di kelas bela diri. Walaupun ia perempuan namun ia tak kalah dengan murid pria lainnya. teman-teman pria gadis itu sangatlah baik, tidak ada seorangpun yang menggodanya yang ada malah mereka melindunginya. Gadis itu terlihat serius mendengar dan melihat pelatih bela diri untuk demo gerakan-gerakan baru. Hanya sekali lihat dia paham dan langsung bisa mempraktekannya dengan baik. Tak heran kalau dia mendapat tingkatan yang tinggi bersama dengan seniorya.

"Bagus sekali. Kita lanjutkan lagi nanti" ucap guru beladiri.

Gadis itu menepi lalu duduk dengan raut wajah yang agak sedikit kelelahan. Tangannya meraba isi tas untuk mencari sebotol air mineralnya. Tak segan ia menghabiskan air itu hanya dengan setegukan saja.

"Hinata" panggil salah seorang seniornya. Pria itu bernama Hyuuga Neji, umurnya sekitar dua puluh tiga tahun terpaut tiga tahun dengan Hinata. Gadis itu tersenyum ramah pada pria yang begitu baik dan sudah dia anggap sebagai kakaknya sendiri. "Apa hari ini cukup melalahkan buatmu?".

"Eohh, benar-benar melelahkan tapi aku tetap menikmatinya hehehe".

"Apa kau tetap berencana untuk melamar kerja sebagai pengawal di blue house? Hinata-chan apa kau tahu itu sangat berbahaya?".

"Aku tahu dengan resiko yang aku ambil. Tapi ini adalah impianku sejak kecil. Lagi pula gaji di blue house lumayan besar untuk ukuran seorang pengawal. Jangan khawatir nee-san. Aku bisa menjaga diri".

"Kapan kau akan mulai test masuk?".

"Test masuk di mulai dari besok".

"Apa?" tanya Neji kaget. "Itu sangat berbahaya sekalii Hinata"

"Jangan khawatir aku akan baik-baik saja"

"Haduh! kau ini selalu saja seperti itu" omel Neji.

Hinata hanya tersenyum menanggapi ceramahan dan omelan dari kakak seniornya yang juga merupakan tetangga dekatnya. Memang menjadi seorang pengawal di blue house yang tak lain adalah istana presiden merupakan impian dia sejak kecil. Tempat kerja mana yang cocok untuk bakatnya, dihargai orang banyak dan gaji yang lumayan itu semua hanya bisa ia temukan di blue house dan dia ingin sekali menjadi seperti ayahnya. Dekat dengan pejabat Negara itu pasti akan menyenangkan dan secara langsung kita tahu keaadaan Negara sebenarnya. Tak terasa sudah lima belas menit mereka beristirahat semua orang kembali berkumpul di tengah-tengah ruangan seperti semula tanpa di beri arahan. Disiplin tinggi itu yang di terapkan di kelas bela diri ini.

"Ayo semuanya, kita lanjutkan latihan lagi".

ooOOoo

Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Hinata berjalan menyusuri jalan yang masih ramai. Dia terbiasa jalan kaki daripada naik bis. Lagipula jarak tempat latihan bela diri dan rumahnya lumayan dekat. Hinata berjalan diantara bangunan megah nan mewah tepatnya di daerah Meiji street. Daerah ini merupakan kawasan elit di Tokyo. Di tempat ini juga di jual brand-brand terkenal di dunia. Kata orang tempat ini merupakan tempat tongkrongan para artis tapi sejauh ini Hinata tidak pernah bertemu dengan artis walaupun dia setiap hari melewatinya. Selain itu Meiji juga merupakan pusat fashion dan mode di Jepang. Di ujung gang yang sempit ia melihat seorang bibi yang menjadi korban perampokan. Terjadi aksi tarik menarik tas diantara bibi dan perampok tersebut. Hal sepert ini membuat Hinata tak bisa tinggal diam. Tanpa rasa takut ia mulai berlari menuju tempat dimana bibi berada.

"Hei, berhenti kau!" teriaknya. Bibi itu terlihat ketakutan sekali dan tubuhnya agak gemetar. "Bibi apa kau tidak apa-apa?"

"Tolong ambilkan tasku. Uang itu sangat penting untuk biaya pengobatan anakku. Aku mohon padamu nona" rengek bibi pada Hinata. Dia hanya mengangguk dan lari secepat kilat untuk mengejar perampok itu.

ooOOoo

"Hemm, cappuccino ini benar-benar enak. Memang tepat di minum sambil jalan-jalan menikmati kota. Hidup ini memang indah tanpa harus di ikuti oleh pengawal. Besok aku akan melarikan diri lagi dan bermain sepuasnya hehehe"

Pria muda itu bernama Naruto dia berumur dua puluh tiga tahun. Ia berjalan menyusuri trotoar dengan santai dan perasaan yang begitu bahagia karena baru pertama kali ini dia menikmati dunia luar di malam hari. Di arah yang berlawanan ada sosok pria bertopi yang berlari kencang menuju arahnya. Tanpa diduga pria tersebut melemparkan tas yang di bawa ketubuhnya. Sontak Naruto kaget.

"Hei pamanapa maksudnya ini?". Percuma dia berteriak karena paman itu sudah berlari Jauh. Naruto penasaran isi tas tersebut. Dia terkejut ketika tahu di dalam tas itu banyak sekali uang. "Uang?".

Buuuuuk! tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang menghantam pipinya keras sekali. Hal ini membuat Naruto tersungkur. Dia merasakan asin di ujung bibirnya. Setelah ia mengusap dan melihatnya, ternyata bibirnya berdarah. Dengan sigap gadis aneh mengambil tas lalu menarik paksa dirinya untuk ikut bersamanya.

"Kau pikir, dirimu bisa lolos dariku? jangan berharap" gertak Hinata sambil terus berjalan tanpa melihat wajah pria yang ditariknya terlebih dahulu.

"Kenapa kau tiba-tiba memukulku? Apa salahku? Apa kau tidak tahu siapa aku hah!? Aku bisa dengan mudah menjebloskanmu kepenjara dan mengusirmu dari negara ini" Ujar Naruto dengan perasaan tak karuan.

"Kenapa aku memukulmu? tentu saja kau telah berbuat jahat dengan merampok bibi yang ada di ujung jalan. Aku juga tahu siapa kau? kau adalah pencuri. Kau mau mengusirku dari Negara ini dan menjebloskanku ke penjara. Jangan konyol karena aku yang akan menjebloskanmu kepenjara".

"Kau cari mati rupanya!" bantah Naruto.

"Kau yang akan cari mati!" Sergah Hinata

ooOOoo

Sekarang Hinata, Naruto dan bibi sudah berada di kantor polisi terdekat. Naruto duduk santai di depan meja polisi yang siap menginterogasinya. Mereka bertiga berhadapan langsung dengan polisi yang tampangnya menakutkan dan garang. Selain kasus bibi yang dirampok ada kasus lain yang mereka tangani yaitu perkelahian antar pelajar.

"Bibi, ceritakan padaku bagaimana kronologi kejadiannya?"

"Saat aku di jalan tiba-tiba dia mengambil tasku dan lari. Untung ada nona cantik ini yang menolongku, kalau tidak entah bagaimana nasib anaku".

"Apa motifmu melakukan tindak kriminal seperti itu?" tanya polisi itu dengan serius.

" Ini semua salah paham. Aku tidak pernah mencuri tas bibi ini. Saat aku berjalan tiba-tiba ada seorang paman yang berlari kencang kearahku dan melemparkan sebuah tas sama sekali tidak bohong" bela Naruto untuk dirinya sendiri.

"Mana ada maling yang mau mengakui kejahatannya. Kalau ada, penjara pasti penuh" celetuk Hinata santai. Tatapan mata safir biru Naruto terhadap Hinata begitu menakutkan. Hinata hanya sekilas melihat lalu mengalihkan perhatiannya.

"Bibi, apa benar pria muda ini yang merampokmu?" tanya pak polisi sekali lagi.. Menurut batin pak polisi sepertinya ada yang tidak beres dengan kasus ini.

"Kelihatannya seperti itu. Aku bisa mengenalnya dari pakaian yang dikenakan anak ini dari ujung kepala sampai kaki sama persis dengan pakaian orang yang merampokku Sepertinya aku tidak salah lihat" ungkap bibi bertumbuh gendut ini sedikit ragu.

"Bibi, kau salah, itu bukan aku. Memang pria itu mengenakan pakaian yang sama denganku, aku pun juga melihatnya. Aku tidak bohong bukan aku yang merampokmu"

"Sudahlah mengaku saja. kau itu memang sudah tertangkap" celetuk Hinata lagi.

"Bibi, apa kau mengetahui ciri-ciri khusus pria yang merampokmu? Seperti postur tubuhnya, tato atau yang lainnya?" ujar polisi yang sudah sedikit frustasi dengan ulah orang-orang yang ada di hadapannya.

Bibi itu terdiam sejenak. Dia memutar kembali memorinya ke jam-jam sebelumnya. Dia ingat persis saat ia keluar dari bank terlihat seorang pria yang sudah berdiri jelas di halte dengan tenang. Bibi berjalan menuju halte tanpa memiliki perasaan buruk sedikitpun. Hingga dalam hitungan detik pria yang ada disampingnya mencoba untuk mengambil tas ditangannya. Ia bersusah payah mempertahankan tasnya. Sempat sekilas dia melihat tangan kanan pria itu. Ada sebuah tato disana. Tato harimau di dekat ibu jarinya.

"Ahh, aku ingat. Ada tato harimau ditangan kanan pria itu. tepatnya di dekat ibu jarinya" ucap bibi berapi-api dan penuh semangat.

"Benarkah?" tanya polisi dan bibi itupun mengangguk. "Anak muda tolong ulurkan tangan kananmu".

Dengan santai Naruto mengulurkan tangan kanannya. Ia sedikit melingkis jaketnya. Naruto memasang ekspresi datar bahkan terkadang ia tersenyum sinis kepada pak polisi. Dia melihat gadis yang sudah memukul wajahnya dengan pandangan tak mengenakan serta penuh kebencian. Polisi melihat secara seksama tangan Naruto namun hasilnya nihil. Tak ada tato sama sekali di tangannya.

"Sepertinya anda membawa orang yang salah nona".

"Ba-bagimana mungkin pak polisi, jelas-jelas aku melihat dia memegang dan melihat isi tas bibi ini. Mana mungkin aku salah orang?" sergah Hinata. Dia benar-benar malu pada dirinya sendiri telah menangkap bahkan memukul orang yang salah.

"Kau memang salah orang bukan dia pelakunya".

"Iya, setelah aku ingat lagi pria ini lebih muda dari pria yang merampokku tadi". Sahut bibi tiba-tiba. Hinata tidak bisa berkutik, dia hanya bisa diam.

Hinata memukul-mukul kepalanya sendiri dan mengucapkan kata "Baka9". Ini kejadian yang paling memalukan dalam hidupnya. Wajahnya seperti dipukul oleh penggorengan yang panas sehingga membuat memerah. Baru pertama kali ini ia menolong orang dari tindak kriminalitas namun salah sasaran. Hinata tak bisa menengadahkan kepalanya karena terlalu berat menanggung malu. Naruto beranjak dari bangkunya kemudian keluar dari kantor polisi, dia menyalakan ponsel untuk menghubugi seseorang.

"Moshi-moshi—Iya—tolong jemput aku sekarang dikantor polisi daerah Meiji Street—sudah jangan banyak bertanya. Cepatlah"

Setelah menelfon, Naruto duduk di trotoar depan kantor polisi. Walaupun malam, masih lumayan banyak orang yang berlalu lalang namun untuk malam hari lebih banyak orang yang mabuk-mabukan berkeliaran di jalan. Naruto bahagia sekali hari ini bisa menikmati dunia luar lagi menjadi orang biasa. Dia bosan karena setiap hari harus berada di sebuah rumah yang dikelilingi oleh pengawal dan alat pengaman yang serba canggih. Hidupnya berubah menjadi hidup yang terpenjara dalam kebahagiaan yang tiada tara sekitar hampir empat tahun lalu. Jujur dia menikmati juga kehidupan yang serba kecukupan namun disisi lain Naruto juga merasakan kesepian karena tak bisa bebas kumpul bersama dengan teman-temannya. Kebahagiaan dia hari ini agak terganggu karena adanya kesalahpahaman. Dia awalnya berencana untuk pulang keesokan harinya saja tapi karena gadis yang tak dia kenal membuat rencananya gagal total. Naruto merasakan perih yang luar biasa di sudut bibir bawahnya. Darah kental dan beku tak bisa hilang walaupun sudah ia usap dengan tangannya. Dia merasakan ada seseorang yang duduk tak jauh dari drinya. Setelah dia lihat ternyata gadis yang menyebalkan itu.

Hinata merasa tak enak hati karena telah memukul orang yang salah. Dia berniat untuk meminta maaf pada pria muda itu. Entah pria itu mau memaafkannya atau tidak yang penting dia sudah berusaha untuk meminta maaf secara tulus. Hinata berdehem pelan, Pria itu menoleh kearahnya dengan pandangan sinis. Hinata sudah tahu dengan pandangan seperti itu pasti permintaan maafnya tidak akan di terima.

" Maafkan aku. Aku menyesal karena telah memukulmu. Aku pikir kau adalah orang yang mencuri tas bibi itu. Pakaianmu dan pencuri itu sama persis jadi tanpa meneliti lebih lanjut aku lagsung memukulmu. Apa kau mau memaafkanku?" tanya Hinata ragu.

Naruto tak menanggapi ocehan Hinata dia lurus memandang kedepan memandang orang-orang yang lewat di depannya.

"Apa bibirmu masih terasa sakit?" tanya Hinata sekali lagi. Kali ini Naruto baru menanggapi ocehannya.

"Tentu saja ini sangat sakit. Kau ini sebenarnya perempuan atau laki-laki? kuat sekali tenagamu. Hei dengar, aku akan mengenang kejadian ini seumur hidupku. Kau telah merusak hari bahagiaku. Banyak hal yang akan aku lakukan hari ini tapi karena kau semuanya jadi gagal!" ucap Naruto.

Naruto berkata dengan meluapkan segala emosinya. Nadanya meninggi. Dia benar-benar marah pada gadis yang tak di kenalnya ini. Sebaliknya Hinata sangat tersinggung karena orang yang tak mengenal dirinya memarahinya seperti itu. Dia merasa menyesal telah berniat baik pada pria yang berdarah dingin.

"Hei, aku sudah meminta maaf padamu kenapa kau memarahiku seperti itu. memangnya siapa kau berani membentakku?. Itu baru sebagian kecil dari kekuatanku yang sebenarnya. Kau seharusnya bersyukur karena aku tidak memukulmu sampai babak belur". ucap Hinata tak mau kalah dan untuk membela dirinya.

"Apa? Haaah kau ini benar-benar…."

Belum sempat Naruto melanjutkan perkataannya sebuah mobil sudah berhenti tepat di depan mereka berdua. Hal ini membuat mereka menghentikan pertengkaran dengan seorang yang tak dikenal. Naruto tak mau di depan pengawalnya kewibawaan dirinya jatuh.

"Tuan muda silahkan anda masuk" ucap salah satu pengawal.

Tuan muda? Hinata agak terkejut karena orang seperti itu dipanggil dengan sebutan tuan muda. Padahal perawakannya biasa saja. Memang dari segi wajah dia tergolong pria tampan bagi Hinata, namun untuk penampilan dan cara bepakaiannya pria itu sangatlah biasa, tak terlihat seperti orang kaya. Naruto sudah beringsut masuk kedalam mobil mewahnya. Sebelum Naruto pergi ia masih ingin mengucapkan sepatah kata untuk Hinata.

"Dengar, Jika aku bertemu denganmu sekali lagi aku akan memberikan pelajaran padamu. Jadi berharap saja kau tidak bertemu denganku" ujar Naruto. Kaca mobilnya tertutup secara otomatis dan melesat pergi.

"Hei, kau pikir aku takut padamu, dasar pria menyebalkan" umpat Hinata.

ooOOoo

Hinata berjalan sendirian diantara rumah-rumah mewah . Jalanan gang menuju rumahnya sangatlah sepi. Tak ada satupun orang yang lewat. Rumah Hinata terletak di jalan yang menanjak dan melewati banyak anak tangga. Rumah Hinata sangatlah sederhana, berukuran kecil namun selalu tertata rapi dan bersih. Wajahnya tampak lelah. Tangannya dengan terampil mencari-cari kunci rumah di tasnya. Hyuuga Hinata dia adalah gadis berusia dua puluh tahun. Dia sudah tidak punya orang tua. Kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan pesawat. Dulunya Hinata juga merupakan anak dari keluarga kaya namun setelah kedua orang tuanya meninggal Hinata baru mengetahui kalau ayahnya memiliki banyak hutang di bank untuk membiayai perusahaannya yang hampir bangkrut. Semuanya di sita. Hidupnya berubah drastis karena hal ini. Sebelum menjadi pengusaha ayah Hinata adalah seorang pengawal presiden. Hinata merasa jika ayahnya sedang bertugas, ia berubah menjadi superhero yang nyata dan gagah. Ayah adalah sosok idola untuk Hinata. Maka dari itu ia ingin menjadi pengawal presiden seperti ayahnya. Setelah hampir sepuluh tahun ayah Hinata menjadi pengawal, ia memutuskan untuk mengundurkan diri karena ingin lebih menghabiskan waktu dengan keluarga dan mendirikan bisnis dirumah. Namun bisnis itu tidaklah lancar.

Hinata baru sadar hidup tanpa orang tua itu sangatlah menderita. Sudah hampir dua tahun Hinata hidup seperti ini. Dengan langkah malas Hinata memasuki rumah. Tangannya meraba dinding untuk menyalakan lampu. Ketika cahaya mulai menerangi ruangan yang sempit, terlihat seorang pria yang sudah duduk tegak di depan meja yang sudah penuh dengan makanan. Dia tersenyum senang melihat kedatangan Hinata. Hinata sedikit terkejut dengan kehadiran seorang pria yang bernama Hyuga Neji yang tak lain tetangga dan seniornya di kursus bela diri.

"Nee-san bagaimana bisa kau masuk kedalam rumahku?" tanya Hinata.

"Kau lupa menngunci jendelamu. Tak ada pintu, Jendelapun jadi hehe. Oh ya Hinata-chan kemarilah, aku sudah membelikan makan malam untukmu. Kau pasti belum makan kan? lihat aku membelikan ayam goreng kesukaanmu" ucap Neji.

"Terima kasih, Hemmms baunya harum sekali. Sudah lama aku tidak makan ayam goreng. Ayo makan sampai kenyang hehehe" ucap Hinata penuh rasa terima kasih. Keduanyapun menyantap makan dengan lahap.

"Hinata-chan, dari mana saja kau larut malam begini baru pulang?".

" Tadi ada sedikit masalah ketika dalam perjalanan pulang tapi semua baik-baik saja".

"Besok adalah hari dimana kau akan test menjadi pengawal untuk blue house. Bagaimana perasaanmu? Jujur aku menentang keras kau bekerja seperti itu. Seorang wanita sebaiknya kau bekerja sebagai pegawai negeri saja bekerjanya santai tidak mempertaruhkan nyawamu seperti ini".

" Nee-san jangan khawatir, aku akan baik-baik saja. Apa nee-san lupa bagaimana kekuatan bela diriku dan seni menembaku, eoh?" ujar Hinata sambil terus mengunyah ayam gorengnya.

"Aku tahu. Tapi bagaimanapun itu sangat bahaya. Apapun yang kau pilih aku selalu akan mendukungmu. Ganbate!" seru Neji sambil tersenyum manis.

Hinata membalasnya dengan senyuman. Dengan penuh arti dia melihat ke arah Neji yang asyik melahap makanannya. Hinata sangat merasa berterima kasih kepada Neji, karena dirinyalah, Hinata bisa mendapatkan tempat tinggal dengan layak, makan dengan layak. Hampir dua tahun ini Hinata dibiayai oleh Neji, bahkan rumah yang ditinggalinya sekarang dibelikan olehnya. Neji adalah seorang yang sederhana namun dia suka membantu orang jika mengalamai kesusahan. Neji berbeda dengannya. Dia masih memiliki seorang ibu namun ibunya harus dirawat di rumah sakit karena penyakitnya. Sudah dua minggu lebih ibunya dirawat di rumah sakit. Sebenarnya Hinata sangat malu mendapat perlakuan yang luar biasa baik dari Neji. Dia merasa menjadi orang yang tak berguna, sering menyusahkan dan merepotkan orang lain. Maka dari itu dia bertekat bagaimanapun caranya dia harus masuk ke Blue House. Gajinya besar dan sesuai dengan bakat bela dirinya. Uang yang ia kumpulkan tadi juga akan ia gunakan untuk mengembalikan semua yang telah Neji berikan padanya. Awal pertemuannya dengan Neji bermula saat dua tahun lalu setelah kematian kedua orang tuanya, Hinata sempat menjadi tuna wisma. Dia sama sekali tak tahu kemana harus tinggal dan pergi. Sampai pada saatnya dia bertemu dengan Neji di taman. Hinata tertidur di bangku panjang. Pada waktu itu Hinata dalam keadaan demam karena cuaca yang begitu dingin. Antibodi tubuhnya tak tahan menahan rasa dingin yang kuat. Neji tak sengaja berlari pagi disekitar taman, dia melihat seorang gadis terrtidur di bangku dan merintih kesakitan. Neji langsung menolonngnya dan membawanya ke rumah sakit. Itulah sepenggal kisah mereka. Tak terasa air mata menetes dari mata Hinata. Dia menangis bukan karena meratapi nasibnya tapi ia menangis karena ada orang yang masih begitu menyayanginya dengan tulus dan baik padanya. Padahal dia bukan siapa-siapa dari orang itu.

"Nee-san terima kasih ' ucapnya dengan suara bergetar menahan tangis.

TO BE CONTINUE