Chapter 1 : i wanna die

Author : Choi Di Jee

Title : Can i die?

Pairing : ChenMin

Main cast : Kim Jongdae x Kim Minseok

Support cast : Shindong SuJu

Genre : GS. Romance. Sad. Hurt. Comfort

Rated : T

Summary : Maafkan aku. Cintaku tak bisa kupertahankan lebih lama. Aku tak bisa bersamamu lagi.

Terima kasih karena kau menjadi malaikat pribadiku. Menyelamatkanku dari segala cara bunuh diri konyolku.

Dan hadiah itu adalah kau. Xiumin-ah. Saranghae chagiya

This story

Aku hidup sebatang kara. Tak punya siapa-siapa. Tak kenal siapa-siapa. Berada dinegara entah dimana.

Just alone. No one knows. Who i am.

3 tahun aku menjalani hidup seperti orang gila dinegara orang. Sepertinya negara asliku sengaja membuangku.

Aku mencari uang dengan menyumbangkan suaraku dijalan. Bukan pengemis. Hanya... aku tak ingin mengakuinya.

Aku hanya mencari uang untuk membayar uang sewa apartemen kumuh yang kutinggali. Aku tak masalah bila tak makan. Hanya sebotol air putih itu cukup.

Aku mati pun tak masalah. Tak ada yang berharga dihidupku. Semua telah hilang. Semua telah mati. Semua telah hancur. Aku hanya menunggu panggilan-Nya saja.

Kau pikir aku gila?

Aku sudah cukup sabar untuk tidak terlihat seperti "orang gila kronis"

Aku depresi. Frustasi. Putus asa. Dan hanya kematian yang kutunggu. Jngan kalian pikir aku tak pernah mencoba untuk membunuh diriku sendiri daripada menunggu panggilan-Nya. Entahlah setiap aku melakukan percobaan bunuh diri selalu gagal.

Flashback

Pertama. Setelah aku menjual suaraku dijalanan. Aku sengaja menyebrang jalan yang kutahu ada truk yang akan lewat. Tapi gagal karna ada yang menarikku (mungkin menyelamatkanku).

Kedua. Biarpun daerah apartemenku kumuh tapi punya berpuluh puluh lantai hingga menjulang tinggi. Aku berada diatap gedung apartemen ini. Yang aku yakini benar-benar jauh dari permukaan tanah. Aku berdiri ditepian. Aku menutup mataku. Aku menyeimbangkan tubuhku. Aku bersiap untuk terjun. Tapi gagal karna ada yang menarikku lagi.

Ketiga. Aku sengaja mencari keributan didaerah kekuasaan preman. Jumlah mereka tak terbilang sedikit. Aku dihajar habis-habisan. Darahku tercecer dimana-mana. Dipukul. Ditendang. Diseret. Dilempar. Rasanya tubuhku remuk. Lalu dicekik kuat. Sedikit lagi mungkin aku bisa mati tapi aku mendengar suara yeoja dan polisi pun datang. Aku merasa ada yang menarikku lagi dan lagi.

Keempat. Aku membeli racun pembasmi tikus. Kali ini aku akan melakukannya didalam apartemen dan menguncinya. Aku bersiap akan meminum cairan yang berbau aneh itu. Tapi gagal karna ada yang mendobrak pintu apartemenku dan seseorang menarikku menjauh dari cairan yang akan kuminum tadi.

Flashback end.

Taman kota. Disinilah aku sekarang. Bersama seorang yeoja yang selalu menggagalkan acara bunuh diriku. Bahkan aku tak mengenalnya. Tapi rasanya dia selalu berada disekitarku.

"Berhentilah melakukan hal yang gila" katanya. Yeoja ini berpipi chubbi.

"Kau bisa mat-.." lanjutnya

"Aku hanya bersenang-senang" kataku dengan tenang

"Apa kau gila? Kau bisa mati dari dulu jika aku tak segera menolongmu." katanya sedikit membentakku

"Siapa yang menyuruhmu menolongku? Aku tak pernah menyuruh siapapun untuk menolongku."

"Mwo? Beginikah caramu berterima kasih? Baiklah. Lupakan. Lalu kenapa kau selalu berusaha bunuh diri? Apa kau punya masalah? Kau bisa menceritakannya padaku jika kau mau" katanya

"Kau pikir kau ini siapa? Mulai sekarang jangan pernah muncul dihadapanku lagi. Jangan ganggu aku" kataku beranjak pergi

"Wae? Apa salahku? Kenapa kau seperti membenciku setiap kali aku menolongmu. Wae? Waeyo?" katanya dengan suara bergetar dan perlahan menangis.

Aku hanya tetap berdiri membelakanginya dan tak berniat untuk berbalik. Disaat seperti ini hujan turun dan sangat mendukung suasana yang canggung dan memilukan ini. Kudengar yeoja itu menangis semakin keras. Aku tetap diam tak beranjak.

"Kenapa kau sangat membenciku? Kim Jongdae." lanjutnya bertanya lagi. Aku tersentak karna darimana yeoja berpipi chubbi itu tau namaku asliku. Orang mengenalku sbg Chen.

Aku berbalik menatapnya. Yeoja itu sudah sangat basah air mata bercampur hujan yang mulai deras. Mukanya sudah sangat merah. Bibirnya bergetar.

"Kenapa kau selalu menggagalkan rencana bunuh diriku?" bukannya menjawab pertanyaannya tapi aku balik bertanya padanya.

"Aku menyukaimu. Kim Jongdae. Chen" jawabnya tersenyum dan masih terisak.

"Apa alasanmu menyukaiku?" kataku dingin

"Tidak ada alasan untuk mencintai seseorang Jongdae-ah. Na Saranghae" katanya lembut. Aku menatapnya dalam tak ada kebohongan disana. Dia tulus. Tapi kenapa harus aku? Kenapa kau harus mencintaiku? Kenapa harus namja sepertiku ini?

Rasanya perasaanku jadi kacau. Apa yang membuat yeoja berpipi chubbi itu mengatakan hal seperti itu? Apa dia hanya kasihan padaku? Apa dia berencana untuk menggagalkan segala cara bunuh diriku nanti? Atau dia... benar-benar mencintaiku. Jika iya apakah aku pantas dicintai? Lalu pantaskah namja sepertiku mencintai yeoja manis didepanku ini?

Tidak.

Dan tak akan pernah.

"Pulanglah. Hujan makin deras dan kau bisa mati kedinginan. Jangan buang waktumu untuk hal yang tidak penting." kataku dengan tenang.

Kulihat sekilas dia semakin menangis menjadi-jadi. Dia menutup mulutnya berusaha menahan isakannya. Kupikir jika aku akan pergi dulu mungkin dia akan pergi setelahku. Aku melangkahkan kakiku perlahan menjauh darinya. Tapi kulihat dia tak berpijak sedikit pun dari tempatnya berdiri. Kulihat dia semakin menundukkan kepalanya dalam. Kuputuskan untuk kembali ketempatnya.

Aku berdiri tepat didepannya. Dia tak bergeming tapi bahunya bergetar hebat. Entah kenapa hatiku perih melihatnya seperti ini.

Perlahan aku memeluknya dan mengusap rambutnya lembut. Tapi yang kurasakan malah dia menangis semakin keras dan memukul dadaku. Aku semakin memeluknya erat mencoba menenangkannya. Perlahan dia mulai tenang dan semakin menenggelamkan kepalanya didadaku. Aku juga menenggelamkan kepalaku diceruk lehernya dan sesekali menghirup aromanya. Hatiku rasanya menghangat. Entahlah sangat nyaman berada bersamanya.

Setelah kejadian kemarin malam. Aku berpikir untuk tidak pulang ke apartemen dan tidur di tempat laundry umum. Dan pagi ini aku akan pergi untuk menjual suaraku lagi ditempat lain bukan ditempat biasanya. Aku mulai bernyanyi ditrotoar pejalan kaki didekat kafe lalu menempatkan topiku didepanku sebagai tempat nafkahku.

"Chen-ah. Kau bernyanyi disini? Tidak biasanya? Apa kau diusir lagi dari tempat biasanya?" kulihat ada seorang ahjushi bertubuh besar tapi berpakaian formal. Dia termasuk pendengar setiaku. Dia selalu memberiku uang lebih juga.

"Shindong ahjushi. Aku tidak tau kalau akan bertemu denganmu lagi. Aku tidak diusir dari tempat biasanya. Aku hanya ingin mencari suasana baru saja."

"Begituu. Chen-ah apa kau benar2 tidak ingin memikirkan lagi keputusanmu yang dulu itu? Ini kesempatan bagus aku bisa membantumu kau tahu."

"Mianhae Ahjushi. Saya benar2 tidak tertarik menjadi penyanyi. Semua ini kulakukan hanya sekedar untuk menghibur diri agar tidak stres. Sekali lagi mianhae."

"Baiklah. Sebenarnya ini sayang sekali. Bakat milikmu ini sangatlah istemewa Chen-ah. Tapi bagaimana lagi kalau kau memang tak berminat menjadi penyanyi profesional. Ya sudahlah"

Aku rasa diantara banyak orang yang mendengarkan nyanyianku yang paham akan perasaanku hanya Shindong ahjushi. Beliau selalu memperhatikanku saat bernyanyi seolah tau bahwa aku benar2 meluapkan segala emosiku lewat lagu yang kunyanyikan.

Setelah menjual suaraku didaerah sekitar kafe itu. Aku pergi untuk membeli air putih sebagai sarapan sekalian istirahat sejenak. Hari semakin siang dan aku masih menjual suaraku diberbagai tempat.

Waktunya jam makan malam. Aku pergi untuk membeli air mineral lagi. Jika diingat lagi sejak 2 hari yang lalu aku hanya minum air mineral. Oh ini cukup berbahaya untuk kesehatan. Dan perlu diingat aku kemarin sempat kehujanan dimalam hari pula. Dan efeknya sejak pagi tubuhku seperti demam. Tapi aku berusaha tak memperdulikannya. Kupikir nanti juga akan sembuh sendiri.

Lagi lagi malam ini hujan. Entahlah kenapa cuaca malam hari selalu buruk bulan ini. Aku tetap berjalan menerobos hujan karna sedikit lagi aku sampai diapartemen. Hujan semakin deras dan aku menepi dihalte sebentar. Petirnya cukup mengerikan malam ini dan kupikir menunggu hujan agak reda tak masalah.

Kurasa tebakan ku salah besar. Hujan makin deras. Kuputuskan untuk berlari menerobos hujan deras ini. Tak peduli efek buruk yang akan terjadi. Aku sampai di gerbang gedung apartemen.

Aku menaiki tangga sambil mengusap lenganku. Ini sangat dingin. Aku berbelok dan terkejut mendapati yeoja berpipi chubbi itu duduk menekuk lututnya didepan apartemenku. Aku menghampirinya. Lalu dia mendongak melihatku.

"Apa yang kau lakukan disini? Pulanglah. Dan jangan pernah muncul dihadapanku lagi." kataku sambil membuka kunci apartemenku. Aku masuk dan dia langsung menyerobot ikut masuk. Aku menatap tajam keaarahnya.

"Keluar. Sebelum aku menyeretmu!"

"Aku menunggumu dari tadi pagi. Aku rela bertahan meski hujan sederas apapun." katanya sambil menangis dan bibirnya bergetar

"Keluar. Sekarang juga"

Dia tetap diam tak bergeming hanya memandangku. Rasanya aku lemah akan tatapannya. Keadaannya sangat kacau. Walaupun aku juga tak kalah kacau.

"Baiklah. Kau sendiri yang memilihnya." aku meraih tangannya dan menariknya kearah pintu. Tapi tanpa kuduga dia malah memelukku dari belakang sambil menangis. Aku berhenti dan tanpa sadar tangannya masih kugenggam.

Malam ini terpaksa aku memperbolehkan orang asing menginap diapartemenku. Dan aku juga harus merawatnya karna badannya sangat dingin. Tiba-tiba petir berbunyi sangat keras saat aku mengompres kepalanya. Reflek dia menarik tanganku dan aku hampir saja menimpa wajahnya. Kulihat wajahnya sangat pucat dan dingin, bibirnya juga bergetar menahan sesuatu. Tak lama setetes air matanya keluar. Aku segera menghapusnya dan memeluk menenangkannya.

"Kalau kau takut sama petir kenapa kau bersikeras menungguku. Kenapa kau tak pulang saja daripada menunggu sesuatu yang belum tentu akan datang menemuimu? Pikirkan dirimu sendiri juga. Pabbo" bisikku sambil mengusap kepalanya.

"Aku tau kau pasti datang Jongdae-ah"

Aku melepaskan pelukanku lalu menatap mata teduhnya. Dia sangat tulus. Rasanya hatiku seperti tercabik-cabik sesuatu yang sangat tajam. Aku tak kuasa melihatnya terus mengeluarkan air mata. Aku pun mengecup kedua matanya. Berakhir dengan kecupan manis dikeningnya.

"Tidurlah. Jaljayo" kataku dia membalasnya dengan tersenyum padaku.

Aku terus memperhatikannya. Yeoja ini sudah tidur pulas sejak tadi. Napasnya terdengar sangat teratur. Kujelajahi wajahnya dengan mataku. Yeoja ini sangat manis. Mungil. Pipi chubbi. Bibir peach yang indah. Dagunya kecil. Wajahnya menurutku sempurna untuk ukuran seorang yeoja sepertinya. Dia juga punya rambut panjang hitam pekat yang bergelombang halus. Yang kutahu dia tak pernah mengikat rambutnya.

Baiklah untuk pertama kalinya aku terpesona oleh ciptaan-Nya yang satu ini dan aku tak ingin tau lebih jauh. Cukup ini dan tak ada kata yang lain lagi. Aku tak ingin menyesal. Aku berniat akan beranjak tapi tak sengaja menjatuhkan tas yeoja ini dan beberapa barangnya tercecer keluar.

"Haishh. Merepotkan sekali."

Tak sengaja aku menemukan sebuah buku berukuran sedang tapi terlihat seperti diary berwarna pink dan ada beberapa sticker lucu disudutnya. Aku tak berniat membacanya namun kebetulan buku itu terbuka entah dari halaman keberapa dan terlihat ada sebuah foto yang terselip di ujungnya. Entah dapat dorongan darimana aku perlahan mengambil foto itu. Seketika aku tersentak dengan apa yang kulihat.

Ini kan AKU. Bukankah ini waktu pertama kalinya aku menjadi seorang pengamen. Ehm.. Maaf bukan seperti itu. Maksudku foto itu menunjukkan perform pertamaku dijalanan. Mencari uang dengan menjual suaraku.

"Apa yeoja ini stalker ku dari awal debut ku dijalanan?" gumamku sambil membalikan foto itu dan ada tulisan disudut kanan bawah.

My love at first sigh. Chen saranghae _

"Ige mwoya? Ternyata dia tidak main2 dengan perkataannya." gumamku lagi.

Tanpa sadar lagi aku sudah membolak balikkan buku diary itu. Lalu berhenti dihalaman yang membuatku cukup tertarik.

Ada gambar LOVE besar memenuhi lembar itu dan juga diukir sebuah nama dengan indah.

Chen Luv Xiumin. ChenMin ForEver. Saranghae.

Aku tersenyum melihatnya. Terlebih lagi yeoja itu sudah memberi nama couple untuknya dan untukku. Lucu sekali. Dia pikir aku akan menerimanya jadi yeojachinguku nanti. Aku terkekeh pelan lalu segera mengembalikan ke tas.

.

.

.

.

Xiumin pov

Aku terbangun karna alarm hpku berbunyi. Aku mencari tasku dan segera mematikan alarmnya dan ingin melanjutkan tidur manisku lagi. Tapi seketika aku langsung terduduk dengan mata melotot. Aku melihat sekelilingku. Rasanya asing. Ruangan ini tidak terhitung jorok tapi dilihat dari dindingnya yang seperti sudah tua ini jadi terlihat begitu kumuh.

Jadi ini kamar siapa? Dan kenapa kepalaku pusing sekali? Eh tunggu apa ini?

Kenapa kain ini ada dikeningku? Tunggu. Aku ingat. Kemarin kan...

Jadi semalam dia yang merawatku. Kyaa~ Chen Chen~

Pipiku merona hanya membayangkannya saja. Ah.. Aku ini terlalu jatuh cinta padanya. Lalu sekilas aku mengingat masa2 perjuanganku menjadi stalker Chen setahun yang lalu. Mencari tahu segala info tentangnya. Aku menyukai segala apapun pada dirinya. Aku juga tau sekeras dan seberat apapun kehidupannya. Maka dari itu juga aku selalu menjaganya dari jauh. Memantaunya. Menjadi stalkernya. Dan juga selalu menggagalkan segala cara bunuh dirinya. Aku tidak ingin ia melakukannya. Aku terlanjur mencintainya. Makanya aku tak ingin dia pergi. Aku tak sanggup hidup tanpa melihatnya. Aku serius.

Ceklek

Seketika semua bayang2ku hilang. Chen menatapku dingin. Bahkan dia tak pernah mengubah ekspresinya sekalipun itu padaku. Karna sudah biasa ditatap seperti itu jadi aku hnya tersenyum seperti biasa. Aku ingin berterima kasih padanya karna telah merawatku.

"Kau sudah bangun. Kalau begitu segeralah pulang. Aku harus pergi" katanya dingin tak berekspresi dan langsung pergi.

Bahkan aku belum menjawabnya dan dia pergi begitu saja. Oke dia sopan sekali. Dan perlu diingat! Aku ini baru bngun berapa menit yang lalu dan belum sarapan dan dia langsung mengusirku? Oh ya ampun. Dia benar2 memperlakukan tamu dengan baik.

Aku berjalan menuju ruang tengah. Kulihat Chen sibuk sedang memakai sepatu kets nya. Entah menyadari kedatanganku atau tidak?

"Jangan pernah datang kesini lagi. Dan jangan menemuiku lagi. Pergilah" katanya tanpa memandangku sama sekali dan masih sibuk dengan sepatunya.

Dia berjalan kearah pintu dan membukanya. Lalu barulah dia menatapku. Tatapan yang tajam dan sangat sulit diartikan. Tapi seketika aku juga menyadari sesuatu yang mengganjal diwajahnya.

"Pergi. Sekarang!" geramnya. Aku tersentak. Aku sedikit takut sekarang. Padahal seiingatku semalam ia baru saja menjadi lembut karna menenangkanku dari suara petir. Tapi sekarang?

Aku berjalan pelan kearahnya sambil menundukkan kepalaku. Aku berhenti tepat didepannya. Kuberanikan untuk menatapnya dan dia juga menatapku tajam. Kini jaraknya sangat dekat denganku. Kulihat ada beberapa bulir air dipelipisnya. Wajahnya juga pucat. Bibirnya terlihat kering. Hembusan napasnya yang mengenai wajahku juga terasa hangat. Kupikir Chen demam dan aku ingin mengecek suhu dikeningnya.

Perlahan tanganku terulur akan menyentuh keningnya namun Chen segera menahan tanganku dan masih menatapku dalam. Aku tersentak karna tangannya terasa sangat panas. Chen yang menyadarinya segera menyeretku keluar apartemennya.

"Yak! Apa yang kau lakukan? Cepat masuk dan istirahat aku akan merawatmu. Apa ini salah satu rencana percobaan bunuh dirimu? Membiarkan dirimu sakit berlarut-larut? Tak akan kubiarkan kau melakukannya. Jadi dengarkan aku kali ini saja. Kumohon istirahatlah dan jangan pergi kemana-mana!" kataku penuh emosi karna aku sudah cukup sabar untuk terus membiarkannya melakukan percobaan bunuh dirinya.

Dia benar2 mengacuhkanku. Dia tak mendengarkanku dan pergi begitu saja. Bahkan aku sudah berusaha mengikutinya tapi dia pergi begitu cepat dan juga tubuhku yang masih lemah. Kuputuskan aku pulang ke apartemenku untuk melanjutkan acara istirahatku setelah itu aku akan pergi mencari Chen. Dan kali ini aku benar2 tidak akan menyerah.

.

.

.

.

Sore ini aku akan mencari Chen ketempat biasanya dia bernyanyi. Tapi aku tak menemukannya. Lalu aku mencari lagi dibeberapa tempat kemungkinan Chen bernyanyi tapi aku juga tak menemukannya. Dan aku juga sempat bertanya pada orang2 sekitar dan mereka bilang tak melihat Chen dari pagi. Lalu kemana Chen?

Aku mulai khawatir. Aku cemas. Dan perasaanku tidak enak. Apalagi mengingat kejadian tadi pagi. Aku berlari sekuat tenaga mencarinya. Napasku bahkan sudah tersenggal-senggal. Aku tak boleh menyerah. Bagaimanapun juga aku merasa Chen sudah seperti seseorang yang...

Deg

Aku berhenti tepat didepan objek yang sedari tadi kucari. Aku mendekat ingin meraih bahunya namun tiba2 tubuhnya...

TBC

Kayak aku suka banget bikin sad story. Hahaha...

Next chapter cepet nyusul nya..

Cuz sebenernya nih yaa..

Curhat mode ON : ini FF pengen buat oneshoot tapi kepanjangan jadi kubagi dua deh..

Ntar chapter 2 nya sekalian ending yaa..

Tapi ceritanya juga agak panjangan..

Oke bye. Salam kenal Choi Di Jee imnida ^^ Bangapta chingudeul 😄

Official IG dj_inunk