Mutiara Hitam

A KaiSoo fanfiction

By Justmine Lilzy Rewolf

.

.

.

.

.

Raja siang bertahta menghangatkan Kota Seoul yang tak pernah sepi, senada dengan suasana ramai di sebuah kelas yang dirasa sama sekali tidak mengganggu bagi gadis yang selalu menduduki bangku paling depan di tengah kelas. Perhatiannya selalu ditujukan pada buku bacaan yang selalu memenuhi meja. Ya, semua bahkan sudah hafal dengan hal itu.

Do Kyungsoo, murid kebanggaan di SM High School dengan segala pesona tersembunyinya. Matanya yang berwarna onyx tampak mengkilat saat bergerak-gerak mengikuti barisan kata dalam buku yang ia baca, dengan kulit halus putih susu juga rambut sehitam eboni. Tidak ada yang menyaingi kegemarannya dalam membaca buku, novel, puisi juga khayalan yang menurut orang lain sangat tidak masuk akal.

"Aku satu kelompok dengan Kyungsoo!"

"Tidak bisa, aku sudah terlebih dahulu bersama Kyungsoo."

"Kyungsoo bahkan belum mengiyakannya, iya kan Kyungsoo?"

"Pokoknya aku bersamanya. Kyungsoo, kau mau satu kelompok denganku kan?"

"Tidak bisa, Kyungsoo bersamaku!" ribut para gadis yang hanya mendapat tatapan heran dari Kyungsoo.

Gadis penggila buku itu selalu tenggelam dalam dunia fantasinya, dia sedikit tidak peduli pada lingkar pertemanan di sekitarnya. Bagi Kyungsoo, teman adalah seseorang yang ada saat kita membutuhkan, bukan yang ada saat mereka tengah membutuhkan kita. Hal tersebut membuat dia tidak terlalu peduli dengan hal yang menyakut tentang pertemanan yang menurutnya penuh dengan kebohongan. Tapi meski begitu tetap saja banyak yang mendekatinya. Tentu saja, hanya karena dia pintar.

Setiap hari, yang ada dalam pikiran Kyungsoo hanyalah buku, buku, dan buku. Buku bak sudah menjelma menjadi sumber kehidupannya. Ia sangat suka mengkhayal dan membaca hal-hal picisan yang alurnya bahkan mungkin sudah terlalu dihafalnya di luar kepala. Seperti dongeng tentang pangeran tampan dengan kuda putihnya, hidup di Neverland, dunia yang dipenuhi dengan sihir beserta tokoh antagonisnya. Bukankah itu memang tidak masuk akal?

Hari-harinya selalu diisi dengan buku tanpa ada jeda. Dia mulai kecanduan pada novel sejak menyadari bahwa dunia fantasi terasa lebih menarik dibandingkan kehidupan nyata yang hanya berkutat di situ-situ saja, dengan kata lain hidupnya sangat membosankan. Karena bacaannya itu, Kyungsoo jadi hampir tidak pernah berinteraksi dengan seseorang hingga membuatnya tidak pandai berbicara. Tak banyak yang tahan untuk berbicara dengan Kyungsoo karena ia akan selalu mengaitkan segala hal dengan buku yang ia baca, membandingkan kehidupan dengan imajinasi miliknya. Tentu saja orang lain akan kesulitan untuk menerima pemikiran Kyungsoo yang mereka anggap aneh, dan Kyungsoo tahu benar mereka tidak pernah tulus mendengarkan perkataannya, karena itulah Kyungsoo tidak suka berteman dengan para gadis populer di kelas. Dan ia lebih suka memilih berteman dengan murid yang tidak memiliki teman di kelas, seperti…

"Jongin, kau sudah dapat kelompok?"

Pemuda yang dipanggil dengan nama Jongin itu menggelengkan kepala pelan tanpa mengangkatnya.

Ya. Kim Jongin, pemuda nerd yang hampir sama anehnya dengan Kyungsoo namun dalam kasus yang berbeda. Jongin bukanlah penggemar novel seperti Kyungsoo, namun penampilannya tampak sangat pantas untuk dijadikan sasaran bullying dan sangat tidak keren untuk diajak berteman. Salahkan kacamata bulat setebal pantat botol beserta kawat gigi menjijikkan yang selalu ia pakai, dan jangan lupakan potongan rambut belah tengahnya. Kyungsoo bersumpah kalau Jongin berniat merawat dirinya dia akan terlihat sedikit tampan.

Kyungsoo tersenyum tipis, dia segera bangkit dari tempat duduknya dan berpindah ke bangku sebelah Jongin. "Kau mau satu kelompok denganku?"

"Apa-apaan dia, jelas-jelas kita mengajaknya satu kelompok," ujar gadis yang tadinya merebutkan Kyungsoo.

"Kenapa dia malah memilih dengan Jongin, apa dia menyukai Kim Jongin?"

"Cih, biarkan saja mereka, sama-sama aneh." Kyungsoo bisa mendengar jelas bagaimana mereka membicarakan dirinya, namun Kyungsoo tidak ingin mengambil pusing akan hal itu. Dia lebih suka satu kelompok dengan Jongin. Bukan, bukan karena dia menyukai Jongin dalam artian lain. Tapi bagi Kyungsoo, Jongin adalah satu-satunya orang jujur yang tak akan menggunjingnya di belakang.

Kim Jongin akan selalu berakhir dengan Do Kyungsoo dan begitu pula sebaliknya, seperti sebuah takdir yang telah dituliskan oleh Tuhan dan tak bisa dirubah oleh siapapun. Oke itu sedikit berlebihan, tapi sungguh, mereka bahkan selalu berpasangan sejak awal masuk sekolah tersebut.

"Kim Jongin, kau belum menjawab pertanyaanku, maukah kau satu kelompok denganku?" tanya Kyungsoo lagi.

"I-iya," jawabnya dengan aksen gugup.

"Yah! tidak perlu gugup begitu, bagaimana kalau kita bagi tugas saja agar lebih cepat?"

"Terserah kau saja," sahut Jongin sambil mengintip dari balik kacamata tebalnya.

Kyungsoo kembali tersenyum lantas mulai mengerjakan tugas mereka. Tugas biologi bukanlah pekerjaan yang sulit, mereka hanya perlu melakukan sebuah praktikum dan membuat persiapan untuk membuat laporannya, sangat mudah bagi Kyungsoo, apalagi jika partnernya adalah Jongin. Jangan salah, begitu juga Jongin bisa dibilang cukup pandai dalam pelajaran. Kyungsoo tidak terlalu serius saat mengerjakan, sesekali ia mengajak Jongin untuk berbica dan tertawa meski pemuda itu hanya menanggapinya dengan sangat singkat dan aksen malu-malu. Tapi Kyungsoo sama sekali tidak menyerah.

"Kim Jongin, apa kau suka tumbuhan?"

Jongin sedikit ragu saat menggelengkan kepalanya, "Tidak juga."

"Kenapa? Tumbuhan kan sangat indah, apalagi kalau sudah menjadi pohon, sangat besar dan sejuk. Aku menyukainya," ujar Kyungsoo antusias menceritakan kesukaannya pada tumbuhan. "Dan juga, jangan lupakan kemungkinan adanya peri yang hidup di pohon tersebut," tambah Kyungsoo sambil berbisik seolah tidak boleh didengarkan oleh orang lain. Oh, dia mulai lagi.

Suasana kembali hening setelah Kyungsoo menutup mulutnya dan Jongin terfokus pada laptop didepannya.

"Kim Jongin, apa kau mau tahu sebuah rahasia tentangku?" tanya Kyungsoo lagi yang hanya dibalas dengan sebuah lirikan oleh Jongin. "Sebenarnya... aku ini vampir."

Jongin mengangkat sebelah alisnya dan langsung memandang Kyungsoo tepat pada kelopak mata gadis itu. 'Berhasil' memang ini yang Kyungsoo inginkan, hanya untuk membuat Jongin mau menatapnya. Tapi jujur, ekspresi yang tengah ditunjukkan oleh pemuda itu sungguh aneh, apa dia percaya dengan kalimat Kyungsoo?

Kyungsoo tidak bisa lagi menahan tawanya mendapati tatapan aneh dari Jongin, hingga ia pun tertawa sambil memukul lengan Jongin. "Yah, kau ini memang tidak bisa diajak bercanda ya? Aku hanya bercanda, jangan serius begitu," serunya sambil diselingi tawa. Jongin hanya tersenyum tipis lantas kembali mengarahkan perhatiannya pada laptop. Padahal Kyungsoo hanya ingin melihat sebuah tawa atau setidaknya senyuman lebar dari Jongin, tapi pemuda itu sama sekali tidak mau menunjukkannya. Begitulah, Kim Jongin memang sangat tidak menyenangkan.

Malam itu, Kyungsoo berniat untuk mengunjungi apartemen sepupunya di daerah Gangnam. Dia baru saja memasuki bangunan megah tersebut, kedua tangannya tengah sibuk untuk memasukkan buku-buku yang baru dibelinya ke dalam ransel kecil yang ia bawa sambil berjalan hingga tanpa sengaja tubuhnya menabrak seseorang saat berpapasan di lobi. Buku yang tengah ia pegang jatuh berhamburan, Kyungsoo mendongak untuk mendapati wajah seseorang tersebut namun orang itu buru-buru menutup wajahnya dengan topi hingga menutupi sebagian wajahnya.

"Maafkan aku," ucap orang tersebut dan langsung meninggalkan Kyungsoo begitu saja.

Kyungsoo membatu mendengar suara berat tersebut, "Jongin?" Iya, Jongin memang sangat jarang berbicara tapi Kyungsoo kenal benar dengan nada suara itu. "Kim Jongin?" sebut Kyungsoo sekali lagi untuk meyakinkan diri. Dia segera bergegas untuk merapikan bukunya dan berlari mengikuti pria itu menuju lift, tapi liftnya sudah terlebih dahulu menutup. Kyungsoo melihat monitor kecil yang menunjukkan arah lift tersebut, tidak terlalu lama hingga ia menyadari lift itu bergerak menuju lantai tertinggi. 'Apa yang dia lakukan di sana?' batin Kyungsoo. Seharusnya ia segera melupakan hal tersebut dan segera mengunjungi apartemen sepupunya, namun tangannya malah bergerak untuk memecet tombol lift dan masuk ke dalam kubikel kecil yang turut membawanya menuju lantai tertinggi bangunan tersebut.

Keputusan yang bodoh untuk seorang Do Kyungsoo.

Setelah lama menunggu untuk sampai di lantai 50 bangunan tersebut, Kyungsoo mendesah pelan saat pintu kubikel kembali terbuka. Ia segera keluar dan mengerucutkan bibir saat mendapati tidak seorangpun berada di sana. Memangnya apa yang akan Kyungsoo harapkan? mungkin dia tadi memang salah orang. Dia memutuskan untuk kembali ke dalam lift, tapi sebelum ia memasukinya, matanya menangkap sebuah pintu di ujung koridor yang sedikit terbuka. Mengikuti kata hatinya, Kyungsoo mulai berjalan ke arah sana, menaiki beberapa anak tangga yang membawanya menuju sebuah tempat yang luar biasa.

Ya Tuhan, ini atap gedung. Bintang tampak terlihat sangat dekat dari sana, ia bahkan merasa sangat bisa untuk meraih awan dengan tangan kosong. Pemandangan kota Seoul tampak begitu indah dari atas gedung tersebut.

Tak lama setelahnya, Kyungsoo kembali tersadar dari rasa kagumnya saat mendapati sebuah pergerakan di sudut bangunan itu. Seorang pria, tapi apa yang dia lakukan di sana? Kyungsoo segera berpindah tempat untuk bersembunyi di balik tumpukan barang. Sepasang mata Kyungsoo bergerak untuk mengamati pria tersebut, dan ia tercekat saat menyadari apa yang tengah pria itu lakukan.

Pria dengan jaket hitam itu tengah memegang senjata laras panjang yang siap untuk membidik targetnya. Kyungsoo segera menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara, dia merutuki rasa penasaran yang membuatnya datang kemari. Tubuhnya bergetar samar, menyadari dirinya tengah mengikuti seorang pembunuh profesional dan memergokinya secara diam-diam. Apa Kyungsoo akan selamat begitu saja? Hampir tidak mungkin.

Pria itu tampak begitu serius dengan senapannya, dan setelah mendapat bidikan yang tepat, dia menarik pelatuknya dan hanya dalam waktu sepersekian detik peluru itu pun meluncur dan menembus kaca tebal bangunan hotel di sebelahnya dan mengenai sasaran.

DORR…

Kyungsoo menahan nafas tepat saat suara tembakan itu terdengar memekakkan telinga. Selang beberapa detik setelah itu, suara teriakan mulai terdengar bersahutan dari bangunan tersebut. Sepertinya pria itu telah berhasil membunuh siapapun yang menjadi targetnya. Kyungsoo merinding membayangkan apa yang terjadi di sana. Dia segera bergegas untuk pergi dari tempat itu sebelum seseorang memergoki perbuatannya, namun dengan kurang ajarnya kaki kiri Kyungsoo malah tidak sengaja menendang kaleng bekas yang sudah kosong hingga menimbulkan suara nyaring.

Demi Tuhan! Kyungsoo mengutuk siapapun yang membuang kaleng itu sembarangan. Pria itu menoleh padanya, membuat jantung Kyungsoo seakan jatuh ke perutnya. Kaleng sialan.

Kyungsoo terpaku sejenak sebelum kemudian berlari sekuat tenaga, tapi pria itu bergerak lebih cepat dengan mengambil pistol dalam sakunya dan menarik pelatuknya tepat pada tumpukan kayu yang disusun pada tempat yang lebih tinggi hingga kayu-kayu itu jatuh tepat di depan wajah Kyungsoo. Beruntung gadis itu masih bisa mengerem langkahnya dengan sigap atau kalau tidak dia akan tertimpa tumpukan kayu besar tersebut. Kyungsoo membeku di tempat, dan pria itu segera mengemas senjatanya pada sebuah ransel besar yang ia bawa di punggung, lantas berjalan menghampiri Kyungsoo.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya pria itu dengan nada mengintimidasi. Dia sedikit mengangkat wajahnya hingga Kyungsoo bisa melihat jelas profil wajah pria itu.

Kyungsoo benar, memang benar. Pria itu adalah Kim Jongin, tapi dia... tampak berbeda. Dimana kacamata tebal dan kawat giginya? Membuat Kyungsoo bisa melihat dengan jelas manik hitam pria itu tanpa penghalang apapun. Apa ini benar-benar nyata? Dia begitu jauh dari kenyataan. Ataukah Kyungsoo yang terjebak antara mimpi dan kenyataan?

Layaknya sebuah tempat rahasia, dia begitu tersembunyi. Mata itu tersembunyi. Begitu indah, berkilau layaknya butiran mutiara hitam dalam kobaran api. Berani bertaruh ini adalah hal terindah yang pernah Kyungsoo lihat dalam hidupnya. Ya, manik mata milik Jonginlah mutiara terindah bagi Kyungsoo.

Apa serius ini Jongin? Kyungsoo tidak tahu apa ini halusinasinya atau bukan, tapi kenapa Jongin menjadi sangat tampan. Kyungsoo bahkan tersihir dengan pesonanya yang memancarkan ketegasan dalam setiap guratan wajahnya. Hot, controlling, manipulative, and arrogant.

Mata Jongin berkilat marah saat menyadari gadis didepannya malah terpesona pada wajah pria itu. Dan sebelum pandangan itu mencederai mata Kyungsoo, gadis itu telah terlebih dahulu menundukkan kepalanya takut. "Kutanya sekali lagi, apa yang tengah kau lakukan di sini?" ulangnya kembali dengan penuh penekanan pada setiap katanya.

"I-itu, itu..." Kyungsoo tidak tahu harus menjawab apa, dan samar ia mulai mendengar bunyi sirine yang berjalan semakin mendekat.

"Sial!" umpat pria itu dan langsung menarik lengan Kyungsoo kuat hingga gadis itu mendesis kesakitan. Dia segera membawa Kyungsoo menjauh dari tempat tersebut sebelum para polisi menangkap mereka. Dia membawa Kyungsoo ke suatu tempat, atau bisa dibilang markas pria itu. Sejenak Kyungsoo membaca tulisan yang terukir pada pintu kayu tersebut 'Black Pearl' eja Kyungsoo dalam hati.

Kyungsoo tidak sempat memikirkan hal lain karena pria itu segera membanting tubuhnya di atas lantai saat sudah memasuki ruangan dengan pencahayaan minim tersebut.

"Apa ini?" sebuah suara tiba-tiba muncul dan Kyungsoo baru saja menyadari bahwa ada dua pria lain yang tengah berada di sana sambil duduk di sebuah sofa dengan sebelah tangan yang menggenggam gelas berkaki panjang.

Pria yang membawanya tadi berdecak sembari menanggalkan topi yang sedari tadi dipakainya, membuat rambut belah tengahnya itu terpampang dengan jelas. Benar-benar khas seorang Kim Jongin. Tapi Kyungsoo masih belum bisa mengatakan begitu, sifatnya sangat berbeda dengan Jongin. Apa mungkin Jongin punya saudara kembar?

"Gadis itu melihatku saat menembak, lakukan apapun yang kau inginkan," kata pria yang mirip Jongin itu asal.

"Woah, rupanya kita mendapat hadiah besar malam ini," ujar pria berkulit putih pucat yang langsung mendekati Kyungsoo, membuat gadis itu merasa risih.

"Darker ingin bermain, dia ingin bertemu denganmu. Bawa gadis itu dan temui mereka!" titah pria satunya yang masih terduduk di sofa dengan aura tenang yang mengintimidasi.

"Aku tidak pergi," jawab pria mirip Jongin sekenanya lantas berniat untuk pergi dari sana.

"Ingin bermain denganku?" goda pemuda berkulit pucat lagi sambil menarik dagu Kyungsoo mendekat.

Kyungsoo menyentakkan kepalanya, "Kim Jongin!" panggil Kyungsoo sambil menatap tajam pada Jongin yang hampir melangkah meninggalkan tempat tersebut. Apa Jongin begitu tega untuk meninggalkan Kyungsoo di tempat seperti itu? Teman macam apa dia?

"Woah Kai, ada apa ini?"

"Apa?" Sahut Jongin.

Kai? Apa Kyungsoo tidak salah dengar kalau lelaki albino itu memanggil Jongin dengan sebutan Kai? Jadi memang dia bukan Jongin? Tapi kenapa dia sangat mirip dengan Jongin? Kyungsoo semakin merasa tidak mengerti dengan situasi yang tengah ia hadapi.

"Bagaimana bisa gadis ini mengetahui nama aslimu?"

'Jadi Kai nama tidak asli?' pikir Kyungsoo.

"Diam kau Oh Sehun!" bentak Jongin pada pemuda albino yang bernama Oh Sehun.

"Apa aku perlu melakukan sesuatu?" tanya pria yang sedari tadi tetap duduk di sofa.

"Apa maksudmu Chanyeol?" tanya Jongin dengan suara rendah namun penuh penekanan.

Park Chanyeol, pria yang mempunyai wajah lucu namun di sisi lain memiliki tatapan yang mengerikan itu menarik sebelah sudut bibirnya mendapati Jongin merespon setelah mendengar kalimatnya. Chanyeol adalah pemimpin dari kelompok Black Pearl yang dikenal sebagai salah satu gangster besar di daerah Seoul. Pria itu kadang terlihat sangat bersahabat, namun saat ia menginginkan sesuatu, dia tak akan pernah tanggung-tanggung dalam menunjukkan sisi terkeji dalam dirinya. Chanyeol sangat berbahaya dan mematikan, dia tak pernah segan untuk membunuh siapapun yang menghalangi jalannya, dan ketika Chanyeol sudah berkata demikian, maka demikianlah kejadiannya.

"Dia cantik, kalau kau membiarkannya cukup lama di sini aku tidak yakin untuk tidak tergoda dengannya," kata Chanyeol sambil menaikkan sebelah alisnya pada Jongin.

"Chanyeol benar, sayang sekali kalau gadis secantik ini diabaikan," sahut Sehun sembari menyeringai menatap Kyungsoo penuh misteri. Sehun semakin mendekat pada Kyungsoo bahkan mulai menyentuh pipi gadis itu, sedangkan Chanyeol mulai berdiri dari tempat duduknya. "Tatap mataku sweety, aku jelas lebih menarik dari pada Kai," perintah Sehun saat Kyungsoo terus menatap ke arah Jongin yang sama sekali tidak peduli padanya.

"Kim Jongin kenapa kau melakukan hal ini kepadaku?!" teriak Kyungsoo penuh emosi saat Jongin sama sekali tidak berusaha untuk membantunya.

"Oh, berani sekali dia berbicara dengan nada seperti itu padamu Kai?" Sehun tertawa meremehkan, "Aku jadi semakin tertarik pada gadis kasar sepertimu."

"Berniat berubah pikiran sebelum aku melanjutkan?" tawar Chanyeol lagi.

"Kenapa aku harus?" ujar Jongin malas lantas berbalik untuk pergi meninggalkan tempat tersebut.

Chanyeol menatap Jongin marah karena peringatannya diabaikan. Dia langsung membanting gelas berisi wine yang tengah ia pegang hingga menimbulkan suara kaca yang pecah lantas bangkit dari duduknya dengan kasar dan melangkah mendekati Kyungsoo dan Sehun. Membuat Kyungsoo hampir kehilangan detak jantungnya sendiri karena rasa takutnya telah berada di level tertinggi.

"Menyingkirlah! aku lebih berhak Sehun!" Chanyeol menarik bahu Sehun hingga pemuda itu mundur dari tempatnya, dan tanpa aba-aba pria itu langsung menyerang Kyungsoo begitu saja. Mendorong gadis itu ke belakang dan menarik pakaian Kyungsoo hingga terdengar bunyi kain yang robek.

Kyungsoo tidak bisa lagi menahan air matanya untuk tidak keluar, "Jangan lakukan itu! kumohon jangan lakukan!" Kyungsoo meronta dan menjerit setelah mendapat serangan tiba-tiba dari Chanyeol, sesekali dia terisak karena tangisnya yang ia tahan. Kyungsoo tidak sempat melihat apapun yang terjadi karena ia hanya berpikir tentang bagaimana cara untuk bisa melepaskan diri. Dan ia baru menghentikan kegiatannya saat menyadari cekalan tangan Chanyeol yang menghilang begitu saja saat terdengar suara 'brukk' di waktu yang bersamaan.

Kyungsoo membenarkan posisi bajunya dan memeluk tubuhnya sendiri erat. Dia bisa melihat Chanyeol tersungkur tidak jauh dari posisinya dan Jongin sudah berada di samping Kyungsoo. Tampaknya Jongin baru saja memberikan sebuah pukulan. Chanyeol hanya menyeringai saat Jongin menarik tangan Kyungsoo dan membawa gadis itu keluar dari sana. Kyungsoo diam, namun air mata masih terus mengalir dari sudut matanya. Jongin terus menariknya tanpa berniat untuk menanyakan keadaannya, dan ia baru menyadarinya saat mereka sudah keluar dari tempat tersebut.

Keadaan gadis itu tampak begitu buruk, dia masih terisak dan rambutnya dibiarkan tergerai menutupi sebagian wajahnya. Bajunya kusut dan robek di bagian bahu hingga Jongin bisa melihat jelas tulang selangka Kyungsoo. Jongin segera mengalihkan pandangan lantas melepas jaketnya, melemparnya pada Kyungsoo lalu meninggalkan gadis itu untuk memasuki mobil terlebih dahulu.

Kyungsoo hanya diam saat duduk berdampingan dengan Jongin di dalam mobil. Dia tengah menggenakan jaket milik Jongin untuk melindungi tubuhnya. Suasana begitu hening, hingga Jongin memarkirkan mobil mereka di depan sebuah gedung tua yang tampak sudah tidak berpenghuni. Kyungsoo tidak mengerti, ingin bertanya, namun ia menahannya.

"Ikutlah," titah Jongin setelah melepas sabuk pengamannya. Kyungsoo hanya menurut karena takut. Pemuda yang berada didepannya bukanlah Jongin yang ia kenal, terlalu berbeda.

Mereka memasuki bangunan tersebut, dan Kyungsoo terkejut saat mendapati didalamnya ada beberapa orang berpakaian serba hitam dan bergaya layaknya preman. Jongin berbicara sebentar dengan seseorang yang menghadang mereka, lalu membawa keduanya ke suatu tempat tersembunyi di dalam sana. Sudah ada beberapa pria dan wanita cantik di dalam, duduk melingkari sebuah meja besar dengan penerangan minimum. Kyungsoo tidak berani menatap mata satupun dari mereka hingga ia lebih memilih untuk menundukkan kepala di belakang Jongin.

Jongin duduk di salah satu kursi yang kosong dan Kyungsoo turut mengikutinya.

"Kau sudah membuat masalah besar Kai."

"Aku bahkan tidak tahu apa kesalahanku."

"Kau tahu siapa yang baru saja kau bunuh? Dia adalah sasaran kami, dan dengan seenakmu kau menembaknya. Kau pikir kami akan membiarkanmu begitu saja?"

"Jadi apa yang kau inginkan?"

Empat orang pria yang ada disana saling menatap, lalu salah satu dari mereka yang memiliki wajah paling mengerikan menjawabnya. "Ingin bermain kartu? Kalau kau menang kami akan membebaskanmu, tapi kalau kau kalah, kau harus melakukan apapun yang kami inginkan."

Jongin mengangkat sebelah sudut bibirnya, "Aku tidak punya waktu untuk hal seperti ini," ujarnya sambil berdiri dan menarik lengan Kyungsoo untuk segera beranjak dari sana. Belum juga Kyungsoo bangkit, dua orang sudah muncul di belakang Jongin dan menghalangi agar pemuda itu tidak meninggalkan tempatnya.

Jongin berdecak dan memutar bola matanya, "Baiklah, kalian senang sekali memaksaku," jawabnya pasrah sambil kembali menghempaskan tubuhnya pada kursi.

Kyungsoo hanya melihat, dia sama sekali tidak mengerti tentang permainan semacam itu. Jongin memberikan beberapa uang yang tersisa disakunya sebagai taruhan, dan setelah permainan berjalan cukup lama, tampaknya pemuda itu kehabisan uang. Kyungsoo berusaha untuk tidak peduli, namun jantungnya kembali hampir turun ke perut saat mendengar Jongin mengatakan untuk menjadikan Kyungsoo sebagai taruhan.

'Apa Jongin sudah gila?' pekik Kyungsoo dalam hati.

Sambil meremas kedua tangannya Kyungsoo menanti permainan itu berakhir. Berharap Jonginlah yang akan keluar sebagai pemenang. Kartu terakhir dibagikan, mereka saling menatap sebelum membuka bagiannya masing-masing. Jongin diberi kesempatan untuk membuka kartunya terlebih dahulu, dan dia tersenyum setelah melihat hasilnya.

"Full house," ujar gadis yang mengatur jalannya permainan.

"Woah, itu membuatku ketakutan," kata pria dengan tampang tidak bersahabat yang bernama Tao sambil terkekeh meremehkan. Dia menggigit bibirnya sambil membuka kartunya perlahan, "Royal Flush..." serunya senang sambil menyeringai pada Jongin setelah membanting kartunya di atas meja.

"Royal Flush," ulang gadis pengatur permainan untuk membenarkan kalimat Tao.

Sial. Angka tertinggi.

Tapi sepertinya Jongin tidak terima dengan hasil itu, dia langsung mengeluarkan pistol dari sakunya dan menembakkannya asal membuat para gadis berteriak. Tentu saja, bagaimana Jongin bisa terima ketika ia melihat dengan jelas bagaimana Tao menyembunyikan kartu di balik jas yang ia pakai. Baku tembak pun tidak bisa dihindari, gelas-gelas yang ada di atas meja pecah tidak beraturan. Jongin menembaki setiap orang yang ada dalam jangkauannya, begitu pula dengan mereka yang berusaha menembak Jongin namun selalu tidak tepat sasaran. Jongin terlalu asik dengan kegiatannya hingga ia melupakan Kyungsoo, dan tembakannya baru berhenti saat menyadari gadis itu sudah tidak lagi berada disampingnya. Ya, Kyungsoo sudah berada dalam cengkeraman Tao dengan pistol yang menempel pada pelipis Kyungsoo.

"Oh, jadi kau mengkhawatirkannya?" tebak Tao sambil terkekeh menyadari Jongin berhenti menembak.

"Lepaskan gadis itu!"

"Bagaimana ini? Aku tidak suka disuruh-suruh."

"Apa yang sebenarnya kalian inginkan?!"

Tao tersenyum mendengar pertanyaan Jongin, "Kris lebih berhak untuk mengatakannya."

Kris, pria itu hampir terlupakan oleh mereka yang ada di sana. Pria yang menduduki kursi paling tinggi diantara mereka dan hanya diam sambil memperhatikan jalannya permainan. Bahkan saat baku tembak terjadi, dia bersikap sangat tenang, dan anehnya Jongin sama sekali tidak mengarahkan senjatanya ke sana sedikitpun. Kris memiliki profil wajah yang tegas dan angkuh, dan tanpa perlu bertanya siapapun akan dengan mudahnya menebak bahwa pria itu adalah pemimpin gangster di sini. Pemimpin Darker.

"Aku ingin Black Pearl tidak lagi mencampuri urusan kami, atau lebih mudahnya pergilah dari Kota Seoul," jawab Kris langsung tanpa mengubah ekspresi dinginnya sedikitpun.

Jongin mendecih, "Kau pikir aku akan melakukan itu hanya demi gadis ini?"

"Kalau tidak aku akan segera menghancurkan kepalanya!" bentak Tao sambil semakin mendekatkan pistolnya pada pelipis Kyungsoo.

"Kalau begitu lakukanlah," jawab Jongin enteng terkesan tanpa berpikir.

Demi Tuhan, kalau diijinkan Kyungsoo ingin menghajar Jongin terlebih dahulu sebelum mati. Mengapa ia setega itu untuk membiarkan Kyungsoo mati sia-sia. Kyungsoo menutup matanya saat rasa dingin dari benda logam itu kembali menyentuh tepat pada kulitnya. Tubuhnya lemas, serasa seperti dia sudah mati lebih dulu karena rasa takut.

"Sesuai pemintaanmu," jawab Tao lagi dan dalam sekian detik ia langsung menarik pelatuknya tepat pada pelipis Kyungsoo.

Krik..

Krik..

Detik demi detik berlalu, Kyungsoo merasa hambar, entah hidup atau mati. Tapi saat dia membuka matanya ia dapat melihat dengan jelas Jongin masih berdiri didepannya.

Ya Tuhan, rupanya Tao tengah kehabisan peluru.

Sepertinya Jongin sudah memperhitungkan akan hal itu. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan Jongin langsung merangsek dan menghajar Tao dengan mudahnya hingga pria itu terjatuh, lalu menarik Kyungsoo menjauh dan membawanya berlari sambil menembak siapapun yang mencoba mengikutinya. Tapi Kyungsoo sedikit merasa aneh pada pria yang bernama Kris, dia hanya diam ditempatnya tanpa mencoba untuk menghalangi mereka sedikitpun. Pemimpin macam apa dia? Ah, persetan dengan hal itu, sekarang keadaan lebih gawat. Mereka berlari dalam bangunan besar tak berpenghuni, tanpa mengetahui di mana jalan keluarnya dan beberapa orang yang mencoba mengejar mereka. Lengkap sudah.

Terjadi banyak pertarungan sengit antara Jongin dengan mereka hingga ia sampai di koridor yang cukup sepi, Jongin berhenti. Membiarkan Kyungsoo meraup oksigen sebanyak-banyaknya akibat terlalu banyak berlari. Jongin mengambil sesuatu dari celananya lantas menyodorkan sebuah pistol revolver pada Kyungsoo.

Kyungsoo sontak menatap Jongin tidak mengerti. "Apa maksudmu?"

"Pegang saja!" ujarnya sambil memberikan pistol itu pada tangan Kyungsoo.

"Tapi aku sama sekali tidak tahu bagaimana cara untuk menembak."

"Tembak saja, arahkan pistolmu pada orang yang menjadi target, tahan tanganmu lalu tarik pelatuknya dan..."

'DORR'

Jongin terkejut mendengar suara tembakan yang cukup dekat dan tanpa menyelesaikan kalimatnya ia langsung menatap Kyungsoo yang tengah membulatkan mata. "Apa seperti itu?" tanya Kyungsoo.

'Apanya yang seperti itu?' Dan sebelum Jongin bertanya lebih lanjut dia menyentakkan kepala mengikuti arah pandang Kyungsoo dan melihat seorang pria sudah jatuh tersungkur dengan darah yang mengalir dari bagian dadanya. 'Kyungsoo menembaknya'

Jongin terkekeh senang, lantas mengusak rambut Kyungsoo. "Gadis pintar," pujinya.

Dan entah kenapa hal itu membuat Kyungsoo senang. Dia bahkan sempat merona sesaat sebelum kembali berlari saat beberapa orang berhasil menyusul mereka. Perang dimulai, mereka saling melemparkan tembakan satu sama lain dan beruntungnya Jongin dan Kyungsoo sama sekali tidak terkena peluru itu. Mereka keluar dari gedung tersebut lewat pintu belakang dengan beberapa orang masih mengejar. Jongin tidak bisa berlari ke arah mobilnya karena beberapa orang sudah berjaga di sana, hingga ia hanya berlari tanpa arah yang tanpa disadari membawanya ke sebuah hutan yang gelap.

"Jongin, aku tidak bisa berlari lagi," keluh Kyungsoo sambil terengah. Jongin mengerem langkahnya dan membalikkan badan pada Kyungsoo. Gadis itu tidak berbohong, wajahnya tampak sangat pucat dengan peluh yang membasahi keningnya meski udara cukup dingin. Dia pasti sangat kelelahan.

Jongin mengatur nafas sambil berfikir, lantas terlintas sebuah ide saat matanya menangkap sebuah sungai tidak jauh dari sana. "Tahan nafasmu!" perintahnya sambil menarik Kyungsoo mendekati sungai.

"Untuk apa?"

"Dalam hitungan ketiga kita akan..."

'DORR-DORR-DORR'

"Sial," Jongin memaki saat terdengar suara tembakan tidak jauh dari tempat mereka berada. Tanpa menunggu persetujuan dari Kyungsoo, dia langsung menarik gadis itu untuk masuk ke dalam air. Membuat Kyungsoo terkejut karena dia bahkan belum menyiapkan diri dan mengambil udara sebanyak-banyaknya seperti perintah Jongin. Dan tak lama setelahnya terdengar suara derap langkah yang berlari mendekat. Samar Kyungsoo bisa mendengar mereka tengah berbicara lantas sebuah peluru meluncur begitu saja ke dalam air, Kyungsoo sempat terlonjat tapi Jongin langsung membungkam mulut gadis itu dengan telapak tangannya.

Kyungsoo menggelengkan kepalanya, mencoba mengatakan pada Jongin bahwa ia tidak bisa bertahan untuk waktu yang lebih lama. Persetan dengan para pria bersenjata itu, jika Kyungsoo tidak mati karena tertembak dia hanya akan mati karena kehabisan oksigen. Sama-sama kehilangan nyawa bukan? Ini sebuah pilihan jebakan.

Dia tidak mampu lagi menahan nafasnya hingga memutuskan untuk berenang ke permukaan, namun sebelum Kyungsoo sempat keluar dari air, Jongin telah terlebih dulu menarik tubuh gadis itu dan langsung menempelkan bibirnya pada bibir Kyungsoo.

Kyungsoo tercekat. Dia dapat merasakan bagaimana pemuda itu memberikan oksigen sedikit demi sedikit lewat mulutnya. Kyungsoo membeku, rasanya dia bahkan sudah melupakan perihal napas yang tengah ia butuhkan karena nyatanya kali ini dia sama sekali tidak bernapas. Pikiran gadis itu lebih terfokus pada gerakan bibir Jongin, dan Jongin terus melakukannya hingga meyakini bahwa para pria itu sudah pergi dari sana.

Setelahnya, mereka berdua langsung naik ke permukaan dan kembali menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, terengah sambil berusaha untuk menggapai pinggiran sungai dan kembali naik ke atas permukaan tanah. Jongin membantunya, dan Kyungsoo terbatuk-batuk sesaat setelah sampai di atas.

"Kau baik-baik saja?"

"Hn, a-aku baik," gumam gadis itu dengan bibirnya yang bergetar. Dia kedinginan dan hampir membeku akibat terkena air sungai. Jongin ingin membantu, namun ia tidak bisa melakukan apapun. Pakaian yang tengah ia kenakan juga basah, tidak bisa diberikan pada Kyungsoo, jadi Jongin hanya membantunya untuk berdiri. Jongin sempat mendengar sebuah suara kecil dari sekitar mereka namun belum juga ia sempat memikirkannya, suara tembakan kembali menyusul disertai dengan pekikan yang keluar dari bibir Kyungsoo.

'DORR'

"Arghh..." Kyungsoo mengerang sembari memegangi bahu sebelah kanannya. Jongin segera mendekatinya dan tubuh gadis itu rubuh seketika, "Jongin~" rintihnya. Gadis itu tertembak tepat pada bahu sebelah kanannya.

Sepasang mata onyx Jongin berkilat marah saat mendapati seseorang masih berada di sekitar mereka. Jongin menembaknya sebanyak yang ia bisa, hingga darah memuncrat membasahi tiap helai kain yang melekat pada tubuh orang tersebut. Asal mereka tahu, Jongin adalah penembak terbaik di anggota Black Pearl, bahkan jika ada sebuah kejuaraan menembak di Kota Seoul pasti Jonginlah yang akan keluar sebagai pemenangnya. Napas Jongin terengah, emosi membuat oksigen yang ia hirup meluap entah kemana, rasanya begitu sesak. Hingga indera pendengarannya kembali menangkap suara rintihan Kyungsoo.

"Jongin~"

"K-Kyungsoo, bertahanlah." Napas pemuda itu memburu. Dengan gerakan tangkas ia melepas kaos yang tengah ia pakai, membebatkannya pada bahu Kyungsoo agar pendarahannya tidak semakin menjadi.

Kyungsoo menangis, dan entah kenapa Jongin merasa bersalah akan hal itu. Seperti segala kebahagiaan telah direnggut darinya, dan segala kesusahan tengah ditumpahkan padanya. Jongin lantas mengangkat tubuh Kyungsoo, berusaha memberi pertolongan pada gadis itu sesegera mungkin, namun tidak lama setelah Jongin membawanya, pelan tapi pasti, gadis itu mulai kehilangan kesadarannya.

Rasa sakit yang sedari tadi menyerang Kyungsoo kini mulai berangsur-angsur berubah menjadi kebas dan hampa. Ia mati rasa, satu-satunya yang berada dalam pandangannya hanyalah raut wajah khawatir milik Jongin yang terus menatapnya hingga perlahan semuanya berubah menjadi gelap.

Tidur yang terasa begitu panjang bagi seorang Do Kyungsoo ketika gadis itu perlahan mengerjapkan kelopak matanya yang masih terasa begitu berat. Dia mengernyitkan alis saat berusaha menyesuaikan cahaya matahari yang bersirobok mengisi retinanya. Kyungsoo menemukan dirinya tengah berada dalam sebuah tempat tidur yang tidak ia kenali.

"Kau sudah bangun?"

Kyungsoo segera menolehkan kepalanya dan mendapati Jongin yang tengah melongokkan kepalanya di sela pintu yang sedikit terbuka. "Oh..." Kyungsoo mencoba untuk bangkit namun bahunya terasa sakit luar biasa hingga membuatnya kembali berbaring.

"Jangan bangun! Lukamu masih basah, kau bisa mendapatkan pendarahan lagi kalau memaksanya." Pikiran Kyungsoo kembali memutar memori tentang kejadian semalam, tepatnya di mana ia tertembak lalu pingsan saat Jongin membawanya. Jongin kemudian memasuki ruangan tersebut sambil membawa nampan berisi makanan di atasnya, meletakkannya pada meja kecil di samping ranjang lalu membantu Kyungsoo mengatur posisi tidurnya dengan memberi sanggahan bantal dibelakangnya.

Kyungsoo tersenyum pada Jongin sebagai rasa terima kasih, namun ia baru menyadari satu hal. Ya, pakaian yang tengah ia kenakan sudah berbeda dengan yang ia kenakan semalam. Tanpa ia sadari matanya membulat dan sepertinya Jongin mengerti akan hal itu hingga ia langsung memberikan penjelasan. "Jangan salah paham! Saudara perempuan Chanyeol yang mengobati dan mengganti bajumu, aku tidak melakukan apa-apa. Bahkan kita sekarang tengah berada dirumahnya."

"Oh..." Kyungsoo hanya ber-oh ria.

"Kau harus makan, aku akan menyuapimu."

"Aku bisa makan sendiri Jongin."

"Kau bahkan tidak bisa mengangkat tangan kananmu." Baiklah, Jongin menang. Kyungsoo hanya pasrah saat pemuda itu menyodorkan sesuap nasi padanya. "Jangan cemberut begitu, aku jadi tidak enak padamu." Kyungsoo yang tengah mengunyah makanannya tiba-tiba berhenti mengecap saat sesuatu terbesit dalam pikirannya. "Ada apa?" tanya Jongin penasaran.

"Ibu pasti sangat mengkhawatirkanku karena tidak pulang semalaman."

"Maafkan aku, jika aku tidak membawamu semua ini tidak akan terjadi," sesal Jongin.

"Apa-apaan, kalau kau tidak membawaku mungkin aku tetap mengikutimu karena rasa penasaran." Kyungsoo terkekeh untuk mencairkan suasana. Jongin tersenyum, tapi tetap saja pemuda itu tengah merasa bersalah pada Kyungsoo. Entah kenapa seorang Kim Jongin yang telah membunuh puluhan orang tiba-tiba merasa bersalah hanya karena membiarkan seorang gadis mendapat sebuah luka tembak karena dirinya.

"Haruskah kita menjadi teman mulai sekarang?" tawar Jongin.

"Bukankah kita bahkan sudah berteman sejak awal?"

Jongin berpikir sebentar, "Kau benar," jawabnya singkat sambil kembali menyuapi Kyungsoo.

Kyungsoo terkekeh, "Kau lucu."

"Apa?"

"Berapa lama luka ini akan sembuh?" tanya Kyungsoo mengalihkan pembicaraan.

"Oh, sepertinya akan cukup lama, kau harus mengganti perbannya setiap hari."

"Benarkah? Lalu bagaimana ini?"

"Tenang saja, aku akan merawatmu, kita bertemu setiap pulang sekolah."

Kyungsoo menganggukkan kepalanya, "Eum, terima kasih." Keduanya kembali menutup mulut karena tidak ada lagi topik pembicaraan yang bisa dibicarakan. Cukup lama, hingga Kyungsoo memutuskan untuk menanyakan sesuatu yang mengganjal dihatinya. "Kim Jongin, sebenarnya ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu. Kenapa kau berpenampilan seperti itu di sekolah ketika kau bisa terlihat begitu tampan seperti ini?"

Jongin menatap Kyungsoo, cukup lama, hingga gadis itu menyadari ada sesuatu yang salah dari kalimatnya dan pipinya mulai merona.

"Apa aku tampan?"

"Tidak, maksudku, semua orang akan tahu kalau penampilanmu sekarang sedikit lebih baik daripada di sekolah," terang Kyungsoo untuk meluruskan.

Jongin kembali menyeringai lantas mengarahkan matanya ke arah langit-langit seperti sedang berpikir, "Ummm, itu karena... aku ingin."

"Yah! Apa ini?! Kau tau? Kau tidak memiliki selera humor yang bagus jadi jangan mencoba untuk melucu."

"Oh, jadi kau ingin mendengarkan leluconku?" tawar Jongin.

Kyungsoo mendecih, "Seperti bisa saja," ujarnya meremehkan.

"Dengarkan aku, aku punya lelucon yang sangat lucu." Kyungsoo hanya meliriknya sekilas, menunjukkan bahwa ia tidak berminat untuk mendengarkan kalimat Jongin meski diam-diam bibirnya membentuk sebuah senyuman tipis. "Bagaimana kalau kukatakan bahwa aku adalah adik dari pemimpin Darker, Kris?"

Kyungsoo mengerutkan keningnya, pikirannya mencerna kalimat Jongin lantas ia menatap pemuda itu cukup lama. "Kau serius?" tanya Kyungsoo berhati-hati. Memang jika dilihat dari cara mereka saling menatap terselip sebuah hal yang tersembunyi, seperti rasa saling mangasihi namun juga membenci. Kyungsoo tidak tahu kenapa Jongin dan Kris saling bermusuhan kalau mereka sebenarnya bersaudara, mengapa tidak hidup lebih baik saja dengan bekerja daripada bergabung dengan sebuah gangster yang tidak jelas masa depannya.

Tidak mungkin. Kyungsoo menggelengkan kepalanya berusaha untuk tidak mempercayai kalimat Jongin. "Lucu sekali!" gurau Kyungsoo sambil tertawa dibuat-buat.

"Lihat, kau tertawa kan?"

Kyungsoo mendesis, "Jawaban macam apa itu?" Dia mendengus kesal sambil meraih gelas yang disodorkan oleh Jongin setelah menghabiskan makanannya. Dia meneguk air tersebut lantas kembali memberikannya pada Jongin.

Jongin diam, menatap wajah Kyungsoo untuk waktu yang cukup lama hingga membuat gadis itu sedikit merasa tidak nyaman karena tatapannya. "Apa kau ingin tahu jawaban yang sebenarnya?" tanya Jongin kembali dengan nada yang lebih serius. Dia meletakkan gelas yang diberikan oleh Kyungsoo lantas mendekatkan diri pada gadis itu. "Kau harus melakukan sesuatu denganku terlebih dahulu," bisik Jongin yang membuat darah Kyungsoo terasa berdesir.

Kepala Kyungsoo mundur secara defensif saat pemuda itu hampir menutup jarak diantara mereka. "Yah, K-Kim Jongin!" seru Kyungsoo sambil terbata. Sebelah tangannya terangkat untuk menahan dada Jongin agar tidak semakin mendekat padanya. Sekilas bayangan tentang kejadian di sungai semalam kembali menyapa pikirannya, dan Kyungsoo tidak bisa menggambarkan bagaimana perasaannya sendiri saat mengingat hal tersebut. Jongin terlalu misterius.

Kali ini Kyungsoo bahkan bisa merasakan helaan nafas Jongin yang menyapu wajahnya, membuat bulunya meremang tiap kali perasaan aneh itu kembali menyerangnya. "J-Jongin, apa yang kau lakukan?!" Suara Kyungsoo terdengar lebih berat dan tubuhnya kembali memberikan gerakan defensif dalam rangka melindungi diri.

Kyungsoo terus mencoba untuk mengalihkan matanya dari tatapan lekat Jongin, hingga gadis itu tidak melihat bagaimana Jongin menahan tawanya mendapati ekspresi Kyungsoo yang menurutnya begitu lucu. "Kenapa?" bisik Jongin lagi lantas kembali menjauhkan wajahnya sambil terkikik, "Ada apa dengan wajahmu? Apa aku menakutimu?"

"Aishh… Kau benar-benar, itu tidak lucu Kim Jongin!" Kyungsoo merengutkan wajah sambil berusaha menutupi wajahnya yang mulai memerah. Sejenak ia merasa lega karena ia pikir Jongin akan melakukan sesuatu padanya. Sedangkan di sisi lain Jongin hanya melanjutkan kegiatannya untuk tertawa dengan begitu lepasnya.

Tawa itu, hal yang begitu sederhana namun begitu menarik perhatian Kyungsoo. Dimana untuk pertama kalinya Kyungsoo bisa menyaksikan tawa milik seorang Kim Jongin. Entah apa Kyungsoo sedang dalam pengaruh obat atau bagaimana, tapi ia benar-benar menyukai pemandangan tersebut. Kyungsoo begitu menyukai bagaimana pemuda itu tertawa, dimana mata sipitnya itu akan menutup sempurna seperti sedang memiliki dunia sendiri, namun berhasil menyalurkan kebahagiaan pada sekitarnya. Hingga tanpa sadar, kedua sudut bibir Kyungsoo mulai terangkat, dan sedikit demi sedikit ia mulai ikut tertawa meski tidak tahu hal lucu apa yang tengah mereka tertawakan.

Dasar aneh.

Menang begitulah, hal-hal sederhana pun terasa begitu indah saat dijalani bersama dengan orang yang kita sukai. Eh, apa Kyungsoo mulai menyukai Jongin? Ah, bukankah ini terlalu cepat? Yah, Kim Jongin, apa yang sudah kau lakukan pada Do Kyungsoo…

.

.

.

.

.

.

.

END/TBC?

.

A/N: Jujur. Sebenernya ini tugas cerpen aku di sekolah:v iya, aku ngumpulin pake nama jongin masa?! tapi kyungsoonya diganti, kalo nggak aku bisa dibully sama temenku karena nulis GS :v:v dan dari pada filenya nganggur, makanya aku upload. sekedar berbagi...

tapi kata temenku endingnya gantung banget, jadi disuruh ngasih sekuel. so, bagaimana? mau dijadiin ff sekalian? :D tapi aku masih belom ada gambaran apapun kedepannya, masih sibuk benget juga. jadi kalopun lanjut nunggu GMSS selesai.

tergantung review :P hahaha...

.

Oh iya, ini sengaja upload tanggal 14 januari spesial ultahnya Jongin :D

Oppa~~ saengil chukka hamnida! wish you all the best.. semoga makin sukses, sehat selalu, makin tamvan, makin keren, makin bagus dancenya dan makin sayang sama EXO-L yaaa... Saranghae :*:*:*:*:*