a.n: untuk ulang tahun kuroko tetsuya.


Ini adalah apa yang diucapkan Kuroko, satu menit sebelum mereka berpisah di persimpangan: "Kagami, cium aku."

Kagami tersedak cola dalam gelas styrofoam. Bola basket di tangan jatuh menubruk salju yang mulai menumpuk di sisi-sisi jalan. Ia menatap Kuroko dengan mata melebar, sorot tidak mengerti, kaget, seolah Kuroko baru saja mengaku bahwa dia adalah alien hendak menginvasi bumi. "Ap-apa kau bilang?!"

Kuroko membungkuk untuk memungut bola. Kerah mantelnya tidak terlipat dengan benar juga tali sepatu yang lepas sebelah. Tanpa mengubah ekspresi, ia mengulang. "Cium aku."

Kagami pikir dia salah dengar; suara Kuroko tertukar dengan dialog orang-orang di seberang (atau paman penjaga toko roti itu, kekeh pemudi dalam taut tangan kekasihnya, senda gurau di balik nyala hangat ruang keluarga, atau seruan anak kecil mengejar saudaranya sambil meneriakkan itu jatah kueku, terserah, apa saja). Kalau tidak, mungkin Kuroko salah bicara—mantel dan topi-topi wol pada figur-figur berlalu-lalang, suhu dan salju mungkin membekukan lidah Kuroko hingga verba yang diucap menjadi salah dan tertukar. Kepala Kagami berputar.

"Kagami."

"Ah—oh, i-iya."

"Kau dengar aku?"

Kagami menyentuh tengkuk. Rikuh. "Tentu."

"Kalau begitu, lakukan."

"Apa?"

Pandangan Kuroko teralih sesaat pada seorang anak, dengan topi wol, rona merah di pipi, senyum, segenggam permen, dan anak anjing di pelukan, menyusuri trotoar di mana ayahnya membawa satu tas besar sebagai tanda mereka baru saja berbelanja. Tawa riang anak berkepang itu mengingatkan Kuroko pada salah satu muridnya, yang senang memeluk kakinya di tengah pelajaran menggambar, sambil mengacungkan krayon, sensei, gambaranmu bagus sekali!

"Kuroko?"

"Kagami, kau payah."

"Ap—kenapa kau berkata begitu?!"

"Aku cuma ingin satu ciuman di hari ulang tahunku."

Kagami hampir melesakkan kepala pada timbunan salju di bawah kaki. Mengapa Kuroko bisa mengatakan hal yang, menurutnya cukup krusial, dengan ekspresi sedatar itu, sementara muka Kagami panas sendiri—crap! Kagami bertaruh bahwa Kuroko tidak akan mengembalikan bola basketnya sebelum ia menuruti keinginan itu.

"Oh, terserah," rasa cola beradu dengan milkshake vanila dalam hitungan detik yang singkat; Kagami menahan napas oleh ujung hidung Kuroko yang merah oleh suhu, karena Kuroko Tetsuya memang rentan terhadap dingin, seperti biasa. Kuroko terasa seperti gula kapas, dan Kagami, pikir Kuroko, membawa sisa-sisa panas api di seragam pemadam kebakaran di lemarinya, tergantung di antara jaket dan pakaian; hangat.

"Kau dapatkan hadiahmu," Kagami menarik diri, samar rona kikuk di ujung telinga hingga Kuroko melepaskan senyum kecil. Ia berikan bola pada Kagami. "Terima kasih."

"Bodoh, untuk apa," Kagami membalikkan tubuh hingga punggung berlapis jaket tebal itu terlihat tegak, amat besar dan menjanjikan rasa aman. Jari-jari besar Kagami menggamit tangan Kuroko. "Kuantar kau pulang. Dan, walau aku sudah mengucapkannya tadi pagi ... selamat ulang tahun, Kuroko."