King's Lover
Chapter 1
Main Casts : Oh Sehun and Xi Luhan (GS)
Support Casts : Find it by yourself
Genre : AU, Drama, Romance
Length : Multichapter
2016©Summerlight92
Seoul, 2005
Orang-orang berpakaian serba hitam masih memenuhi area pemakaman yang terletak di pinggiran kota Seoul. Beberapa orang terlihat berusaha menenangkan sosok wanita yang kini tengah menangis tersedu-sedu di dekat pusara mendiang suaminya.
"Hiks ... Yunnie ..."
Isakan tangis yang begitu pilu mengundang kesedihan semua orang, tak terkecuali sosok pria paruh baya yang berdiri di sampingnya.
Oh Jihoon, pendiri dari Royal Group -kerajaan bisnis yang menguasai pasar Asia- kini tengah dirundung duka karena kehilangan putra kesayangannya, Oh Yunho. Kecelakaan tragis yang dialami Yunho kemarin membuat pria berusia 40 tahun itu mendapat cidera serius di bagian kepala. Semua upaya sudah dilakukan untuk menyelamatkan nyawa sang pewaris Royal Group tersebut. Sayang, takdir berkehendak lain. Tuhan nyatanya memanggil Yunho untuk berpulang ke sisi-Nya.
Di antara mereka yang sedang berduka, keberadaan sosok pemuda berkulit pucat tampak menarik perhatian semua orang.
Oh Sehun, pemuda berusia 16 tahun itu hanya menatap makam ayahnya dalam kebisuan. Ia abaikan suara bising di sekitar, seolah menyalahkan ekspresi wajahnya yang datar, sama sekali tidak menunjukkan kesedihan seperti yang diperlihatkan ibu dan kakeknya.
Sehun berdecih dalam hati. Orang-orang hanya bisa melihat dari luar, tanpa tahu perasaan Sehun yang sebenarnya. Kesedihan yang Sehun rasakan tidak jauh berbeda dengan kesedihan yang dirasakan ibu dan kakeknya, bahkan bisa dibilang lebih dalam ketimbang keduanya.
Sejak kecil Sehun begitu mengidolakan sosok ayahnya. Sehun sangat dekat dengan Yunho. Ia menganggap Yunho bukan hanya sekedar ayah, melainkan sosok sahabat dan panutan untuknya.
"Sehun ..."
Tepukan halus di pundak membuat Sehun menoleh. Ada sosok Joonmyun, kakak sepupu Sehun dari pihak ibu yang senantiasa mendampingi. Sejak mereka masih kecil, pemuda berusia 18 tahun itu sudah mendeklarasikan diri akan menjadi orang kepercayaan Sehun di kemudian hari.
Dengan kehendak Tuhan, hari yang dimaksud akhirnya datang. Hari di mana tugas berat telah menanti di depan mata. Sudah dipastikan Sehun akan menggantikan posisi Yunho sebagai pewaris Royal Group selanjutnya.
Inilah yang membuat Sehun enggan memperlihatkan kesedihannya di depan semua orang. Beban berat yang ada di pundaknya memaksa Sehun harus terlihat kuat dan tegar.
"Ayo kita pergi, Hyung."
Joonmyun melihat Sehun langsung pergi meninggalkan area pemakaman. Ia tak punya pilihan selain mengikuti adik sepupunya itu. Di samping rasa khawatir, juga ada tanggung jawab yang siap ia emban sebagai orang kepercayaan Sehun. Joonmyun sempat menangkap tatapan sinis yang dilayangkan untuk Sehun. Untung saja Sehun tidak terpengaruh, ia malah terkesan cuek dan terus berjalan meninggalkan kerumunan orang.
Sehun melangkah hati-hati, menghindari deretan batu nisan di area pemakaman. Mendadak ia berhenti ketika tak sengaja menangkap sebuah pemandangan yang ada di depan mata.
Ada gadis kecil yang sedang menangis seorang diri di depan dua batu nisan. Meskipun dari kejauhan, Sehun bisa melihat bagaimana bahu mungil itu bergetar hebat, bersamaan isak tangisnya yang terdengar menyayat hati.
"Gadis itu baru saja kehilangan orang tuanya," tutur Joonmyun dari belakang.
Sehun menoleh kaget, menghadiahi sorot mata bertanya untuk pemuda itu.
"Sebelum prosesi pemakaman Yunho-samchon, aku tadi sempat melihat gadis itu bersama kerabatnya." Joonmyun mulai menjelaskan, "Karena penasaran, aku menghampiri mereka dan menanyakan apa yang terjadi. Mereka menceritakan kalau orang tua gadis itu meninggal karena kecelakaan."
"Kecelakaan?" Sehun menautkan kedua alisnya, "Kenapa bisa kebetulan seperti apa yang dialami ayahku?"
Joonmyun mengedikkan bahu. Ia hendak membuka mulut, namun urung saat mengetahui gadis yang sedang dibicarakan memandang ke arah mereka. Sehun yang menyadari arah pandangan Joonmyun, akhirnya kembali menolehkan kepala.
DEG!
Jantung Sehun serasa berdetak liar. Ada perasaan aneh yang bergejolak dalam tubuhnya, ketika dihadapkan pada sepasang mata rusa yang sangat cantik. Sekalipun masih dipenuhi dengan cairan bening yang turun dramatis membasahi pipi.
Senyum mengembang di bibir Joonmyun. Ia melihat gadis itu buru-buru mengusap matanya, sebelum berlari kecil menghampiri mereka.
"Oppa!"
Joonmyun mengusap lembut kepala gadis itu, lalu sedikit berbisik di telinganya, "Oppa butuh bantuanmu."
"Bantuan?"
Joonmyun mengangguk, kemudian tersenyum geli melihat ekspresi polos di hadapannya. "Adik sepupu oppa ini sedang bersedih. Ayahnya baru saja meninggal, sama seperti orang tuamu."
Mata gadis itu berkedip-kedip, "Benarkah?" tanyanya sambil melirik Sehun.
Joonmyun mengangguk lagi, lantas memposisikan tubuhnya berdiri seperti semula. Ia memandangi gadis itu yang kini berjalan mendekati Sehun.
"Oppa," gadis itu menyuruh Sehun agar sedikit berjongkok. Entah apa yang merasuki tubuh Sehun, sehingga ia dengan mudah menuruti ucapan gadis itu. Padahal biasanya Sehun tak pernah ucapan orang lain. Khususnya orang yang baru pertama kali ia temui.
GREP!
Tubuh Sehun menegang. Rasanya seperti ada sengatan listrik ketika gadis itu memeluknya dengan sangat erat. Namun detik berikutnya, sengatan itu tergantikan dengan kehangatan yang menjalar di sekujur tubuh.
"Kata mama Lulu, sebuah pelukan bisa membantu mengurangi kesedihan orang lain."
Sehun tertegun. Kata-kata yang terdengar polos itu nyatanya berhasil masuk ke relung hatinya. Tanpa sadar menuntun Sehun untuk menggerakkan tangannya, membalas pelukan gadis itu.
"Terima kasih," ia tersenyum dengan mata terpejam. Menikmati kenyamanan dalam pelukan gadis mungil itu.
Joonmyun terpana melihat pemandangan langka di depannya. Untuk pertama kali, Sehun tersenyum tulus kepada orang lain.
Gadis itu menoleh ke belakang ketika mendengar suara yang memanggil-manggil namanya. Secepat kilat, ia melepaskan pelukannya dari Sehun.
"Lulu harus pergi." Bibir mungil itu melengkung sempurna. Membuat wajahnya terlihat semakin cantik. "Oppa janji, ya? Tidak boleh bersedih lagi."
Sehun mengangguk. Jemari tangannya terulur ke depan, menghapus jejak air mata di wajah gadis itu. "Kau juga. Berjanjilah untuk tidak menangis lagi," ucapnya.
Gadis itu terdiam sebentar, kemudian mengangguk dengan senyuman mempesona. Ia pun berlari menghampiri dua orang dewasa yang sudah menunggu di dekat pintu keluar. Selama beberapa detik, gadis itu sempat menoleh sambil melambaikan tangan untuk Sehun dan Joonmyun. Sebelum akhirnya pergi bersama kerabatnya meninggalkan area pemakaman.
Dahi Joonmyun berkerut melihat Sehun berjalan mendekati dua makam yang diyakini makam orang tua gadis bernama Lulu tadi.
"Xi Hangeng ... Kim Heechul ..." Sehun mengeja dua nama tersebut, kemudian menoleh ke arah Joonmyun. "Hyung?"
"Hm?"
"Cari tahu soal Xi Hangeng dan Kim Heechul. Aku ingin kau mendapatkan informasi tentang mereka selengkap-lengkapnya," Sehun tersenyum penuh arti, "termasuk gadis itu."
Joonmyun terlalu terkejut mendengar permintaan Sehun, sampai-sampai mengabaikan ekspresi wajah Sehun yang menyiratkan aura berbeda dari biasanya. Ah, seharusnya Joonmyun bisa menyadari lebih awal.
Itu adalah ekspresi seseorang yang sedang jatuh cinta.
..
King's Lover
..
Seoul, 2016
Tiga orang pria duduk di sebuah ruangan dengan wajah ketakutan. Kepala mereka terus menunduk, tidak berani menatap ke depan. Tepatnya pada sosok presdir muda Royal Group yang kini memperlihatkan wajah penuh amarah.
11 tahun telah berlalu semenjak kepergian Yunho. Di usianya yang ke-27 tahun, Sehun telah membuktikan kemampuannya bahwa ia layak memimpin kerajaan bisnis yang didirikan oleh Jihoon. Berkat kecerdasannya, Royal Group yang semula hanya berfokus pada bisnis properti, sekarang merambah ke bisnis lainnya. Sebut saja di bidang pendidikan, perhotelan, restoran, supermarket, dan bidang lainnya. Termasuk casino yang identik dengan hiburan dunia malam.
Berbanding terbalik dengan sikap ramah Jihoon dan Yunho, Sehun lebih dikenal dingin dan kejam kepada para bawahan. Sekali saja berbuat kesalahan, Sehun tidak akan memberikan kesempatan kedua bagi mereka.
Sebagai orang kepercayaan yang sudah mengikuti Sehun sejak usia remaja, Joonmyun tidak pernah menghalangi pria itu untuk memecat bawahannya yang terbukti melakukan kesalahan. Tidak peduli kesalahan sekecil apapun.
"Seorang penjilat atau seorang pengkhianat sama sekali tidak pantas bekerja di Royal Group."
Pandangan Joonmyun beralih pada tiga pria yang duduk berjejer di depan meja Sehun. Mereka terbukti melakukan pelanggaran yang merugikan perusahaan. Sekarang, mereka sedang menanti putusan dari Sehun.
"Aku tidak perlu menjelaskan lagi alasanku memanggil kalian ke sini." Sehun menatap tajam ketiga pria di hadapannya yang kini tengah menundukkan kepala.
"Seharusnya kalian tidak main-main dengan ucapanku dari awal."
Suasana di dalam ruangan berubah tegang. Joonmyun hanya bisa memberikan pandangan mengejek pada ketiga pria itu.
"Kim Dongjoon, Lee Seungjae, dan Han Taesung. Mulai hari ini kalian resmi diberhentikan. Kalian terbukti melakukan penggelapan dana perusahaan yang seharusnya digunakan untuk proyek pembangunan real-estate di daerah Chuncheon."
Ketiga pria itu berdiri kompak dari posisi mereka, siap memberikan pembelaan.
"Aku pastikan nama kalian akan masuk dalam daftar hitam. Sehingga kalian tidak akan diterima bekerja di perusahaan manapun."
"Tidak! Kami mohon ampuni kesalahan kami, Presdir. Kami berjanji tidak akan mengulanginya lagi!"
"Tolong beri kami kesempatan kedua, Presdir!"
Sehun berdecih, "Tidak ada kesempatan kedua untuk seorang pengkhianat. Bawa mereka keluar!"
"Baik!" Enam orang berpakaian serba hitam yang berada di dalam ruangan langsung bergerak mengikuti perintah Sehun. Mereka memang sudah dipersiapkan menghadapi situasi saat mantan pegawai mencoba melakukan protes ketika diberhentikan secara tidak hormat.
"Presdir! Tolong jangan pecat kami! PRESDIR!"
Sehun memutar kursinya, sengaja membelakangi tiga mantan pegawai yang terus memberontak dan memprotes keputusannya. Telinga Sehun terasa panas ketika selanjutnya mendengar berbagai umpatan kasar yang keluar dari bibir mereka.
"Presdir ..."
Sudah menjadi rahasia umum. Setiap kali Sehun memecat bawahannya, pasti akan berujung dengan keributan yang terjadi di kantor.
"Biarkan saja. Aku sudah terbiasa," Sehun tersenyum sinis. "Kau yang paling tahu seperti apa gaya kepemimpinanku, Hyung. Aku tidak akan mengikuti cara kakek dan ayah yang bersedia memberikan kesempatan pada mereka yang melakukan kesalahan. Tidak peduli berapa lama mereka bekerja untuk perusahaan ini, sekali pengkhianat tetap pengkhianat. Tidak ada kesempatan kedua untuk seorang pengkhianat ataupun seorang penjilat."
Joonmyun mengangguk kecil. Ia tidak heran jika sekarang Sehun menjadi sosok pria yang disegani oleh semua orang. Kesuksesannya dalam memimpin Royal Group tidak bisa dianggap remeh. Termasuk gaya kepemimpinannya yang terkenal kejam dan menakutkan.
"Ngomong-ngomong ... ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu, Hyung."
Seketika tubuh Joonmyun menegang. Pria itu menatap was-was saat Sehun memutar kursinya kembali hingga mereka saling berhadapan.
"Bagaimana kabar gadis itu? Seharusnya sekarang dia sudah berkuliah di Universitas Seoul bukan?"
Hening.
Tak ada jawaban dari Joonmyun karena pria itu justru menunduk. Menyembunyikan wajahnya yang menyiratkan rasa bersalah dan penyesalan.
"Kenapa kau diam saja, Hyung?" Sehun menyadari ada yang tidak beres dengan kakak sepupunya itu. "Apa kau sedang menyembunyikan sesuatu dariku?"
Joonmyun justru bergumam seorang diri, membuat rasa penasaran Sehun kian bertambah.
"Hyung!"
"Maaf ... aku benar-benar minta maaf, Sehun. Aku sama sekali tidak bermaksud menyembunyikannya darimu." Joonmyun menatap Sehun dengan wajah penuh penyesalan. "Aku hanya tidak mau kau terlalu terbebani karena kesehatan kakek Jihoon yang terus menurun. Aku ..."
"Jangan berputar-putar, Hyung! Katakan saja intinya!" Sehun berteriak emosi. "Apa yang sebenarnya kau sembunyikan dariku?!"
Joonmyun menarik napas panjang-panjang, "Sebenarnya ..."
..
..
..
Sebuah kafe yang terletak di pusat distrik Gangnam tampak ramai didatangi pengunjung. Semua pegawai sibuk melayani mereka, mulai dari mencatat dan mengantarkan pesanan, membersihkan meja, dan masih banyak lagi.
Terlihat sosok gadis bermata rusa yang kedapatan mondar-mandir untuk melayani pesanan salah satu pengunjung. Wajahnya cantik natural, dengan make up tipis yang selalu menjadi ciri khas. Rambutnya yang ditata dengan gaya ponytail bergerak-gerak lucu mengikuti gerakan tubuhnya yang lincah seperti seekor rusa. Gadis itu dikenal sebagai gadis yang ramah dan dan murah senyum. Tidak heran banyak pegawai maupun pengunjung -khususnya pria- yang terpesona pada kecantikan dan kepribadiannya.
"Luhan, bisa tolong bantu di sini?"
Gadis itu menoleh, kemudian tersenyum sejenak pada pengujung yang baru saja ia layani. "Aku datang!" teriaknya bersemangat menanggapi panggilan rekan kerjanya.
Setelah memasukkan pesanan, Luhan bergegas menghampiri gadis bermata sipit yang tampak kesulitan membawa piring dan gelas yang kotor.
"Terima kasih, Lu."
Luhan menepuk pundak rekan kerja yang juga merangkap sebagai sahabatnya. "Sama-sama, Baek."
Baekhyun, gadis penggemar eyeliner itu balas tersenyum mendengar ucapan Luhan. Kemudian mengikuti Luhan yang sedang mengelap meja. Ia terus memperhatikan Luhan, hingga menyadari raut kelelahan yang tercetak jelas di wajah gadis itu.
"Kau benar-benar serius bekerja di klub malam itu?"
Luhan tidak heran dengan pertanyaan yang dilontarkan Baekhyun. Sahabatnya sejak bangku SMA itu memang terkenal selalu berbicara frontal.
"Aku tidak punya pilihan, Baek. Aku harus bekerja untuk mencukupi kebutuhanku," jawab Luhan seadanya.
"Termasuk kebutuhan paman dan bibimu yang gemar berfoya-foya," Baekhyun menghela napas panjang. "Kenapa kau tidak pergi saja dari rumah mereka, Lu? Kau bisa tinggal sendiri dengan uang hasil jerih payahmu."
Luhan tersenyum lemah, "Mereka satu-satunya keluarga yang kumiliki. Lagi pula, mereka sudah merawatku semenjak orang tuaku meninggal. Aku tidak bisa pergi begitu saja dari rumah itu."
"Tapi ..."
"Pelayan!"
Kedua gadis itu terkesiap. Luhan dengan cepat berlari menghampiri salah satu pengunjung yang baru saja memanggil. Meninggalkan Baekhyun yang masih berdiri dengan tatapan iba kepada Luhan.
"Menyerah saja, Baek. Kau tidak akan pernah berhasil membujuk Luhan untuk berhenti bekerja di klub malam itu."
Suara khas dari belakang membuat Baekhyun menoleh kaget. "Eonni ..." ia menekuk wajahnya, kesal karena sependapat dengan Yixing. Pengelola kafe itu hanya tersenyum maklum, ikut merasakan bagaimana kekhawatiran Baekhyun kepada Luhan.
Semua orang pasti sudah tahu tempat seperti apa klub malam, yang identik dengan pria hidung belang dan wanita penghibur. Siapapun bisa terkena pelecehan seksual, tak terkecuali Luhan yang memiliki paras cantik. Baekhyun dan Yixing jelas khawatir jika Luhan sampai mengalami hal buruk saat bekerja di sana.
Di sisi lain, mereka juga mengkhawatirkan kondisi Luhan yang seolah memforsir tubuhnya untuk terus bekerja. Gadis berusia 19 tahun itu bekerja sebagai pengantar susu dan koran mulai jam 5 pagi, kemudian di kafe Yixing dari jam 10 pagi hingga 8 malam. Terakhir bekerja sebagai pelayan di salah satu klub malam hingga pukul 3 pagi. Bisa kalian bayangkan bagaimana tenaga gadis itu terkuras habis hanya untuk bekerja. Pasti melelahkan sekali.
Baekhyun dan Yixing juga tahu bagaimana kehidupan Luhan saat berada di rumah. Entah apa yang membuat paman dan bibinya begitu kerap menyiksanya secara fisik, sementara mereka yang menikmati uang hasil jerih payah Luhan selama bekerja.
..
..
..
Luhan menutup loker kerja. Ia sudah berganti pakaian setelah menyelesaikan pekerjaannya mencuci peralatan makan. Kini Luhan bersiap pergi ke sebuah klub malam yang terletak di pinggiran kota.
"Aku pergi dulu, Baek."
Langkah Luhan terhenti ketika Baekhyun mencengkeram pergelangan tangannya. Ia menatap gadis itu dengan kerutan di dahi.
"Jangan terlalu memaksakan diri. Perhatikan kondisi kesehatanmu," kata Baekhyun mengingatkan.
Senyum Luhan mengembang, ia memeluk Baekhyun sebentar. "Aku tahu. Terima kasih sudah mengingatkanku," ucapnya terharu.
"Jika sampai terjadi sesuatu padamu, jangan harap aku menyerah untuk memaksamu berhenti bekerja di klub malam itu."
Tawa Luhan berderai, "Kau tidak perlu khawatir. Aku bisa menjaga diriku sendiri, Baek," ia kembali meyakinkan Baekhyun.
"Kupegang ucapanmu," Baekhyun mengerucutkan bibirnya kesal, membuat Luhan gemas dan seketika mencubit pipi gadis itu.
Luhan kembali tertawa melihat wajah merajuk Baekhyun, lalu mengulum senyum ketika melihat Yixing masuk menghampiri mereka. Secara tiba-tiba, Yixing menyodorkan sebuah amplop warna cokelat pada Luhan.
"Gajimu bulan ini," ucap Yixing dengan santai, sambil mengabaikan ekspresi kebingungan di wajah Luhan.
"Tapi ... sekarang bukan tanggal gajian, Eonni."
Yixing dan Baekhyun tertawa kecil.
"Aku sengaja memberikannya lebih awal, khawatir jika paman dan bibimu yang sudah hapal tanggal gajianmu akan menagihnya." Yixing meremas bahu Luhan, "Jika kau menerimanya sekarang, kau bisa menyisihkannya lebih awal. Sebelum sisanya kau berikan pada paman dan bibimu."
Mata Luhan berkaca-kaca, ia terharu sekali mendengar ucapan Yixing. Segera saja, ia memeluk wanita itu dengan erat, "Terima kasih, Eonni."
Yixing mengusap lembut punggung Luhan, "Jangan terlalu memforsir tenagamu, Lu. Kau juga perlu beristirahat."
Luhan mengangguk-angguk, lalu beralih memeluk Baekhyun dengan perasaan riang.
"Aku pergi dulu," Luhan pamit keluar meninggalkan kafe.
Baekhyun dan Yixing saling memandang semenjak kepergian Luhan.
"Kapan Luhan bisa menemukan kebahagiannya, Eonni?" tanya Baekhyun.
"Aku juga tidak tahu," jawab Yixing sekenanya.
Keduanya sama-sama menghela napas. Mereka tentu berharap Luhan bisa segera terlepas dari beban hidup yang begitu berat.
..
..
..
Luhan berdiri gugup di sebuah bar raksasa yang memuat puluhan tempat duduk di sekelilingnya. Ia mengerjapkan matanya ketika lampu dansa yang menyilaukan, menyorot penuh warna-warni di mata indahnya.
"Luhan, tolong antarkan minuman ini untuk pelanggan yang ada di sana."
Luhan mengangguki ucapan Minho, salah satu bartender senior di klub malam tempatnya bekerja. Sejenak Luhan memperhatikan penampilannya. Meskipun sudah memasuki minggu ke-2, Luhan tetap merasa risih dengan seragam yang ia kenakan. Dress ketat di atas lutut dengan hiasan renda di bawahnya. Di bagian atas sedikit terbuka, sehingga bahunya yang mulus terekspos. Tak lupa, Luhan mengenakan bando bertelinga kelinci sebagai aksesoris pelengkapnya.
Dengan pembawaan tenang, Luhan meletakkan segelas red wine kepada salah seorang pelanggan. Pria paruh baya yang sedang duduk dengan ditemani wanita penghibur lainnya.
"Selamat menikmati." Luhan membungkuk sopan sebelum kembali ke tempat Minho.
"Tunggu!"
Luhan berjengkit kaget, menoleh was-was ke arah pria paruh baya itu. "Ada lagi yang bisa saya bantu, Tuan?"
"Temani aku di sini."
DEG!
Tubuh Luhan serasa membeku. Ia memperhatikan beberapa wanita penghibur yang mulai menatap sinis kepadanya. "Maaf, saya harus kembali bekerja, Tuan."
"Kau tidak perlu khawatir. Aku akan memberikanmu tips yang sangat banyak jika kau mau menemaniku di sini," ucap pria itu sambil mengeluarkan beberapa lembar uang.
Luhan menggeleng, "Maaf, saya tidak bisa." Ia berbalik dan bersiap pergi, namun secara mengejutkan tubuhnya ditarik hingga terjatuh di atas sofa. Ia mencoba bangun, tetapi pria paruh baya itu lebih dulu mengunci pergerakannya.
"Tu-Tuan ..." Luhan mulai ketakutan ketika menangkap tatapan penuh nafsu di depannya.
"Aku menginginkanmu. Kau cantik sekali, lebih cantik dibandingkan mereka semua," ucap pria paruh baya itu. Bisik-bisik mulai terdengar di sekeliling, membuat harga diri Luhan serasa dilecehkan.
"Lepas!"
Sekuat tenaga, Luhan berusaha melepaskan diri namun kedua tangannya yang dicengkeram kuat membuat gadis itu kesulitan untuk bergerak. Pria paruh baya itu terus mendekatkan wajahnya, bersiap mencumbui Luhan yang terus meronta-ronta.
Minho yang melihat dari kejauhan, berjalan keluar dari meja bar. Ia berniat menolong Luhan sebelum sosok pria datang sangat cepat seperti angin dan langsung menghajar pria paruh baya itu.
.
.
BUGH!
Jeritan histeris terdengar ketika pria paruh baya itu jatuh tersungkur setelah mendapat pukulan telak dari Sehun. Keributan pun tak terhindari. Semua orang langsung mendatangi Sehun, termasuk pengelola klub bersama petugas keamanan.
"Ada keributan apa ini?!" teriaknya marah, namun setelahnya menciut ketika mengetahui keberadaan Sehun. "Presdir Oh ..."
Pengelola klub malam itu langsung membungkuk sopan, "Suatu kehormatan menerima kunjungan Anda ke sini."
Sehun tersenyum arogan. Hampir saja ia memenggal kepala pria botak itu, jika sampai lupa bahwa ia adalah pemilik klub malam ini.
"A-ada yang bisa saya bantu, Presdir?" tanya pria itu dengan wajah takut-takut.
"Cabut keanggotaan klub milik pria tua ini. Dia hampir saja menodai seseorang yang sangat berharga bagiku ..."
Glek!
Semua orang langsung menoleh kompak ke arah Luhan yang masih terlihat bingung dengan keadaan sekitar. Tak ingin mendengar bentakan Sehun, pengelola klub segera memerintahkan petugas keamanan untuk mengusir pria paruh baya yang nyaris melakukan pelecehan terhadap Luhan.
"Mulai hari ini, Xi Luhan berhenti. Dia tidak akan bekerja di sini lagi," Sehun menunjuk seorang gadis yang memakai seragam serupa dengan Luhan. "Ambilkan barang-barang gadis ini."
Gadis itu mengangguk takut, kemudian berlari masuk ke dalam area ruang ganti. Hanya dalam beberapa menit, dia sudah kembali membawakan tas milik Luhan.
Sehun melepas jas formal miliknya, kemudian memakaikannya untuk menutupi tubuh Luhan.
"Ayo!"
Tanpa memberi kesempatan Luhan berbicara, Sehun membawa gadis itu pergi meninggalkan klub.
Minho mengerjapkan matanya beberapa kali. Terlalu kaget melihat Sehun membawa pergi Luhan yang sejak tadi hanya memperlihatkan wajah kebingungan.
"Bos ... bukankah tadi Presdir Oh Sehun?" tanya Minho dengan mata berkedip polos. Atasannya hanya mengangguk singkat sebagai jawaban.
"Apa yang sedang dia lakukan di sini? Dan kenapa dia membawa Luhan pergi? Apa mereka saling mengenal?" cerocosnya tanpa henti.
"Mana aku tahu! Sebaiknya kau lanjutkan pekerjaanmu!" Pria berkepala botak itu menatap sekeliling. "Semuanya bubar!"
Teriakan keras itu berhasil mengembalikan suasana klub malam seperti semula.
..
..
..
"Kau boleh turun."
Luhan tidak bereaksi. Ia masih betah duduk sambil memandangi Sehun terus-menerus. "Kau siapa?" tanyanya tanpa tedeng aling-aling. Jelas Luhan bingung. Tiba-tiba dibawa pergi oleh pria yang tidak dikenalnya, bahkan pria itu dengan seenaknya mengatakan dirinya berhenti bekerja di klub malam tadi.
Sehun tersenyum penuh arti, "Kita masih punya banyak waktu untuk berkenalan. Sekarang turun dan masuk ke dalam rumah," titahnya dengan tegas.
Ada perasaan jengkel yang muncul dalam diri Luhan. Batinnya mengumpat Sehun habis-habisan, tapi di satu sisi juga bersyukur karena pria itu datang di waktu yang tepat.
"Terima kasih atas pertolonganmu," Luhan melepas jas formal milik Sehun, bermaksud mengembalikannya namun pria itu justru memasangnya kembali untuk menutupi tubuh Luhan.
"Pakai saja. Aku tidak suka orang lain melihat bagian tubuhmu yang terekspos bebas."
Luhan mengernyitkan dahi dengan tatapan penuh selidik kepada Sehun. Orang aneh, pikirnya. Tanpa membuang waktu lagi, ia turun dari mobil kemudian berjalan cepat memasuki rumah.
Sehun terus memperhatikan Luhan yang berjalan memasuki pagar rumah. Hembusan napas panjang keluar dari bibirnya.
"Kita pulang sekarang, Tuan?"
"Tidak. Malam ini kita menginap di sini," jawab Sehun sekenanya dan sukses membuat supir pribadinya melotot kaget.
"Apa? Kau mau protes?" tanya Sehun galak.
"Ti-tidak, Tuan," jawab pria itu takut-takut.
Sehun berdecih, lalu menyamankan posisinya di jok belakang. Sekali lagi, ia memandangi rumah berukuran kecil di depannya yang bahkan hanya seukuran dengan garasi mobil di mansionnya.
Memorinya kembali pada kejadian 11 tahun silam, tepatnya pada hari pemakaman ayahnya. Di sanalah ia bertemu dengan seorang gadis yang sudah mencuri hatinya.
"Kau sudah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, Lu ..." Sehun tersenyum senang, namun detik berikutnya ia terlihat murung. Rasanya ada yang janggal dengan kehidupan Luhan.
Sejak pertemuan pertama mereka, Sehun sudah menyuruh Joonmyun untuk menyelidiki latar belakang keluarga Luhan. Termasuk paman dan bibinya, Lee Dongwook dan Kim Sooyeon. Seingat Sehun, ia sudah memberikan bantuan dana kepada Dongwook dan Sooyeon untuk kebutuhan Luhan sehari-hari. Tak terkecuali biaya pendidikan gadis itu hingga jenjang perguruan tinggi.
Tapi apa yang dilihat Sehun sekarang benar-benar melenceng dari harapannya. Ia tidak tahu kenapa Luhan tidak melanjutkan pendidikan sampai perguruan tinggi. Malah bekerja terlalu keras, apalagi di klub malam miliknya.
Setiap kali mengingat kejadian di klub tadi, ingin sekali Sehun menghajar habis-habisan pria tua yang sudah berani menyentuh gadisnya. Untung saja, ia berhasil menolong gadis itu sebelum semuanya terlambat.
Inilah alasannya kenapa sekarang Sehun memilih berjaga di depan rumah Luhan. Masih ada satu hal yang ingin dipastikan oleh pria itu.
..
..
..
CKLEK!
Luhan baru saja menutup pintu rumah. Ia berjalan pelan agar tidak membangunkan paman dan bibinya. Luhan bergegas masuk ke dalam kamarnya, namun sial karena pintu kamar yang ia lewati terlanjur dibuka. Refleks Luhan mencengkeram kuat tas dan juga jas yang menutupi tubuhnya.
"Jadi benar kau menjual diri di klub malam itu?"
Hati Luhan tersayat mendengar kata-kata tajam yang terlontar dari Sooyeon. Sampai detik ini, Luhan benar-benar tidak mengerti, kenapa sikap adik ibunya itu berubah 180 derajat. Padahal dulu -sewaktu orang tuanya masih hidup- paman dan bibinya sangat baik kepadanya.
"Berikan uangnya! Kau pasti mendapatkan banyak uang setelah berhasil melayani para pria hidung belang di luar sana!" desak Sooyeon.
"Tidak, Imo. Aku bekerja sebagai pelayan, bukan pelacur ..." cicit Luhan di akhir kalimat.
"Cih, kau pikir aku percaya dengan ucapanmu. Lihat saja penampilanmu sekarang. Kau sama saja seperti ibumu. Seorang pelacur!"
"Mamaku bukan seorang pelacur!"
PLAK!
Luhan merasakan pipinya memanas. Ia juga merasakan sesuatu yang anyir, ah ... sudut bibirnya terluka hingga mengeluarkan darah.
"Beraninya kau berteriak padaku!" amuk Sooyeon. Ia masuk ke kamar kemudian keluar sambil membawa rotan. Tanpa ragu ia langsung memukulkan benda itu di betis dan punggung hingga pertahanan Luhan roboh. Gadis itu meringkuk di lantai untuk melindungi dirinya sendiri, berusaha keras menahan rasa sakit untuk kesekian kali karena dipukuli Sooyeon.
"Hah, kau benar-benar merusak moodku!" Sooyeon melempar rotan itu asal, lalu masuk kembali ke kamar.
Dengan napas terengah-engah dan rasa sakit yang menyiksa, Luhan mencoba bangkit. Ia berjalan tertatih masuk ke kamarnya yang ada di samping kamar Dongwook dan Sooyeon.
Sebuah kamar yang berukuran sempit menjadi satu-satunya tempat yang paling nyaman di rumah ini. Luhan duduk pada kasur lipat yang hanya beralaskan tikar dan tidak mampu mengalahkan dinginnya lantai. Air mata yang sedari tadi ditahan perlahan turun secara dramatis.
"Hiks ... Mama ..."
Luhan selalu mencoba terlihat kuat di hadapan semua orang. Meski pada akhirnya akan runtuh setiap kali paman dan bibinya mengungkit masa lalu orang tuanya.
"Berjanjilah kau tidak boleh menangis lagi ..."
Isakan tangis Luhan perlahan terhenti. Di saat ia menangis karena teringat mendiang orang tuanya, di saat yang sama ia teringat lagi pada pesan sosok pemuda yang dijumpainya di area pemakaman 11 tahun silam. Kata-kata itu terus terngiang dalam benaknya. Seperti obat penghilang kesedihan setiap kali Luhan menangis.
Luhan buru-buru menghapus air matanya yang membasahi pipi, kemudian mengganti pakaiannya. Sebelum tidur, ia mengobati luka akibat pukulan yang diberikan Sooyeon. Ia meringis pelan ketika punggungnya yang penuh memar menyentuh kasur lipat.
Luhan menatap langit-langit kamar, lalu tersenyum tipis.
"Kau bisa melewatinya, Xi Luhan. Semangat!"
Dan bersamaan kalimat itu Luhan mulai memejamkan matanya. Pergi ke alam mimpi yang selalu memberikan kebahagiaan daripada kehidupannya di dunia nyata.
..
King's Lover
..
Suara kicauan burung membangunkan tidur Sehun. Ia menggeliat dari posisi tidurnya yang sedikit tidak nyaman di dalam mobil. Perhatian Sehun seketika teralih kala mendengar suara berderit dari pagar rumah. Matanya membelalak lebar ketika melihat Luhan sudah bersiap menaiki sepeda.
"Ya, cepat bangun!" teriaknya membangunkan supir pribadinya yang masih tertidur. Pria itu terkesiap kaget dengan wajah yang masih tampak linglung.
"Jalankan mobil dan ikuti gadis itu!" Sehun mendesah kesal karena reaksi lambat supir pribadinya. "CEPAT!"
"Ba-baik, Tuan!" Teriakan Sehun sukses mengembalikan kesadaran pria itu yang segera menyalakan mesin mobil, lalu menjalankannya mengikuti Luhan yang sudah berada cukup jauh di depan sana.
Mobil yang mereka naiki akhirnya berhenti di sebuah area pertokoan kecil. Sehun melihat Luhan keluar dari salah satu toko sambil membawa setumpuk koran dan satu kantong susu.
"Apalagi yang dia lakukan sekarang," gumamnya bingung. Ia melihat Luhan sudah menaiki sepeda dan mengayuhnya meninggalkan lokasi.
"Jalan!" titah Sehun yang segera diangguki supir pribadinya.
Di sisi lain, Luhan yang tidak sadar jika sedang diikuti tetap melanjutkan pekerjaannya. Berpindah dari satu rumah ke rumah yang lainnya untuk mengantarkan koran dan susu. Sesekali ia mengusapkan kedua tangannya saat merasakan hawa dingin yang menelusup tubuh.
"Uhuk!" Luhan terbatuk, napasnya terengah-engah dan ia merasakan sakit di bagian perut. Salahkan dirinya yang semalam hanya makan sedikit, ditambah bekas pukulan dari Sooyeon yang membuat tubuhnya kesakitan.
Ketika Luhan hendak melanjutkan pekerjaannya, ia merasakan kepalanya berdenyut hebat. Matanya mulai berkunang-kunang hingga memaksanya duduk sejenak di depan rumah orang.
Tes!
Luhan terkejut saat mengetahui sesuatu yang mengalir keluar dari hidungnya. Darah.
Refleks Luhan mendongak -tidak sadar kalau itu adalah cara yang salah-, kemudian buru-buru mengambil sesuatu dari saku celana untuk menghentikan darah yang terus mengalir keluar dari hidungnya.
Set!
"Kau seharusnya menunduk jika sedang mimisan ..."
Mata Luhan membelalak lebar, terkejut karena untuk kedua kali Sehun datang menolong. Pria itu mengeluarkan saputangan yang segera digunakan untuk mengusap hidung Luhan.
"Apa yang kau-"
"Diamlah!" Sehun sedikit membentak Luhan. Ia kesal bukan main dengan sikap gadis itu yang memforsir tenaganya hingga tampak menyedihkan seperti ini.
Luhan tidak bertanya lagi. Rasa sakit di kepalanya kembali menyerang. Gadis itu mengerang kesakitan, bersamaan napasnya yang semakin tidak beraturan. Keringat dingin mulai membanjiri pelipisnya hingga kesadaran gadis itu berkurang.
Satu-satunya yang didengar Luhan sebelum matanya terpejam adalah teriakan Sehun yang terus memanggil namanya.
..
..
..
Jaejoong sedikit berlari menuju kamar Sehun. Semula ia sedang menikmati pemandangan di kebun bunga yang berada di belakang mansion. Namun kemudian ia dikejutkan dengan kabar kepulangan Sehun bersama seorang gadis yang tidak dikenalnya.
Terlalu terburu-buru, Jaejoong sampai tidak sadar baru saja membuka pintu kamar Sehun secara kasar. Dua orang pelayan yang ada di ruangan itu menoleh kaget, tidak dengan Sehun yang terus fokus pada sosok gadis yang kini terbaring di ranjang.
"Sehun, kau sudah pulang?" Jaejoong sedikit berbasa-basi, lalu mendekati ranjang agar bisa melihat dengan jelas sosok gadis yang dibawa pulang putranya. Ia tertegun kala mendapati wajah pucat di balik kecantikan yang dimiliki gadis itu.
"Siapa gadis itu?"
Sehun tidak menoleh sedikit pun ke arah Jaejoong. "Dia ... gadis yang sering kuceritakan padamu, Umma ..."
"Benarkah?" Jaejoong segera duduk di sisi ranjang lain. Ia amati dari dekat bagaimana sosok ayu itu yang kini terbaring lemah tak berdaya. "Apa yang terjadi padanya?"
"Dia pingsan, kurasa kelelahan." Sehun beralih memandangi Jaejoong, "Maukah Umma membantuku mengganti pakaiannya?"
Jaejoong mengangguk, "Tentu," ia pun mulai mengganti pakaian Luhan. Dengan dibantu dua pelayan yang sudah dipanggil oleh Sehun.
"Ya Tuhan!" pekikan kaget Jaejoong membuat Sehun yang semula sudah sampai di pintu kembali masuk. Ia melangkah tergesa dan memilih menerobos dua pelayan yang berjejer di sekeliling ranjang.
"Ada apa—" kalimat Sehun terhenti saat matanya melihat sebuah pemandangan yang tersaji di depan mata.
Jaejoong buru-buru memakaikan selimut untuk menutupi tubuh Luhan, namun Sehun secara paksa menariknya.
"Sehun!" Jaejoong membentak putranya karena bersikap tidak sopan. Namun selanjutnya terdiam kala melihat ekspresi terluka di wajah Sehun.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Sehun merasakan sakit yang menyiksa kala mendapati tubuh Luhan penuh luka. Ada banyak warna biru keunguan di bagian punggung. Sementara warna merah di bagian betis, seperti luka baru.
Mata Sehun melotot tajam ketika ia menyadari sudut bibir Luhan juga terluka. Tangannya mengepal kuat. Ia pun berbalik keluar dari kamar dengan ponsel yang dipasang di telinganya.
Jaejoong menatap kepergian Sehun, lalu beralih memandangi Luhan. Cairan bening tanpa sadar menetes dari mata doenya. Ia mengusap lembut wajah Luhan, hingga merasakan suhu tubuh gadis itu yang begitu panas.
"Kasihan sekali." Jaejoong memperhatikan luka-luka di sekujur tubuh Luhan. "Gadis secantik dirimu seharusnya tidak memiliki luka seperti ini."
Dua pelayan di kamar itu turut menatap iba kepada Luhan. Siapa yang menduga, gadis yang sangat cantik seperti bidadari, ternyata menyimpan luka yang begitu menyedihkan.
..
..
..
"Dia kelelahan, ditambah lagi perutnya kosong sehingga dia kurang asupan untuk tenaga. Luka-luka di tubuhnya juga membuat sistem imunnya menurun drastis. Itu sebabnya dia terserang demam tinggi."
Sehun hanya menyimak penjelasan yang disampaikan Kyuhyun, dokter pribadi keluarganya. Ia melirik Jaejoong yang sejak tadi terus bertahan di sisi Luhan, tanpa pernah mau beranjak sedetik pun.
"Aku akan memberinya obat penurun demam dan juga vitamin. Lalu resep obat untuk luka-lukanya. Kalau kau ingin melakukan pemeriksaan lebih lanjut, sebaiknya bawa dia ke rumah sakit," ucap Kyuhyun.
"Aku mengerti. Terima kasih atas bantuanmu, Hyung."
Kyuhyun tersenyum tipis, kemudian menatap sekilas ke arah Luhan. Ini pertama kalinya ia melihat ada seorang gadis di mansion keluarga Oh, terlebih langsung menempati kamar Sehun. Siapa gerangan gadis ini?
"Kalau begitu, aku pamit." Kyuhyun membungkuk sopan, kemudian berjalan keluar dari kamar. Ia diantar salah satu pelayan yang sejak tadi bersiaga di kamar Sehun.
"Hyung ..." Sehun beralih memanggil Joonmyun. Kakak sepupunya itu langsung datang setelah menerima telepon darinya.
"Seandainya kau memberitahuku lebih awal, dia tidak akan terlihat menyedihkan seperti sekarang," ucap Sehun dingin.
Joonmyun menundukkan kepala, sadar atas kesalahan yang diperbuat. Jaejoong yang mendengarkan obrolan keponakan dan putranya itu semakin bingung.
"Sebenarnya apa yang sedang kalian bicarakan?" Jaejoong menatap Joonmyun dengan tatapan menuntut, "Apa kau mengetahui sesuatu tentang gadis ini?"
Joonmyun mengangguk lemah, "Maafkan aku, Imo. Aku belum bisa menceritakan sekarang. Aku harus pergi untuk mengurus sesuatu."
Jaejoong hendak membuka mulutnya tapi Joonmyun sudah berjalan keluar dari kamar. Menyisakan keheningan dalam kamar di mana Sehun sejak tadi hanya tetap fokus memandangi Luhan.
"Sehun ..."
Sehun hanya menatap sekilas pada ibunya, "Joonmyun-hyung sedang kusuruh membasmi tikus-tikus kecil, Umma."
Jaejoong mengerutkan dahinya, membuat Sehun menarik napas panjang lalu beralih menggenggam tangannya.
"Kumohon untuk menyimpan pertanyaanmu dulu, Umma. Nanti aku akan menceritakan semuanya. Aku janji," Sehun kembali melirik Luhan. "Sekarang ... aku hanya ingin fokus merawatnya."
Jaejoong terdiam. Ia tidak bertanya lagi, membiarkan Sehun dengan keinginannya sendiri.
Barangkali sekarang Jaejoong bisa bernapas lega. Sehun sudah menemukan seseorang yang bisa membuatnya tampak lebih manusiawi di hadapan orang lain.
..
..
..
"Eungh~"
Mata Luhan mengerjap lembut. Napasnya tidak beraturan ditambah suhu badannya yang masih cukup panas. Gadis itu mulai membuka mata hingga menyadari dirinya sudah berada di kamar yang terasa asing. Luhan memaksakan diri untuk bangun, tapi rasa pusing di kepala membuatnya kembali terbaring.
CKLEK!
Pintu kamar tiba-tiba dibuka. Luhan menoleh lemas sampai matanya bertemu dengan mata doe yang sangat cantik.
"Kau sudah bangun." Jaejoong baru saja datang dengan nampan yang membawa semangkuk bubur. Ia segera mendekati ranjang, menyentuh kening Luhan, kemudian meringis pelan.
"Demammu masih tinggi, tapi syukurlah kau sudah sadar." Jaejoong tersenyum lega, "Makanlah bubur ini, baru setelah itu minum obat penurun demam."
Luhan tidak tahu lagi harus berkata apa. Menurutnya Jaejoong terlalu banyak bicara sampai tidak memberikan kesempatan untuk bertanya.
"Luhan ..."
Suara lain membuat kedua orang itu menoleh. Dibandingkan Jaejoong, jelas Luhan yang paling kaget saat melihat kedatangan Sehun.
"Dia baru saja bangun," ucap Jaejoong seolah menjawab pertanyaan yang ada di kepala Sehun.
Pria itu mengangguk, kemudian tersenyum penuh kelegaan. "Tinggalkan kami, Umma. Biar aku yang merawatnya."
"Baiklah. Panggil umma jika kau membutuhkan sesuatu," Jaejoong tersenyum ke arah Luhan. "Beristirahatlah."
Sehun menatap Luhan lamat-lamat, kemudian menyamankan posisinya di samping Luhan. Ia sedikit mengangkat tubuh Luhan, lalu tangannya meraih gelas minuman yang ada di atas nakas.
"Minum pelan-pelan ..."
Luhan menuruti ucapan Sehun. Toh ia sendiri memang merasa kehausan.
"Sekarang makan bubur ini, baru minum obat."
"Ini ... di mana?" tanya Luhan dengan suara serak.
"Ini kamarku. Sekarang kau berada di mansion keluargaku," jawab Sehun tanpa menoleh ke arah Luhan. Ia tetap fokus mengambil semangkuk bubur yang dibawa Jaejoong.
"Aku ... mau pulang ..."
Rahang Sehun seketika mengeras. Wajah yang semula tenang itu kini terlihat memendam emosi.
"Kau tidak akan pulang ke mana-mana." Sehun meletakkan kembali mangkuk bubur dengan kasar. "Mulai sekarang, kau akan tinggal di sini!"
Mata Luhan membulat sempurna. Di tengah demam yang ia rasakan, pikirannya masih waras. Ia jelas tidak mengerti kenapa Sehun dengan seenaknya mengambil keputusan seperti itu.
"Kau pikir kau siapa?" Luhan mengeluarkan emosinya di tengah tenaga yang masih tersisa. "Kenapa ... aku harus tinggal di sini?"
Sehun terdiam, setelahnya tersenyum menyeringai. Ia mendekatkan wajahnya pada Luhan hingga gadis itu kembali membelalakkan matanya.
"Kau ingin tahu siapa aku? Baiklah, aku akan memberitahumu," Sehun membelai wajah Luhan yang semakin memerah.
"Namaku Oh Sehun ..."
Cup!
Sehun dengan seenaknya mencium bibir Luhan, "... dan aku adalah calon suamimu."
TO BE CONTINUED
15 Agustus 2016
A/N : Cuma mau bilang akhirnya pecah telor juga nulis rate M wkwkwkwk xD
Ada alasan tersendiri yang membuatku keluar dari zona nyaman selama ini. Kalau dijelasin cukup panjang juga. Jadi hanya aku, Tuhan, dan orang terdekat saja yang tahu *ini ngomong apaan sih -iching mode on- kekeke*
Aku sadar kok kalau FF yang on-going banyak, tapi gimana ya. Aku termasuk orang yang suka menulis tanpa batas. Susah untuk fokus sama satu cerita, tergantung mood juga sih sebenarnya. Aku usahakan semua FF akan selesai, karena secara keseluruhan konsep cerita sudah aku tulis. Meskipun update kelanjutan FFnya termasuk lama hehe *maaf*
Oh iya, jangan pada terkecoh sama judul ya. Ini bukan genre saeguk ^^v
Tadinya mau diposting tanggal 17 besok, eh ternyata selesai lebih cepat. Ya sudah, aku posting hari ini saja :)
Nikmati dulu ceritanya, bila tiba waktunya nanti bagian "itu" bakal muncul ke permukaan *senyum mesum ala Sehun*
.
.
.
Last, mind to review?
