DoA
a Shingeki no Kyojin fanfiction
Shingeki no Kyojin
©Hajime Isayama
Warn:
OOC, typo(s), etc.
"Mikasa, kau bisa pulang duluan."
Gadis yang disebutkan namanya itu hampir tidak bergeming, "tidak, aku akan menunggumu."
Eren menyembunyikan sebuah helaan napas, "Sekarang aku benar-benar butuh waktu untuk sendirian, pergilah."
Perempuan yang disebut namanya jeda sebentar, "Baiklah, aku akan menunggumu di mobil."
Sepasang mata hijau itu sudah berhenti menangis sejak beberapa saat yang lalu. Sambil menunggu matanya kembali normal dan jejak air mata mengering, ia memilih untuk menetap dan meratap lebih lama lagi.
Lamunan dan kesedihan. Tidak tahu berapa banyak hal yang sekarang ada di dalam hati dan pikirannya. Tidak ingin ia mengingat kenangan-kenangan lawas bersama ibunya, hanya akan membuat matanya mengucurkan air.
Pandangannya tidak kemana-mana, namun tiba-tiba ada sesuatu. Jantung hatinya serasa berhenti seketika saat ia sadar kemunculan mahluk mencurigakan di depannya. Ia harap ia tidak sedang delusi atau lamunanya yang terlalu jauh. Sambil jantungnya mulai berdegup kencang, pandangannya terpaku dengan rupa itu, laki-laki berpakaian setelan jas lengkap... namun kotor sekali dengan tanah sampai ke wajah dan kepala, warna kulitnya yang terlihat pucat dan agak mengkerut...
Eren sempat berpikir, sepertinya itu hanya manusia biasa. Namun ada apa dengan wajah sosok yang sedih, lagi, kenapa begitu kotor dengan tanah? Apakah penjagal makam? Eren menelan ludah, haruskah takut atau tidak? Manusia atau hantu? Tetap saja kelihatannya seram.
Penjagaan Eren semakin meningkat ketika ia sadar bahwa mereka saling bertatapan, sosok misterius di sebrangnya memerhatikan dengan pandangan yang tidak mengenakan.
Maksud menghindari mahluk yang ditengarai memiliki maksud yang kurang baik terhadapnya itu, perlahan-lahan Eren mempersiapkan posisi... sambil terus mengaitkan pandangan dengan sosok di depannya. Sampai ia merasa siap, kaki-kakinya langsung mundur dan melesat berlari.
Ada dorongan kuat yang Eren rasakan dari mahluk itu untuk membuatnya kabur. Ia pikir sekarang aman, namun ternyata si mahluk asing terus mengejarnya dari belakang, sungguh kecepatannya pun bersaing dengan Eren. Ia mulai panik, ia tidak merasa pernah melakukan dosa yang amat besar kepada siapaun.
Hingga sampailah ia di mana Mikasa berada. Ia menghentikan langkahnya tepat di depan si muka perempuan lalu menunduk dan tersengal.
"Sudah selesai?"
Eren tidak menjawab, ia masih sibuk mengambil napas yang sempat hilang.
"Kenapa kau berlari, Eren?" Tanya perempuan itu agak heran.
Akhirnya ia kembali ke posis normal berdiri, menghadap. "... Mungkin kau tidak akan percaya ini..." Jawabnya tidak yakin. Mendengar kalimatnya mencurigakan, padangan serius sepasang mata legam mengintens. "Tapi tadi... aku dikejar seseorang..."
Perempuan itu terdiam sebentar, terlihat tidak begitu terkesan dengan jawabannya. Dengan tatapan yang sama, yang belum berubah, "aku tidak melihat apapun di belakangmu."
Eren pun mengedarkan pandangannya ke lapangan, dan memang tidak ada siapapun kecuali sepi... "yah... oh.. Baiklah lupakan saja!"
"Apa kau baik-baik saja?" Mikasa mulai cemas, lalu menepuk pundak kanan Eren.
"Sepertinya aku hanya melihat hantu."
Tidak tahu harus membalas apa, Mikasa semakin tidak paham dengan laki-laki itu, tetapi ia diam. Eren lalu berjalan melewatinya dan membuka pintu mobil, "ayo pulang, Mikasa."
Mikasa lalu ikut masuk ke dalam mobil yang sama. Sebenarnya itu mobil ayah Ackerman-nya yang difasilitasi dengan supir, Eren hanya penumpang gratis. Mereka tidak akan pulang ke rumah yang sama, Mikasa harus mengantarkan Eren terlebih dahulu. Tidak selalu seperti ini, hanya kebetulan ada kejadian pemakaman ibunya saja.
Eren hanya memandangi jendela, sedikit masih memikirkan penampakan yang barusan.
"Hm, Eren?"
"Ya?" Hanya suara, ia tidak bergeming atau bahkanmenoleh sedikitpun.
"Apa aku boleh menginap dirumahmu? Kau tidak akan sendirian nanti."
"Mm... akan kupikirkan."
Sesungguhnya ia tidak ingin bersenang senang atau melupakan rasa sedihnya untuk saat ini, rasanya masih ingin berada di dalam dasar jurang dan berkabung sampai puas. Apapun itu, biarkan Eren sendiri.
Begitu tiba di tujuan...
"Kau tidak perlu turun dan mengikutiku sampai depan pintu." Ujar Eren dengan maksud mencegat Mikasa agar tidak ikut keluar dari mobil.
"Kalau begitu sampai ketemu lagi. Jangan lupa untuk me—" Eren segera menutup pintu mobil dan melalang.
Begitu pintu rumah ia buka dan menyadari tidak ada seorangpun menyambutnya, membuat perasaan berat dihatinya kembali meluap. Ia segera tutup kembali pintunya dan mencucurkan air mata dengan bebas.
Baru ia memikirkannya... sendirian.. bagaimana kalau hantu dari kuburan itu mengikutinya sampai rumah? Ia sempat merasa takut sesaat.
Tapi tidak, masih belum jelas. Setan atau manusia.
Tak pernah terpikirkan olehnya betapa sulit melayani seseorang dan mengurus rumah untuk 24 jam, ia menahan untuk tidak mengeluh, berfikir kalau sepertinya ia harus banyak belajar sekarang.
Ia berniat untuk menyeduh air panas, hanya dengan teko konvensional ia bisa, tidak ada alat lainnya. Ia menyalakan kompor lalu menunggu duduk di ruang tengah, sampai ia tidak sadar dan tertidur begitu saja. Meninggalkan air yang sedang dimasak...
Sekitar setengah jam berlalu, Eren terbangun dengan amat tiba-tiba... bakhan ia tidak menaydari sebelumnya telah menyiapkan air panas. Ia hanya terduduk lesu di atas sofa dengan kepala berat... dan seletah beberapa menit, ia berdiri menuju dapur untuk mengambil air minum. Melihat kompor mengingatkannya dengan hal yang gila, segera ia melesat ke depan tungku...
Api dalam keadaan padam, ia pun membuka teko... airnya masih ada di dalam... namun tidak terlalu panas, hanya sekedar hangat.
"Apa sejak awal aku memang belum menyalakan api?" Gumamnya sendiri.
Ia tidak begitu mengingatnya, lalu ia menyalakan kompor lagi dan mengambil kursi di meja makan. Menatapi mi isntan kering di depan wajahnya yang menunggu. "... Apa aku harus makan ini setiap hari?"
Akhrinya berakhirlah sehari yang sulit itu, dia tidak yakin untuk mengerjakan tugas kuliah pada malam hari, keinginan untuk absen esok hari dengan alasan masih berkabung. Ia mulai membayangkan dengan respon masyarakat kampus yang akan menghujaninya dengan ucapan bela sungkawa, hanya, jangan saja sampai menanyakan penyebab kematian, hanya akan mengundang air matanya.
Ia mencoba untuk tidur, namun tidak bisa, rasanya karena ia terlalu lama tidur sebelumnya? Tapi akhirnya ia mulai merenungi tentang ibunya dan menangis lagi, sambil terlentang menghadap langit-langit di atas kasur. Monolog yang pedih untuk tak satupun pendengar, perlahan membawanya jatuh tertidur dan memejamkan mata begitu saja.
Ia melihat ibunya membuka pintu dari luar, namun hanya mengintip. Segera ia terbangun. "Ibu mau pergi ke mana?!" Seolah dia tau Clara akan keluar dan pergi ke suatu tempat
Ibunya berhenti lalu menoleh kearahnya, "oh. Ibu akan pergi, Eren."
"Kemana?"
"Ibu akan pergi jauh."
"Tunggu, aku mau ikut!"
"Eren tidak perlu ikut, tetap saja di sini."
Lalu ia terbangun sekejap, tetap di kasur yang sama. Namun ini adalah kenyataan segetir racun, setelah detik-detik pertama, kesadaran itu menamparnya. Mengingatkannya dengan realita, membuat pipi itu kembali basah dengan air mata. Kembali lagi terjebak dalam kepiluan yang sama, sementara melupakan waktu yang hampir siang.
Karena ia sudah tidak peduli waktu, ia merenung kembali, tanpa beranjak sedikitpun...
Namun apa sepasang matanya menangkap seonggok kepala bertengger di sebelahnya.
Raut Eren seketika berubah, namun masih dengan jejak air mata yang tinggal. Ini... ia sudah terbangun bukan? Ini kenyataan... kenapa.. ada seorang ini, dengan kepala bersurai hitam, memunggunginya, dengan sekujur badan tertutupi selimut.
Ia tidak tahu harus apa tapi.. karena ia masih ragu, dengan seujung jarinya... dengan amat sangat perlahan dan deras keraguan yang kencang... ia berusha menyentuh sehelai pekat itu. hanya untuk memasikan kesadarannya ia masih hidup dalam kenyataan..
Mahluk itu bisa disentuh dan terasa, bukan sekedar halu. Eren terhenti, belum sampai setengah inchi dari kepala rambut hitam itu.
Ah baiklah ia menyerah, ia yakin ini adalah kenyataan.
Disebelah ranjangnya adalah meja nakas. Ia tidak ingat menaruh gunting di mana tapi, sepertinya ada di laci...
Pikirannya mulai liar, membayangkan skenario heroik dan berbahaya dimana dia akan bertarung dengan maling dan menyelamatkan 1 rukun tetangga.. pikirannya tidak bisa tenang, ia berkecamuk... Berusaha Eren menghapus pikiran itu.
Kalau orang ini memang berbahaya, dan memiliki niat buruk... kenapa juga terlihat lemah tak berdaya berbaring dikasur seperti itu. Lalu apa?! Seribu kemungkinana terpikirkan bersamaan, Siapa orang ini sesungguhnya.
Akhrinya, perlahan tapi pasti, Eren bangkit dari ranjang, berharap pergerakannya sangat tidak terdeteksi.. sambil terus memerhtikan sesosok ancaman di hadapannya dengan mata elang. Untuk berjaga jaga saja, handphone sudah di tangan, hanya perlu menekan tombol panggil untuk polisi yang ia tahu nomernya dari penyuluan beberapa hari yang lalu. Setelahnya ia perlahan-lahan berjalan dengan tanpa suara mengelilingi ranjang, bermaksud mendekat ke sosok mencurigakan di atas ranjangnya.
Eren berhenti, tidak mungkin juga baginya kalau harus sampai berhadapan dengan orang ini... bisa saja, dibalik selimutnya yang sedang dipakai orang itu, tersembunyi senjata luar angkasa yang akan melumpuhkannya seketika.
Ia berfikir untuk membangunkannya saja...
...
..
.
Eren mengutuk dirinya sendiri karena tidak bisa mengeluarkan suaranya.
Harus berkata apa...
"Berdirilah atau kau akan kutembak!"
Hening. Gertakannya tidak ada apa-apa. Tidak bergeming sama sekali, tidak ada membeku.
Segera ia tekan tombol panggilan dan posisikan handphone pada telinga, "HALO POILISIII?!" Entah sudah terhubung atau tidak.
Suaranya yang seperti berteriak itu tentu akan terdengar, membuat si sosok misterius perlahan tapi pasti bangkit, membuat selimut Eren yang dipakainya tadi terjatuh... Memeperlihatkan sesuatu yang manik hijau tidak ingin lihat saat bangun tidur. Eren sudah memundurkan beberapa langkah, jatungnya berdetak kencang. "TOLONG JAWAB DENGAN CEPAT!" , "DI RUMAHKU ADA PERAMPOK!"
"Tolong sebutkan nama anda."
"Namaku Eren Yeager!" Langsung dijawabnya dengan segera.
Masih belum ada jawaban dari seberang, tapi penyusup ini makin dekat saja dengan dirinya, langkahnya pelan dan benar-benar tidak terlihat terinimidasi. "HALOOOO NONAAA AKU SEDANG DALAM BAHAYA." Eren panik maksimal. Demi tuhan, dari seluruh penjahat yang ada, kali ini kenapa harus telanjang.
"Baiklah Eren, dimana alamat rumahmu..?"
Tapi perempuan operator terlalu lama, dan, di ruangan yang kecil itu penyusup bugil ini telah sangat tepat berdiri di depannya, hanya berjarak selangkah. Eren tak bisa mundur, sejak punggungnya sudah menabrak pintu. Sosok tak dikenal itu dengan amat sangat anehnya mengangkat kedua tangannya ke depan hadapan Eren, gestur tanda menyerah?
Selain itu, adalah isyarat tenang untuk Eren, namun kepala rambut cokelat itu tidak pernah mengerti. Dalam sepersekian detik tangannya meraba daun pintu dan keluar bagai kilat.
Ia tahan pintu itu rapat-rapat dari luar, mengurung sang penjahat agar tidak kabur. Dari dalam, si penjahat mulai menggedor-gedor. "Eh, alamat rumahku—"
Dobrakan super kuat dari dalam pintu membuat pertahannanya hancur, Eren pun harus jatuh tersungkur. Ponsel mental beberapa jauhnya. Berdiri sosok itu di atas, tegak menatapnya bersama ekspresi yang hilang. Ia pikir takkan sempat untuk memungut handphonenya lagi, akhirnya dengan gesit ia berdiri berlari keluar rumah.
Tbc.
