Naruto © Masashi Kishimoto
Tangisan Hinata © L-Ly Three Kazumi
Rate: T
Genre: Romance/Humor (Maaf kalau humornya nggak kerasa sama sekali)
Pair: NaruHina
…
L-Ly Three Kazumi
Presents
.
Tangisan Hinata
(A Requested Fic from Nami Forsley)
.
Enjoy
"Kalian resmi menjadi sepasang suami-istri …"
Gemuruh tepuk tangan dan luapan kegembiraan menyelumuti ruangan bernuansa putih itu. Tampak jelas senyum lebar bahagia terkembang di wajah para undangan yang hadir tertuju pada suatu fokus di ruangan tersebut. Jika kita mengikuti arah pandangan mereka, kita akan melihat kebahagiaan yang lebih, terpancar dari wajah kedua mempelai. Setelah ikrar suci yang telah mengikat mereka dalam mahligai rumah tangga.
Acara yang berlangsung hari itu terasa sangat cepat bagi sang pewaris klan Namikaze dan pewaris klan Hyuuga. Naruto Namikaze dan Hinata Namikaze. Senyum tak pernah lepas dari bibir mereka, menandakan bahwa hari ini adalah hari yang paling mereka nantikan seumur hidup. Ratusan bahkan ribuan tangan yang tak hentinya menyalami mereka juga tak sampai membuat Naruto dan Hinata kelelahan. Sungguh. Karena hari ini adalah hari dimana kehidupan baru mereka dimulai.
"Tadaima …" teriak Naruto saat memasuki sebuah mansion yang sederhana yang menjadi hadiah pernikahan dari mertuanya, Hyuuga Hiashi. Mansion yang masih terletak di wilayah kekuasaan klan Hyuuga tersebut sengaja dibuat sederhana karena Hinata yang meminta. Maid yang membantu di rumah mereka pun hanya 6 orang, yang masing-masing memengang satu kewajiban, yaitu membersihkan mansion, melaundry pakaian, mengurus keperluan dapur, merawat tanaman kesayangan Hinata, ditambah seorang sopir dan seorang satpam.
"Kau suka rumah ini, Naruto-kun?" tanya Hinata pada Naruto yang sedang melihat-lihat isi ruang tamu sementara Hinata mengistirahatkan tubuhnya sejenak di sofa.
"Suka! Sangat suka, Hime. Tapi… aku merasa tidak enak pada jii-san," kata Naruto sambil berjalan ke arah Hinata, dan ikut duduk di samping wanita yang telah resmi menjadi istrinya tersebut. Hinata mengelus punggung Naruto, menenangkannya.
"Tidak apa-apa, Naruto-kun. Kan ini sebagai tanda kalau mereka juga bahagia atas p..perni.. kita," jawab Hinata malu-malu. "Lagipula, Minato-tousan dan Kushina-kaasan 'kan yang membeli semua perabotan rumah ini, jadi impas kan, Naruto-kun?".
Naruto hanya mengangguk sambil memberikan Hinata cengiran yang membuat Hinata sontak menundukkan wajahnya. "Haha, kenapa istriku selucu kamu sih, Hinata-hime?" Hinata masih menunduk, wajahnya bertambah panas dibandingkan yang tadi. "Oh ya, sudah malam nih, Hinata-chan. Kamar kita dimana?" lanjut Naruto.
"I..itu.." Hinata menunjuk sebuah kamar dengan pintu terbuka, yang terletak di pojok koridor lantai dua mansion tersebut. "Istirahat yuk, sepertinya kamu agak lelah, Hinata-chan," kata Naruto sambil menarik tangan Hinata untuk menjejaki tangga menuju ruangan mereka.
"Hinata-hime, aku mandi duluan ya. Asem, hehehe.." kata Naruto ketika mereka telah selesai membereskan ruangan mereka tersebut.
"I..iya" jawab Hinata singkat sambil membuka lemari yang isinya juga telah disediakan oleh orang tua mereka.
Hinata mengganti bajunya dengan piama yang telah disiapkan sebelumnya. Kemudian ia menggerai rambut indigonya yang panjang sepinggang dan menyisirnya di depan meja rias yang terletak di sudut kamar yang bisa ditinggali oleh sepuluh orang tersebut. Hinata tersenyum memandangi pantulan dirinya di cermin tersebut setelah memolesi wajahnya yang polos itu dengan bedak bayi tipis. Poni yang biasanya ia biarkan menutupi dahinya kini disingkirkan, dijepit dengan jepitan rambut putih yang berukuran sedang, membuatnya tambah manis di malam itu.
Setelah semuanya selesai, ia beranjak dari meja rias tersebut dan kemudian keluar dari kamar menuju dapur. Tidak lama kemudian ia kembali dengan senyum manis yang setia bertengger di bibir merah mudanya.
Ia kemudian membongkar kembali lemari yang baru dibukanya tadi, mencari pakaian yang pas untuk Naruto. Setelah menimbang-nimbang warna apa yang cocok, Hinata akhirnya memutuskan untuk memilih piama berwarna oranye untuk Naruto.
Ckrek ..
"Ah segarnya~ …" kata Naruto sambil mengeringkan rambut kuning mentarinya dengan handuk putih yang tebal sambil berjalan ke arah tempat tidur yang terletak di tengah-tengah ruangan tersebut.
"Na..naruto-kun, ini…" Hinata tergagap saat memberikan pakaian yang telah ia pilih untuk Naruto. Bagaimana pun juga, ini adalah yang pertama kalinya Hinata melihat Naruto berpenampilan seperti ini. Rambut basah yang mengkilap serta Naruto yang ehmm..topless. tidak ingin terjatuh lama-lama, Hinata memutuskan untuk berbalik memunggungi Naruto.
Naruto tersenyum geli. Baginya Hinata bertambah imut dengan merah di pipi layaknya telah memakai blush-on yang berlebihan. Tapi ia tidak mau menggodanya dulu, takut Hinata pingsan dan yah .. kalian tahu apa yang tidak akan terjadi.
Tok..tok..tok..
Naruto memandang Hinata heran. "Siapa?" tanyanya kepada Hinata yang tengah berjalan ke pintu kamar itu. Hinata mengangkat bahu. "Biar aku lihat …"
"Arigatou na .. Iya, kau bisa istirahat sekarang. Maaf merepotkan .."
"Ah, tidak apa-apa, Hinata-sama," kata maid yang tadi mengetuk pintu sambil berlalu. Hinata menutup pintu kemudian melangkah ke arah balkon sambil membawa sebuah nampan dengan penutup, sehingga Naruto tidak tahu apa yang dibawa oleh Hinata.
Penasaran, Naruto mengikuti langkah Hinata menuju balkon.
"Naruto-kun pasti lapar, kan? Aku tadi menyuruh salah satu maid untuk membuatkanmu ramen. Duduk, Naruto-kun…" Hinata kemudian membuka bungkus sumpit untuk ramen Naruto dan membelahnya menjadi dua.
"Kau tahu, Hinata-chan?" tanya Naruto.
"Hmm?" gumam Hinata menandakan keingintahuannya.
"Sepertinya aku tidak salah memilih pendamping hidupku, hehehe…" wajah Hinata memerah lagi untuk ke sekian kalinya.
"Uuh, Naruto-kun. Jangan menggodaku seperti itu," rengek Hinata.
"Ahaha, kamu benar-benar lucu, hime. Aku makan, ya. Itadakimasu …" Naruto memakan ramen tersebut dengan sangat lahap. Hinata hanya terkikik geli melihat tingkah suaminya yang kekanakan apabila sudah bertemu dengan ramen.
Bisa kita tebak sendiri, 'kan. Jika kita memakan sesuatu dengan sangat lahap, apa yang terjadi pada daerah sekitar mulut kita? Tentu saja, belepotan. Dan itulah yang terjadi pada Naruto yang telah menyelesaikan makanannya.
"Ah, chotto Naruto-kun…" kata Hinata sambil mengambil tisu yang terdapat di meja rias tadi. Ia kemudian mengelap daerah yang belepotan itu dengan sangat lebut sampai bersih. Mau tak mau Naruto blushing juga.
"A..ah. A..arigatou, Hinata.." bahkan saking gugupnya, ia lupa menambahkan embel-embel hime atau chan pada nama Hinata.
"Hihihi, Naruto-kun lucu .." Hinata menertawai Naruto yang bertambah malu.
"Hinata-chan, kau harus kuhukum karena telah berani menertawai suamimu yang ganteng ini …"
"KYAA, NARUTO-KU~N …
0o-Tangisan Hinata-o0
"Ohayou, Hime .." sapa Naruto pada seorang wanita beriris amethyst yang sedang membuka gorden jendela kamarnya dengan suara yang masih serak.
"Ohayou, Naruto-kun …" jawab Hinata. "Mandi sana, setelah itu kita sarapan. Kutunggu di bawah ya, Naruto-kun .." lanjut Hinata sambil berjalan keluar dari kamar itu.
Naruto kemudian beranjak dari tempatnya bermimpi lalu dengan malas ia berjalan menuju ke kamar mandi. Ia selesai dengan cepat, kemudian memakai pakaian yang telah disiapkan Hinata untuknya. Ia turun ke ruang makan dengan penampilan yang rapi dan wangi.
Bertanya mengapa Naruto berpakaian rapi hanya untuk sarapan? Jawabannya adalah karena mereka akan sarapan bersama keluarga besar Hyuuga yang lainnya. Jadi tidak mungkin kan Naruto mempermalukan dirinya sendiri di depan mertua dan keluarga istrinya yang lain?
"Ah, ayo berangkat Naruto-kun. Acaranya pasti sudah mau dimulai…" kata Hinata sambil menggamit tangan Naruto, menggandengnya pergi ke bangunan yang dikhususkan sebagai tempat pertemuan keluarga besar Hyuuga.
Mereka memutuskan untuk berjalan saja agar Naruto lebih mengenal kompleks mansion Hyuuga yang melebihi luasnya kompleks mansion Namikaze. Mereka juga beralasan bahwa itu untuk kesehatan mereka. Ah, bilang saja mau berduaan lebih lama, Naruto, Hinata.
Di sepanjang jalan, mereka mendapatkan sapaan hangat dari para anggota klan Hyuuga yang juga akan ikut menghadiri acara sarapan bersama tersebut, yang tentu saja mereka balas dengan sapaan yang tak kalah hangat juga. Terlihat pula Neji Hyuuga, kakak sepupu Hinata yang sedang berjalan dengan Hyuuga Hizashi, tou-sannya.
"Ohayou, Hinata-san, Naruto .." sapa Neji.
"Sudah kubilang, 'kan Nii-san, jangan memanggilku dengan embel-embel –san begitu~," rengek Hinata sambil memasang wajah cemberut. "Hizashi-jiisan, bilangin Neji-nii, tuh..".
"Neji, berhenti menggoda adikmu seperti itu," ucap Hizashi tenang. Neji tersenyum simpul saja menanggapinya.
"Naruto, jangan sampai kau membuat Hinata menangis ya. Atau kau akan tahu akibatnya.." kata Neji sambil mengepalkan tinjunya pada Naruto. Naruto memutar bola matanya.
"Are..are nii-san, aku tahu. Sejak aku pacaran dengan Hinata-chan kau sudah mengucapkan itu beratus-ratus kali.." Naruto merangkul pundak Hinata. "Jangan cemas, nii-san. Kau bisa mengamanahkan imoutomu yang imut ini padaku.."
"Haha, lihat Naruto. Kau membuatnya malu. Sampai merah begitu.." kata Neji sambil menunjuk wajah Hinata yang merah padam.
"Ehem .." deheman keras dari seseorang menghentikan kegiatan bercanda mereka. Dan disana berdiri Hiashi Hyuuga.
"O..Ohayou, tou-san," sapa Naruto dan Hinata bersamaan. Neji dan Hizashi sudah bergabung dengan anggota klan lainnya, meninggalkan mereka berdua bersama Hiashi Hyuuga.
"Bagaimana semalam, eh? Namikaze Hinata?" tanya Hiashi sambil melirik jahil pada Hinata.
"T..tou-san! Jangan bertanya macam-macam .." perasaan Hinata saja atau memang hari ini semua orang suka menggodanya? Bahkan Hiashi yang terkenal killer pun ikut ambil bagian.
"Iya iya, tou-san tahu itu rahasiamu sama Naruto, kan? Hey, jangan cemberut begitu, sana makan," Hiashi berjalan bersama anak dan menantunya tersebut menuju ke bagian tengah ruangan, dimana sarapan telah disiapkan dalam porsi ratusan orang. Tak terhitung berapa kali Hinata harus menahan rasa malu karena pertanyaan-pertanyaan iseng para kerabatnya yang menyinggung masalah pribadi dia dan Naruto.
Tak hanya sampai disitu, sebuah cake yang juga tersedia di ruangan itu pun menjadi alat bagi para anggota klan Hyuuga untuk mengerjai Hinata. Mereka menyuruh Naruto dan Hinata memotong cake tersebut bersama-sama. Dan tebak apa? Para anggota klan Hyuuga yang mendadak iseng itu menyuruh pengantin baru tersebut untuk saling suap satu sama lain! Bisa kita bayangkan betapa Hinata harus menahan dirinya dalam kesadaran. Kalau Naruto jangan ditanya lagi, dia hanya melemparkan cengiran pada para Hyuuga tersebut dengan sedikit blush menghiasi pipi tan-nya.
"Nee-san, ini dari Hanabi dan err..Konohamaru. Maaf baru memberinya ke nee sekarang. Jadinya baru kemarin, sih. Terima ya, nee.." kata Hanabi sambil memberikan sebuah kotak mungil pada Hinata, dan sebuah lagi untuk Naruto di tengah-tengah berlangsungnya acara tersebut.
"Buka..buka..buka.."
Seruan untuk membuka kado dari Hanabi menggema di sekeliling ruangan itu. Hinata menatap Hanabi, meminta persetujuan. "Buka aja, nee-san. Aku malah senang kalau nee mau membuka dan juga sekalian memakainya sekarang," kata Hanabi sambil mengulum senyum pada kakak satu-satunya tersebut.
Hinata dan Naruto pelan-pelan membuka kado tersebut. Mata mereka sedikit terbeliak melihat apa yang ada di dalamnya. Di tangan Hinata, sebuah kalung berliontin yang berisi foto Naruto yang sedang tersenyum lebar, dan si tangan Naruto sebaliknya, kalung berliontin dengan foto Hinata yang sedang tertidur pulas. Tentunya kalung mereka modifikasinya berbeda, satu untuk perempuan dan satu untuk laki-laki.
"Selera kalian tidak diragukan lagi.." kata Naruto pada Hanabi seraya mengelus rambut adik iparnya tersebut. "Arigatou gozaimasu ..".
"Arigatou ne, imouto-chan. Jangan lupa juga sampaikan rasa terima kasih kami ke Konohamaru-kun. Ya?" kata Hinata sambil mengikuti tingkah Naruto, mengelus rambut panjang kecoklatan Hanabi.
"Hinata-nee, Naruto-nii, Hanabi kan bukan anak kecil lagi. Ingat, umur Hanabi 'kan sudah dua puluh tahun," ucap Hanabi.
"Wah, ternyata kau sudah cukup tua, Hanabi-chan. Hehehe.."
"Haha, sudahlah Hanabi-chan. Jangan memaksakan dirimu," Hiashi datang bergabung dengan mereka. "Sepertinya sudah hampir siang, kalian pulanglah..".
"Baik tou-san.." kata Naruto. Mereka berdua pun kembali ke mansion hadiah pernikahan Hiashi untuk mereka.
"Tadaima.." ucap Hinata begitu memasuki mansion mereka. Ia menyuruh Naruto untuk beristirahat di ruang keluarga sementara ia menyeduh teh untuk mereka nikmati.
Tak butuh waktu lama untuk Hinata menyiapkan apa yang ia niatkan tadi, ia kemudian membawanya ke tempat dimana Naruto telah menunggunya.
"Menunggu lama, Naruto-kun?" tanya Hinata begitu ia memasuki ruangan yang didominasi warna lavender cerah itu. Naruto memalingkan wajahnya dari jendela.
"Hah? Tidaklah Hinata-chan. Sini duduk, pemandangan dari sini indah sekali, ya…" Hinata duduk di kursi yang terletak tepat di depan Naruto yang berada di dekat jendela. Jendela tersebut mengarah ke danau buatan yang menjadi hadiah ulang tahun ke-17 Hinata dulu.
"Danaunya indah…" kata Naruto sambil menyesap teh Dajeerling yang dibuat oleh Hinata. "Apalagi bunga matahari yang memenuhi flower bed di sebelah utara dan lavender di selatan. Bertambah indah ..".
Hinata hanya terdiam sambil memasang senyum. Bagaimana pun ia tidak akan memberi tahu Naruto kalau ia menghiasi danau itu dengan bunga matahari karena waktu Hinata masih diam-diam menyukai Naruto dulu, ia mendapatkan info dari Ino kalau Naruto sering membeli bunga matahari di tokonya. Bisa-bisa Naruto menggodanya sampai ia pingsan.
0o-Tangisan Hinata-o0
Naruto POV
Ini sudah hari kedua setelah aku dan Hinata menjadi pasangan suami-istri. Ah, mengatakan itu rasanya aku seperti sedang bermimpi saja. Bagaimana tidak? Mendapatkan istri yang baik, cantik, mandiri, dan semua nilai plus seperti Hinata itu sangat susah. Spesies langka euy! Apalagi dia mencintaiku dengan sangaaa~t tulus. Aku tidak bermaksud untuk bernarsis ria, ya? Memang itu kok kenyataannya. Rona merah di pipi Namikaze Hinata itu sudah menjadi bukti yang cukup kuat kan untuk membuktikannya?
Ha~h. aku sungguh sayang kepada bidadari yang duduk di depanku ini. Rambut indigonya yang memabukkan, mata amethystnya yang menghanyutkan, dan –ah aku rasa aku sudah mulai melantur lagi. Kuhentikan lamunanku yang mulai menjurus ke arah rate M ini. Menyesap sedikit teh hangat yang dibuatkan oleh istriku tercinta sambil menatap dua keindahan yang tersedia di depan mataku. Danau biru yang indah, serta wajahnya yang manis.
Kuamati lagi danau itu baik-baik. Sepertinya loading otakku terlalu lambat sehingga tidak menyadari sesuatu yang sebetulnya cukup bermakna dari danau buatan yang menjadi hadiah ulang tahun Hime-ku tersebut. Bunga matahari kuning cerah itu, danau biru yang tenang itu, bunga lavender yang berada di sebelah selatan danau itu. Oh, aku punya rencana!
"Eh, Hinata-chan. Bagaimana kalau sore ini kita berkebun saja? Aku tahu kau sangat suka berkebun, kan?" kataku memecah keheningan. Kulihat tadi dia sedikit tersentak ketika aku memulai pembicaraan ini. Seketika sinar matanya berubah menjadi berbinar-binar. Sepertinya dia tidak tahu kalau aku punya rencana tersembunyi di balik ini. Fufufu.
"Aku minta Hayate untuk menyiapkan peralatannya dulu, ya?" suara merdunya seakan membelai lembut indra pendengaranku. Kulihat ia merapikan dress biru laut yang dikenakannya sebelum beranjak. Aku menganggukkan kepala dan tersenyum padanya tanda aku setuju dengan langkah pertama yang ingin dilakukannya.
Hah. Aku berharap rencana ini akan berhasil. Tapi kalau aku kerjanya sama dia, bukan surprise lagi dong. Aku menepuk dahiku. Emang dasar Dobe aku ini. Hah. Terpaksa aku harus berpikir keras lagi untuk membuatnya tidak ada di rumah setidaknya untuk sore ini sampai malam hari. Ah, aniki mungkin bisa kuandalkan hari ini.
Kurogoh saku depan celanaku, mengabil handphone yang kusimpan disana. Aku lalu menekan-nekan tombolnya, mencari satu kontak. Kemudian aku berhenti pada kontak dengan label 'Pein-nii'.
"Moshi-moshi, nii-chan?"
0o-Tangisan Hinata-o0
Hinata POV
"Naruto-kun, alat-alatnya sudah disiapkan oleh Hayate di kebun. Kau mau langsung kesana?" tanyaku pada Naruto yang terlihat sedang mengantongi handphonenya. Dia kemudian mengangkat wajahnya, menatapku. Ah, mata jernih beriris shappire itu sangat indah. Ditambah lagi dengan rambutnya yang kuning secerah mentari, membuatku seakan melihat sunset dan sunrise pada saat yang bersamaan. Kurasakan pipiku menghangat.
Pluk…
Ia menatapku lembut. Ugh, rasanya aku akan meleleh saat ini juga.
"Ayo …" ucapnya sambil menepuk pelan pundakku. Tangannya kemudian berpindah tempat dan mendarat di tanganku, setengah menarikku untuk cepat ke kebun. Aku belum tahu kalau Naruto-kun menyukai kegiatan seperti ini. Aku tersenyum. Setidaknya pengetahuanku tentang suamiku bertambah. Hihihi.
"Hinata-chan, ada apa?" Ups, sepertinya dia mendengar kikikanku tadi. Aku menatap wajahnya yang berseri tersebut. Kulihat dia menautkan alisnya pertanda ingin tahu apa yang menjadi penyebabku tertawa. Aku melembutkan tatapanku.
"Tidak ada apa-apa, Naruto-kun. Percaya deh .."
"Masa sih?" ia memiringkan kepalanya.
"Benar, Naruto-kun. Masa Naruto-kun tidak percaya sih?" aku pura-pura marah. Kupalingkan wajahku darinya. Bisa kurasakan dia gelagapan di belakangku.
"Hinata-hime, jangan ngambek gitu dong…" suaranya dia buat sememelas mungkin. Hihihi, Naruto-kun gampang sekali dijahili. Tapi, sepertinya dia mendengar kikikanku lagi.
"Hi-Na-Ta-Chaaannn …"
"Augh, itte, Naruto-kun .." sudah bisa kutebak, dia pasti gemas sampai mencubiti pipiku begini. Aku tertawa kecil, kemudian kubawa ia dalam rengkuhanku. Aku menghela nafas ringan saat dia membelai lembut rambut panjangku.
"Janji tidak menyembunyikan apa pun dari ku ya, Hime?" Naruto mengangkat wajahku. Tatapannya seakan menembus mataku dan melihat langsung isi hatiku.
"Pastinya, atashi no danna-sama. Hihihi …" dapat kulihat langsung perubahan drastis warna wajahnya. Aku tersenyum jahil padanya, membuatnya memalingkan wajah dariku.
"A..ayo cepat ke kebun. Keburu sore .." bisa kudengar Kalau Naruto-kun sedikit grogi kupanggil danna-sama tadi. Sampai gugup begitu. Aku lagi-lagi tertawa kecil sambil berlari mengejar Naruto-kun yang sudah sekitar lima meter di depanku, aku menggamit lengannya.
"Kenapa gugup, hm?" kucoba menggodanya lagi. Kali ini ia diam, meniru sikap Sasuke yang terkenal dengan ke-cool-annya.
"Hinata-chan, sejak kapan kau jadi jahil begini, huh?" Haha, ternyata ia mencoba melawan. Aku berpikir sejenak.
"Sejak kapan yah .." Aku menatapnya lagi, dia pura-pura tak acuh. "Sejak kejadian semalam mungkin, danna-chann..".
"Ugh, Hinata-chan .." sepertinya ia geram juga dipermainkan seperti ini. Wajahnya imut sekali saat dia cemberut. Sering-sering ah.
Aku baru akan melancarkan seranganku lagi, tapi terhenti oleh bunyi dering handphoneku. Kulihat nama yang terpampang di layar. 'Sakura-chan calling'. Hm, tumben Sakura-chan menelpon. Padahal lagi mesra-mesranya ama Naruto-kun. Kuangkat panggilan Sakura itu.
"Moshi-moshi, Sakura-chan?"
"Ah, Hinata-chan. Bagaimana kabarmu dengan Naruto?"
"Iya, aku baik-baik saja dengan Naruto-kun.." kulihat Naruto-kun sedikit melirik padaku saat kusebutkan namanya. Aku merasa tatapannya berbeda. Tapi mungkin hanya perasaanku saja. Kusimak baik-baik apa yang diucapkan oleh Sakura-chan di seberang sana.
"Umh, begini Hinata-chan. Kami berencana untuk mengadakan pesta piama di rumah Ino. Kamu…mau ikut, kan? Ayolah, kita sudah lama tidak melakukan ini …"
"Hah? Pesta piama? T..tapi, Sakura-chan. Aku dan Naruto-kun .."
"Ada apa dengan kau dan Naruto? Masih ingin menikmati'nya', ya?' kudengar kikikan kecil dari ujung sana. Wajahku memerah.
"B..bukan begitu, Sakura-chan. Jangan langsung berpikir ke arah situ~"
"Haha, tenang Hinata-chan. Kami moho~n dengat sangat. Ikut dong, Hinata-chan. Cuma semalam kok. Ya ya ya .." bisa kurasakan Sakura di seberang sana pasti sedang memasang puppy eyes miliknya.
"Tunggu sebentar, Sakura-chan. Aku tanya Naruto-kun dulu .."
"Cepat yaa. Aku mau hasilnya oke!" Hufh, dasar Sakura-chan.
"A..ano, Naruto-kun?" aku menatap Naruto yang sedari tadi menatapku dengan serius. Ia hanya bergumam menjawab pertanyaanku.
"E..eto. Sakura-chan memintaku untuk ikut dengannya ke pesta piama di rumah Ino. Apa Naruto-kun mengizinkan?" semoga tidak, semoga tidak, semoga tidaaak. Aku ingin sekali menghabiskan sore ini untuk berkebun dengan Naruto-kun.
"Hmm, bagaimana yah. Ini kan baru hari kedua kita menjadi …ehm suami-istri, Hinata-chan," Naruto-kun menghela nafas berat. "Tapi sepertinya mereka membutuhkanmu ..".
Aku kecewa dalam hati. Kuminta lagi keyakinannya dengan menatapnya dalam-dalam. Seakan menangkap sinyal ini, Naruto-kun kemudian mengelus kepalaku.
"Tidak apa-apa, Hinata-chan. Berpisah denganku satu malam saja tidak akan membuatmu mati, kan? Hehehe .." wajahku merah padam mendengar ini.
"Naruto-kun ngebales nih? Huh .."
"Benar tidak apa-apa kok, Hinata-chan. Dan soal acara kita sore ini, akan kutunda sampai besok. Bagaimana?" aku menatapnya tak yakin. "Aku janji akan memberimu satu hadiah yang pasti kamu suka .." dia mengerling padaku, aku lumer juga akhirnya.
"Baiklah, Naruto-kun .." kataku sambil tersenyum padanya. Kami kemudian berjalan beriringan menuju kamar kami untuk menyiapkan perlengkapanku menuju rumah Ino.
"Hinata-chan, kau sudah mengonfirmasi pada Sakura mengenai keikutsertaanmu?" tanya Naruto yang langsung menghempaskan tubuhnya ke ranjang ketika kami tiba di ruangan kami.
"Belum, Naruto-kun. Kau bisa melakukannya, Naruto-kun?" yah, aku memang sedang menyiapkan pakaianku. Jadi aku tidak bisa menghubungi Sakura-chan dulu.
"Baiklah .." katanya sambil mengambil handphonenya. Tak lama kemudian, kudengar ia sudah bercakap dengan Sakura.
"Aa, Sakura. Hinata-chan akan ikut di pesta piamamu itu .." oh ya, baru kusadari Naruto sudah tidak memanggil Sakura dengan embel-embel –chan lagi. Terus terang aku senang dengan itu.
"Hmm, terima kasih .." percakapan yang singkat itu pun ditutup. Aku juga telah siap dengan ransel yang tidka begitu besar tergantung di pundakku. Naruto bangkit dari tidurnya dan mengantarkanku keluar dari rumah kami.
"Aku pergi dulu, Naruto-kun. Ittekimasu .."
"Hati-hati ya, Hinata-chan .." aku merasakan kecupan lembut di dahiku. Aku memejamkan mata menikmatinya.
"Mattaashita .."
0o-Tangisan Hinata-o0
Naruto POV
'Yap, tahap pertama selesai, sekarang langsung ke tahap inti,' batinku. Aku masih berada di beranda rumah, menunggu sekelompok orang yang akan membantuku untuk menjalankan tahap selanjutnya. Kulirik jam tanganku. Sekarang sudah jam tiga sore lewat setengah. Hufh, lama juga Pein-nii, katanya setengah empat dia dan kawan-kawannya pasti sudah ada di pintu gerbang rumahku. Ternyata hanya janji, bukan bukti.
Aku menghempaskan pantatku di kursi yang berada di beranda yang tidak terlalu luas ini. Kakiku mengetuk-ngetuk lantai bosan.
Ckiit..
Kudengar pintu gerbang di depan sana berdecit. Mungkin itu mereka, pikirku. Aku baru saja berdiri dan ingin menghampiri anikiku itu, tapi apa yang kulihat hanya satu orang yang sedang berjalan dengan tenang menuju ke arahku.
Dia adalah Hiashi Hyuuga!
Mati aku, gerutuku dalam hati. Samar-samar derap langkahnya semakin terdengar jelas tertangkap oleh indra pendengaranku. Membuat bulu-bulu halus di sekujur tubuhku merinding. Oh, bagaimana kalau ia menanyakan Hinata? Apa yang harus aku lakukan?
"Konnichiwa, Naruto .." suara beratnya semakin membuatku gugup. Aku mematung, tidak menjawab sapaan dari mertuaku tersebut. "Naruto? Tidak sopan ketika ada orang yang menyapamu lalu kamu hanya berdiri sambil menatap orang itu dengan mata yang menyiratkan ketakutan," Aku tersentak.
"H..Hai. Konnichiwa, Hiashi-jiisan," aku tersenyum hambar padanya yang menatapku heran.
"Aku ini ayah dari istrimu, Naruto. Sudah seharusnya kamu tidak memanggilku dengan –jiisan lagi, tapi tou-san," dia tersenyum padaku sambil menepuk pundakku yang masih sedikit gemetaran.
"H..hai, tou-san,"
"Nah, itu lebih baik. Mana Hinata?"
Oh crap! Bagaimana ini. Bagaimana reaksi tou-san nanti kalau tahu Hinata-chan tidak ada disini. Aku semakin gelisah. Kurasakan keringat dingin mulai mengucur secara perlahan-lahan di dahiku. Tapi ..
Brum..brumm
Suara deru motor yang kuperkirakan mencapai lima buah terdengar memasuki halaman rumahku. Dugaanku benar, ada sekitar enam motor tak lama kemudian terparkir di depan beranda rumahku. Aku semakin gelagapan. Itu aniki dan teman-temannya!
Aku gelisah menghadapi situasi yang sama sekali tidak kuduga ini. Aku gemetaran ketika Hiashi-tousan bersalaman hangat dengan aniki, dan diikuti oleh teman-temannya yang notebenenya anak buah dari aniki. Ah, daripada begini, lebih baik aku menyuruh mereka masuk dan minum dulu. Setidaknya aku bisa menghindar untuk beberapa waktu dari Hiashi-tousan.
"Tou-san, aniki, dan yang lainnya silahkan masuk. Biar aku suruh maid untuk siapkan minuman untuk kalian dulu," aku mengantar mereka masuk ke ruang tamu rumahku. Setelah mereka semua duduk, aku langsung berjalan dengan tergesa menuju dapur, dan menyuruh maid disana untuk membuat minuman, dan kembali menuju ruang tamu.
Aku heran sekaligus agak takut melihat Hiashi-tousan langsung berjalan ke arahku. Aku tersentak begitu merasakan bahwa tou-san merangkulku. Ia kemudian tertawa.
"Tak kusangka kau seromantis itu, Naruto. Idemu sungguh diluar akalku. Ckck .." alisku bertaut heran. Tapi itu hanya sejenak. Aku tahu Pein-nii pasti menceritakannya pada tou-san. Aku menghela nafas lega tou-san tidak marah akan hal ini. Malah sangat mendukungnya.
"A..arigatou, tou-san. Hehe.." aku ikut tertawa bersama dengan riuhnya teman-teman anikiku.
"Kau seharusnya lebih terbuka pada tou-san. Jangan malah ketakutan seperti tadi. Sampai berkeringat dingin segala. Hmph .." aku menjerit tertahan dalam hati. Tou-san melihat ekspresiku tadi saat menanyakan keberadaan Hinata. Aku merasa malu kepada mertuaku ini. Benar juga, Hinata bahkan telah terbuka pada orang tuaku semenjak kami pacaran. Sedangkan aku sudah menikah begini masih takut-takut pada orang tuanya.
"H..hai, tou-san .." hanya itu yang bisa kukeluarkan dari bibirku sambil menahan rasa malu yang menjalar di wajah tan-ku.
"Baiklah. Lanjutkan rencanamu. Tou-san pulang dulu .." ia kemudian pamit kepada aniki dan teman-temannya, lau tak lama setelah itu ia telah tak terlihat oleh mata kami. Aku memandang orang-orang yang tersisa di ruangan ini.
"Jadi? Apa perlu kujelaskan ulang apa yang harus kita kerjakan, senpai-tachi?" tanyaku sambil menghempaskan tubuhku di sofa, kemudian menatap mereka serius satu-persatu. Mereka semua menggeleng mantap. "Yosh, kalau begitu. Ayo ke kebun, peralatannya sudah disiapkan oleh Hayate tadi,"
"YEAHH!"
Mereka semua berkejaran ke kebun yang berada di sebelah timur rumah Hinata dan Naruto seperti anak kecil. Akatsuki memang terkenal dengan ke-childish-an anggota-anggotanya. Meskipun begitu, mereka sangat handal dalam bidang Ikebana. Tidak heran mengapa klan Yamanaka memercayakan mereka untuk mengambil alih toko bunga Yamanaka yang jangkauannya melingkupi lima Negara besar.
Berbicara tentang anggota-anggotanya, Akatsuki terdiri dari sepuluh orang cowok yang nyentrik. Mereka duduk di bangku kuliah, tepatnya di Konoha Artisting University. Yang paling disegani di kelompok ini adalah aniki Naruto, Pein. Ia dihormati oleh anggota lainnya karena selain ia yang paling tua, ia juga sangat bijak dalam menentukan keputusan.
Kemudian yang lainnya adalah Itachi, Hidan, Kisame, Kakuzu, Zetsu, Sasori, Deidara, dan Tobi. Itachi merupakan anggota yang paling memahami Hanakotoba, Hidan juga begitu, meski pun masih di bawah Itachi. Kisame sendiri ahli dalam bidang pemupukan bersama Sasori. Zetsu dan Deidara adalah yang paling jago dalam merangkai bunga-bunga. Kakuzu tidak terlalu berilmu dalam hal bunga-bungaan, tetapi dia direkrut karena mereka memerlukan bendahara. Sedikit tentang Kakuzu, dia adalah mantan tukang kayu. Sedangkan Tobi ikut karena ia memaksa Itachi mengikutkannya.
Pein adalah manajer dari Akatsuki. Karena itu, ia bisa dengan leluasa mengatur susunan organisasi mereka ini. Sedikit memanfaatkan kedudukannya, pacar Pein, Konan, diangkat sebagai wakil manajer dari Akatsuki. Konan sangat mahir dalam origami. Dan Konan selalu berdalih ia masuk ke Akatsuki karena kemampuannya itu. Kalau kita bertanya padanya apa hubungan dari origami dengan Ikebana, ia akan dengan santainya menjawab bahwa dengan origami, ia bisa membuat karangan bunga itu lebih indah.
Sampai disini tentang Akatsuki, mari kita tengok Naruto dan Akatsuki yang tengah membagi pekerjaan mereka. Masing-masing dari mereka membagi pekerjaan yang telah tersedia sesuai dengan keahlian mereka.
"Jadi, Zetsu dan Dei bergerak duluan. Zetsu di Flower bed bunga matahari, sedangkan Dei di lavender. Karena flower bed-nya tidak kecil, maka kalian bisa memiih partner untuk menjalankan langkah pertama ini. Ok, Zetsu. Kau pilih siapa?" Pein memberikan instruksi di tengah lingkaran kecil di kebun itu.
Mendengar perkataan itu, Zetsu langsung memilih Hidan. Sedangkan Deidara langsung menyeret Sasori ke tempat dimana bunga lavender tumbuh, dan mulai melakukan sentuhan mereka. Pein yang melihat itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir. Ia kemudian melempar pandangannya ke Zetsu, mengangguk sedikit. Zetsu yang mengetahui arti dari kode tersebut langsung mengajak Hidan untuk beraksi.
"Hmm, yang tersisa tinggal Itachi, Tobi, Kisame dan Konan. Begini saja. Itachi, kau dan Tobi akan membantu aku, Naruto, dan Kakuzu untuk mengangkut kayu dulu, setelah itu kalian membantu Dei dan Zetsu. Ok?" semua yang tersisa di tempat itu hanya mengangguk tanda setuju. Tapi kemudian Pein merasakan ada orang yang mencolek pinggangnya. Ternyata itu Konan.
"Pein-koi, aku kerja apa dong?"
"Oh iya! Ehm, kau boleh memilih pekerjaan yang ingin kau kerjakan, darling.." jawab Pein sambil mengedipkan sebelah matanya. Konan tersenyum. "Ayo sekarang kita ambil kayunya di gudang," lanjut Pein kepada anggotanya yang tersisa, minus Konan.
"Hai, leader .."
"Hai, aniki .."
Mereka lalu berjalan menuju gudang yang letaknya tidak jauh dari kebun, mengambil persediaan kayu yang ada di dalamnya dan menggotongnya bersama-sama menuju danau. Mereka kemudian meletakkannya sedemikian rupa. Lalu sesuai dengan perjanjian tadi, Itachi dan Tobi memisahkan diri dan mulai membantu pekerjaan Dei dan Zetsu yang telah selesai seper sepuluh bagian itu.
Suara khas gunting, hentakan palu, dan kecipak air tidak berhenti terdengar sampai larut malam tiba.
TBC
HAAAHHH ..
Niatnya bikin oneshot malah jadi lebar gini ceritanya ..
Hufh ..
Tapi aku usahakan fic ini akan jadi Three-shot deh ..
Hh ..
Jangan lupa RnR yaa ..
