Aku yang dulu pasti akan menangis sesengukkan di kamar, sendiri

Aku yang dulu pasti akan selalu duduk di bangku paling belakang, sendiri

Aku yang dulu pasti akan selalu tersingkir dari kehangatan yang dinamakan persahabatan, sendiri

Aku yang dulu pasti selalu dapat digencet dengan mudahnya, sendiri

Dan masih banyak perbandingan antara 'aku yang dulu' dengan 'aku yang sekarang'

Meski pada nyatanya, toh tetap sama saja. Aku... tetap sendiri.

Mizuhashi Riku proudly (?) present :

Aku yang Dulu

Naruto and all of the characters belongs to:

Masashi Kishimoto

WARNING!

Fic GaJe yang abal. Chara ada yang OOC

This is the first Fanfic I've ever made, mohon dapat dimaklumi hehe ^^

Aku menatap dengan datar bayanganku sendiri di cermin. Rambut merah muda yang indah dan halus. Mata hijau emerald yang bercahaya. Kulit putih dan badan langsing. Intinya..., aku ini sempurna. Maksudku dalam hal kecantikkan. Dan itulah yang selalu dikatakan orang-orang kepadaku.

Hey I just met you

And this is crazy

But here's my number

So call me maybe

Aku meraih ponselku dengan malas. Setelah melihat nama Kaa-san tertera di sana, aku pun memencet tombol accept dan mendekatkan ponsel itu ketelinga kananku.

"Sakura, lagi-lagi kaa-san tidak dapat pulang minggu ini," kata kaa-san tanpa basa-basi.

"Ooh," aku membalas perkataan kaa-san sambil memasang ranselku yang berukuran sedang.

"Jangan lupa belajar lebih giat. Kaa-san tidak mau melihat nilaimu yang pas-pasan saja seperti itu," pesan kaa-san. Dan sebelum aku sempat membalas lagi, dia melanjutkan perkataannya, "Kaa-san sedang sibuk sekarang. Jaa,"

Aku pun segera menutup ponselku dan memasukkannya ke dalam saku bajuku.

Ya, seperti yang kau duga. Aku hanya hidup berdua dengan kaa-san ku. Sedangkan tou-san ku sendiri sudah bekerja 5 tahun di Amerika dan belum juga kembali sampai saat ini. Ah, mungkin dia sudah memiliki keluarga lagi.

Kalau kau ingin tau, kaa-san dan tou-san ku sudah lama bercerai. Kalau aku tidak salah, itu terjadi ketika aku masih berada di sekolah dasar. Alasannya? Terlalu banyak perbedaan.

Tapi, aku yakin satu hal. Sebanyak apa pun perbedaan yang mereka miliki, toh mereka memiliki beberapa persamaan yang entah mereka sadari atau tidak. Mereka sama-sama tidak peduli padaku. Mereka sama-sama egois, hanya peduli pada urusan mereka masing-masing di kantor. Mereka sama-sama tidak menyayangiku. Mereka sama-sama...tidak menganggapku sebagai anak mereka.

"Sakura- chan, mau kuantar ke sekolah?"

"Sakura- chan, kau sudah sarapan? Mau sarapan berdua denganku?"

"Sakura- chan kubawakan tasmu, ya?"

Baru beberapa langkah dari gerbang rumahku, sekumpulan anak-anak cowok yang berasal dari sekolahku sudah menawariku macam-macam. Membuatku melepas ranselku secara asal untuk segera mereka tangkap (dan memang mereka tangkap dengan senang) dan aku mendudukkan diriku di kursi belakang sepeda yang dibawa seseorang dari mereka.

Ahya.. perkenalkan. Mereka ini semua adalah pembantuku. 'Heee, pembantu?' Mungkin sebagian dari kalian bertanya padaku tentang itu. Menilaiku kejam karena menganggap mereka pembantuku. Tapi, pada kenyataannya memang begitu.

Mereka menyatakan diri sebagai fans ku di sekolah. Dan tentu saja aku menolak itu. Aku tidak butuh fans. Karena mereka hanya dapat ...apa yang biasa kusebut ya? Oh iya, mengganggu. Mereka selalu curi-curi pandang denganku. Tersenyum aneh padaku. Diam-diam mengambil photo-photoku dan memasangnya di barang-barang yang mereka sukai dengan tanda merah hati membingkai wajahku. Pokoknya masih banyak hal konyol yang mereka lakukan yang membuatku risih. Risih akan kelakuan tidak berguna yang mereka lakukan.

Setelah itu, mereka malah menawarkan diri sebagai pembantuku. Berusaha melakukan perintahku dengan baik, melayani keinginanku tanpa protes, mau menjadi berguna untukku, dan masih banyak yang mereka janjikan padaku. Membuatku menerima mereka menjadi pembantuku pada akhirnya.

Jadi bagaimana menurutmu? Aku baik, kan? Memberikan apa yang mereka mau, membuat mereka bahagia seperti itu. Yang paling penting dari semuanya, aku telah membuat mereka jadi lebih berguna.

"Sakura-chan, kau manis sekali"

"Sakura- chan, kau cantik sekali seperti biasa"

"Sakura- chan, would you be my girl?"

Keributan itu masih saja terjadi bahkan setelah aku duduk di kursi kebanggaanku di kelasku. Dengan rasa tidak sabar aku menunggu bel sekolah berbunyi agar aku dapat duduk nyaman di singgasanaku. Perlu kau ingat, aku dijuluki sebagai Queen di sini. Jadi, semua yang ada hubungannya denganku harus berbeda dari murid kebanyakan. Itulah mengapa, saat aku berkata singgasana, itu memang kenyataan. Memang, bukan singgasana yang sering kau temui di film-film dengan setting kerajaan. Singgasanaku adalah sofa super empuk yang bagus dan terbuat dari bahan yang mahal. Tentu saja, bukan aku yang membelinya. Melainkan cowok-cowok yang kuanggap sebagai pembantuku sebelumnya.

Beberapa menit kemudian, bel sekolah pun berbunyi. Menandakan bahwa pelajaran akan segera dimulai. Tanpa aku sadari, aku mengangkat sedikit ujung bibirku. Membentuk senyuman yang tipis. Ralat, sangat tipis. Tapi entah mengapa, senyuman super tipis itu masih dapat membuat muka dari kumpulan cowok-cowok yang mengelilingiku merona, bahkan ada beberapa dari mereka yang sampai pingsan.

Sebegitukah hebatnya aku? Mengalahkan banyak orang tanpa mengeluarkan sedikit pun tenaga.

Setelahnya, aku mengambil buku gambarku dengan malas. Pelajaran pertama adalah kelas seni rupa, dan yang akan kami lakukan di kelas ini adalah menggambar. Hal tidak berguna lainnya, heh?

Aku berniat mengeluarkan alat-alat gambarku ketika pintu kelas dibuka oleh guru seni yang juga merayap sebagai wali kelasku, Kakashi- sensei. Dibelakangnya ada seseorang yang mengikutinya.

'Mungkinkah dia murid baru yang menjadi perbincangan akhir-akhir ini?' batinku dalam hati.

Mataku melebar dalam sekejab, saat aku melihat cowok itu sudah berdiri di depan kelas. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya, dan aku dapat merasakan kerongkonganku kering, membuatku tercekat.

Rambutnya yang hitam kebiruan, mata hitam legam. Tubuh tinggi, tegap dan atletis. Kulit yang putih pucat. Muka yang tampan dan dapat membuat siapa pun yang melihatnya langsung terpana.

Mendadak banyak memori-memori yang berterbangan dengan acak di kepalaku. Menimbulkan banyak sekali pertanyaan.

Apakah itu benar 'dia'? Apa yang 'dia' lakukan di sini? Mengapa 'dia' bisa sampai ada di sini?

Aaaaa, akhirnya Chapter 1 jadi juga fyuuuh... Untuk Chapter 1 ini semua full of Sakura's POV. Alurnya gimana? Terlalu cepat? Terlalu lambat?

Hahaha... maaf banget ya nggak begitu memuaskan, maklum baru pertama kali bikin fanfic. Hanya saja, semoga seabal-abalnya fic ini, kalian masih mau memberi jejak review. Ohya sebelumnya minta maaf nih, aku masih belum bisa menerima flame. Gomen ne, semoga kalian mau menghargai permintaan ini, ya. Habisnya aku masih belum siap (banget).

Akhir kata, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca fic ini dan memberi review. Sekecil apa pun perhatian kalian, itu sangat berharga buatku *ojigi*