Yang Terpilih created by me, Miyoko Kimimori

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Warning : AR, AU, OOC, Typos,rush,abal, gaje, EYD belum benar, dll

A/N : Saya tidak mendapatkan keuntungan materiil atau keuntungan apapun dari fic ini. Dalam cerita ini banyak terdapat mantra atau sihir-sihir ciptaan sendiri XDv Saya menggunakan bahasa Spanyol untuk menamai mantranya, dan saya juga menggunakan gugel translet(?) sebagai bantuan, jadi mohon maaf jika terdapat kata yang salah—bagi yang menguasai bahasa Spanyol.

Pair : NaruSaku

Rate : T

Genre : Supernatural, Adventure, Fantasy, Romance

If you dont like, dont read!

Happy Reading (^O^)/

.

.

"H-huh ... aku terlambat!" gumam seorang gadis seraya berlari menyusuri koridor.

Gadis bersurai merah muda dengan satu kunciran itu tengah terburu-buru karena ia sudah terlambat, padahal hari ini adalah hari pertamanya pindah ke Konoha High School. Dengan nafas yang memburu, kaki kecilnya tetap setia melaju ke arah dimana ruangan kelasnya berada.

Surai merah muda itu berkibar tatkala dirinya berlari kencang, melewati sederetan kelas yang berada di samping kiri dan kanannya. Tak ayal jika ada segelintir guru yang menatap heran pada gadis tersebut. Beberapa murid di dalam kelas pun yang melihatnya berlari, hanya mengernyitkan keningnya karena merasa asing akan sosok gadis berbalut seragam yang sama seperti mereka itu.

Sembari mengatur nafasnya yang tersendat, gadis itu merutuki dirinya sendiri karena tidak men-setting jam alarm-nya tadi pagi. Kaki mungilnya terus berlari dengan sebelah tangan yang setengah menutupi mata karena silau akan cahaya fajar yang menghangatkan. Samar-samar di ujung koridor, Sakura melihat sosok pria dengan tubuh tegapnya berbalut kemeja berwarna putih dengan celana hitam panjang. Karena penasaran akan sosok itu, ia terus mempertajam indera penglihatannya, dan saat ia menyadari bahwa sosok itu tak asing baginya, senyuman bahagia pun mengembang di wajahnya.

"Ah ... Kakashi-sensei!"

Ia setengah berteriak serta melambaikan tangannya saat mendapati teman dekat ibunya itu tengah berdiri mematung seraya bersender di dinding. Serasa namanya terpanggil, pria berambut perak itu menoleh ke arah sumber suara, dan lekas tersenyum penuh saat murid barunya telah sampai di hadapannya.

"Aa, Sakura-chan, aku sudah menunggumu dari tadi, kau terlambat," ucapnya seraya membalikkan tubuh tegapnya ke arah gadis tersebut.

"Maaf, Sensei. Aku janji tak akan mengulanginya lagi." gadis itu hanya membungkukkan tubuhnya tanda meminta maaf seraya mengatur nafasnya yang terengah-engah.

Sejenak pria yang menggunakan masker itu menatap sang murid dengan intens, baju seragam putih dengan dasi berwarna abu gelap dengan garis-garis putih, jas yang ia kenakan berwarna hitam, serta memakai rok abu kotak-kotak selutut, kedua tangan gadis itu nampak menggenggam erat sebuah tas berwarna biru dongker dengan satu garis pink ditengahnya, tak disangka tahun ini ia telah pindah ke Konoha.

"Ya sudah, mari masuk. Teman barumu sudah menunggu."

"Baik, Sensei."

Kakashi terdiam sejenak, kemudian ia berbalik, diikuti Sakura di belakangnya. Sebelah tangan pria bermasker itu terulur untuk menggapai kenop pintu. Tak lama, pintu geser itu terbuka perlahan, menampilkan suasana kelas yang sangat membisingkan telinga. Suara tertawa tak tertahankan begitu membahana dari segelintir murid yang tengah asyik bersenda gurau. Tak lupa beberapa bola kertas terlihat melayang ke sana kemari.

Hatake Kakashi yang menjadi guru Sejarah sekaligus Wali Kelas tersebut segera melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kelas, dibelakangnya terlihat gadis cantik dengan semburat berwarna merah di kedua pipinya. Seluruh isi kelas pun memberhentikan aktivitas mereka masing-masing dan hanya menatap heran pada sosok gadis yang tengah berjalan di belakang Sensei-nya itu. Sayup-sayup terdengar beberapa murid yang tengah berbisik saat pertama kali menatap gadis tersebut. Dan sebagiannya lagi hanya terdiam membisu dengan mata yang terus mengikuti ke mana arah gadis itu berjalan.

Saking senangnya, gadis bermarga Haruno itu terus berjalan hingga tak menyadari bahwa langkah kaki Sensei-nya itu terhenti, dan hampir saja menabrak punggung tegap milik Kakashi.

"Eh? Sedang apa kau di situ?" pria bermasker itu mengangkat sebelah alisnya saat mendapati pemuda dengan rambut pirang duren itu tengah bersender di meja guru.

Terlihat jelas, pakaian yang berantakan dan tidak rapi, dengan lengan jas hitamnya yang ia lipat sampai sikut, dan dua kancing teratas dari seragam putihnya terbuka. Lalu dari raut wajahnya pun sudah terbaca kalau dia itu tak mau peduli, cuek, dan seenaknya sendiri, siapa lagi kalau bukan Namikaze Naruto. Pemuda yang paling ditakuti oleh seluruh murid di Konoha High School. Berkelahi adalah hobinya, namun jangan salah sangka, meski dikenal tangguh dan kuat, dia memiliki jiwa penolong dan hati semulia malaikat.

"Aku sedang bersender, Sensei tidak lihat?" jawabnya cuek.

"Cepat duduk dan rapikan pakaianmu, kita kedatangan murid baru."

Dengan santai, ia melangkahkan kakinya menjauhi Kakashi. Sekilas mata secerah langit itu menatap tajam ke arah sang gadis yang tengah tersenyum ke arahnya. Seketika wajahnya menegang dengan mata yang membulat tatkala melihat sebuah bulatan kecil berwarna ungu di dahi gadis tersebut.

'Eh? I-itu kan ...,' Naruto bergumam pelan dalam hati masih dengan menatap Sakura.

Ia memikirkan hal yang selama ini mengganggunya. Namun, ia putuskan untuk melupakan hal itu dan kembali duduk di bangkunya yang berada di pojok belakang dekat jendela.

"Baiklah, kalian mungkin sudah tahu. Kita semua kedatangan murid baru dari Sunagakure. Tanpa basa basi lagi, silahkan perkenalkan dirimu, Nona," ucap Kakashi seraya mengulurkan tangannya, mempersilahkan gadis tersebut untuk maju ke depan.

"Baik, Sensei," jawabnya dengan semangat. "Selamat pagi semuanya. Namaku Haruno Sakura, aku murid pindahan dari SunaHigh School. Salam kenal." Gadis itu membungkuk kemudian kembali berdiri tegap, senyuman khas pun tergurat jelas dalam raut wajahnya.

"Salam kenal ...," ucap para murid berbarengan, membuat senyuman khasnya kian mengembang.

"Baguslah, sepertinya kalian akan cepat akrab." Mata hitam kelam itu menatap Sakura dan murid-muridnya secara bergantian. "Nah sekarang, Nona Haruno kau akan duduk bersama Hinata." Telunjuknya mengarah pada sosok gadis berambut indigo yang tengah duduk manis di pojok depan kanan dekat jendela.

"Hn, terima kasih, Sensei,"

Dengan penuh semangat, Sakura berjalan menghampiri Hinata. Mereka berdua tersenyum sebagai awal perkenalan. Setelah sampai, tas yang sedari tadi ia genggam pun kini ia gantungkan di samping meja, dan ia lekas duduk di bangku kosong yang ditunjukkan Kakashi.

"Hey, Sakura. Aku Namikaze Hinata, salam kenal," ucap sang gadis bermarga Namikaze itu dengan manisnya.

"Aa, iya. Mohon bantuannya."

"Hn." Hinata kembali tersenyum pada teman barunya itu. "Nah, Sakura ... biar aku kenalkan." Hinata membalikkan tubuhnya ke belakang seraya menatap gadis berparas cantik dengan poninya yang menjutai. "Gadis pirang yang berada di belakangmu itu namanya Hyuuga Ino."

"Eh?" Sakura pun ikut membalikkan tubuhnya untuk menatap gadis yang ditunjukkan Hinata. "Oh i-iya."

"Salam kenal ... panggil saja aku Ino, ok?" ucapnya dengan mata yang menyipit dan senyuman di bibirnya, Sakura hanya mengangguk pelan seraya membalas senyumannya.

"Nah, kalau yang ada disebelah Ino, itu namanya Uchiha Shizune."

"Salam kenal ya, Sakura. Kau boleh memanggilku Shizune." Gadis berambut cokelat sebahu itu melempar senyum ke arah Sakura seperti yang tadi dilakukan teman sebangkunya.

"Aa, salam kenal juga, Shizune."

Tak lama setelah Sakura berkata seperti itu, derap langkah kaki yang cepat dan banyak mulai terdengar. Sakura mengernyit heran ketika indera pendengarannya menangkap suara aneh tersebut. Refleks ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, dan seketika emerald-nya membulat saat mendapati seluruh murid di kelas tersebut berlari mendekatinya. Sakura yang merasa terkejut hanya bisa tersenyum simpul ketika hampir semuanya bertanya mengenai sekolah asal Sakura, keluarga, teman dekat, bahkan ada yang bertanya tentang kekasihnya.

Meski kini gadis itu tengah dikelilingi seluruh siswa, namun sekilas emerald-nya mendelik ke belakang. Ia menatap tepat ke arah pemuda berambut pirang bersama teman sebangkunya yang tengah menatap cuek ke arah sekumpulan murid yang kini berada di sekeliling Sakura. Gadis itu hanya mengerucutkan bibirnya sebal. Pemuda itu seolah tidak ingin tahu menahu tentang siapa Sakura sebenarnya. Ia juga seolah tidak ingin bertegur sapa dengan gadis Haruno itu. Semuanya dapat terlihat jelas dari air muka yang Naruto tunjukkan setelah tadi bertemu pandang dengan Sakura.

Sakura yang masih menatap ke arah Naruto terus mengabaikan pertanyaan-pertanyaan yang di lontarkan teman barunya. Matanya kini bergulir kembali, ia mendapati dua orang pemuda lainnya yang juga mngeluarkan ekspresi datar dan tidak peduli seperti Naruto. Pemuda dengan rambut seperti nanas yang baru saja menguap dan satunya lagi pemuda berambut cokelat panjang dengan tatapan matanya yang menusuk, Sakura hanya mengendikkan bahu saat melihat mereka berdua.

Sang Sensei lekas mengetukkan penghapus papan tulis pada mejanya secara beberapa kali ketika kerumunan siswa di depannya semakin melontarkan pertanyaan aneh pada Sakura. Ia seolah menyuruh para muridnya agar tetap tenang dan agar segera kembali ke tempat duduknya masing-masing, karena pelajaran pertama akan segera dimulai. Begitu semuanya kembali dan segera terdiam, Kakashi mulai membuka buku yang berada di mejanya.

"Baiklah, kita mulai pelajaran hari ini," ucap sang Sensei dengan tegas, mampu membuat para muridnya menurut. "Buka buku Sejarah kalian, bab 1 sejarah Shinobi."

Serempak seluruh murid membuka halaman pertama dari buku tebal dengan sampul berwarna putih pucat tersebut. Ya, buku Sejarah ini memang lumayan tebal, tak heran kebanyakan murid merasa bosan akan metari-materi Sejarah yang tidak bisa dibilang sedikit.

"Huuhh ... sejarah shinobi lagi, sejarah itu benar-benar membuat aku gila," keluh Hinata sembari membuka halaman pertama buku Sejarahnya yang telah berada di meja.

"Eh? Memangnya kenapa?"

"Kau akan tahu sendiri jika sudah mendengarkannya, Sakura. Ini membosankan."

Gadis dengan iris hijau emerald itu hanya menganggukkan kepalanya, lalu dengan semangat yang masih menggebu, Sakura mulai mendengarkan materi-materi yang disampaikan Kakashi. Sedang teman barunya, Hinata, tengah asyik berkutat sendiri dengan pulpen dan buku bersampul ungu muda itu. Bagi Sakura, pelajaran membosankan apapun akan terasa menarik jika kita memperhatikannya secara detail. Memang, Sakura dikenal sebagai salah satu murid berprestasi di Suna High School, walaupun tak sampai mendapat beasiswa bersekolah di Amerika.

Gadis itu kini melipat kedua tangannya dan meletakkannya di atas meja, iris hijau itu memperhatikan Kakashi dengan detail. Lalu kedua telinganya, setia mendengarkan penjalasan-penjelasan yang disampaikan Kakashi berdasarkan buku tebal tersebut.

"Kemunculan Shinobi pada tahun 522, berhubungan erat dengan masuknya Seni Nonuse ke wilayah Jepang," ucap Kakashi dengan mata yang tak luput dari buku tersebut. "Seni Nonuse adalah suatu praktik atau teknik keagamaan yang dilakukan oleh para pendeta yang pada saat itu bertugas memberikan info kepada orang-orang di pemerintahan, dan pada tahun 645 para pendeta telah menyempurnakan teknik ini. Sehingga para Shinobi masa lalu dapat mengabadikan hidupnya, dan terus hidup dengan umur yang tak pernah bertambah. Di bawah ini ada beberapa bla bla bla ..."

"Ssttt ... Sakura?"

"Eh?" gadis itu sedikit terkejut, dan lantas menoleh ke kiri dimana Hinata tengah berbisik pelan padanya. "Ada apa?"

"Boleh aku pinjam pulpenmu? Punyaku habis," bisiknya kemudian.

Tanpa berpikir dua kali, gadis itu tersenyum. Lalu dengan senang hati, Sakura mengeluarkan sebuah pulpen dari tempat pensilnya. Pulpen berwarna pink dengan hiasan pita kecil di tutupnya itu ia berikan pada Hinata.

"Tentu saja boleh, ini," ucapnya seraya menyodorkan pulpen tersebut.

"Ummm ... bisa tolong jelaskan teknik apa saja yang dipelajari shinobi, Nona Haruno?" mata hitam kelam itu mendelik ke arah Sakura yang tengah memberikan sebuah pulpen pada teman sebangkunya, dan tentu saja itu membuat Sakura sedikit gelagapan dan lekas mencari teknik tersebut di dalam buku Sejarahnya.

"Ano ... umm ...," Sakura mencari-cari jawabannya, dengan teliti ia menyusuri setiap kata dalam setiap halaman buku tersebut. "Te-teknik yang dipelajari shinobi pada tahun itu terdiri dalam 4 bagian. Yaitu, Taijutsu (teknik tubuh), Genjutsu (teknik ilusi), Ninjutsu (teknik ninja), danFuinjutsu (teknik menyegel)," ucap gadis itu seraya mengelus dada, merasa lega karena jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan Kakashi itu ternyata ada di dalam buku tersebut.

"Lalu, apa yang bisa membuat shinobi menjadi abadi?"

Kembali gadis itu membuka bukunya, iris emerald-nya mencari dengan teliti dalam setiap baris kalimat yang terdapat disana. "Kinjutsu, yaitu teknik terlarang yang digunakan para shinobi untuk mengabadikan hidupnya dengan cara membuat perjanjian menggunakan darah dengan makhluk dari dimensi lain atau ..." Sakura membalikkan halaman dengan sebelah tangannya. "Atau memelihara seekor Daemon."

"Tepat sekali," ucap Kakashi seraya mengangkat sebelah ibu jarinya. "Bisa kau jelaskan apa itu Daemon, Namikaze Naruto?"

Serempak seluruh mata memandang ke arah pojok tempat duduk dekat jendela, tatkala Kakashi mencantumkan nama itu dalam kalimatnya. Tak ayal Sakura dan Hinata pun menolehkan kepalanya ke belakang.

'Apa? Namikaze? Apa dia ...,' gumam Sakura tatkala menatap ke belakang.

Terlihat pemuda berambut duren itu tengah menatap ke luar jendela seolah memikirkan sesuatu dan tak memperdulikan seluruh siswa tengah memperhatikannya. Di sampingnya terlihat pemuda berambut model emo dengan jas hitam yang ia lipat hingga sikut. Nampaknya pemuda itu juga tidak memperdulikan hal ini, seperti halnya dengan Naruto.

"Ehm ...," Kakashi berdehem seraya melangkahkan kakinya menuju tempat paling belakang. "Naruto ka—"

"Daemon adalah semacam binatang kecil yang mempunyai jiwa dari pemiliknya. Daemon ini bisa semacam hamster, kadal, cicak, tikus, tupai, semut, kupu-kupu, dan sebagainya. Setiap Shinobi abadi yang memiliki Daemon, sering disebut sebagai Daemonic. Berbeda dengan perjanjian dengan hewan di dimensi lain, memelihara Daemon lebih mudah dilakukan, namun ... kelemahannya, jika Daemon itu tertangkap dan dibunuh maka Daemonic juga akan mati," Naruto menyela perkataan Kakashi dan langsung menjawabnya secara detail tanpa melihat buku atau pun sedikit menoleh pada Sensei-nya itu, membuat para murid berbisik-bisik tak jelas tentangnya.

TAP!

Langkah kaki Kakashi terhenti tepat di depan pemuda berambut emo itu. Mata kelamnya menatap Naruto dengan tajam, terlihat salah satu tangannya telah berkacak pinggang, dan tangannya yang lain memegang sebuah buku yang lumayan besar.

"Apa penjelasan dari perjanjian dengan hewan di dimensi lain?"

Kali ini tak ada jawaban, Naruto terdiam. Masih dengan menatap keluar jendela, pemuda itu sama sekali tak melontarkan sepatah kata pun untuk menjawab pertanyaan itu. Sekilas terlihat pemuda berambut emo yang berada di sampingnya menghela nafas panjang kemudian ia menekuk kedua sikutnya di atas meja, merapatkan kedua tangannya, dan ia jadikan sebagai penopang wajah.

"Perjanjian dengan hewan di dimensi lain dilakukan dengan meneteskan darah sebanyak lima kali pada sebuah gulungan kertas bernama Junsui no Kami. Kelebihannya, Shinobi dapat kapan saja memanggil hewan tersebut untuk meminta bantuan, tapi kelemahannya cara ini akan menguras habis tenaga dalam atau chakra penggunanya. Dan ada kemungkinan jika pemakaiannya diluar batas, Shinobi tersebut akan berubah menjadi siluman atau Yasha," jawabnya kemudian.

"Bagus sekali, Uchiha Sasuke," ucap Kakashi seraya membalikkan tubuhnya dan lekas melangkah lagi menuju meja guru.

'Eh? Apa? Uchiha? Jangan-jangan saudaranya Shizune,' kembali gadis itu bergumam dengan emerald-nya yang tak henti menatap ke arah pemuda bernama Sasuke dan Naruto itu.

"Yayaya, kau tau? Shizune memang bersaudara dengannya," ucap Hinata secara tiba-tiba seolah mengetahui apa yang dipikirkan gadis itu, membuat Sakura sedikit terkejut dan mengernyitkan keningnya.

"Jadi, kalau begitu kau ju—"

"Ya, aku adiknya Naruto," jawab gadis berambut indigo itu, sebelum Sakura sempat menyelesaikan pertanyaannya.

Rasa heran menyelimuti seluruh tubuhnya. Ia terus menatap Hinata dengan tatapan bingung selama 10 detik sebelum akhirnya kembali memfokuskan pandangannya pada Kakashi.

"Baiklah, kalian akan langsung saya beri tugas, karena hari ini saya ada rapat penting dengan Komisaris Sekolah," ucap Kakashi sembari duduk di bangkunya. "Kerjakan latihan halaman 32, kita akan bahas minggu depan."

"Hai, Sensei," jawab para murid termasuk Sakura, tentu saja.

Tanpa berpikir dua kali, seluruh murid lekas membuka halaman yang disebutkan Kakashi dan langsung mengisinya, begitu pun dengan Sakura. Rasa semangat dan antusiasme yang berkobar karena ini adalah tugas pertama yang ia terima di sekolahnya yang baru, membuat gadis itu segera menjawab beberapa pertanyaan dengan cermat dan teliti, sampai-sampai Sakura tidak menyadari bahwa kedua pemuda di belakangnya terus memperhatikannya dengan tatapan dingin.

=0=0=0=

Bel istirahat telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Seluruh siswa dan siswi kini sudah memenuhi Kantin yang tak jauh dari Ruang Aula. Di sisi lain, keempat gadis yang baru saja menjalin ikatan persahabatan itu tengah berjalan di koridor menuju Kantin. Suara tawa mewarnai setiap langkah mereka. Bercanda sepanjang jalan membuat mereka semakin dekat dan saling mengakrabkan diri satu sama lain. Meski begitu, Hinata merasa ada yang aneh, karena sebelumnya tak ada seorangpun yang mampu akrab dengannya atau bahkan dengan Ino dan Shizune dalam waktu sesingkat ini. Gadis keturunan Namikaze itu seolah merasakan sesuatu yang sangat familiar dari dalam tubuh Sakura. Dan, Hinata tahu harus berkonsultasi tentang masalah ini pada siapa.

"Hey, kalian ke kantin saja duluan ya?" tiba-tiba saja gadis bermarga Namikaze itu menghentikan langkahnya seraya menatap ketiga gadis di depannya.

"Eh? Memangnya kau mau kemana, Hinata?" tanya Shizune dengan tatapan heran.

"Aku ada urusan penting sebentar."

"Urusan apa?" Ino pun melontarkan pertanyaan setelah menurunkan Headphone berwarna kuning pucat dari kedua telinganya.

"Pokoknya sebentar, aku temui kalian nanti di Kantin, jaa~" tanpa menunggu ketiga sahabatnya memberi jawaban, Hinata lekas membalikkan tubuhnya dan berlari menjauh dengan arah yang berlawanan.

Gadis berambut panjang dengan warna yang khas—pink—itu mengernyitkan keningnya seiring sosok Hinata yang menghilang di persimpangan koridor. Ia merasa aneh dengan sikap sahabat barunya itu. Namun, karena tidak ingin salah sangka, secepat kilat gadis tersebut membuang jauh pikiran negatif-nya.

"Ya sudah ayo jalan lagi," ajak Shizune seraya menarik lengan Sakura dan Ino dengan perlahan.

"Tunggu sebentar." Sakura menghempaskan lengan Shizue dengan lembut, membuat kedua temannya mengurungkan niat untuk kembali melangkah.

"Ada apa, Sakura?" tanya Shizune sembari mengangkat sebelah alisnya.

"Bukankah ada baiknya jika kita menunggu Hinata? Aku merasa tidak enak jika meninggalkannya pergi ke Katin begitu saja."

"Kau ini, tadi 'kan Hinata yang bilang sendiri supaya kita pergi lebih dulu."

"Tapi Shizune, aku tetap saja merasa tidak enak."

"Haaahh, kau ini." Shizune menggeleng pelan. "Ya sudah, kita akan menunggu dia. Bagaimana menurutmu, Ino?"

"Hn, aku tidak keberatan," jawab Ino dengan raut wajah yang sulit dimengerti. "Baiklah. Bagaimana jika kita tunggu dia di depan Aula saja?"

"Ide yang bagus." Shizune tersenyum sepintas sebelum kembali menarik kedua lengan temannya. "Ayo kita ke sana."

"Hn!" Sakura mengangguk mantap seraya mulai melangkah berdampingan bersama Shizune dan Ino.

=0=0=0=

Di perkebunan sunyi yang tepatnya berada di samping sekolah, seorang pemuda tengah bersender di salah satu pohon yang cukup rindang. Dan tempat ini, ia kira cukup sepi untuk membuatnya bisa berpikir jernih dibandingkan dengan keramaian di dalam kelas. Pemuda ini memang menyukai ketenangan dibandingkan dengan suara riuh tak jelas yang ditimbulkan segelintir murid di kelasnya. Dengan kedua tangan yang ia masukan ke dalam saku celana, terlihat jelas keningnya berkerut, seolah memikirkan hal yang sangat penting.

"Apa kau merasakan sesuatu?" tanya pemuda berambut pirang itu entah pada siapa. "Aku merasa ada yang aneh padanya."

Hening.

Tak ada yang menjawab pertanyaannya. Hanya terdengar suara hembusan angin yang menerbangkan dedaunan kering. Tempat ini begitu sunyi, tak jarang jika beberapa siswa enggan untuk datang ke tempat seperti ini. Namun, bagi pemuda itu, tempat ini bagaikan surga ketenangan.

"Entah kenapa aku tidak bisa mendeteksi tingkat kekuatannya. Ini hal yang tidak biasa."

Kembali pemuda itu berbicara sendiri. Kini tangannya ia silangkan di depan dada. Masih dengan wajahnya yang serius memikirkan sesuatu yang baru-baru ini mengganjal pikirannya.

"Aku yakin kau juga merasa ada hal yang aneh tentangnya. Bukan begitu, Hinata?" mata secerah langit itu menatap ke salah satu pohon yang berada di hadapannya, dan sebelah bibirnya tersungging tatkala seorang gadis muncul dari balik pohon tersebut.

"Kau benar, aku juga merasakannya." Gadis bermata lavender itu menatap sang kakak dari jarak yang lumayan jauh dengan tatapan tajam.

"Apa jangan-jangan dia mata-mata?"

"Mata-mata? Sepolos dia? Jangan bercanda!" Hinata terkekeh pelan setelah mendengar tuduhan yang ditujukkan pada teman barunya itu.

"Lalu, apa menurutmu?" Naruto sedikit mengangkat sebelah alisnya, meminta pendapat Hinata.

"Jika kau tidak bisa mendeteksi tingkat kekuatannya, aku tidak yakin dapat menganggap Sakura sebagai manusia biasa," jawabnya kemudian dengan air muka yang mulai serius. "Kalau begitu, dia ini siapa? Dan manusia seperti apa?"

Naruto terlihat memejamkan kedua matanya sesaat kemudian. Ia mulai tenggelam dalam pemikirannya sendiri. "Bukan manusia biasa ya?" gumamnya pelan. "Kalau begitu sepertinya dia She—" belum sempat ia menyelesaikan perkataannya, seketika blue shapire-nya terbuka dan membulat disertai ekspresi wajah yang menegang. "Lakukan tahap satu, sekarang!"

"Apa?" gadis itu tersentak kaget dengan matanya yang terbuka lebar. "Kenapa tiba-tiba kau mengatakan hal itu?"

"Dia ... Sakura ... ada kemungkinan bahwa dia seorang Shectum."

"A-apa?" iris lavender-nya juga ikut terbelalak. "Ka-kau yakin? Kita semua bahkan belum mengetahui pasti tentang Sakura. Dan, kau bilang kau tidak bisa mendeteksi kekuatannya, 'kan? Jika nanti ternyata dia bukan seorang Shectum, apa itu tidak terlalu beresiko?"

"Tch ... kau ini ..." Ia mendelik tajam ke arah Sang Adik.

"Apa?" mata itu berkilat menampakkan penasaran.

"Kau pasti tahu ada dua mantra yang bisa menunjukkan identitas aslinya, 'kan?" tanya Naruto sembari mendesah. "Aku tidak menyuruhmu untuk melakukan mantra tingkat pertama yang menurutmu akan membahayakan Sakura. Lakukan saja mantra yang kedua."

"Mantra kedua?" dahinya berkerut. "Tapi—"

"Jika kau masih juga tidak mau, cukup tanyakan saja beberapa pertanyaan mengenai Shectum."

"Sebenarnya apa yang kau pikirkan?"

"Kau akan mengetahuinya nanti. Sekarang beritahu mereka sebelum kau melakukannya."

"Hn." Hinata mengangguk mantap. "Sesuai permintaanmu Nii-chan."

Hinata lantas mengangkat tangan kanannya. Lalu ia membisikkan sesuatu pada sebuah cincin yang melekat manis di jari telunjuknya. Beberapa saat kemudian, iris lavender-nya kembali menatap Naruto dengan dingin.

"Aku harus pergi sekarang."

Tanpa menunggu respon sang kakak, Hinata lekas kembali berjalan menuju balik pohon dan detik selanjutnya ia sudah menghilang seiring dengan hembusan angin.

"Haruno Sakura ya?" tanya Sang Pemuda seraya memejamkan kedua matanya merasakan nikmatnya angin yang menyusup lewat celah-celah pakaiannya.

TBC

Penjelasan tentang Ninja di atas saya dapatkan dari Wikipedia, namun ada sedikit yang diubah karena untuk kepentingan plot cerita.

REVIEW & CRITICS, PLEASE?