Jung Jaehyun x Lee Taeyong.
Lee Taeyong's POV:
Kelam manikku bergerilya, kala menatap lazuardi dirgantara membentang di depan mata. Kali ini kuakui, aku merindu dengan lapang dada.
Aku bisa merasakan hangat mentari menggelitik pada paras pasiku. Denging cicitan merpati mengetuk-ngetuk gendang telinga. Aku mencari alasan mengapa merindu sampai sebegini beratnya.
Bodoh. Aku terlalu terlena. Atas euforia kenangan yang kau torehkan, berujung nestapa. Ajak aku berbicara. Jangan biarkan aku berpesta pora pada lara. Aku merasa sangat-sangat hina. Dibandingkan dengan orang-orang yang berada disekitarmu, aku bukan siapa-siapa. Tolong, hilangkan rindu yang meraja lela.
Jaehyun, barang kali kau bersusah payah disana, kabari aku walau hanya sedetik. Janganlah kau menatapku dengan manik serupa berbalut geram nantinya. Jangan kau memutuskanku pula. Aku ini sedang merindu.
Jung, hatiku juga sudah berkali-kali terkoyak dengan duka. Jangan kau tambah gundah, ataupun dengan pemanis buatan berupa gelisah, berbumbu kecewa. Jangan.
Jangan kau buat ulu hatiku tercubit maklum. Maklum akan sakit yang kau gores dengan sangat paksa.
Kau tahu, katanya langit tak pernah berkhianat.
Dusta.
Hari ini sangat berawan. Dan aku terus berharap agar tetap diselimuti kabut hingga esok menyapa.
Hanya berawan, begitu kata sang nona peramal cuaca di televisi pagi ini. Nyatanya malah hujan disertai angin kencang turun menyapu debu dan kotoran dalam sekali tebas.
Ujung saraf krause di kulit menghantar rasa dingin bukan main. Iklim disini tanpamu serasa sangat menyakitkan.
Gelap, lebih dingin. Mungkin karena aku terbiasa hidup dalam naungan senyum cerah sang mentari dan eksistensimu yang selalu ada di sisi.
Salah tidak kalau aku benar-benar menaruh hatiku dengan sepenuhnya kepadamu?
Almanak masehi menunjukkan tanggal sembilan belas di bulan Agustus. Aku dilumat ketegangan, diselimuti ketakutan. Hari-hari selanjutnya adalah seburuk-buruknya mimpi yang tak sengaja kau timbulkan ketika dirimu tiada. Ini yang dinamakan ironis ketika harus berharap yang tak mungkin.
Aku tertawa, gemanya mengudara.
Nyeri dihatiku belum akan sembuh sampai aku mendapatkan sesuatu yang disebut kepastian.
Atau mungkin aku memang perlu istirahat; tidur panjang mengusir penat, lalu bangun sampai peperangan hati musnah dari jagat.
Akan kulanjut lagi jika sempat,
pukul nol lewat tiga puluh lima. Dini hari.
Selamat malam, Jung Jaehyun.
Dari hyungmu yang merindu, Lee Taeyong.
