Hallo, lama tak berjumpa. Maaf saya baru nongol sekarang dengan fic baru. hehehe.
Ya, ya saya tahu saya harus menyelesaikan fic lain dan terutama untuk Dream,Days,Destiny dan Tales of Tails Heroes.
Hanya saja, saya sudah tidak tahan lagi menahan ide cerita NarutoxAkame ga Kiru. jadi maaf mengecewakan kalian semua.
tapi tenang aja, setelah ini saya fokus akan fokus pada kedua fic itu dan fic ini.
mohon maaf jika kalian kecewa dengan saya.
Warning: Bakal ada 3 Crossover yang akan saya masukan disini. Tapi karakter dari fandom lain akan masuk belakangan. bagi yang mau membaca dengan bahasa yang berat atau berwarna ya jangan harap menemukannya disini, saya akan memakai bahasa yang seringan mungkin agar kalian memahami arah cerita ini.
Disclaimer: Masashi Kishimoto, Takahiro and Tashiro Tatsuya, Ikeda Akihisa
Piece of Peace
Genre:Advanture, Fantasy, Crime, Friendship, Seinen, Physiological
Rate:M
Main Chararacter:Uzumaki Naruto, Uchiha Sasuke, Haruno Sakura
Note:Just for Fun and let my imagination flow from my brain.
Chapter 0:Prologue
Kedua pasang mata merah itu bertemu. Menatap satu sama lain dengan intensitas tinggi. Membiarkan kucuran air terjun membasahi rambut wajah hingga pakaian kedua orang yang sedang berhadapan di bawah patung lambang tragedi dua insan yang bertempur untuk mempertahankan tekad mereka masing-masing.
Uchiha Madara dan Senju Hashirama, adalah dua orang yang punya nama besar di Elemental Nation Alliance[Aliansi Negara Elemen]. Mereka adalah pencetus pemersatuan clan-clan Shinobi dari berbagai daerah dan membetuk suatu negara dengan nama Fire Nation[Negara Api] yang memiliki pusat pemerintahan di desa bernama Konoha Gakure no Sato. Karena hal ini, banyak terjadi perubahan sistem di dunia Shinobi. Clan-clan yang berada di luar Fire Nation mulai mengikuti langkah apa yang telah mereka berdua lakukan dan membentuk negara dengan nama elemen daerah mereka masing-masing.
Karena mereka berdua adalah pencetus dari ide ini, maka mereka mendapat gelar sebagai The Great Founding Fathers.
Namun seiring berjalannya waktu, perselisihan mulai terjadi di antara mereka. Ditambah dengan adanya Perang Besar Dunia Shinobi pertama membuat hubungan kedua orang ini bertambah buruk yang berakhir dengan Uchiha Madara pergi dari Konoha. Tentu hal ini berdampak kekacauan pada iklim politik Konoha yang dimana Madara adalah ketua dari clan Uchiha dan perginya sang pemimpin membuat clan itu nyaris melakukan kudeta yang berhasil diredam dengan perjanjian membawa pulang Madara kembali ke Konoha.
Hashirama yang pada saat itu menjabat sebagai Hokage—pemimpin tertinggi Konoha—secara suka rela menyetujui perjanjian itu dan sebagai jaminan, dirinya sendiri yang akan membawa pulang Madara.
Namun, semua hal itu tidaklah berjalan mulus. Ketika Hashirama berhasil bertemu dengan Madara, ia mendapat fakta bahwa Madara berencana menghacurkan Konoha dengan bukti dia membawa makhluk berbahaya bernama Kyubi no Youko sebagai senjata utamanya. Tentu hal itu merubah keadaan dan menjadi awal mula dari pertarungan hingga mati mereka yang diabadikan menjadi patung kedua orang itu sebagai pengingat akan kejadian yang mengenaskan tersebut.
Ironis. Hal itu kini terjadi pada dua bocah yang mengikuti jejak kedua pendahulunya. Berhadapan dengan satu tangan terangkat ke atas. membentuk suatu pola dengan jari telunjuk dan tengah yang mengacung tinggi.
"Kekuatanmu itu.. sepertinya sesuatu yang berbahaya.." ucap anak lelaki berambut pirang dengan mata berwarna merah menyala membentuk pola pupil horizontal. Tangan kirinya terlihat menggantung tak bertenaga dengan luka sayatan yang telihat kentara di punggung lengannya.
Lawan bicaranya tersenyum sinis. "Kau tahu Naruto.. kau mungkin spesial.. tapi.." Ia mulai berdiri. Memperlihatkan tubuhnya yang tengah berwarna putih pucat menjadi abu-abu kehitaman. Bola mata yang sedarinya putih, kini berubah menjadi hitam dengan pupil merah yang memiliki tiga buah lambang magatama yang berputar lambat.
"Aku lebih spesial darimu."
Perlahan, sesuatu mulai muncul dari balik punggungnya. Meluncur keluar merobek kaus biru berlambang kipas di sana. Sekejap, sepasang sayap berbentuk tangan besar membentang memperlihatkan sisik-sisik bagai kuku yang muncul di setiap sisi kulit sayap tersebut. Pemuda itu mulai melangkah, menyusuri tepi sungai yang berbatu hitam.
Alis mata Naruto tertekuk, ia merasa aneh dengan sosok baru lawannya. Kalau di lihat dengan tekanan Chakra yang meningkat drastis dan Jika asumsinya benar, maka kemungkinan besar itu adalah..
"Itukah kekuatan yang diberikan Orochimaru.. Sasuke?" geram Naruto. Iya tidak suka dengan wujud lawan yang ia anggap kawan itu. Ditambah dengan tekanan chakra yang kuat dan hawa membunuh yang pekat membuat dirinya ingin muntah.
Sejujurnya, dia tidak ingin hal ini terjadi. Dia ingin mengembalikan hari-hari dimana dirinya, dan Sasuke bisa bersama ketika mereka masih di akademi, dan juga ketika mereka masih berkumpul sebagai satu tim bersama Sakura dan Kakashi dimana mereka masih bisa mengejek satu sama lain diselingin tawa riang yang keluar dari mulut mereka.
Tapi sejak Sasuke bertemu dengan sosok itu, ia berubah secara drastis. Sifatnya yang menyebalkan berubah menjadi dingin penuh ancaman. Tatapan matanya yang awalnya hanya sekedar merendahkan menjadi tajam dan menusuk. Ia bahkan pernah hampir membunuh Sakura dengan Chidori-nya jika saja Kakashi tidak datang untuk menghadang.
Tanpa sadar, tangan kanan Naruto terkepal dengan keras hingga cairan berwarna merah pekat mengalir dari sela-sela jarinya. Ia tidak tahu mengapa, namun mengingat semua itu membuat dadanya terasa amat sakit hingga segumpal air keluar dari sela-sela matanya.
"Kalau begitu Sasuke.." Naruto mengibaskan tangannya secara horizontal, menebas udara dan tetesan air yang berada di depannya. "Apa arti dari semua yang kita lakukan di Konoha, HAH?!" Naruto menghentakan kaki kanannya dengan keras dan kembali membuka mulut, "Jawab Aku!"
Pemuda berambut raven itu memiringkan kepalanya. Bibirnya menyunggingkan senyum bengis yang selama ini belum pernah Naruto lihat. "Aku sudah bilang sebelumnya bukan? Semua itu hanya main-main belaka.. tidak lebih dari seonggok sampah tidak berguna."
"Sasuke.. kau—!"
"Cukup Naruto." Potong Sasuke dengan tangan mengacung ke depan. "Aku sudah muak mendengar segala omong kosong sentimentalmu itu. Jika kau ingin berteriak-teriak seperti perempuan, lebih baik kau simpan di hadapan pemakamanmu nanti.."
Jika itu adalah kalimat bercanda. Mungkin ia akan melompat dan menghajar habis-habisan pemuda berbaju biru tua itu segera. Tapi tidak, Naruto tahu kalimat itu benar-benar serius. Hal itu terlihat dari sorot matanya yang berkilat merah dan kedalaman nada yang Sasuke keluarkan. Jika dia melompat, maka itu sama saja dengan bunuh diri, Sasuke bisa dengan mudah menggunakan Chidori untuk menembus tubuhnya seperti kala pertempuran ini dimulai. Ditambah dengan wujud barunya yang menyerupai iblis bersayap itu dan peningkatan Chakra yang besar .. ia harus lebih berhati-hati.
*Deg*
Mendadak, rasa sakit menyerang dada kiri Sasuke. Ingin ia mencengkramnya sebagaimana reaksi manusiawi ketika seseorang terluka atau merasa sakit. Tapi, jika dia melakukan itu maka bocah pirang itu pasti tahu keadaan tubuhnya yang bagai pedang bermata dua ini. Jika begini keadaannya, tidak ada cara lain. Pertempuran ini harus segera diselesaikan.
Sasuke mengangkat kepalanya, memandang kedua patung raksasa yang dipisah oleh air terjun yang mengalir deras menuju dataran berbatu di bawahnya. Sebuah sunggingan kecil terbentuk di bibir hitam pemilik rambut raven itu.
"Kau tahu..? ini perbatasan yang disebut 'Lembah Akhir'." Sasuke kembali menatap Naruto, "Ini panggung yang sesuai, iya kan, Naruto…?"
"…."
"Kalau begitu, ayo kita akhiri.." Naruto dan Sasuke mengangkat tangannya, "Semua pertarungan selama ini.." kedua orang itu menutup mata mereka, membayangkan segala kenangan yang telah mereka lalui bersama selama ini.
"Dan mulai sekarang..!"
Keempat bola mata berwarna merah itu terbuka secara bersamaan disertai dengan tangan dari masing-masing kubu bergerak menyiapkan ancang-ancang serangan yang akan mereka lancarkan sebentar lagi. Kedua tangan Sasuke bergerak cepat membentuk pola-pola rumit sebagai syarat batasan untuk jurus pamungkasnya. Sementara itu, Naruto membuka telapak tangannya, membiarkan seluet chakra merah yang menyelubungi tubuhnya mengalir deras membentuk sebuah bola biru dengan selubung merah di bagian luar.
Bola putih tengah tercipta di tangan kiri Sasuke dengan aliran listrik hitam mengalir keluar dari bola itu. Sasuke menyipitkan matanya. Bersiap menyerang kapan saja, yang ia perlukan hanyalah menunggu. Ya, menunggu saat yang tepat dimana si bodoh itu lengah.
Keduanya terdiam. Tidak ada yang bergerak sedikit pun dari tempat mereka berdiri. Di saat berikutnya, mereka berdua melompat dalam waktu hampir bersamaan. Mengangkat tangan mereka masing-masing yang tengah memegang kedua bola cahaya yang sebentar lagi akan bertemu dan berbaku hantam satu dengan lainnya.
Satu gerakan pasti, kedua tangan itu bergerak maju, mendorong kedua bola itu bertemu satu dengan lainnya, diselingi dengan teriakan dari pemilik bola-bola tersebut.
"RASENGAN!"
"CHIDORI!"
(.*.*.*.)
Naruto P.O.V
Kebebasan..
Keadilan..
Perdamaian..
Adalah tiga kata yang selalu berputar di dalam benakku. Tidak pernah hilang bahkan ketika aku terlelap dalam balutan mimpi. Kumpulan kata yang akan membuat siapapun terhanyut dalam pelukannya dan mengikat mereka untuk terus bersamanya. Secara tidak sadar, manusia akan melakukan apa saja dan melupakan segala konsekuensi yang akan muncul hanya untuk masuk dalam belenggu mereka.
Termasuk membunuh..
Ya.. suatu hal tercela yang akan menjerumuskan manusia dalam balutan dosa yang mungkin akan menempel pada diri mereka hingga sang kematian menjemput. Namun, apakah mereka perduli? Aku rasa tidak. Seperti kata pepatah bilang, apapun akan kau lakukan untuk memperoleh perdamaian.
Dan, bisa dibilang pepatah itu berlaku untuk diriku. Melakukan hal apapun yang aku butuhkan untuk memperoleh tiga hal sakral tersebut… termasuk membunuh.
Membunuh..
Perlahan, aku membuat kelopak mataku. Menatap gelembung-gelembung udara yang keluar dari lubang hidung dan mulutku, bersamaan dengan aliran darah yang tampak bagai benang merah yang menari menuju permukaan yang berada di atasku kini.
Aku merasa bahwa kadar udara di dalam dadaku mulai menipis. Aku kayuh tangan kiriku agar memberi tekanan pada air laut untuk membantuku menuju permukaan, sedangkan tangan kananku memegang perutku bagian kananku yang terluka.
Begitu kepalaku muncul dipermukaan, sesuatu yang mengejutkan langsung tertangkap oleh kedua mataku. Sebuah tiang layar yang perlahan mulai bergerak jatuh kearahku. Reflek, aku bergerak ke kanan dan beberapa detik setelah itu, aku dengar suara benda besar menabrak air laut dengan keras hingga menciptakan gelombang yang hampir menenggelamkan aku kembali.
Di hadapanku kini, semuanya tampak kacau. Puluhan kapal perang besar terbakar dengan api yang menyala-nyala di atas geladak. Serpihan kayu yang hangus maupun yang masih terlalap api mengambang di sekitarku. Aku tahu ini tidak baik dan aku segera berenang ke kapal terdekat—yang tiang utamanya baru saja patah—dan mulai memanjat.
Begitu sampai, hanya kobaran api yang menyambutuku. Tapi, itu pertanda baik karena tidak ada satupun kru kapal ini yang terlihat. Aku mulai menyenderkan tubuhku pada tepian kapal yang belum terbakar untuk mengistirahatkan diri.
Ah, aku lupa memperkenalkan diriku ya? Baiklah, aku tidak akan mengulangi ini, jadi tolong ingat baik-baik..
Namaku Uzumaki Naruto, umur 20, menyukai hal apapun yang berhubungan dengan ramen, dan laki-laki. Pekerjaan? Mungkin secara kasarnya aku adalah pemburu. Namun jangan tanya apa yang aku buru, terlalu banyak hal yang tidak layak di dengar oleh anak dibawah umur.
Oh, tapi tak apalah, aku anggap siapapun itu sudah dewasa.. langsung saja, aku adalah seorang Beast Hunter, Shinobi dan Assasins..
Bagaimana aku bisa mendapat tiga pekerjaan berbahaya itu secara langsung? Ceritanya panjang. Tapi, kalau aku jelaskan secara singkat, aku adalah seorang Shinobi dari umurku menginjak 13 tahun.. lalu ketika aku umurku 15 aku dilatih menjadi seorang pembunuh dan baru setahun lalu aku mendapat gelar seorang Assasins. Beast Hunter? Itu cuman sebutan bagi orang-orang yang memburu Danger Beast untuk dijadikan uang. Mengambil kulit atau organ mereka lalu menjualnya di pasar gelap. Hey, Organ Danger Beast bukan sesuatu yang bisa dijual secara bebas!
Mungkin hanya itu yang bisa aku katakan untuk saat ini karena..
"Wah-wah, lihat! Ada tikus sekarat disini!" kata seorang pria berseragam angkatan laut Great Empire berwarna biru dengan garis merah pada tepian bajunya serta lambang Great Empire tepat di dada kiri pria ini. Sebilah pedang rapier ia acungkan padaku.
Rapier? Sepertinya jabatan orang ini sangat tinggi. Mungkinkah dia kapten kapal?
"Kapten!" teriak seseorang yang menjadi pembenaran asumsiku. Mendadak ia muncul dari tangga yang menuju anjungan kapal bersama beberapa orang di belakangnya.
Jika aku hitung, mereka ada delapan orang, ditambah dengan kapten menjadi Sembilan. Sebenarnya, mudah saja bagiku untuk mengalahkan mereka semua. Sayangnya, itu bisa aku lakukan jika aku sedang tidak terluka.
Mereka segera bergerak mengelilingiku. Mengacungkan tombak serta senapan yang telah dipasang bayonet di ujung barrel. Aku hanya diam sembari melihat mereka semua lalu memfokuskan pandanganku pada kapten kapal.
"Nah, bocah tengik! Katakan siapa dirimu dan sedang apa kau disi—ah! Kau pasti salah satu dari pasukan kepulauan seribukan!? HAH!?" ia berteriak lalu menghunusku tepat di dada kananku.
"UAAARG!" teriakku. Aku merasa nafasku mulai sesak dan setiap kali aku menarik nafas, dadaku terasa sakit.
"HAA! HAHAHA! Sakitkan rasanya! HAA!?" ia memutar-mutar pedangnya membuat rasa sakitku bertambah parah. Sial! Sial! SIAAAAL!
FIUUUIII~
Aku terdiam, kapten dan anak buahnya yang sedari tadi tertawa melihat diriku tersiksa juga ikut terdiam. Sebuah siulan yang sangat keras terdengar oleh telinga kami. Aku mengangkat kepalaku dan menangkap sosok bayangan hitam yang berdiri di ujung tiang layar yang tengah terbakar oleh api. Kesembilan orang itu mengikuti arah pandanganku.
Namun, belum sempat mereka memutar kepala, sosok itu menghilang dan disaat bersamaan aku mendengar suara cipratan darah sekaligus teriakan seseorang. Begitu aku menurunkan kepalaku. Mataku menatap sesosok wanita berparas luar biasa cantik, berambut merah panjang dengan balutan jubah putih tanpa lengan yang menutupinya hanya sebatas paha atas, ia juga mengenakan celana panjang ketat hitam yang berwarna sama dengan boots yang ia pakai. Ia berdiri tepat di atas mayat salah satu dari anak buah sang kapten dengan noda darah tertempel pada jubah putihnya.
Matanya yang berwarna merah menyala itu menatap tajam orang-orang yang menyerangku. Perlahan, ia mengangkat tangannya dan mendadak dua bilah mata pisau muncul dari balik kedua pelindung tangannya. Jika aku menjadi kapten kapal, aku sudah pasti merasa tanda bahaya dan akan menyuruh anak buahku untuk maju menyerang.
Benar saja, sang kapten langsung memerintahkan anak buahnya untuk menyerang wanita itu. Aku lihat mereka tampak ragu untuk menyerang. Namun, pada akhirnya mereka bergerak secara bersamaan. Pertama, para pemegang senapan mulai menembaki wanita itu. sayangnya—atau hebatnya—wanita itu menghilang dari tempat ia berdiri dan muncul tepat di belakang keempat pemegang senapan. Dengan cepat ia menghunuskan kedua pisaunya menembus kepala dua awak kapal tersebut. Belum sempat anak buah yang lain bergerak. Wanita itu langsung bergerak mencabut dan kembali menghunus pisaunya menembus bola mata dari salah satu dari pemegang senapan yang masih hidup. Ia memegang kepala orang itu sejenak, sepertinya memeriksa apakah orang itu sudah mati atau belum. Lalu, mengalihkan perhatiannya pada pemegang senapan yang berdiri tidak jauh dari dirinya dengan tangan gemetaran.
Aku terpana melihat semua itu. Belum sempat aku mengedipkan mata, aku mendengar suara jeritan lain yang aku sadari dari suara pemegang senapan terakhir. Segera, mataku mengamati keadaan sekitar. Kapten maupun anak buahnya yang tersisa juga ikut terdiam melihat adegan itu. Kelihatannya sih mereka syok.
Sedetik setelah itu, sang kapten tersadar, dengan suara parau ia menyuruh anak buahnya yang tersisah untuk menyerang wanita berambut merah itu. Walau begitu, pemandangan mengerikan yang mereka lihat sudah cukup menjatuhkan moral para bawahannya itu.
"Kenapa kalian diam saja!? Serang!" teriak sang Kapten yang tampak putus asa.
Perlahan, aku mulai bangkit dengan memegang tumpuan pada pagar pembatas pagar. Untungnya sang kapten tampak tidak menyadari keberadaanku saking putus asanya menghadapi situasi ini.
Sama seperti yang wanita itu lakukan, aku keluarkan bilah pisau yang biasa aku sebut Hidden Blade dari pelindung tanganku yang berwarna oranye dan menusuk tepat di jantung sang Kapten.
Wajar saja setelah itu para anak buahnya terkejut. Tetapi, keterkejutan itu menghilang ketika bilah pisau milik wanita itu menggores leher masing-masing dari mereka dan seketika itu juga mereka jatuh.
"Ugh!" aku terjatuh memegang dada kananku.
"Kau tidak apa-apa bocah?" tanya Wanita itu yang berjalan mendekat ke arahku.
"Ka-kau lama se-sekali Kura-nee?" ucapku terbata. "A-pa saja yang kau lakukan?"
"Tentu saja melindungi para pasukan rakyat itu. " ucapnya sembari membantuku untuk duduk. " Mereka akan langsung kalah jika aku tidak menghancurkan pasukan garis depan tentara Empire."
Aku memaklumi hal itu, tentara rakyat yang ingin merdeka dengan peralatan seadanya melawan pasukan bersenjata penuh itu adalah tindakan nekat. Siapapun tahu siapa yang akan menang seandainya Kura-nee tidak ada disana.
Ah, aku lupa memperkenalkan. Dia adalah Kurama nee-chan. Kakakku, atau secara teknis adalah kakak angkatku karena secara sepihak ia mengangkat diriku sebagai adik ketika aku berumur lima tahun. Dan ya, dia luar biasa kuat. Mungkin tidak akan ada yang percaya jika aku menceritakan siapa dia sebenarnya. Sebaiknya aku tidak menceritakannya untuk sekarang ini.
Mata merah bagai darah Kura-nee menatap luka-lukaku lalu melihatku dengan tajam. Aku menelan ludah. Bukan, bukan karena aku mengaggumi kecantikannya—dan munafik kalau aku bilang aku tidak mengaggumi kecantikannya—melainkan apa yang akan keluar dari mulutnya setelah ini.
"Dasar idiot.." ucapnya dingin. "Tidak berguna dan menyusahkan, apa saja kerjamu , Hah!? Apa gunanya aku melatihmu selama ini namun kau bisa terluka sampa segininya!?" ia memegang kepalanya sembari menggelengkan kepalanya.
"Hey! Yang penting aku sudah menghancurkan kapal induk mereka? bukankah itu artinya misiku berhasil?" ujarku membela diri.
"Dan hampir mati di tangan musuh!? Astaga! Kau hampir saja merusak hukum ketiga dari organisasi kita! Apa jadinya kalau aku tidak datang dan kau menjadi tawanan mereka!?"
"Ya, ya, yang penting kau datang. Kenapa kau tidak segera mengobatiku?" Kura-nee memutar bola matanya lalu menempelkan tangan kanannya pada dada kananku. Mendadak rasa panas yang luar biasa menyebar dari dada kananku menuju seluruh tubuhku. Aku menjerit, hanya saja Nee-chan tampak tidak peduli dan terus melakukan pekerjaannya yang tidak aku tahu.
Ketika tangan putih miliknya ditarik dari dadaku, aku langsung terjatuh pada lantai kapal.
"Dasar lemah."
"Komentarmu selalu tajam, Nee-chan.." ucapku lemas.
"Kalau kau tidak mau aku tidak berkata tajam, kau harus lebih kuat. Mengerti?"
Apa katamulah, sebenarnya aku sangat malas mendengar omelannya. Cuman perkara luka saja kena semprot seperti ini. Nasib-nasib.
Mendadak, Nee-chan mengulurkan tangannya padaku. Aku menangkap ia tengah tersenyum padaku. Senyuman manis yang cocok untuk wajahnya yang cantik itu. Aku menelan ludah dan kali ini aku terpaku karena kecantikannya. Aku menunduk, menyembunyikan rona merah yang pasti sudah tersema di kedua pipiku.
"Walau kau lemah, aku tetap menyayangimu, Naruto."
Aku meraih tangannya dan bangun dari tempat aku duduk. Aku kembali menatap wajahnya dan memperlihatkan senyumku yang biasa. secara bersamaan kami mengangkat tudung jubah kami yang bertolak belakang warnanya dan menutupi kepala kami.
Dan, kami melompat pergi, meninggalkan kapal yang terbakar itu karam ke dalam lautan.
TBC
Jika ada yang ingin kalian sampaikan setelah membaca cerita ini, mohon isi di kolom Review ya!
