This story was a fiction, based on a movie, of course, it was for movie challenge fic.

Maybe some of you had already figured what movie I'd used for this fic, but, I may not telling until the end of the chapter..

Because it won't be fun anymore if I'm telling you all now..

The reason was just as simple as that.


Disclaimer: Hunter x Hunter and all of its characters respectively belongs to Yoshihiro Togashi sensei

Genre: Gore, Dark, Romance, Hurt/Comfort, Tragedy, Angst, Family, Drama, etc

Rate: T, well, for now, maybe it has a semi-M scene

Pairing(s): PhinksPaku, slight KuroKura

Warning: OOC-ness, Typo(s), perhaps, Gloomy Scenery, Canon, Weird Plotting, Blood, etc

Do not flame me about the stuff I've mentioned, cause you've been warned

I accept no silent reader, you read, you review.


Night Colored Heart

Part 1

K. Hiiyama

2012


Bintang-bintang bertaburan pada malam yang indah itu, keindahan yang benar-benar mampu memanjakan lagi memabukkan bagi tiap pasang mata yang memandangnya.

Pada malam itu, bersamaan dengan riuhnya gelombang dilautan karena angin darat yang cukup kuat, sebuah kapal laut terlihat sedang berlayar mengarungi samudra menuju dermaga di kota Yorkshin.

Diatas kapal laut tersebut, tampak seorang pemuda berambut hitam, sedang menikmati semilir angin malam itu, yang membelai rambutnya tanpa kelembutan, ia mulai bersenandung kecil.


I have sailed the world

Beheld its wonders

From the Dardanelles to the mountains of Peru

But there's no place like Yorkshin!

"No, there's no place like Yorkshin!...", tiba-tiba terdengar sebuah suara bass dari sampingnya, yang berasal dari seorang pria berambut coklat, pria itu mengenakan pakaian berupa jas kuno yang terkesan usang, Kuroro mengerjapkan matanya beberapa kali,

"Tuan Todd?", katanya pelan, ia menoleh dan memperhatikan gelagat sang pria yang sangat pendiam itu,

You are young

Life has been kind to you

You will learn.

Kuroro diam saja mendengar lantunan kata-kata itu dari mulut kenalannya ini, ia agaknya merasa ingin tahu kelanjutan dari kata-kata sang pria,

There's a hole in the world,

Like a great black pit.

And the vermin of the world inhabit it

And its morals aren't worth what a pig could spit

And it goes by the name of Yorkshin

.

At the top of the hole sit a privileged few

Making mock of the vermin in the lower zoo

Turning beauty into filth and greed

.

I too have sailed the world and seen its wonders

For the cruelty of men is as wondrous as Peru

But there's no place like Yorkshin!

"Apa semuanya baik-baik saja, Tuan Todd?", Kuroro mencoba bertanya lagi, ia merasa agak khawatir dengan segala pemikiran pria ini mengenai dunia, terutama kota Yorkshin.

"Kuharap kau maklum, Kuroro. Pikiranku sedang kacau, di tempat-tempat yang pernah kukenal ini, aku melihat bayangan, dimana-mana", katanya dengan nada berat, ia menghela nafas, Kuroro memandangnya dengan sorot iba terlihat dimatanya yang gelap.

Pikirannya mulai bergulir ke sebuah kisah dimasa yang lalu.


"Ben, bunga ini cantik ya?", ujar seorang wanita muda berambut pirang kemerahan,

"Hm, tentu saja", pria itu berkata sambil tersenyum, pada wanita cantik itu, sementara perempuan itu membalas senyumannya tulus,

"Ah iya, Kurapika, kalau untukmu, bunga yang ini saja", kata Phinks pada gadis kecil dalam kereta dorong itu, sang gadis tersenyum,

"Wah, kau berbakat ya, dia tersenyum untukmu", puji wanita cantik tadi, mata kecoklatannya memandangi semua itu dengan lembut,

"Tentu saja Melody, diakan putrimu", kata pria itu, tentu pada istrinya yang cantik, yang bernama Melody itu, merekapun sedikit tertawa kecil.


Seorang pria berambut hitam dengan wajah yang terlihat kuyu melihat keluarga kecil itu dari balik rerimbunan pohon yang berada diseberang jalan, matanya tertuju pada sesosok wanita berambut kemerahan itu, yang tersenyum dengan manisnya pada pemuda dihadapannya, dan sesosok gadis kecil berambut pirang yang tangan kecilnya terlihat berusaha keras menggapai-gapai sepasang insan yang berbahagia itu.

"Tuan mengagumi wanita cantik itu ya?", sebuah suara mencapai telinganya dari belakang, ia terkesiap, lalu menoleh pada sang pemilik suara,

"Ah, kau rupanya, Sukuwara, aku kira siapa", katanya datar pada sang bawahan,

"Ya, aku tertarik pada wanita cantik itu, siapa dia, kalau aku boleh tahu?", ia melanjutkan, sambil menunjuk kearah Melody,

"Ah, dia adalah Melody Barker, dan itu suaminya, Benjamin Barker, sementara yang dikereta itu putri mereka, Kurapika Barker", jelasnya dengan nada yang sopan, maklum, dia sedang bicara pada atasannya.


"Dapatkan dia", kata Dalzone datar, sebuah seringai terukir dibibirnya yang kaku,

"Baik, Tuan", sahut Sukuwara penuh kepatuhan, iapun menyuruh beberapa orang untuk kesana dan menangkap sang pemuda berambut coklat itu.

"Tuan, kami harap anda mau ikut dengan kami", kata dua orang penegak hukum itu bersamaan, mereka memegangi kedua tangan pria itu, yang dipegang tentu saja mengerutkan alis dan berusaha memprotes,

"Ada apa ini?", serunya keras, sementara ia melihat wajah istrinya menjadi horror, ia juga terlihat ketakutan, dan menggendong Kurapika bersamanya,

"Melody, aku bersumpah! Aku tidak melakukan apa-apa!", katanya pada wanita itu, sang wanita menggigit bibir bawahnya cemas,

"A-Aku tahu..", lirihnya pelan, entah kenapa suaranya tidak bisa dikeraskan saat ini, namun yang jelas getaran dan sedikit kecemasan tampak disana, tanpa disadarinya, disampingnya telah hadir seorang pemuda, berambut hitam dengan mata kuyunya yang aneh,

'Hakim Dalzone', pikir pemuda bernama Ben itu dalam hati.


"Hn, bagaimana dengan wanita itu Tuan? Apa dia menyerah?", tanya Kuroro membuyarkan lamunan Phinks yang sedang menceritakan kisahnya, tentu saja ia menghilangkan detail-detail yang melankolisnya itu untuk dirinya sendiri,

"Ah, itu adalah sebuah kisah yang sudah lama, aku bahkan ragu jika ada orang yang masih mengetahuinya", kata Phinks setengah bersenandung, atau dengan nada berayun seperti sedang dilagukan, matanya yang dingin memandang lurus pada dermaga itu, mereka sudah sampai, dan ia masih begitu ingat pada tempat itu, bahkan aromanya hampir-hampir tidak berubah jauh dibandingkan dengan saat ia meninggalkan tempat itu bertahun-tahun yang lalu.

"Aku ingin berterima kasih padamu Kuroro, jika kau tidak dapat mencariku, mungkin aku sudah tenggelam dilautan", katanya datar, tidak tercermin sedikitpun kecemasan disana.

Kuroro menatap punggung pria yang belum lama dikenalnya itu dengan pandangan yang sulit dijelaskan, ia terdiam beberapa saat, apalagi setelah mendengar kalimat yang terlontar itu,

"Apa aku bisa bertemu denganmu nanti, Tuan?", ia bertanya dengan nada sopan yang terdengar tenang,

"Kau bisa mencariku jika kau ingin, disekitar Fleet Street, mungkin", katanya singkat tanpa sedikitpun menoleh pada pemuda itu, ia mulai berjalan meninggalkannya,

"Baiklah, sampai nanti kawan", ujar Kuroro singkat, meskipun tidak juga mendapat respon dari Phinks yang terus berjalan lurus kedepan.


Phinks berjalan menyusuri jalan-jalan yang dahulu dikenalnya itu, ia masih begitu mengenalnya, tidak banyak yang berubah sejak saat itu, bahkan aroma dan suasananya pun belum berubah, meskipun ia telah pergi dari sana selama 15 tahun lebih.

Langkahnya lalu membawanya pada sebuah jalan, Fleet Street, dan kini ia telah berdiri didepan sebuah rumah tua yang terlihat usang, bangunannya tidak terawat, namun ia masih sangat mengenal tempat itu, itu adalah tempat tinggalnya dahulu.

Iapun melangkahkan kakinya masu ke dalam tempat itu, dan duduk di sebuah meja untuk dua orang di dalamnya, dihadapannya tampak seorang wanita berambut pirang kecoklatan sebahu, sedang memukul-mukul adonan didepannya, saat menyadari kehadirannya, wanita itu mengangkat kepalanya.

Haa!

A Customer!

Wait!

What's your rush?

What's your hurry?

.

You gave me such a..

Fright I thought you was a ghost

.

Half a minute? Can't you sit?

Let's seat you down, SIT!

All I meant is that I haven't seen a customer for weeks

.

Did you come in for a pie, sir?

Do forgive me if my head's a little vague

.

What was that?

.

Bet you think we had the plague

From the way that people

Keep avoiding

.

No, you don't

.

Heaven knows I try, sir

But there's no one comes in even to inhale

Right you are, so would you like a drop of ale?

.

Mind you, I can hardly blame them

These are probably the worst pies in Yorkshin

I know why nobody cares to take them

I should know

I make them

But good? no!

.

The worst pies in Yorkshin

.

Even that's polite

The worst pies in Yorkshin

If you doubt it, take a bite...

.

Is that just disgusting?

You'll have to concede it

It's nothing but crusting

Here drink this, you'll need it

The worst pies in Yorkshin

.

And no wonder with the price of meat

What it is

When you get it

Never

.

Thought I'd live to see the day

.

Many think it was a treat

Finding poor

Animals

What are dying in the street

.

Mrs. Mooney has a pie shop

Does her business but I notice something weird

Lately all her neighbor's cats have disappeared

.

Have to hand it to her

What I calls

Enterprise

Popping pussies into pies

.

Wouldn't do in my shop

Just the thought of it's enough to make you sick

And I'm telling you them pussycats is quick

.

No denying a time is hard, sir

Even harder than the worst pies in Yorkshin

Only lard and nothing' more

.

Is that just revolting?

All greasy?

And gritty?

It looks like

It's molting

And tastes like...

.

Well pity

A woman alone

With limited wind

And the worst pies in Yorkshin!

.

Ah, sir

Times is hard

Times is hard!

Phinks menatap wanita berambut pirang kecoklatan itu dengan wajah dinginnya, namun ekspresi yang terpancar dari kedua bola matanya terlihat agak berbeda,

"Kau punya sebuah ruangan diatas toko kan?", ujarnya datar, meski itu terdengar seperti pertanyaan dibanding pernyataan,

"Jika waktu begitu sulit, kenapa kau tidak menyewakannya?", ia menambahkan tanpa ekspresi, ia sedikit melirik kearah tangga yang berada tak jauh dari tempatnya duduk,

"Orang-orang bilang tempat itu berhantu", jawab wanita itu singkat,

"Berhantu?", tanya Phinks penasaran, ia mulai tertarik dengan jawaban yang diberikan wanita penjaga toko pie ini,

"Yah, dan siapa yang bisa bilang mereka salah?", ia berkata pelan,

"Kau tahu...bertahun-tahun yang lalu, sesuatu terjadi disana, sesuatu yang tidak begitu baik...", Pakunoda memulai narasi yang begitu diingatnya, sampai-sampai saat ini ia bisa melagukannya.


There was a barber and his wife

And he was beautiful

A proper artist with a knife

But they transported him for life

And he was beautiful


"Namanya Barker, Benjamin Barker.", kata Pakunoda setengah berbisik

"Apa kesalahannya?", tanya Phinks datar

"Kebodohan", sahut Pakunoda singkat


He had this wife, you see

Pretty little thing

Silly little nit

Had her chance for the moon on a string

Poor thing

Poor thing

.

There was this judge, you see

Wanted her like mad

Every day he sent her a flower

But did she come down from her tower

Sat up there and sulked by the hour

Poor fool

Ah, but there was worse yet to come, poor thing

.

Well, Beadle calls on her all polite

Poor thing

Poor thing

The judge, he tells her is all contrite

He blames himself for her dreadful plight

She must come straight to his house tonight

Poor thing

Poor thing

.

Of course when she goes there - poor thing, poor thing,

They're having this ball all in masks

There's no one she knows there - poor dear, poor thing

She wanders, tormented and drinks - poor thing

The judge has repented, she thinks - poor thing

"Oh, where is Judge Dalzone?" she asks

He was there alright

Only not so contrite

.

She wasn't no match for such craft, you see

And everyone thought it so droll

They figured she had to be daft, you see

So all of them stood there and laughed, you see

Poor soul

Poor thing

"TIDAK!", seru sang pria berambut kecoklatan itu,

"Mengapa tak seorangpun mengasihaninya?", ia bertanya sambil berseru, kerutan dikeningnya dan sorot matanya dapat menunjukan kemarahan yang sangat dalam dan mengerikan,

"Jadi itu kau. Benjamin Barker", sahut Pakunoda dengan nada tenang, sepertinya ia sudah terpikirkan kalau pria yang datang ke toko pie-nya ini adalah pria yang dahulu tinggal dibagian atas rumahnya,

"Tidak, bukan Barker, pria itu sudah mati. Todd sekarang, Phinks Todd. Dan dia akan membalaskan dendamnya", ujarnya datar, lalu kemudian ia menjelaskannya,

"Dimana Melody?", ia bertanya dengan nada gusar,

"Ah, setelah malam itu, dia memainkan sonata kegelapan dikamarnya, yah, dan kau tahulah", jawab Pakunoda pelan,

"Aku sudah mencoba menghentikannya, tapi dia tidak mendengarkanku", imbuhnya lagi, tapi Phinks tetap diam,

"Ah, dia juga mengambil putrimu", ujar Pakunoda kemudian, Phinks pun mengerutkan dahinya dengan wajah geram,

"Kurapika?", ia bertanya,

"Ya, ia mengadopsi gadis itu, dan merawatnya seperti anaknya sendiri", sahut Pakunoda lagi.


"Akh. Ini dia, tempatmu. Tidak satupun aku ubah sejak dahulu", kata Pakunoda sambil berjalan memasuki ruangan kecil diatas tokonya itu, ia membukakan pintu untuk seorang temannya ini, Tuan Todd.

"Oh, dan ini", ia tiba-tiba teringat akan sesuatu, lalu berjalan menyusuri lantai kayu usang tempat itu dan mengetuknya, lalu dengan lihai ia merogoh sesuatu dibalik lantai kayu itu,

"Pisau cukurmu, bisa saja kujual, tapi tidak", katanya sambil mengeluarkan sebuah kotak berisi empat buah pisau cukur itu, Phinks melihatnya dengan sorot kagum,

"Terima kasih", ujarnya datar sambil mengambil kotak itu dari tangan Pakunoda, dan iapun lalu memindahkan salah satu pisau itu dari kotak ke tangannya.

These are my friends

See how they glisten
See this one shine
How he smiles in the light
My friend
My faithful friend

Speak to me, friend
Whisper - I'll listen
I know, I know
You've been locked out of sight all these years
Like me, my friend

Well I've come home
To find you waiting
Home - and we're together
And we'll do wonders
Won't we

You there, my friend

Pakunoda: I'm your friend too, Mr. Todd

Phinks Todd: Come let me hold you

Pakunoda: If you only knew, Mr. Todd

Phinks Todd: Now, move aside

Pakunoda: Ooh, Mr. Todd

Phinks Todd: You grow warm in my hand

Pakunoda: -You're warm in my hand

Phinks Todd: My friend…

Pakunoda: You've come home

Phinks Todd: My clever friend

Pakunoda: Always had a fondness for you, I did

Phinks Todd: Rest now, my friends

Pakunoda: Never you fear, Mr. Todd

Phinks Todd: Soon I'll unfold you

Pakunoda: You can move in here, Mr. Todd

Phinks Todd: Soon you'll know

Phinks Todd and Pakunoda: Splendors you never have dreamed all your days

Pakunoda: Will be yours

Phinks Todd: My lucky friends

Pakunoda: I'm your friend

Phinks Todd: 'Till now your shine

Pakunoda: - Now you're mine

Pakunoda: Don't they shine beautiful

Phinks Todd: Was merely silver

Pakunoda: Silver's good enough for me

Phinks Todd: Friends…

Pakunoda: Mr. T.

Phinks Todd: You shall drip rubies

You'll soon drip precious
Rubies

"Akhirnya! Tanganku sudah lengkap lagi!", serunya bangga, sambil menjulurkan sebelah tangannya yang menggenggam pisau itu kearah jendela, Pakunoda memeluknya dari belakang dan menyandarkan kepalanya dibahu pria itu, namun kemudian Phinks berujar singkat,

"Keluar", katanya dingin, Pakunoda pun menghela nafas kecewa dan bergegas keluar dari ruangan itu sambil menutup pintu.


Sejak berpisah dengan Tuan Todd di dermaga, Kuroro belum tahu harus kemana disekitar kota bernama Yorkshin ini, kota yang nampak begitu sibuk, begitu metropolis, sampai-sampai hampir tidak ada orang yang bisa diajaknya bicara, semua orang begitu sibuk dengan urusannya masing-masing, ada yang mengurusi anaknya, ada pula yang mengurusi pekerjaanya, dan kesemua orang itu tidak pula senang bercakap-cakap kecuali dengan orang-orang yang mereka memiliki urusan dengannya.

Iapun berpikir untuk mengunjungi temannya itu, namun ketika ia menginjakan kakinya didepan sebuah rumah besar yang berada di Fleet Street, samar-samar telinganya menangkap sebuah suara yang terdengar begitu indah.

Green finch and linnet bird
Nightingale, blackbird
How is it you sing?

.
How can you jubilate sitting in cages
Never taking wing?

.
Outside the sky waits beckoning, beckoning
Just beyond the bars

.
How can you remain,
Staring at the rain
Maddened by the stars?

.
How is it you sing, anything?
How is it you sing?

.

My cage has many rooms,
Damask and dark

.
Nothing there sings,
Not even my lark

.
Larks never will, you know
When their captive
Teach me to be more adaptive

.

Green finch and linnet bird
Nightingale, blackbird
Teach me how to sing

.
If I cannot fly
Let me sing

Kuroro terdiam menatap sesosok gadis yang sedang duduk sambil menyulam di jendela tinggi yang berada di sebuah rumah besar di hadapannya, ia tersenyum menatap gadis muda itu, dan sepertinya gadis itu menyadari keberadaannya, iapun membalas senyuman itu lembut, tanpa menyadari bahwa dirinya sedang diawasi, oleh seseorang yang mengintip melalui sebuah celah kecil di dinding kamarnya yang berdekatan dengan pintu masuk, kemudian, si pengamat pun masuk, dan menarik gadis itu dari tepi jendela.

Selang beberapa menit kemudian, Kuroro mendengar seorang wanita pengemis sedang meminta-minta, dan ia pun menoleh, pada saat yang sama wanita itu datang padanya,

"Ah Tuan, berilah sedekah untuk wanita yang menyedihkan ini, di pagi yang dingin ini...", katanya memohon, Kuroro pun tersenyum dan mengeluarkan beberapa koin zenni yang ia punya,

"Terima kasih Tuan", kata wanita itu sambil berbalik, tapi Kuroro menahannya,

"Tunggu-", ujarnya pada wanita itu, sang pengemis lantas berbalik pada pemuda itu,

"Rumah siapakah ini?", tanyanya sambil menunjuk rumah besar dihadapannya itu,

"Itu rumah Hakim Dalzone", jawab wanita pengemis itu,

"Dan gadis yang tinggal disini?", tanya pemuda itu lagi,

"Itu Kurapika, putri perwaliannya yang cantik, ia mengurungnya, jadi sebaiknya kau tidak menerobos masuk, atau berani menatapnya terlalu lama, karena ia amat kasar pada pemuda yang berani menatap putrinya", papar wanita pengemis itu, sebelum ia berlalu dan mengemis pada orang lain lagi.

Kuroro masih tertegun di depan rumah itu, dan matanya masih terkunci ke jendela itu, meski sosok gadis itu sudah tak lagi disana, iapun berjalan mendekat, dan cukup terkejut saat pintunya terbuka, dan dari sana keluar sesosok pria berambut hitam dengan wajah tua yang aneh,

"Masuklah, aku ingin bicara padamu", katanya ramah, namun Kuroro dapat merasakan aura yang tidak enak dari pria itu.

Benar saja, ia masuk hanya untuk dicurigai telah memandang Kurapika dengan...yah, kalian tahu..pandangan yang tidak benar, ditambah lagi, ia malah diancam,

"Ingat kata-kataku, anak muda, kalau aku melihat wajahmu lagi, disini, aku tidak akan segan-segan", katanya, Kuroro pun bertambah kesal, dan semakin kesal saat ia dibawa keluar dengan cara yang sangat tidak manusiawi oleh bawahan dari hakim itu, maka, dengan sedikit luka-luka, ia pun bangkit, dan berjalan pergi sambil menatap jendela kamar gadis itu.

I feel you, Kurapika
I feel you

.

I was half-convinced I'd wakened
Satified enough to dream you
Happily I was mistaken,
Kurapika!

.

I'll steal you, Kurapika
I'll steal you

.

Do they think that walls can hide you?
Even now I'm at your window!
I am in the dark beside you!
Buried sweetly in your yellow hair!

.

I feel you, Kurapika!
And one day,
I'll steal you

.

'Till I'm with you then
I'm with you there!
Sweetly buried in your yellow hair!


Saat berkunjung ke sebuah market, Phinks secara sengaja menghina sebuah produk hair-tonic,

"Ugh, baunya seperti air seni", katanya mengejek. mendengar hal itu, sang pemilik, Nobunaga Hazama pun keluar sendiri dan mengkonfrontasi,

"Siapa yang berani mengatakan miracle elixir -ku seperti air seni?", tanya pria itu geram,

"Aku", ujar Phinks tanpa ragu, kemudian iapun menantang pria itu untuk bertanding, dengan Sukuwara, tangan kanan Hakim Dalzone sebagai jurinya.

Tanpa disangka-sangka, Phinks memenangkan pertandingan itu, dan tentunya membuat malu Nobunaga didepan Sukuwara, yang malah menjanjikan akan datang sebelum minggu itu berakhir.

Menunggu bukan hal yang menyenangkan, tentunya, apalagi menunggu balas dendam, sungguh bukan hal yang bisa ditunggu dengan sabar oleh pria semacam Phinks.

"Kapan dia datang?", kata Phinks geram, Pakunoda pun menemaninya dilantai atas, sambil berpikir sendiri,

"Sabarlah, ini masih hari selasa, dia bilang kan sebelum hari minggu berakhir", katanya tenang, kemudian ia mengamati ruangan suram itu,

"Aku berpikir untuk menaruh bunga disini, sekadar untuk mencerahkan atmosfernya", ujarnya pelan, namun tidak ditanggapi.

Ia pun menghela nafas dan berjalan mendekat kearah Phinks yang sedang berjalan bolak-balik seperti setrika, dan menahannya dengan memeluk lengannya.

Easy now
Hush love, hush

.

Don't distress yourself
What's your rush?

.

Keep your thoughts
Nice and lush

.

Wait

.

Hush love, hush
Think it through
Once it bubbles then, what's to do?

.

Watch it close
Let it brew

.

Wait

.

I been thinking flowers
Maybe daisies
To brighten up the room

.

Don't you think that flowers
Pretty daisies
Might relieve the gloom?

.

Ah wait
Love, wait

.

Slow love, slow
Time so fast

.

Now goes quickly, see?
Now it's passed

.

Soon will come
Soon will last

.

Wait

.

Don't you know?
Silly man
Half the fun is to plan the plan

All good things come to those who can
Wait!

.

Gilley flowers maybe
Instead of daisies
I don't know, though
What do you think?

"Apa yang dilakukannya disitu?", ujar Phinks tiba-tiba, sambil melihat kearah jendela, Pakunoda pun ikut menoleh, dan mendapati Nobunaga, bersama asistennya, Killua, sedang berjalan menuju ke tempat mereka.

"Tahan anak itu dibawah, aku yang akan menemui pria itu", kata Phinks datar dan tegas, yang lebih terdengar seperti sebuah perintah dan keputusan,

"Baiklah", jawab Pakunoda. Iapun segera keluar dari ruangan itu dan berjalan turun,

"Oh, Nyonya rupanya-", sapa Nobunaga, "Apa Tuan Todd ada diatas?", tanya pria itu,

"Ya", jawab Pakunoda singkat, kemudian Nobunaga pun naik ke lantai atas, bersama Killua,

"Oh-", Pakunoda berkata sambil menahan Killua,

"Sambil menunggumu, bolehkah aku memberinya pie buatanku?", tanya Pakunoda, Nobunaga pun menoleh,

"Lakukan sesukamu", katanya datar sambil meneruskan langkahnya,

"Ayo, dia sudah memberimu izin", kata Pakunoda pada Killua, ia merangkul anak itu, dan melihat senyum terukir diwajahnya.

"Duduklah", ujar Pakunoda pada Killua,

"Oh, tentu", sahut bocah itu, wanita itu lalu mengambil beberapa persediaan pie-nya, dan menyajikannya pada Killua yang langsung melahapnya dengan penuh semangat.


"Jadi, apa yang kau inginkan?", tanya Phinks pada Nobunaga,

"Ah, itu ya..", sahut pria itu,

"Apa kau tidak mengenaliku, Tuan..Benjamin Barker?", Nobunaga balas bertanya sambil duduk di tepian jendela yang bisa diduduki, Phinks menaikkan sebelah alisnya (lupakan saja fakta kalau..PHINKS TIDAK PUNYA ALIS!) ,

"Kau..", ia berusaha mengingat-ingat,

"Ya, aku adalah Nobu..anak yang dulu membantumu, menyapu bekas-bekas rambut disini, yah, bisa dibilang, kau lah yang menginspirasiku untuk menjadi seorang tukang cukur", katanya dengan nada yang entah mau disebut apa,

"Aku mungkin tidak mengenalimu, tapi pisau itu..aku sangat mengenalnya", ujarnya menambahkan,

"Jadi..apa yang kau inginkan?", tanya Phinks datar, ia berjalan kearah ketel air yang sedang dipanaskan,

"Setengah dari pendapatanmu..atau aku akan memberitahu Sukuwara, siapa kau sebenarnya", ujarnya dengan nada yang terdengar menyebalkan di telinga Phinks, dengan geram, ia memegang pegangan ketel itu, dan berbalik, lalu segera menghantam kepala pria itu dengan menggunakan ketel dalam genggamannya, beberapa kali, sampai akhirnya pria itu terjatuh.

Kemudian iapun menyeret tubuh pria itu dan memasukkannya kedalam sebuah peti yang berada di samping pintu.

Sementara itu, dilantai bawah, Pakunoda menatap lembut pada Killua yang sedang menyantap pie buatannya dengan begitu lahap, ia tersenyum,

"Anak muda memang punya nafsu makan yang bagus" , ujarnya sendu, sambil melirik pada sebuah foto yang tergantung di dinding rumahnya,

"Mengingatkanku pada Albert-ku yang juga gemar makan, sebelum ia meninggal", ia berujar lagi, dengan nada lembut yang sendu.

Kemudian mereka berdua mendengar suara gaduh dari lantai atas, dan seketika Killua teringat akan sesuatu,

"Oh tidak! Tuan Hazama ada jadwal untuk bertemu dengan kliennya sebentar lagi!", serunya sambil melompat turun dari kursi dan berlari menuju lantai atas, sebelum Pakunoda sempat mencegahnya.

"Dimana Tuan Hazama?", seru Killua sambil membuka pintu barbershop milik Phinks dengan tergesa-gesa,

"Oh, dia baru saja pergi", jawab Phinks santai,

"Tidak, itu tidak mungkin", sahut Killua lagi, Phinks berniat menjawabnya namun perhatiannya terusik oleh sebuah tangan yang bergerak, ya, dia memasukkan Nobunaga kedalam peti itu, tapi sebagian telapak tangannya yang masih berada diluar sekarang bergerak, menandakan ia masih hidup,

"Itu mungkin, dan..dia menitip pesan agar kau menunggunya", jawab Phinks berusaha untuk santai, meskipun ia terlihat agak panik,

"Tidak mungkin!", seru Killua tak mau kalah,

"Ah, bagaimana jika kau mengatakan pada Pakunoda, bahwa aku menyuruhnya memberimu gin—sejenis minuman beralkohol—yang banyak", ujar Phinks lagi sambil merangkul bahu anak itu,

"Terima kasih Tuan!", seru Killua senang, iapun segera turun.

Melihat bocah itu sudah turun, Phinks kembali pada peti itu, lalu membukanya, dan ia mengangkat Nobunaga dengan menjambak rambutnya, sementara ia berdiri disamping peti, lalu, dengan pisau cukurnya, ia menyayat leher pria itu, dengan gerakan perlahan, darah segar mengalir dengan deras dari urat nadi yang terpotong itu, begitu deras dan banyak hingga membuat lengannya yang ia gunakan untuk menyayat leher pria itu menjadi merah dan basah oleh noda darah tersebut, kemudian ia menghempaskan tubuh tak bernyawa itu begitu saja ke dalam peti.

Pakunoda merasa ada yang tidak beres dengan pria itu, iapun segera naik ke lantai atas untuk memeriksanya, dan betapa terkejutnya wanita itu, ketika melihat lengan baju sebelah kiri pria itu berlumuran darah,

"Tuan Todd! Apa yang kau lakukan?", pekiknya kaget, Phinks hanya menoleh sambil mengenakan jaket luaran,

"Dia bukan siapa-siapa kan?", tanya wanita itu,

"Tidak, dia mengenalku dari masa lalu, dan bermaksud memerasku", sahutnya datar, Pakunoda menghela nafas, iapun berjalan kearah peti itu dan membukanya, matanya terbelalak saat melihat bentuk mayat itu, namun tak lama ia kembali menutupnya,

"Baiklah kalau begitu, tapi apa yang harus kita lakukan dengannya?", ujar wanita itu, namun Phinks tidak merespon apapun, hanya bersandar pada jendela,

"Akh, ayo ikut", Pakunoda berujar lagi, kali ini ia melingkarkan tangan pemuda itu kebahunya, lalu memapahnya turun,

"Duduk lah", katanya sambil memposisikan Phinks untuk duduk di salah satu kursi di tokonya.

Pakunoda pun berjalan menuju ruang sebelah, dan mendapati Killua sudah mabuk hingga terlelap, dengan botol gin tergeletak disampingnya, ia terkejut, namun kemudian ia mengambil botol itu dan sedikit mengocoknya, mengamati isinya yang tinggal sedikit itu,

Bocah yang aneh, katanya dalam hati.

"Ini, minumlah", katanya sambil menyodorkan segelas sisa gin kepada Phinks, yang langsung meminumnya,

"Kuulangi sekali lagi, apa yang harus kita lakukan dengan mayat diatas?", tanya Pakunoda,

"Saat hari sudah gelap, kita bawa dia ketempat terpencil, lalu kita kubur", jawab Phinks dingin,

"Oh ya, tentu kita dapat melakukan itu-", Pakunoda berujar lagi,

"Tapi bagaimana jika keluarganya mencarinya?", lanjut perempuan itu, Phinks masih diam, Pakunoda pun berpikir sambil menyandarkan diri ke jendela besar di tokonya, pandangannya pun sampai pada sesuatu yang memberinya sebuah ide.

Pakunoda:
Seems a downright shame...

.

Phinks Todd:
Shame?

.

Pakunoda:
Seems an awful waste.
Such a nice, plump frame
What's his name has-
Had-
Has!
Nor it can't be traced...

Business needs a lift,
Debts to be erased...
Think of it as thrift,
As a gift!
If you get my drift

Seems an awful waste...
I mean, with the price of meat
What it is...
When you get it...
If you get it.

.

Phinks Todd:
Ah!

.

Pakunoda:
Good, you got it!

Take, for instance, Mrs. Mooney and her pie shop!

Business never better using only pussycats and toast!

Now our pussy's good for maybe six or seven at the most!

And I'm sure they can't compare as far as taste!

.

Phinks Todd:

Pakunoda, what a charming notion-

.

Pakunoda:

Well, it does seem a waste...

.

Phinks Todd:

Eminently practical
And yet appropriate as always!
Pakunoda, how I've lived without you all these years I'll never know!
How delectable!
Also undetectable!

.

Pakunoda:
Think about it!
Lots of other gentlemen'll
Soon be coming for a shave
Won't they?

Think of

All them

Pies!

.

Phinks Todd:
For what's the sound of the world out there?

.

Pakunoda:
What, Mr. Todd?
What, Mr. Todd?
What is that sound?

.

Phinks Todd:
Those crunching noises pervading the air!

.

Pakunoda:
Yes, Mr. Todd!
Yes, Mr. Todd!
Yes, all around!

.

Phinks Todd:
It's man devouring man, my dear!

.

Phinks Todd:
And[Pakunoda:Then] who are we to deny it in here?

.

Phinks Todd:

These are deperate times, Pakunoda. Desperate measures are called for.

.

Pakunoda:

Here we are. Hot, out of the oven!

.

Phinks Todd:

What is that?

.

Pakunoda:
It's priest, have a little priest.

.

Phinks Todd:
Is it really good?

.

Pakunoda:
Sir, it's too good, at least!
Then again, they don't commit sins of the flesh,
So it's pretty fresh.

.

Phinks Todd:
Awful lot of fat.

.

Pakunoda:
Only where it sat.

.

Phinks Todd:
Haven't you got poet, or something like that?

.

Pakunoda:
Now, you see, the trouble with poet is
How do you know it's deceased?
Try the priest!
...lawyer's rather nice.

.

Phinks Todd:
If it's for a price.

.

Pakunoda:
Order something else, though, to follow,
Since no one should swallow it twice!

.

Phinks Todd:
Anything that's lean?

.

Pakunoda:
Well then, if you're Yorkshinian and loyal,
You might enjoy Godfather's Apprentice!
Anyway, it's clean.
Though of course, it tastes of wherever it's been!

.

Phinks Todd:
Is that squire,
On the fire?

.

Pakunoda:
Mercy no, sir, look closer,
You'll notice it's grocer!

.

Phinks Todd:
Looks thicker,
More like vicar!

.

Pakunoda:
No, it has to be grocer -
It's green!

.

Phinks Todd:
The history of the world, my love -

.

Pakunoda:
Save a lot of graves,
Do a lot of relatives favors!
Phinks Todd:
Is those below serving those up above!

.

Pakunoda:
Everybody shaves,
So there should be plenty of flavors!

.

Phinks Todd:
How gratifying for once to know-

.

Phinks Todd and Pakunoda:
That those above will serve those down below!

.

Phinks Todd:
What is that?

.

Pakunoda:
It's fop.
Finest in the shop.
And we have some shepherd's pie peppered
With actual shepherd on top!
And I've just begun -
Here's the politician, so oily
It's served with a doily,
Have one!

.

Phinks Todd:
Put it on a bun.
Well, you never know if it's going to run!

.

Pakunoda:
Try the friar,
Fried, it's drier!

.

Phinks Todd:
No, the clergy is really
Too coarse and too mealy!

.

Pakunoda:
Then actor,
It's compacter!
Phinks Todd:
Ah, but always arrives overdone!
I'll come again when you have Judge on your menu!

.

Phinks Todd:
Have charity towards the world, my pet!

.

Pakunoda:
Yes, yes, I know, my love!

.

Phinks Todd:
We'll take the customers that we can get!

.

Pakunoda:
High-born and low, my love!

.

Phinks Todd:
We'll not discriminate great from small!
No, we'll serve anyone,
Meaning anyone,

.

Phinks Todd and Pakunoda:
And to anyone
At all!


A/N: hmmm...actually, I kinda want to say sorry if it's sounds hard to read

and the song was so many, even I was confused and started to asking myself,

"Is it an Indonesian? or English fic?"

anyways, any suggestions about the rating would be worth waited

don't forget to review..