XingBubble Present:
Monster; (0) Prologue
Main Cast: Sehun, Luhan.
Other Cast: EXO's Member and Cameo(s).
Rating: M (for sexual and violence content).
Disclaimer: I own nothing beside the plot.
Warning! Yaoi | BL | NC | AU | Typo(s) | Trigger Warning! | Contains Violence
ENJOY!
"Hidup itu indah."
"Benarkah ibu?"
"Kau akan merasakannya suatu saat nanti."
.
.
.
"Lepaskan! Lepaskan aku!" pekik lelaki mungil itu.
Kedua lelaki bertubuh besar memegang kedua tangannya. Mengunci agar lelaki mungil itu tidak kabur. Sedari tadi lelaki mungil itu meronta-ronta minta dilepaskan karena dia merasa sangat sakit.
"Lepaskan aku! Sungguh ini sakit sekali!" lelaki mungil itu meneteskan air matanya.
Pedih yang dia rasakan. Apalagi ketika air matanya jatuh ke pipi tirusnya. Kedua tangannya masih terluka dengan darah-darah menetes segar; dikenai besi panas. Kepalanya masih pening karena hantaman benda tumpul. Tidak, dia baru saja dipukul dengan vas bunga.
Lelaki besar itu melonggarkan pegangan ditangan kanannya. Dia membuka sebuah pintu besar. Tanpa basa-basi, lelaki itu mendorong pintu dihadapan mereka. lelaki mungil itu bisa merasakan badannya didorong maju untuk masuk ke ruangan tersebut.
Didalam ruangan tersebut, dia bisa menemukan seorang lelaki berambut cokelat tengah tersenyum menatapnya. Lelaki berambut hitam itu memainkan sebuah balok kayu.
Mukanya memucat, "Tidak!" lelaki mungil itu berteriak. Dia mulai meronta-ronta kembali.
Buk!
Kepala lelaki mungil itu dihantam dengan sebalok kayu, "Diam!" lelaki berambut hitam memberi perintah.
Mau tak mau lelaki mungil itu menundukkan kepalanya. Dia melepaskan genggaman kedua lelaki besar tadi. Sambil terhuyung-huyung, dia berjalan mendekati lelaki berambut hitam.
Dengan perlahan-lahan, dia mengangkat wajahnya. Mata sayunya menatap wajah sempurna lelaki dihadapannya. Mata secokelat bubuk kokoa, hidung mancung bagaikan orang Barat, kulit seputih susu, serta rambut hitam menghiasi kepala lelaki itu.
Lelaki berambut hitam itu menampar lelaki dihadapannya, "Mengapa menatapku seperti itu? Aku majikanmu! Jangan pernah menatapku seperti itu, manusia rendahan!"
Lelaki mungil itu menunduk kembali. Menatap lantai seperti ingin mengubur dirinya sekarang juga.
"Aku lupa. Kau bukan manusia, bukan?" lelaki berambut hitam itu berjalan memutari dirinya, "Kau hanya iblis yang dipuja-puja orang bodoh." Dia berbisik. Dia mengibaskan tangannya kepada lelaki besar tadi. Menyuruh mereka untuk keluar sekarang juga dan mengunci pintu.
"Aku bukan iblis," Lelaki mungil itu menyangkal ucapan lelaki tadi, "Ibu bilang aku adalah malaikat yang jatuh dari langit."
"Hahaha!" Lelaki berambut hitam itu tertawa dengan keras, "Benarkah? Iblis sepertimu?"
"Aku bukan iblis, Sehun-ah." Lelaki mungil itu menaikkan suaranya.
Sehun—lelaki berambut hitam hanya menyunggingkan senyum sinisnya, "Yang benar adalah iblis yang jatuh dari neraka terbawah."
Lelaki mungil itu kembali terisak, "Iblis bisa menangis juga ternyata." Sehun berkata dengan sinis.
"Kau salah!" Lelaki mungil itu berteriak. Dia hendak meninju pelipis Sehun. Namun, dia tidak bisa menggerakkan tangannya. Dia langsung menatap kedua tangannya yang sudah terborgol dengan rapih.
"Kau ingin meninjuku lagi? Sepertinya aku menang sekarang." Jawab Sehun.
"Tolong lepaskan aku, Sehun!" Pinta yang berbadan mungil sambil memelas. Matanya memerah—menahan tangis.
"Mirip seperti jalang yang ku temui tadi malam." Balas Sehun. Sehun berjalan mendekati orang itu. Dia meraih rambut cokelat lelaki itu dengan kasar.
"Aku tidak akan melepaskanmu, Luhan. Kau akan selalu hidup dibawah perintahku." Sehun berbisik.
"Dan juga, jangan pernah panggil aku Sehun lagi. Panggil aku 'Tuan Muda'."
"Aku adalah majikanmu dan kau adalah budakku."
"Hidup itu indah jika kau bersabar menjalaninya."
.
.
.
Senja itu, sinar matahari menyinari London dengan cerah. Sinar itu amat menyilaukan Luhan yang tengah membaca buku. Karena itu Luhan memutuskan untuk menutup gorden yang berada dihadapannya. Sambil sedikit mengeluh dia kembali meneruskan bacaannya yang sempat tertunda.
"Luhan!" Panggilan itu membuat Luhan menoleh.
Luhan tersenyum sambil membalas panggilan itu, "Iya, Bu."
"Anakku yang pandai. Ibu sangat menyayangimu." Ibu berlari kecil memeluk putranya.
"Aku juga menyayangi ibu." Balas yang tengah dipeluk.
"Sayapmu makin besar juga," Puji Ibu sambil melepaskan pelukannya, "Ibu silau melihatnya."
Luhan terkikik kecil mendengar ucapan ibunya, "Aku masih mencoba menetralkan cahayanya, Bu."
Ibu mengusap kepala putranya itu, "Ibu bangga denganmu."
Luhan tersenyum, "Terima kasih. Untuk pertama kalinya ada orang yang bangga denganku."
"Oh tentu! Seorang Ibu pasti akan bangga dengan anaknya." Ucap Ibu.
"Rambutmu sudah panjang sekarang. Ingin ibu gunting?"
Luhan mengangguk dengan manis, "Tentu! Ayah pasti akan menertawakan aku jika aku berkeliaran dengan rambut panjang."
Sang ibu berjalan menuju meja didekat mereka. Dia menarik tumpukan laci tersebut. Dia membawa kedua tangannya mencari gunting.
Tiba-tiba seseorang membuka pintu ruangan tersebut. Sontak Luhan dan Ibu menoleh ke arah pintu.
"Maria! Tuan Oh datang kembali!" Suara itu membuat Ibu mengeratkan pegangannya kepada gunting. Pupil matanya melebar ditambah napasnya menjadi tidak teratur.
"Ibu kenapa?" Luhan bertanya.
Sang Ibu menatap Luhan, "Tunggu saja disini sampai aku datang menjemputmu. Jika aku tidak datang, tetaplah disini."
Luhan mengangguk—mengiyakan perintah Ibu, "Baiklah, Bu!"
Tetapi, hari itu Ibu tidak datang menjemput Luhan. Yang datang malah seorang lelaki berbadan tinggi serta tegap. Lelaki itu menyeret Luhan dari ruangannya dan membawanya pergi.
Yang Luhan tau adalah lelaki itu mengurung Luhan di sebuah ruangan gelap serta memborgol kedua tangan Luhan. Lelaki itu hanya datang saat dia membutuhkan Luhan. Setelah itu, Luhan akan melepaskan bajunya; dia akan sama-sama tidak memakai baju dengan lelaki itu.
.
.
.
"Ibu, inikah yang kau sebut monster? Dia memerlakukanmu tak lebih dari seonggok sampah. Inikah yang kau sebut monster?"
.
.
.
Sehun berlari terbirit-birit menuju dining room. Dia hanya khawatir tunangannya menunggu terlalu lama. Takut jika tunangannya tidak memiliki teman mengobrol.
Sehun mendorong kedua pintu besar yang menghubungkan dining room miliknya. Dia bisa dengan cepat menemukan seorang lelaki bertubuh mungil duduk sambil meminum secangkir teh.
"Baekhyun." Panggil Sehun.
Yang dipanggil langsung menatap Sehun, "Hm?"
"Kau tak apa?" Sehun berjalan dengan cepat menuju kursi besar yang biasa dia tempati.
"Tak apa. Aku baik-baik saja. Sejujurnya aku terkejut apalagi hama itu hampir menyentuh sepatuku. Makanya aku cepat-cepat memukulnya dengan vas tadi." Jawab Baekhyun.
Sehun tersenyum mendengar jawaban Baekhyun, "Aku heran mengapa dia bisa lolos begitu saja. Tapi toh dia sudah mendapatkan apa yang pantas dia dapatkan."
Baekhyun tersenyum sinis, "Aku hanya heran mengapa kau menyelamatkan manusia itu—ah tidak! Dia bukan manusia, kan?"
"Dia adalah SCP-001. Aku menyelamatkan dirinya karena setidaknya dia berguna untukku." Jawab Sehun.
"Dia bukan manusia, setidaknya dia seperti manusia. Hanya bedanya dia memiliki sayap dari cahaya itu saja." Tambah Sehun.
"Aku akui dia memiliki wajah yang manis, bagaimana dengan sifatnya?" Baekhyun menyeruput tehnya.
"Dia sangat polos dan lembut." Jawab Sehun.
"Terdengar seperti pujian. Aku tersindir mendengarnya."
"Tidak," Sehun menarik dagu Baekhyun, "Tunanganku adalah yang paling baik dari semuanya."
"Ada apa denganmu memujiku tiba-tiba?" Baekhyun nampak risih dengan tingkah Sehun.
"Pernikahan kita akan terlaksana sebentar lagi. Aku tidak mau ada yang curiga dengan kita." Jawab Sehun sambil menyunggingkan senyumnya.
Baekhyun hanya terdiam. Lalu mendekatkan kepalanya dengan Sehun. Bibir mereka menempel beberapa saat.
"Nah sampai dimana kita tadi?" tanya Baekhyun sambil menatap Sehun dengan seduktif.
.
.
.
Luhan tidak pernah terbangun tengah malam sebelumnya. Tetapi sejak bertemu dengan Sehun, Luhan selalu terbangun tengah malam untuk menuntaskan kebutuhan batin Sehun. Seperti saat ini, Sehun mengguncang bahu Luhan hingga Luhan membuka matanya. Lalu, Sehun akan mengecup bibir Luhan dengan rakus dan menanggalkan pakaian Luhan.
Sehun menjauhkan kepalanya dari Luhan. Dia membawa pandangannya menatap Luhan yang tengah terkejut.
"Seh—Tuan muda? Ada apa?" tanya Luhan.
"Aku merindukanmu, Han." Jawab Sehun.
Luhan langsung menundukkan kepalanya, "Tapi, kepalaku masih sakit akibat hantaman vas dan kayu balok. Tanganku masih sakit akibat besi panas yang kau berikan itu."
"Lagipula, ada tunanganmu disini dan kita sudah melakukan hal yang sama kemarin." Tambah Luhan.
"Kau berani menolak perintah majikanmu?" Suara Sehun meninggi.
Luhan langsung beringsut diduduknya. Dia langsung menutup matanya untuk mengantisipasi apa yang akan terjadi kepadanya.
"Maafkan aku, Tuan muda," Balas Luhan, "Bagaimana jika dengan mulutku? Aku—aa—ku—"
Plak!
Ucapan Luhan terhenti ketika Sehun menampar pipi Luhan. Luhan kontan terdiam dan menatap Sehun dalam-dalam.
"Tuan?"
"Panggil aku master!" Balas Sehun.
"Master?"
"Kau memang seperti jalang. Kau pantas mendapatkan hukumanmu." Sehun berbisik dengan suara pelan namun menusuk.
Luhan hanya terdiam sambil menatap dinding dihadapannya dengan kosong, "Ya, Master."
.
.
.
Hati Luhan hancur berkeping-keping ketika Sehun menarik kepala Luhan dan mengarahkannya ke penis milik Sehun. Mau Tak mau dia membuka mulutnya untuk menjilati penis besar dihadapannya itu.
"Lu—ahh..." Sehun memainkan rambut Luhan sambil mengusapnya dengan halus.
Luhan hanya bisa menahan tangisannya. Sehun pasti akan menyiksa dirinya jika tidak melakukan tugas dengan benar. Dia hanya dapat mengikuti perintah Sehun.
Luhan memaju-mundurkan kepalanya dengan pelan. Lidahnya bermain-main di batang penis Sehun yang makin membesar itu. Tak lupa dia menggigit kepala penis Sehun dengan lembut sambil sesekali menjilatnya.
"Ahh—kau selalu melakukan tugasmu dengan baik," Ucap Sehun, "bahkan melebihi Baekhyun."
Luhan tidak menjawab pernyataan Sehun. Dia hanya fokus dengan pekerjaan hinanya ini. Asalkan Sehun bahagia, dia rela melakukannya.
"Berhenti menggodaku, Han. Gerakkan saja dengan cepat." Perintah Sehun.
Setelah mendengarkan perintah Sehun, Luhan langsung menggerakkan kepalanya dengan cepat. Bahkan hingga Luhan merasa ujung penis Sehun mengenai pangkal kerongkongan. Dengan cepat, Luhan mengeluarkan penis Sehun dari mulutnya. Dia terbatuk-batuk dengan keras.
"LUHAN!" Jerit Sehun secara tiba-tiba.
Sehun menarik rambut Luhan dengan kasar. Dia membenturkan kepala Luhan ke tembok dibelakang mereka.
"Sehun-ah—"
"Panggil aku master!" Sehun memotong ucapan Luhan, "beraninya kau memanggil tuanmu dengan nama belakangnya!"
Sehun kembali membenturkan kepala Luhan dengan keras hingga Luhan mengaduh kesakitan. Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Luhan.
Sehun berbisik dengan nada yang terbilang mengerikan, "Selesaikan pekerjaanmu dengan benar Luhan."
Luhan hanya bisa menahan air mata yang hampir turun dari pelupuk matanya. Kepalanya sangat sakit sekarang. Bahkan dia hampir kehilangan kesadarannya. Tetapi, dia tetap mengangguk kepada Sehun sambil berkata, "Ya, Master."
Sehun menarik dagu Luhan ke bawah dengan perlahan-lahan. Lalu, dia mengarahkan penisnya yang sudah ereksi itu ke mulut Luhan. Luhan hendak memaju-mundurkan kepalanya, tetapi Sehun malah menjambak rambutnya dan memaju-mundurkan kepala Luhan dengan cepat. Beberapa kali penis Sehun sempat menabrak pangkal kerongkongan Luhan.
"Luhan..." Sehun mendesahkan nama Luhan.
Setelah itu, Luhan bisa merasakan cairan Sehun mengalir ke kerongkongannya. Mati-matian Luhan menelan sperma Sehun semuanya, walaupun ada yang mengalir dari sudut bibirnya. Luhan memundurkan kepalanya untuk mengeluarkan penis Sehun.
Luhan merasa lega begitu penis Sehun keluar dari mulutnya. Dia berusaha mengatur napasnya yang tersengal-sengal itu. Dia memerhatikan Sehun yang tengah membenarkan pakaian. Dia masih terbayang-bayang apa yang baru saja dia lakukan tadi.
Luhan rasa, harga diri yang dia junjung tinggi-tinggi itu sudah hancur. Lihatlah, dia mirip seperti pelacur yang dengan gampang mau melakukan hal seperti tadi. Apa yang akan dikatakan ayah dan ibunya di surga jika melihat putra mereka seperti ini?
Air mata Luhan menetes ketika Sehun menutup pintu ruangan itu. Luhan hanya bisa terdiam dipojokan. Tangan dan kakinya terborgol, sehingga Luhan tidak dapat kemana-mana. Yang Luhan dapat lakukan hanyalah termenung.
Hidupnya terasa dipenjara sekarang. Ruangan ini sangat lebar, namun tidak ada fasilitas apapun. Bahkan, tak ada kasur maupun selimut. Yang ada hanya jendela kecil yang tepat mengarah ke rumah kaca milik Sehun.
Jiwanya tak lebih dari pelacur untuk Sehun. Semua dalam dirinya diatur oleh Sehun. Bahkan untuk berjalan sekalipun. Jika Sehun sedang baik hati, Luhan bisa terbebas dari borgol miliknya. Namun jika Sehun sedang marah, Luhan bahkan akan tersiksa dari sekarang.
Luhan meringkuk dalam duduknya. Dia memeluk kedua kakinya dan membenamkan kepalanya diantara kedua kakinya. Luhan hanya bisa terisak-isak. Air matanya membanjiri pipi-pipinya.
.
.
.
"Ibu, mengapa ini terasa sangat pahit? Kapan aku bisa menjadi manusia seutuhnya tanpa merasakan sakit yang sangat parah seperti ini?"
TBC
Halooo halooo~~~
Ini pertama kalinya aku buat ff chaptered dan temanya gak fluff sama sekali. Sedikit khawatir sih bakalan fail, heheheh... aku harap responnya bakalan bagus...
Last but no the least
Review please~~~ *bbuing bbuing bareng EXO*
