Dewa Elemental!.
A Naruto Fanfiction by Tobi Tobio.
•
•
•
A/N ::
Maaf sekali lagi, Tobi belum punya keinginan untuk melanjutkan Fict Multi Chap Tobi. Ya, sebenarnya Ide-nya sudah ada, hanya saja semangat menulisnya yang belum. ditambah lagi Tobi sekarang sedang kena 'Demam One Shoot', jadi ... Ya gitu. Maaf sekali lagi.
•
•
•
Rate :: M
(Untuk kekerasan dan kata yang tidak/kurang pantas diucapkan).
•
•
•
Jangan merasa sungkan untuk memberika Reviewnya (^,~)
•
•
•
Maaf Sekarang Tobi tidak main FB. Jadi, Link FB yang sudah Tobi berikan, sekarang tidak aktif lagi.
Kalau begitu silahkan menikmati dan salam kenal dari Tobi. Ingin menghubungi Tobi? Bisa gunakan PM diakun FFN. Hanya saja, respon mungkin lambat!.
•
•
•
(BAGIAN 1)
"Kau mengiginkan kekuatan?"
"Atau sebuah harapan yang ingin terkabulkan?"
"Itu mudah ..."
"Yang perlu kau lakukan hanyalah ... Jadi yang terkuat diantara Dewa Elemental!"
"Guaaahhh!" Naruto terbangun dengan kasar, nafasnya terasa habis. Dengan nafas yang terengah-engah, Naruto mulai menyeka keringat yang membanjiri Wajahnya.
"Mimpi itu lagi ..."
"Cih!". "Apanya yang Dewa Elemental!" desis Naruto.
Kriinnggg!
Kriinnggg!
Suara dari Alarm Ponselnya mengusik Naruto, yang menandakan pemuda bersurai pirang itu harus segera mempersiapkan dirinya untuk pergi Sekolah. Dengan sebuah Nafas Berat, Naruto mulai berjalan menuju Kamar Mandi dan memulai Ritualnya. Tiga Puluh Menit berlalu, Naruto sudah bersiap dengan Seragan Sekolahnya. Naruto siap untuk berangkat, Namun sebelum mengunci Rumahnya si pirang mengalihkan pandangannya untuk sesaat, dan ...
"Aku pergi" gumamnya.
Namun tidak ada yang menjawab. Yap, Naruto adalah anak yatim piatu yang sudah ditinggalkan ke dua orang tuanya sejak umur Enam Tahun, dan selama ini, Naruto hidup dengan keras untuk tetap bertahan hidup.
Cleekk!
Baru saja pemuda bersurai pirang itu mengunci Pintu Rumahnya, Naruto harus dihadapkan Delapan Preman yang sudah menunggunya didepan Rumah si pirang. Dan lagi-lagi, Naruto harus menghela Nafas Berat saat pandangannya menangkap sosok ke Depalan Preman itu.
"Haahhh~ Aku harus Sekolah, bisakah kalian menunda acara Balas Dendam kalian saat aku pulang Sekolah?" tanya Naruto, dengan nada bosannya.
"Jangan bercanda!". "Bagaimana bisa kami menundanya, kau sudah membuat teman kami sekarat di Rumah Sakit!" desis salah satu Preman yang ada dihadapan Naruto.
"Kalau begitu ..." ucap Naruto menggantung.
"... Kalian akan bernasib sama dengan teman kalian Pagi ini!" dan entah sejak kapan Naruto bergerak, pemuda bersurai pirang itu sudah berada dibelakang Preman-Preman itu. Dan ...
Hanya butuh Waktu Lima Menit bagi Naruto untuk mengalahkan ke Delapan Preman itu. Ya ... Lima Menit cukup untuk pemuda bersurai pirang itu membuat ke Delapan Preman yang menganggunya sekarat!.
Setelah membersihkan Debu yang mungkin menempel di Bajunya, Naruto mulai mengambil Ponselnya dan menghubungi Rumah Sakit.
"Halo ... Ya, ada Delapan orang yang sekarat disini, bisakah kalian mengirim Ambulance untuk membawa mereka?" setelah selesai dengan urusannya, Naruto mulai berjalan meninggalkan ke Delapan Preman yang tergeletak dalam keadaan sekarat itu.
'Aku adalah Uzumaki Naruto. Aku adalah anak Kelas Tiga SMA'. 'Aku hidup seorang diri sejak berusia Enam Tahun. Dan sudah melalui sering merasakan betapa kerasnya hidup di Kota Besar macam Konoha ...'
'Dan entah sejak kapan aku memiliki kekuatan ini ... Sebuah kekuatan yang membuat Tubuhku seringan Kapas. Ya ... Saat aku menginginkan kecepatan, aku dengan mudah bisa mendapatkannya!'. 'Itulah sebabnya aku bisa berpindah dengan cepat ke belakang Preman-Preman itu'
'Benar juga ... Omong-omong soal Preman, mereka adalah Anak Buah dari Akatsuki. Sebuah Organisasi Mafia terbesar di Kota ini!'. 'Dan sialnya, aku harus berhubungan dengan mereka, hanya karena menolong seorang gadis saat akan dilecehkan oleh Anak Buah Akatsuki!'
'Dan inilah kehidupanku ... Kehidupan yang rumit!'
•
Dewa Elemental!.
A Naru DxD Fanfiction by Tobi Tobio.
•
Di Sebuah Hutan, Pinggiran Kota.
Sasuke terlihat berdiri dengan nafas terengah-engah setelah melalui pertarungan panjang melawan Hatake Kakashi. Namun senyum penuh kepuasan menghiasi Wajahnya. Yap, Sasuke merasa puas setelah berhasil mengalahkan Kakashi. Bagaimana tidak, pasalnya Sasuke harus mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mengalahkan Kakashi.
"Aku tidak menyangka kau mampu mengalahkan pria ini" ucap Kabuto, seraya melangkahkan Kakinya mendekati Sasuke.
"Jangan banyak omong, sebutkan siapa Dewa Elemental lainnya!". "Aku ingin segera mengahiri ini!" desis Sasuke.
"Khuhuhu~ santai sedikit Sasuke-Kun ... Kau harus memulihkan dulu kekuatanmu". "Dan yang lebih penting lagi, Kekuatan apa yang kau dapat setelah mengalahkan pria ini?" Sasuke langsung memejamkan Matanya, untuk merasakan kekuatan baru yang mungkin saja bangkit setelah mengalahkan Dewa Elemental sekelas Kakashi.
"Entahlah ... Aku masih belum bisa merasakannya!" jawab Sasuke. Kabuto terlihat bingung dengan jawaban pemuda bergaya Emo itu.
"Aneh sekali. Seharusnya kau mendapatkan sebuah kekuatan baru setelah mengalahkan Dewa Elemental tingkat Empat sepertinya ..."
"Tapi kenapa ..." gumam Kabuto.
Jam Istirahat, SMA Konoha.
Naruto terlihat berjalan santai melalui Lorong Sekolah elit itu. Namun semenjak Naruto berurusan dengan Akatsuki, tidak ada lagi yang mau berteman dengan pemuda bersurai pirang itu. Mereka seakan takut terbawa dalam masalah, jika berdekatan dengan Naruto. Dan Naruto pun tidak terlalu mempermasalahkan hal ini, toh dia sudah terbiasa hidup sendiri. Tapi berbeda dengan Hinata, gadis itu terlihat sedih menyadari Naruto mulai dijauhi teman-temannya.
"Sudahlah Hinata ... Kau tidak perlu memikirkan masalah ini terus-menerus" sang sahabat, Sakura mencoba menenangkan gadis bersurai indigo itu.
"Aku tidak bisa Sakura, Naruto dijauhi karena menyelamatkanku!". "Bagaimana bisa aku terus berdiam diri seperti ini. Aku ..."
"... Akulah penyebabnya!" Sakura terlihat mengusap Bahu Hinata. Gadis itu tau bagaimana perasaan sahabatnya ini, yang merasa sebagai sumber dari masalah yang dihadapi Naruto. Namun bisa apa mereka? Apa yang bisa diperbuat dua gadis cantik itu, jika Polisi pun tidak bisa berbuat banyak!.
"Tenang Hinata ... Yang bisa kita lakukan saat ini hanya mendoakan Naruto, agar cepat terlepas dari masalah ini"
"Ya ... Berdoa!" ucap Sakura. Hinata memang tidak menjawab, namun dia membenarkan ucapan Sakura. Dan tanpa membuang waktu lagi gadis itu mulai berdoa untuk Naruto.
'Kuharap kau mendapatkan sebuah keajaiban untuk lepas dari masalahmu, Naruto ...' batin gadis itu seraya mengapitkan kedua Tangannya di Dada.
Sebuah Doa yang tulus tentu saja akan dikabulkan Tuhan!
Apalagi Doa berisi kebaikan seperti yang dilakukan Hinata!
•
Dewa Elemental!.
A Naru DxD Fanfiction by Tobi Tobio.
•
"Aku akan mengampunimu dan membiarkanmu hidup, tapi ada satu hal yang harus kau lakukan untukku!" ucap Sasuke dingin dihadapan seorang pemuda yang tergeletak tak berdaya. Pemuda itu menatap Sasuke dengan susah payah, Aliran Listrik terlihat masih mengalir disekujur Tubuhnya.
"Jangan menatapku seperti itu ... Yang kuinginkan hanyalah mengurus Dewa Elemtal tingkat Satu!"
"Ke-kenapa?!". "De-dengan kekuatanmu saat i-ini—"
"Aku merasa dia tidak pantas untuk bertarung denganku!" potong Sasuke cepat.
"Kau tau, aku memberimu sebuah kesempatan ... Kau tau kan, saat Dewa Elemental mengalahkan Dewa Elemental lainnya, sebuah kekuatan baru akan hadir dalam Tubuh si pemenang!". "Bukankah dengan itu kau akan semakin kuat?"
"Terlebih lagi ..." ucap Sasuke menggantung. Pemuda tampan itu mulai berjongkok dan mendekati Wajah si pemuda yang sudah dikalahkannya.
"... Kau bisa membalas kekalahanmu padaku!". "Apa kau tidak mau melakukan itu hem?" desisnya. Si pemuda itu hanya mendecak kesal dengan konfrontasi Sasuke. Ingin sekali dia menghajar pemuda tampan itu, namun sayangnya Tubuhnya sudah tidak bisa lagi diajak kompromi. Merasa sudah cukup untuk berbincang-bincang dengannya, Sasuke mulai melangkah pergi, meninggalkan pemuda itu.
"Gah!". "Kau akan menyesal Uchiha Sasuke!" desisnya penuh kekesalan.
Malam itu, Naruto sedang berjalan seorang diri. Seragam SMA Konoha masih melekat di Tubuhnya. Yap, faktanya, Naruto harus bekerja Paruh Waktu untuk memenuhi kebutuhan Hidupnya, jadi tidak heran jika dia baru bisa pulang selarut ini. Namun lagi-lagi, pemuda bersurai pirang itu harus kembali dihadang oleh Anak Buah Akatsuki. Ada sekitar Lima orang Anak Buah Akatsuki yang menghadang Naruto.
Namun kali ini terasa berbeda. Entah kenapa Naruto merasakan firasat buruk kali ini!
"Hah~ ayolah ... Aku sudah cukup lelah saat ini. Tidak bisakah kalian membiarkanku pulang dengan tenang?" keluh Naruto. Namun tifak ada yang menanggapi keluhan si pirang. Ke Lima orang itu tetap diam diposisi mereka. Hingga ahirnya, salah satu dari mereka mulai berbicara.
"Pantas saja Anak Buah kita kalah dengan mudah, bocah ini ... Salah satu dari Dewa Elemental!" ucap salah satu dari mereka.
"Cih!". "Omong kosong itu lagi!" desis Naruto.
"Jangan banyak bicara, segera bereskan bocah ini" ucap satu-satunya wanita yang ada di Kelompok Akatsuki itu.
Seperti yang diucapkan si wanita, mereka, Konan, Hidan, Kakuzu, Deidara dan Sasori mulai bersiap. Si pria Imortal mulai menyabet-nyabetkan Senjatanya dengan membabi-buta, tak lupa dengan sedikit atraksi dengan melukai dirinya sendiri, berusaha mengintimidasi Naruto. Sasori terlihat melepas Jubah Akatsukinya, memperlihatkan seluruh Tubuhnya yang sudah menjadi Boneka, dengan berbagai Senjata berbasis Racun yang menghiasinya. Sementara Kakuzu, mulai memperlihatkan Benang-Benang aneh yang menghiasi Tubuhnya yang sudah terexpose.
"A-apa-apaan mereka itu!" ucap Naruto dalam keterkejutannya. Ya ... Dilihat darimana pun lawanya bukanlah Manusia. Bagaimana mereka bisa hidup dengan Tubuh aneh seperti itu.
"Mati kau!" teriak Hidan seraya menyerang Naruto. Meski dibeberapa bagian Tubuhnya terlihat terluka, nyatanya itu tidak menghambat pergerakanya sedikit pun. Yap, Hidan dengan lancar menyerang Naruto dengan Sabit anehnya. Namun beruntungnya, meski sedikit terkejut, Naruto masih bisa menghindari serangan itu, walau pun Seragamnya harus terkoyak.
"Hebat juga ... Gerakannya cukup cepat!" komentar Konan yang masih santai menyaksikan pertarungan mereka yang baru dimulai.
"Apa aku boleh bergabung-Un?" tanya Deidara.
"Tidak. Kurasa mereka bertiga sudah cukup!" Deidara sedikit kesal mendengar jawaban sang wanita. Ya ... Itu artinya Deidara tidak bisa memperlihatkan kekuatan Seni Ledakannya saat ini. Dan benar saja, seperti yang dikatakan Konan. Naruto memang masih bisa menghindari serangan Hidan, namun tidak dengan serangan Kakuzu dan Sasori. Serangan Double Lariat mereka berdua mengenai Leher Naruto dengan telak. Adalah sebuah keajaiban jika pemuda bersurai pirang itu masih hidup setelah menerima serangan itu.
"Kah!" Naruto mengumpat kasar merasakan nyeri yang amat sangat di Lehernya. Tubuhnya terasa limbung, seiring dengan rasa pening yang menyerang Kepalanya. Tapi, tanpa rasa belas kasihan Hidan segera maju dan menyerang Naruto yang masih dalam keadaan tak berdaya itu.
"Arrrggghhh!" sebuah teriakan menyayat Hati keluar dari mulut si pirang, saat Sabit Hidan dengan sukses mengoyak Perut Naruto.
Duaakkk!
Tendangan keras di Perut Naruto yang terluka mengahiri serangan beruntun nan kejam dari ke tiga petinggi Akatsuki itu. Naruto rebah dengan Tubuh terluka parah dibagian Perut, sementara Hidan tertawa penuh kemenangan. Sasori dan Kakuzu pun sudah berhenti menyerang. Tentu saja karena mereka tau, saat Hidan berhasil melukai lawannya, semua sudah berahir.
"Huahahahaha~ kau sangat lemah!"
"Lemaahhh!" desis Hidan dalam Tawa kemenangannya.
"Jangan banyak bicara, cepat selesaikan Hidan!" ucap Kakuzu dingin.
"Yayaya. Aku tau!" balas si pria Imortal. Hidan tanpa banyak bicara lagi mulai menggambar sebuah pola aneh dengan Darahnya sendiri dari luka sebelum pertarungan tadi.
Dan keanehan lain terjadi!
Warna Kulit Hidan semula putih bersih kini menjadi Hitam dengan aksen putih dibeberapa bagian, setelah menjilat Darah Naruto yang tercecer di Sabitnya. Dalam keadaan menahan nyeri, Naruto dengan jelas melihat perubahan itu. Dan ini pertama kalinya bagi Naruto untuk merasakan apa itu rasa takut. Bukan karena keanehan-keanehan yang kini disaksikanya, tapi sebuah dorongan lain di Hatinya yang memvonisnya akan segera mati!.
"Gehehehe~" Hidan sudah bersiap untuk mengoyak Tubuhnya sendiri dengan Senjatanya. Tapi, sebelum itu terjadi, sebuah Ombak besar menerjang gerombolan Akatsuki itu.
"Gah!". "Apa itu tadi!" desis Hidan yang tersangkut dalam puing-puing Bangunan yang hancur akibat Ombak besar itu.
"Dewa Elemental Air!" ucap Konan datar saat Tubuhnya kembali menyatu, setelah beberapa saat lalu tercecer menjadi serpihan Kertas.
"Jadi bagaimana sekarang?". "Tempat ini juga sudah hancur. Kurasa akan ada banyak Warga yang mati!" Mengungkapkan pemikirannya setelah mendarat dengan mulus didekat Hidan dan Konan, bersama Kakuzu dan Deidara.
"Kita pergi dari sini. Polisi mungkin akan datang sebentar lagi!" jawab Konan. Agaknya wanita itu adalah Ketua dalam kelompok ini. Tanpa banyak bicara lagi, Kakuzu, Deidara dan Sasori mengangguk mengerti. Namun Hidan ...
"Tunggu dulu!"
"Jadi ... Apa hanya aku yang terkena serangan ini?!" desisnya. Sepertinya pria Imortal ini kurang puas dengan kenyataan ini.
"Itu karena kau lemah!". "Kita gagal membunuh Dewa Elemental lemah itu karena kau terlalu lama dan membuang-buang Waktu!" balas Kakuzu.
"Benar-Un!" timpal Deidara.
"Apa kau bilang!" desis Hidan.
"Sudahlah ... Sebaiknya kita segera menyingkir!" Konan menengahi perdebatan itu. Pandangannya terlihat menerawang ke arah suara Sirene Polisi yang mulai sayup-sayup terdengar.
"Cih!"
•
Dewa Elemental!.
A Naru DxD Fanfiction by Tobi Tobio.
•
"Huahahahaha~ kau sangat lemah!"
"Lemaahhh!"
Hidan tertawa meremehkan setelah berhasil membuat Uzumaki Naruto tak berdaya. Dengan Warna Kulit yang sudah menghitam, Pria berkekuatan Imortal itu terus tertawa merendahkan. Pandangannya yang sinis dan tanpa belas kasihan membuat pemuda bersurai pirang itu takut. Apa lagi saat ini Hidan mulai menggerakan Senjata Sabit besarnya untuk mengoyak Perutnya sendiri, dan ...
"Huuaaahhhh!" Naruto berteriak panik saat tersadar dari pingsanya. Keringat mengucur deras membanjiri setiap Pori-Pori yang ada di Tubuh Kekar itu.
"Mimpi ... Syukurlah itu hanya Mimpi!" gumamnya. Ada sebuah kelegaan tersendiri saat menyadari itu semua hanya Mimpi. Namun sebuah rasa ngilu dibagian Perutnya yang sudah terbalut Perban, membuatnya bertanya-tanya. Ditambah lagi tempatnya saat ini terasa asing. Ya ... Ini bukanlah Kamar Naruto.
'Dimana aku?!' batinya. Dan sayup-sayup, terdengar suara seorang wanita diluar Kamarnya. Insting pemuda bersurai pirang itu pun mulai bekerja, dengan bersusah payah, Naruto mulai membawa Tubuhnya menuju sumber suara.
"Dan sampai saat ini, baik pihak Kepolisian atau pun Instansi terkait, masih belum bisa menjelaskan secara logis dimana Stunami itu berasal. Ya ... Ombak Besar itu muncul begitu saja ditengah-tengah Kota. Hasil Laboratorium pun menyebutkan jika Air Misterius itu adalah Air Tawar. Itu artinya Stunami kali ini bukanlah berasal dari Laut".
"Lalu darimanakah Air itu berasal?!". "Sampai saat ini itu masih menjadi misteri!"
"Cih! Sudah Tiga Hari berlalu, tapi Beritanya masih itu-itu saja!". "Apa tidak ada Berita lain yang bisa ditayangkan?!" umpat seorang pemuda seusia Naruto yang saat ini sedang menyaksikan sebuah Acara di Televisi. Naruto yang saat itu sudah berada diambang Pintu, hanya diam mematung dalam kebingungannya. Namun sesuatu mulai dimengerti. Suara sayup-sayup seorang wanita yang didengarnya, adalah suara seorang Pewarta Berita yang berasal dari Televisi itu.
"Hoh?!". "Kau sudah sadar?" pertanyaan pemuda itu menyadarkan Naruto dari lamunannya.
"Padahal kukira kau akan tetap pingsan dalam Dua Hari ke depan". "Oh iya ... Jadi siapa namamu, Dewa Elemental Angin?!"
Deg!.
Naruto terlihat berjalan menyusuri Jalanan Kota. Wajahnya terlihat kacau, fikirannya kalut. Bagaimana tidak, kenyataannya Mimpi Buruk itu adalah kenyataan yang hampir saja merenggut kehidupannya, jika tidak ditolong pemuda itu. Naruto juga sudah pingsan selama Tiga Hari, itu artinya dia sudah banyak melewatkan Pelajaran Sekolah dan Pekerjaan Paruh Waktunya. Namun yang terpenting dari semua itu adalah ...
"Kita sama. Aku juga adalah Dewa Elemental. Hanya saja Aku Air dan kau Angin". "Itu adalah satu-satunya alasan kenapa kau memiliki kecepatan. Secara tidak langsung, kau sudah menggunakan kekuatanmu untuk mendorong pergerakanmu supaya lebih cepat!".
"Ya ... Secara tidak langsung!. Karena Sepertinya ... Kau tidak pernah mempercayai Rikudo Sannin yang hadir dalam Mimpimu!"
Naruto menghentikan lamunannya. Ingin sekali si pirang itu menolak segala ucapan pemuda itu dan mengatainya Gila karena mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal. Namun nyatanya, pemuda itu benar-benar memiliki kuasa penuh atas Air, bahkan mampu mencairkan Tubuhnya menjadi Air. Semilir Angin menerpa Wajahnya dan kembali menyadarkan dari lamunannya.
'Dewa Elemental Angin ... Bisakah aku memiliki kuasa atas Angin seperti dia menguasai Elemental Air?!' batin Naruto seraya menerawang, menikmati semilir Angin yang membelai surai pirangnya.
"Huaaaahhhh!". "Narutoooo!"
"Ini Novel Naruto Hiden terbaru!" teriak Seorang Bocah SMP seraya menunjuk-nunjuk sebuah Buku yang terpajang disebuah Toko. Naruto berbalik karena merasa namanya disebut, namun karena Naruto yang dimaksud bukan dirinya, si pirang menjadi kesal sendiri.
'Keparat mana yang menggunakan Namaku sebagai sebuah Character dalam Novel!' batinnya geram, seraya menatap intens sebuah Novel yang kini menghiasi Indra Pandangannya. Ya ... Pada ahirnya Naruto penasaran dan mendekati Toko itu setelah bocah-bocah SMP itu pergi.
Sampul Novel itu terlihat menarik, dan itu cukup untuk menambah rasa penasaran Naruto!.
Hingga ahirnya ... Naruto pun membelinya!.
"Hmm~ ada untungnya juga aku membeli Novel ini. Ada beberapa Jutsu yang bisa kucoba!" gumam Naruto setelah selesai membaca Novel itu.
"Tapi sebelum itu ..." Naruto mengatakan itu seraya menyapu pandang pada setiap sudut Rumahnya. Ya ... Rumah pemuda bersurai pirang itu kini tak ubahnya Kapal Pecah. Agaknya selama Naruto tergeletak pingsn di Rumah si penolong itu, Rumahnya sudah dimasuki seseorang.
Yap, seseorang!.
Karena tidak ada satu pun barang berharganya yang hilang. Semua benda berharganya masih lengkap, hanya saja dalam keadaan rusak!.
Dan satu-satunya orang yang terfikirkan Naruto menjadi dalang semua ini adalah ...
"Akatsuki!". "Aku bersumpah akan membalas ini semua!" desisnya menahan geram.
Saat memikirkan Akatsuki, Tiba-tiba saja si pirang teringat kembali ucapan pemuda itu.
"Dengan kekuatanmu saat ini, kau tidak akan mampu mengalahkan Pemimpin Akatsuki. Karena Rumornya sang Pemimpin mempunyai kekuatan yang besar!". "Ditambah lagi ... Dia memiliki Pasukan yang kuat, bukankah kau sendiri sudah merasakan betapa hebatnya mereka!".
"Aku sudah mengumpulkan berbagai informasi tentangnya. Hingga aku mendapatkan sebuah kesimpulan jika dia adalah ..."
"Dewa Matahari!" desis Naruto.
"Ck! Sesuatu yang sulit dipercaya kembali hadir!". "Tapi ... Aku tidak perduli mau dia Dewa Matahari atau pun Dewa Elemental. Yang jelas Akatsuki harus membayar perbuatan mereka karena sudah merusak Barang-Barangku!" umpatnya.
Malam semakin larut. Tapi, seorang gadis terlihat berjalan menyusuri Jalanan Kota Konoha yang mulai sepi. Ya ... Gadis itu adalah Hinata, gadis cantik bersurai Indigo yang dulu pernah ditolong Naruto saat diganggu Anak Buah Kacangan Akatsuki, hingga ahirnya membuat pemuda bersurai pirang itu terjebak masalah beruntun seperti ini.
Entah suatu kebetulan atau sesuatu yang sudah ditakdirkan, Hinata dan Naruto bertemu!.
"Akatsuki sialan itu ... Setidaknya sisakan Kompor dan Panci untuku meremus Mie Instans!". "Aku jadi kesusahan seperti ini hanya untuk mengisi Perutku!" gerutu Naruto seraya menyusuri Jalanan Kota Konoha, setelah mengisi Perutnya di Kedai Ramen.
"Narutoooo!". "Kau Naruto kan?!" teriakan itu menghentikan langkah pemuda bersurai pirang itu.
Taman Konoha.
"Jadi ... Apa mereka masih mengganggumu?" tanya Naruto. Ya ... Sepertinya pertemuan itu berlanjut pada sebuah percakapan di Taman Pusat Kota itu.
"Eumh~ tidak ... Tapi bagaimana dengan keadaanmu sendiri?". "Aku sangat mencemaskanmu, Naruto" jawab Hinata.
"Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir"
Malam semakin larut, namun baik Hinata atau pun Naruto tidak mempermasalahkan itu sama sekali. Mereka malah menikmati kebersamaan itu dalam sebuah kebahagiaan. Yap, ini kali pertama sejak pemuda bersurai pirang itu berurusan dengan Akatsuki, bisa kembali mengobrol dengan orang lain. Karena selama ini, bahkan sahabatnya sendiri sudah menjauhinya. Dan kesendirianya pun semakin kian sempurna.
Dan bagi Hinata sendiri ... Naruto adalah sosok yang baik. Mereka tidak saling mengenal secara dekat sebelum ini, namun Naruto tetap saja mau menolongnya. Sebagai seorang yang sudah dibuang oleh Keluarganya sendiri, sosok Naruto terasa bisa melengkapi separuh Hidupnya yang hilang. Ya ... Perasaan itu muncul begitu saja saat mereka mengobrol seperti sekarang ini.
"Tunggu dulu ... Kurasa ini sudah sangat larut, apa tidak apa-apa seorang gadis sepertimu ..."
"Eumh~ maksudku, apa orang tuamu tidak marah?" Naruto menanyakan itu dengan sedikit kikuk. Namun Hinata malah tersenyum santai menanggapi pertanyaan itu.
"Tidak apa-apa Naruto, tidak akan ada yang mencemaskanku". "Karena aku hanya Sampah ..." jawab Hinata masih menggulung senyumnya yang indah. Naruto tertegun untuk sesaat, pemuda bersurai pirang itu tidak tau harus berkata apa-apa lagi. Kata Sampah itu ...
"Maafkan aku, Hinata ..."
"Tidak masalah". "Huh! Benar juga, sudah Jam segini ... Sebaiknya kita segera pulang Naruto, bukankah besok kita harus Sekolah?!" ucap Hinata setelah melihat Jam Tangannya.
Dan singkat cerita, Naruto dan Hinata pun pulang ke Rumah mereka masing-masing. Tapi, tentu saja setelah mengantar gadis itu terlebih dahulu. Dan kini, Naruto sedang berjalan menuju Rumahnya sendiri. Pemuda bersurai pirang itu teringat kembali ucapan gadis itu, saat mengantar Hinata. Ya ... Sedikit banyak Hinata mau menceritakan keadaannya pada Naruto.
"Aku sebenarnya adalah keturunan Bangsawan Clan Hyuuga. Namun Ayahku sendiri yang mencabut Gelar Kebangsawananku ..."
"Dia bilang ... Aku hanya Sampah yang tidak pantas menyandang Gelar itu". "Entahlah, aku sendiri tidak tau kenapa Ayah melakukan itu ... Tapi aku tidak pernah mempermasalahkannya"
"Aku menerima jika Clan Hyuuga menganggapku Sampah. Dan apa pun yang terjadi aku tetap menghormatinya ..."
"Karena aku menyayangi mereka!"
"gadis itu ... Aku tidak tau jika dia mengalami hidup yang lebih berat dariku ..." gumam Naruto. Pemuda bersurai pirang itu lalu kembali teringat bagaimana keadaan Rumah Hinata. Ya ... Rumah yang sangat tidak layak untuk dihuni dan hampir roboh, juga dikawasan Kumuh.
Naruto mungkin masih beruntung karena masih mendapatkan warisan Rumah lengkap dengan peralatannya, sebelum ke dua Orang Tuanya meninggal. Jika tidak? Mungkin hidupnya, akan seperti gadis mantan Hyuuga itu!.
Ya ... Hasil dari kerja sambilannya hanya cukup untuk biaya Sekolah dan hidupnya. Sepertinya itu juga yang dialami Hinata!.
"Mungkin aku bisa sedikit membantunya ..."
•
Dewa Elemental!.
A Naru DxD Fanfiction by Tobi Tobio.
•
Ke Esokan Harinya.
"Kau yakin ingin mengajukan Izin hingga Satu Bulan?". "Itu bukan waktu yang sebentar Naruto, ditambah sebentar lagi Ujian Kelulusan—"
"Aku tau ... Karena itu aku hanya mengajukan selama Satu Bulan. Disisa waktunya, aku akan berjuang keras untuk mengejar Pelajaran yang tertinggal" ucap Naruto, memotong kalimat sang Kepala Sekolah.
"Apa ini karena masalah itu?" tanya sang Kepala Sekolah. Tapi Naruto tidak menjawabnya, dan mulai berbalik untuk keluar dari Ruangan sang Kepala Sekolah. Tapi sebelum pergi Naruto mengucapkan sesuatu!.
"Dalam Satu Bulan aku akan menyelesaikan semuanya". "Jadi aku mohon bantuanmu, Nenek" ucap Naruto, sesaat sebelum benar-benar meninggalkan sang Kepala Sekolah.
"Huft!". "Anak itu ..." keluh sang Kepala Sekolah.
Selesai dengan masalahnya dengan izin membolos Sekolah selama Satu Bulan, Naruto mulai melangkahkan kakinya, menuju Kelasnya untuk menemui Hinata. Ya ... Seperti yang sudah direncanakannya, pemuda bersurai pirang itu ingin menitipkan Rumahnya selama Satu Bulan ini, karena Naruto memiliki sebuah urusan lain. Naruto berfikir itu bisa meringankan sedikit beban gadis cantik itu.
"Jadi bagaimana? Kau mau?" tanya Naruto. Hinata hanya tertegun mendengar tawaran pemuda bersurai pirang itu. Hingga ahirnya ...
"Kau mau pergi kemana selama Satu Bulan ke depan Naruto?". "Sebentar lagi Ujian, meski kau sudah mendapatkan Izin dari Kepala Sekolah ... Bagaimana caramu untuk Lulus nanti?"
"Kau akan tertinggal banyak Pelajaran!"
"Tenang saja, aku tidak sebodoh itu". "Lagi pula ... Aku harus segera menyelesaikan masalah ini!" ucap Naruto datar. Hinata kembali dibuat tertegun mendengar jawaban Naruto.
Masalah? Itu pasti Akatsuki!
Dan alasan Naruto terperangkap dalam masalah ini adalah dirinya! Ya ... Karena menyelamatkan Hinata, Naruto harus menderita sejauh ini!
Perasaan Bersalah kembali menghantui gadis itu.
"Ini Kunci Rumahku. Tapi, tidak ada satu pun Barang yang bisa digunakan. Semuanya sudah hancur". "Jadi, kau harus membawa beberapa Barangmu nanti"
"Dan ini Kartu ATM-ku. Ini adalah Tabunganku untuk biaya masuk Universitas. Tapi jika kau memerlukannya, kau bisa menggunakannya" ucap Naruto tanpa memperdulikan Raut Wajah Hinata yang terlihat sedih. Setelah memberikan semua yang tadi diucapkannya, Naruto mulai meninggalkan Hinata tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Tapi, teriakan Hinata menghentikan langkah Naruto.
"Apa kau mengasihaniku, karena ke hidupanku yang menyedihkan?!". "Aku tidak butuh belas kasihanmu!"
"Aku masih punya Harga Diri dan tidak butuh Belas Kasihanmu!" teriak Hinata. Air Matanya mengalir dengan bebas seiring dengan perasaa pedih yang dirasakanya, merasa dilecehkan oleh Naruto. Rasa Sakit Hati itu bahkan mampu mengalahkan Rasa Bersalahnya pada pemuda bersurai pirang itu.
Kini giliran Naruto yang tertegun. Dia tidak menyangka niat baiknya malah melukai gadis itu.
"Maaf jika niat baikku malah melukai perasaanmu". "Aku tidak pernah berfikir seperti itu" gumam Naruto, tanpa merubah posisinya yang membelakangi Hinata.
"Aku hanya bermaksud untuk membantumu ... Aku ingin melindungimu. Itulah kenapa aku menyelamatkanmu Malam itu ..."
"... Karena aku mencintaimu!" ucap Naruto.
Hinata tidak bisa berkata apa-apa lagi, perasaannya begitu kacau. Ya ... Begitu banyak hal yang gadis itu rasakan. Senang, bahagia, terkejut semua menjadi satu, saat Naruto dengan tanpa diduga-duga mengungkapkan perasaannya. Yap, Hinata bahkan tidak bisa mengucapkan apa pun saat melihat pemuda bersurai pirang itu mulai meninggalkannya.
"Naruto, aku ..." gumam gadis itu seraya menggenggam erat Dua Benda yang diberikan pemuda bersurai pirang itu.
Waktu terus berjalan dan tanpa terasa kini sudah mencapai Tengah Hari, tepat saat dimana Naruto sampai disebuah Rumah yang terletak cukup terisolir dekat Hutan dipinggiran Kota. Ya ... Rumah itu adalah Kediaman orang yang pernah menolong Naruto saat hampir Mati diserang petinggi Akatsuki. Pemuda bersurai pirang itu bermaksud melangkahkan Kakinya untuk lebih mendekati Rumah itu, tapi ...
Sesosok Manusia tercipta dari Genangan Air yang ada beberapa Meter didepannya.
Senyum kepuasan tercipta di Bibir pemuda bersurai putih dengan sedikit aksen biru itu, saat melihat kehadiran Naruto.
"Sepertinya kau sudah siap". "Ini bahkan lebih cepat dari yang kuduga" ucap pemuda itu.
"Tidak usah bertele-tele. Ayo kita mulai Latihannya, Suigetsu!" sang Dewa Elemental Air yang kini diketahui bernama Suigetsu itu menyerangai semakin lebar mendengar ucapan Penguasa Air itu sebelum ahirnya melangkahkan Kakinya menuju ke dalam Hutan.
"Baiklah. Ikut aku, Naruto!" ucapnya.
BERSAMBUNG (Ke Bagian Dua).
