Album yang dikerjakannya selama dua bulan penuh untuk comeback salah satu boyband terbaru meraih sukses besar. Atasannya pun merasa sangat puas dan memberikannya waktu libur selama seminggu penuh. Jadi untuk mengganti waktu berharganya yang tersita selama berjam-jam, yoongi memilih untuk mengunjungi panti asuhan yang menjadi saksi bisu pertumbuhannya selama 25 tahun. Yoongi lebih memilih melakukan hal itu dibandingkan harus diam saja di apartemennya yang merupakan fasilitas seumur hidup dari tempatnya bekerja. Sebelum mengunjungi tempat itu, lebih dulu ia pergi ke sebuah minimarket yang dekat dengan apartemennya untuk membawa oleh-oleh.

Senyumannya mengembang ketika sudah sampai di tempat tujuannya dan melihat penghuni disana tampak bahagia. Setidaknya penghasilannya selama ini berguna untuk tempat yang menjadi kenangan masa kecilnya. Lalu tatapannya terhenti pada seorang wanita paruh baya yang menyadari kehadirannya.

"Itu yoongi hyung!"

"Oppa!"

Wanita paruh baya itu hanya tersenyum dan menggeleng melihat anak-anak asuhnya yang begitu bahagia sedang menghampiri yoongi. Memberikan kecupan-kecupan ringan di wajah lelaki yang begitu berharga bagi mereka.

"Ini ada hadiah untuk kalian. Dibagi sama rata dan jangan berkelahi ya?"

"Siap hyung/oppa!"

"Anak pintar. Ini."

Mereka ramai-ramai menjauhi yoongi setelah menerima bungkusan dari yoongi. Kini yoongi bisa dengan leluasa menghampiri wanita paruh baya yang sudah menunggu.

"Kau semakin kurus saja." Ujarnya saat tangannya yang sudah sedikit mengeriput itu menyentuh pipi yoongi. "Jangan bekerja terlalu keras."

"Aku menyukainya eommonim. Aku hanya sudah lama tidak memakan masakan eommonim. Aku lapar sekali."

Wanita itu pun melihat ransel yang dibawa yoongi. "Kau menginap? Bagaimana dengan pekerjaanmu?"

"Eommonim tidak menonton televisi? Boyband yang baru comeback mengalami sukses besar dengan album yang kubuat. Jadi atasanku memberikanku waktu libur seminggu."

"Benarkah? Selamat ya?"

"Terima kasih eommonim. Ayo makan."

.

"Bahannya kurang yoongi. Aku akan pergi belanja."

Yoongi menahan tangan wanita paruh baya itu dan tersenyum. "Biar aku saja yang pergi."

"Eh? Apa kau tau bahan makanan?"

Yoongi tersenyum canggung dan menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. "Bukankah di minimarket kita bisa bertanya? Sudahlah eommonim. Aku akan pergi. Zaman sekarang semua sudah mudah." Yoongi pun berlalu setelah mengecup pipi wanita itu.

"Anak itu."

.

Dua jam lamanya wanita paruh baya itu menunggu kehadiran yoongi. Perasaan khawatir mulai menghinggapinya hingga sosok yang ditunggu pun datang dengan wajah yang kusut. Merasa khawatir, ia pun menangkup kedua pipi yoongi.

"Ada apa nak? Kau kemana saja?"

"Eommonim..."

.

Yoongi tidak mengerti apa yang sudah terjadi. Yang ia ingat saat berjalan kaki menuju minimarket yang tidak jauh dari panti, ada seorang wanita yang menurutnya cukup cantik dan berkelas tersenyum kearahnya.

"Suga-ssi, eh maksudku hm... kau sudah mengganti namamu ya? Siapa ya? Yoongi! Ah iya! Min Yoongi. Produser terkenal dan sekarang berada di puncak karirmu bukan?"

"Maaf sebelumnya. Anda siapa? Lalu suga? Saya- "

"Jangan berpura-pura tidak tau! Kalian semua, cepat bawa bajingan ini!"

Mobil hitam yang berada di belakang wanita itu terbuka dan keluarlah tiga orang berpakaian serba hitam. Beruntunglah yoongi yang sudah meraih sabuk hitam taekwondo dan hal itu sangat berguna sekarang. Yoongi berhasil mengalahkan orang suruhan wanita itu. Namun tidak saat dirinya dicurangi dari belakang.

BUGH!

Saat tersadar, yoongi mendapati dirinya berada di sebuah mobil dan tangannya yang terborgol pada tangan wanita di sampingnya. Yoongi benar-benar kesal sekarang. Dirinya tidak tau apa-apa malah diperlakukan seperti ini dan semua ini dilakukan oleh seorang wanita. Seorang wanita.

"Apa maumu hah?"

"Seharusnya kau tau aku tidak sebodoh dan selugu yang kau fikirkan saat itu. Lihatlah sekarang, aku sudah mendapatkanmu. Aku tidak menyangka produser terkenal sepertimu melakukan hal yang sangat hina."

Yoongi sudah hampir gila hanya karena seorang wanita. Jadi yoongi mengurut pangkal hidungnya dengan tangan kirinya yang bebas.

"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan. Yang pasti aku tidak pernah mengenalmu dan sepertinya kau mencari seseorang yang bernama...suga, aku tidak tau. Mungkin saja kau salah orang."

PLAK!

"Hei!" Yoongi mencoba protes karena ditampar wanita dihadapannya dan wanita itu menunjukkan foto pria bersurai mint dengan senyumnya yang cukup tampan. Eh? Kenapa sangat mirip dengannya?

"Aku sudah menyelidikimu sampai keakar. Kau benar-benar handal memalsukan identitasmu dalam waktu enam bulan."

"Astaga!" Yoongi menyandarkan tubuhnya karena merasa pusing dengan apa yang tengah dihadapinya sekarang. "Terserah apa katamu." Yoongi kembali menegakkan tubuhnya. "Sekarang lepaskan ini. Aku harus pergi. Ada urusan yang lebih penting."

"Benarkah ada urusan yang lebih penting? Aku sudah mempunyai bukti yang kuat untuk kuadukan pada atasanmu. Kira-kira apa yang terjadi kalau aku- "

"Hentikan! Apa maumu sekarang?"

"Menikah denganku hingga anak ini lahir."

"A-anak?"

Wanita itu mengusap perutnya yang baru yoongi sadari terlihat membuncit. "Selama sebulan kita berkencan dan melakukannya. Aku mengandung lima bulan yang lalu. Dan kau..." Jari cantik wanita itu menunjuk wajah yoongi. "Harus bertanggungjawab!"

.

ARGH!

Liburan yang diberikan atasannya hanya membuatnya tertimpa kesialan. Setelah mengakui bahwa dirinya selama ini menjalin hubungan dengan seorang wanita gila yang ia ketahui bernama park jimin. Reaksi dari rekan kerjanya sama. Tidak menyangka bahwa yoongi yang merupakan orang pekerja keras dan tidak pernah terlihat berkencan dengan siapapun, tiba-tiba mengenalkan wanita yang bahkan sudah berbadan dua. Tidak ada yang mengetahui kebenarannya bahkan ibu asuhnya sendiri.

"Eommonim..."

"Kau kenapa nak? Katakan pada eommonim!"

"Aku dipaksa menikah oleh kekasihku. Gara-gara dia mengandung."

Reaksi dari ibu asuhnya adalah sebuah tawa mengejek. Yoongi itu kan laki-laki. Kenapa malah gugup diajak -sebenarnya lebih tepat dipaksa- menikah? Waktu liburnya terpakai untuk hal-hal yang menurutnya sangat tidak penting. Mengenalkan diri pada keluarga jimin dan mendapat reaksi yang sama seperti ibu asuhnya. Lalu mengurus keperluan pernikahan lainnya. Yoongi meminta untuk tidak diadakan pesta cukup dengan pemberkatan saja dengan alasan agar jimin tidak terlalu letih dan jimin pun menyetujuinya.

"Kemarin kau baru menikah dan sekarang kau sudah kerja? Kau tidak menikmati malam pertama? Eh, mungkin malam yang kesekian kalinya untuk kalian."

"Apa kau tidak bisa menjaga mulutmu tuan kim namjoon?"

Rekan kerjanya selama lima tahun belakangan ini sangat menyebalkan. Mereka sama-sama diterima di agensi ini dengan cara yang sama. Melihat lagu ciptaan mereka dan mereka berasal dari universitas yang berbeda.

"Tentu saja bisa. Aku lebih baik pulang dan makan bersama istriku. Jangan iri!"

"Kim -sialan- namjoon!" Yoongi kesal dengan kejahilan namjoon dan kesal juga dengan arti makan di kalimatnya.

.

"Aku pulang!"

"Eoh? Kemarilah dan makan." Sahut jimin.

Yoongi sedikit tertegun. Dia kembali melupakan fakta bahwa sekarang diapartemennya sudah bertambah satu orang. Dan orang itu sedang meletakkan hidangan terakhir di meja makan yoongi yang selama ini hanya menjadi tempatnya makan ramen atau pun makanan tidak sehat lainnya.

"Setidaknya aku tau diri sudah menumpang disini."

"Apa kau baru menyindirku yang tidak bertanggungjawab?"

"Baguslah kalau kau merasa." Jimin hanya fokus menghidangkan makanan untuk yoongi. Setelah itu dia pun terlihat akan pergi dari sana.

"Mau kemana?"

"Menyiapkan air hangat untukmu."

Yoongi tidak menolak untuk sekedar berbasa basi. "Baiklah. Terima kasih." Ujarnya setengah hati dan mulai menikmati hidangan dihadapannya. Tanpa ia sadari jimin menghentikan langkahnya saat berada beberapa langkah di belakang yoongi. Memegang bandul kalungnya yang berbentuk hati miliknya.

"Apa kau benar-benar melupakan semuanya?"

.

Setelah jimin menyiapkan air hangat untuknya, yoongi sudah selesai dengan makan malamnya dan membiarkan jimin makan sendirian. Jujur sebenarnya yoongi bingung dengan sikap jimin yang perhatian padanya padahal sebelumnya jimin itu terlihat sangat egois saat pertama kali bertemu dan saat mengurus rencana pernikahan mereka.

Yoongi memutuskan untuk berlama-lama dikamar mandi dan saat ia keluar, jimin sudah tidur dengan posisi membelakanginya. Yoongi meletakkan handuk yang dipakainya di gantungan dan menaiki ranjangnya. Dia pun melakukan hal yang sama dengan jimin.

Sementara jimin, ia sama sekali belum tertidur dan berusaha menahan isakannya yang akan keluar. Tangannya tergerak untuk mengusap-usap perutnya.

"Hiks..."

Jimin langsung membekap mulutnya sendiri dan merutuki kebodohannya yang cengeng. Dapat ia dengar ranjang yang bergerak karena yoongi duduk dan selanjutnya tangan yoongi menarik tubuh jimin perlahan.

"Kenapa kau menangis?"

"A-aku ingin... pizza dan cola."

"Kalau ingin sesuatu kenapa menangis? Ibu hamil sepertimu wajar. Lagian ini masih pukul sepuluh malam. Kau tunggulah. Aku akan menghubungi-"

"Tapi aku tidak suka yang diantar. Aku ingin kau yang membawanya."

"Apakah itu terasa berbeda?"

"Iya."

"Baiklah. Kau tunggu saja." Yoongi menghapus airmata jimin sebelum beranjak.

"Yoongi!"

Yoongi yang tengah memakai hodie hitamnya pun berhenti dan menatap jimin.

"Apa kau ingin sesuatu yang lain lagi?"

"Terima kasih."

Yoongi hanya mengangguk dengan tersenyum canggung.

.

Setengah jam kemudian yoongi kembali dengan pizza dan cola yang diinginkan jimin. Dia pun langsung masuk ke kamar dan merasakan hawa dingin yang berbeda. Ini bukan udara dari AC tapi dari angin malam. Di balkon jimin tertidur di kursi santai balkon dengan tubuhnya yang digelung selimut.

"Astaga!" Yoongi terlihat kesal dan meletakkan makan yang ia bawa di meja kecil yang memang ada di kamarnya dengan menghempaskannya. Namun kesalnya hilang setelah melihat wajah damai jimin. Yoongi hanya menghela nafas dan menggendong tubuh jimin.

Setelah memberikan posisi yang nyaman untuk jimin, yoongi juga ingin tidur. Tapi saat memejamkan mata, terdengar igauan jimin menyebut nama seseorang.

"S-suga...kenapa seperti ini? Ini bukan dirimu. Lepaskan aku...aku mohon..."

"Hei jimin! Bangun! Jimin!"

"Tidak! Lepaskan! Lepaskan! Tidaaaakkkk!"

"JIMIN!"

Jimin membuka matanya dan nafasnya tampak terengah-engah.

"Pergi! Kau jahat! Kau jahat suga! Pergi!"

Yoongi masih menahan tangan jimin yang menatapnya dengan penuh ketakutan. Tangan jimin terasa begitu keras digenggamannya.

"Aku yoongi. Min yoongi. Suamimu."

"Tidak! Kau suga! Kau bajingan- hmpp!"

Yoongi mengunci bibir jimin dengan ciumannya yang begitu lembut. Hanya untuk sekedar menenangkan jimin yang terlihat begitu histeris. Perlahan tangan jimin mulai melemas dan kedua tangannya sudah mengalungi leher yoongi. Jimin masih belum kehabisan nafas namun yoongi mengakhiri ciuman itu.

"Aku yoongi. Bukan suga."

"T-tapi... kau mirip dengannya."

"Kau fikir wajah sepertiku hanya aku saja yang memilikinya? Kau sendiri takut dengan suga tapi kau berani sekali bersikap kepadaku seperti minggu lalu. Bagaimana jika aku benar-benar dia hah?"

"Jadi, kau bukan suga?"

Yoongi menghempaskan tangan jimin dan bangkit dari ranjang. Mengusak rambutnya kasar.

"Aku sudah mengatakannya sejak awal. Tapi kau saja yang tidak percaya. Kau berencana menikahi orang yang kau takuti?"

Yang selanjutnya terdengar adalah suara isakan jimin yang terdengar keras. Jimin menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan yoongi menghampirinya. Mendudukkan jimin kemudian memeluknya.

"Jangan menangis saat berbaring. Hidungmu bisa tersumbat."

"Aku takut yoongi..."

Yoongi masih mengusap punggung jimin yang masih bergetar. "Aku akan menjagamu kalau saja laki-laki itu kembali. Kau te- Argh!"

"Y-yoongi?"

Jimin melepas pelukan dan memegang kedua lengan atas yoongi. Sementara yoongi meremas surai hitamnya dan terlihat sangat kesakitan.

"Dimana kotak obat? Beritahu aku!"

"Tidak perlu! Ikat aku! Cepat! Ambil tali di lemari! Argh! Cepat!"

"B-bagaimana?"

Jimin hanya mengikuti perkataan yoongi dan menemukan empat gulungan tali putih dengan terisak dalam diam karena mendengar suara kesakitan yoongi. Saat ia membalikkan badan, yoongi tidak kesakitan lagi tapi tetap menunduk. Perlahan jimin mendekati yoongi dan memegang bahu kirinya.

"Yoongi?"

Kepala itu pun terangkat dan menampakkan smirk yang membuat jimin merinding.

"Lama tidak bertemu park jimin."

"S-suga?"

.

Suga keluar dari kamar mandi dengan rambut yang sudah tidak hitam lagi melainkan berwarna mint. Tatapan nakalnya tertuju pada jimin yang kedua kaki dan tangannya terikat di setiap sudut ranjang. Tentu saja dalam keadaan tanpa sehelai benang pun dan selimut yang menutupinya. Perlahan ia mendekati jimin yang memilih memalingkan wajah. Tangannya menelusup masuk ke dalam selimut dan menyentuh perut buncit jimin secara langsung.

"Anakku, bagaimana kabarmu? Maaf appa baru datang. Appa janji akan menemanimu saat kau berada di dunia ini." Kemudian ia kembali mengusap perut jimin dan mengecupnya dari luar selimut. "Jimin? Kau tidak merindukanku?"

Jimin bersikukuh untuk tetap memalingkan wajahnya hingga suga mencengkram kuat dagunya. Jimin hanya sedikit mengernyit menahan sakit.

"Jangan bersikap kurang ajar!"

"Kau hanya mahluk aneh yang memanfaatkan tubuh orang lain. Kau itu hidup dengan menumpang pada tubuh orang lain. Kau mahluk lemah! Kau- hmpph!"

Jimin mencoba menggeleng-gelengkan kepalanya agar terbebas dari ciuman ganas dari pria dihadapannya. Tapi cengkraman di dagunya semakin menguat dan jimin yakin akan meninggalkan bekas kemerahan disana. Walaupun jimin sudah kehabisan nafas pun ciuman itu masih berlanjut.

"Hah...hah...kau sangat menggairahkan." Suga memandangi wajah berantakkan jimin yang tengah mengambil nafas. Belum mendapatkan nafas sepenuhnya, jimin kembali di cium dibagian wajahnya yang lain bahkan leher.

"Argh!" Jimin berteriak saat suga menggigit lehernya dan kemudian menghisapnya. "Y-yoongi...hiks...tolong...hiks...hiks..." Jimin sudah tidak bisa lagi merasakan tangan dan kakinya yang diikat terlalu kencang. Berkali-kali dia berteriak kepada suga untuk berhenti tapi tidak diacuhkan. Bahkan tubuh yoongi yang masih dirasuki itu semakin gencar menikmati tubuhnya.

"YOONGIIIII!"

Suga telah menyentuh pusat gairahnya dan sebelum tidak sadarkan diri, jimin memanggil nama yoongi begitu kuat. Berharap semuanya berakhir.

"Argh! Sialan! ARGGHH!"

.

Jimin terbangun karena sinar mentari yang menghangatkan wajahnya dan rasa pusing yang menderanya. Dia mencoba melihat tubuhnya yang terbungkus selimut dan ternyata sudah terpasang piyama. Tangan dan kakinya juga sudah bebas walaupun meninggalkan memar yang berwarna sangat kontras dengan kulit putihnya. Jimin pun mencoba mendudukan tubuhnya dan tak sengaja tatapannya tertuju pada yoongi yang tengah menikmati pagi di seoul dengan duduk di kursi santai. Dari cara yoongi mengusak kasar rambut mintnya yang belum hilang, jimin tau ada rasa penyesalan disana. Jimin tidak perduli dengan apa yang terjadi padanya dan ia pun menghampiri yoongi dengan duduk di kursi satunya lagi. Mendengar suara kursi yang diduduki, yoongi mencoba beranjak dan jimin menahan tangannya.

"Duduklah. Kau pasti juga letih."

Yoongi hanya menghela nafas dan kembali bersandar sementara jimin duduk menghadapnya.

"Jangan membuatku semakin merasa bersalah dengan kelembutanmu. Kau boleh menghajarku sekarang."

Yoongi menutup mata dengan lengan kanannya. Sementara tangan kirinya mengepal dan selanjutnya yang terjadi air mata mengalir di wajah yoongi.

"Aku yakin sekali telah melakukannya setelah melihat keadaanmu saat aku terbangun. Bahkan rambutku sudah berganti warna. Jika kau mencari suga, itu bukan aku. Tapi orang lain yang tinggal ditubuhku. Kau bilang- "

"Tidak perlu lagi kau jelaskan." Jimin menurunkan lengan yoongi dengan lembut dan tersenyum sangat manis. Mata sembabnya membuat yoongi semakin merasa bersalah. "Setidaknya aku sudah sedikit mengerti. Yang penting aku sudah bertemu dengan orang yang aku cari."

"Aku akan mengurus perceraian kita."

"Kenapa harus berpisah? Kau fikir aku bisa meninggalkanmu sendirian setelah apa yang terjadi?"

"Sepuluh tahun bukanlah waktu yang sebentar. Aku sudah terbiasa dengan semua ini. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku."

"Aku tidak bisa." Jimin berujar lemah.

"Lalu membiarkan dirimu tersiksa?!"

Jimin terkejut dengan bentakkan yoongi.

"Maaf."

"Tidak apa-apa. Aku bukan orang yang lemah sehingga harus mengalami trauma." Jimin berkata tanpa beban dengan menikmati pemandangan kota seoul. "Aku juga ingin terbiasa dengan dirimu. Tolong berikan aku kesempatan." Kini jimin menatap yoongi yang ia sadari sedari tadi melihat kearahnya.

Yoongi tidak sanggup menatap kedua mata indah jimin sehingga ia kembali melihat ke depan. "Bertahanlah hingga kau menyerah. Aku tidak pernah memaksamu. Saat kau menyerah nanti, pergilah sejauh mungkin."

"Setuju." Jawabnya dengan tersenyum tulus.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

5 years ago, END!