Gara-Gara Taruhan Bola!

.

.

Naruto by 'Masashi Kishimoto'!

.

.

.

Sekelompok pria dewasa terlihat sedang serius memperhatikan layar televisi yang ada di sebuah warung yang letaknya tidak jauh dari komplek perumahan mereka.

Sekelompok pria itu terdiri dari lima orang, mereka adalah..,

Uzumaki Naruto, seorang pekerja kantoran yang akhir-akhir ini sering mendapat teguran keras dari Bosnya, dia yang biasanya rajin dalam mengerjakan tugas dan datang ke kantor tepat waktu, mendadak berubah menjadi pria pemalas dan hampir selalu terlambat datang ke kantor seminggu belakangan ini.

Uchiha Sasuke, sama seperti Naruto, dia juga adalah seorang pekerja kantoran yang sangat menyayangi keluarganya. Namun, tiga hari yang lalu Ia baru saja mendapat sebuah surat peringatan dari Bosnya karena berkas penting perusahaan yang seharusnya dia selesaikan tepat waktu menjadi terbengkalai berkat kemalasannya, dan yang paling parah pria itu kini seakan lupa kalau dia sudah punya anak dan istri yang harus di penuhi segala kebutuhannya.

Shimura Sai, seorang guru kesenian di sebuah SMP favorit yang di kenal baik, ramah dan rajin, serta gemar tersenyum kepada setiap muridnya, dia adalah peraih gelar 'Best Teacher Of The Year' . Akan tetapi ada sebuah insiden yang sukses menodai karir cemerlang Sai, beberapa hari yang lalu Sai hampir saja di keluarkan dari sekolah tempat dia mengajar, alasannya jelas, karena dia datang terlambat selama tiga hari berturut-turut, di tambah lagi dia juga sempat tertidur di kelas saat sedang mengajar, hmm parah!

Nara Shikamaru, orang yang jenius tapi terkesan malas. Dia merupakan kaki tangan Bosnya di kantor, tapi itu dulu, tepatnya dua minggu yang lalu sebelum dia di pecat. Sekarang Shikamaru hanyalah seorang pengangguran, untuk kebutuhan sehari-hari dia dan kelurganya mengandalkan bisnis online yang di jalankan oleh sang istri. Jika di tanya 'Kenapa tidak mencari pekerjaan lagi?' Maka pria itu akan menjawab.. 'Tidak, merepotkan saja !. Dia lebih suka nongkrong di warung dari pada harus mencari pekerjaan lagi, kalau begitu, pantaskah Ia di sebut sebagai suami yang baik?

Yang terakhir adalah, Akhimichi Chouji, dia adalah seorang pengusaha catering. Tidak ada masalah dalam pekerjaannya, dia hanya sedang bermasalah dengan sang istri. Belakangan, Chouji dan istrinya sering terlibat cek-cok, semua itu di karenakan Chouji yang semakin sering keluar rumah tanpa pamit dan baru pulang di keesokan harinya. Chouji selalu beralasan pada istrinya kalau dia tertidur di rumah Shikamaru, namun saat sang istri mengeceknya di rumah Shikamaru, Chouji tidak disana begitu pula dengan Shikamaru.

.

.

Kelima pria itu masih serius menatap layar telivisi, teriakan-teriakan khas seperti oper kiri, oper kanan, crossing ,tendang, sikat, wasitnya curang, wasitnya berat sebelah, cegah pemain itu, pelanggaran woy, dan lain-lainnya, terdengar mengiringi kegiatan mereka.

Meski hanya berlima, suara mereka berhasil membuat warung terasa bagaikan stadion dengan yel-yel dan chant yang mereka teriakkan. Sang pemilik warung sampai heran dan bertanya-tanya, 'Sudah lewat tengah malam begini, apa mereka tidak ingin pulang? Apa mereka tidak bekerja besok?'

"Ayo Jordi Alba umpan ke depan cepat! Di depan ada Alvaro Morata yang kosong itu!" Ucap Shikamaru dengan penuh semangat mendukung timnas Spanyol yang merupakan tim favoritnya.

"Tidak akan bisa kawan! Di lini belakang timnas Italia ada Giorgio Chiellini yang siap menghadang si Morata itu!" Sahut Naruto yang seolah tak ingin kalah mendukung tim kesayangannya yaitu timnas Italia.

Ketiga pria yang lain, Sasuke, Sai dan Chouji pun juga ikut andil dalam perbincangan ini.

"Maju Italia! Gulung Spanyol dengan gol-gol indah mu!"

"Betul! Ayo Italia kalahkan Spanyol dan jadilah juara!"

Sama seperti Naruto, Sasuke dan Sai juga menjagokan Italia dalam pertandingan kali ini.

"Ck, kalian berdua terlalu mengkhayal, mana mungkin Italia bisa mengalahkan Spanyol? Terlebih lagi jadi juara, ayolah perjalanan masih panjang bung!"

Sementara Chouji, sudah pasti dia akan mendukung tim yang sama seperti Shikamaru, karena mereka berdua sudah bersahabat sejak masih kecil, tim favorit Shikamaru maka jadi tim favorit Chouji juga.

.

.

Di layar televisi, tampak salah satu pemain Spanyol yang saat ini tengah menggiring bola, dia adalah Jordi Alba, Ia melewati barisan belakang tim Italia dengan lincah sehingga memaksa salah satu bek Italia untuk melakukan tackle.

Sayangnya tackle yang di luncurkan pemain Italia sama sekali tak menjadi hambatan bagi pemain Spanyol tersebut, Ia bisa menghindarinya dan bahkan berhasil mengirim umpan matang ke sang striker yaitu Alvaro Morata.

Morata bisa menerima umpan dari Alba dengan baik, namun perjuangannya belum selesai, kini Ia tengah di hadang oleh bek tangguh Italia, Giorgio Chiellini.

Hmm sayang seribu sayang, Chiellini yang begitu di agungkan Naruto ternyata tak cukup kuat untuk menghadang Alvaro Morata, dengan sedikit gerakan menipu saja Morota berhasil melewati bek tangguh itu lalu melepaskan satu tembakan keras ke arah gawang dan...

.

.

.

"GOOOAAALLL YEAH!

"YES HIDUP SPANYOL!"

Dua dari lima pria itu berseru riang ketika tim yang dia dukung berhasil menyarangkan satu gol ke gawang lawannya.

"APA?"

"Astaga! Ini buruk!"

"Ho'o, habislah kita!"

Tiga sisanya tampak terkejut, khawatir, cemas serta panik bukan main melihat tim yang mereka dukung ternyata harus kebobolan di menit-menit akhir. Mereka bertiga hanya bisa mengacak rambut mereka dengan kasar lantaran di landa frustasi.

Tak lama setelah gol dari Alvaro Morata, wasit pun meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan. Pertandingan selesai dengan skor tipis 1 - 0 untuk keunggulan Spanyol.

.

.

"Arrrggghh sial! Ini gara-gara kau Naruto!"

"Betul! Kau membuat kami kalah lagi!"

Celutuk Sasuke kasar dan di sambung dengan kalimat persetujuan dari Sai.

"Hei, Kenapa kalian menyalahkan ku? Memangnya aku ikut main di lapangan apa?"

Naruto tampak marah dan bingung ketika dua rekannya menjadikan dirinya sebagai biang kekalahan.

"Tadi kita berdua mau megang Spanyol, tapi kau mempengaruhi kami untuk megang Italia! Iya kan Sai?"

"He'em, betul kata Sasuke!"

"Enak saja! Aku tidak merasa mempengaruhi kalian, orang tadi kalian sendiri kok yang ikut-ikutan megang Italia!" Ucap Naruto yang tidak terima dengan tuduhan yang di berikan Sasuke dan Sai kepada dirinya.

"Sudah, hentikan perdebatan kalian yang tidak penting itu dan cepat bayar!" Shikamaru akhirnya ikut masuk ke dalam obrolan mereka bertiga untuk melerai sekaligus memberikan perintah.

Setelahnya, Naruto, Sasuke dan Sai menjalankan intruksi yang di berikan Shikamaru, mereka mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam dompet mereka, jumlahnya bisa di bilang cukup banyak, kemudian mereka menyerahkan lembaran uang itu kepada Shikamaru.

"Hahaha, lihat? Aku tidak perlu bersusah payah untuk bisa mendapat banyak uang!"

Shikamaru tertawa lepas dan terkesan mengejek, tiga orang yang merasa di ejek hanya bisa mendengus sebal seraya merelakan hasil kerja keras mereka selama satu bulan ini harus di berikan pada Shikamaru.

"Chouji, ini bagian mu!"

"Terima kasih Shikamaru!"

Lembaran uang yang ada di tangan Shikamaru, setengahnya di berikan kepada Chouji, karena mereka mendukung tim yang sama maka hasil taruhan yang di dapat pun harus di bagi sama rata.

.

.

"Selanjutnya, Inggris lawan Prancis, kalian pegang mana?"

Sasuke dan Sai masih terdiam belum menjawab pertanyaan Shikamaru, sementara Naruto sudah lebih dulu berteriak lantang bahwa dia akan mendukung Prancis.

"Sasuke, Sai, kalian pegang mana?"

Sai menghembuskan nafasnya panjang sebelum menjawab pertanyaan Shikamaru, "Aku.., tidak ikut Shika, uang ku sudah habis!"

Shikamaru hanya terkikik pelan menanggapi jawaban Sai, sebenarnya dia bukan mengejek atau semacamnya, Ia justru merasa prihatin karena sejak taruhan yang pertama sampai yang ketiga Sai belum sekalipun menang.

"Lalu Sasuke, bagaimana dengan mu?"

"Hn, sama uang ku juga sudah habis." Ucap pria berambut raven tersebut dengan nada bicara yang sedatar mungkin.

"Jadi, kalian hanya akan menonton?"

Sasuke dan Sai hanya mengangguk pelan.

"Kalau aku dan Chouji harus melawan Naruto seorang diri, hasilnya pasti akan sedikit, hm ini tidak menyenangkan!"

Naruto yang mendengar namanya di sebut lantas menatap tajam ke arah Shikamaru.

"Hei, jangan meremehkan ku Shikamaru! Kalau kau takut hasil yang kau dapat bisa berkurang hanya karena aku pasang taruhan sendiri, kau tidak perlu khawatir, karena... -"

Naruto sengaja menggantungkan kalimatnya sejenak, Ia hendak mengeluarkan sesuatu dari dalam tas yang memang sudah sejak tadi dia bawa.

Shikamaru hanya diam dan memperhatikan, begitu pula dengan semua orang yang ada disana, mereka tampak penasaran dengan sesuatu yang di bawa Naruto.

"Karena...

.

.

AKU SIAP PASANG TARUHAN DALAM JUMLAH BESAR DEMI UNTUK MENGALAHKAN KAU DAN CHOUJI!"

Teriak Naruto dengan kerasnya sambil mengeluarkan beberapa tumpuk uang dari dalam tas yang jumlahnya, jika di rupiahkan bisa mencapai angka sepuluh juta rupiah... Whoa.. Luar Biasa!

Sasuke dan Sai bahkan sampai tak mampu mengatakan apapun, mereka tidak menyangka bahwa teman pirangnya itu sekarang sudah berubah menjadi seorang pejudi kelas berat yang berani bertaruh dengan jumlah uang yang sangat besar.

"Kau mabuk ya Naruto? Apa kau serius akan bertaruh dengan uang sebanyak itu?" Tanya Shikamaru meyakinkan Naruto.

"Tentu saja, kenapa? Kau takut tidak sanggup membayar ku jika kau sampai kalah?" Jawab Naruto sambil tersenyum licik.

Shikamaru bisa melihat, senyum licik Naruto terkesan amat meremehkan serta merendahkan dirinya. Sebagai seorang pria yang pertama kali mendeklarasikan taruhan bola di warung ini, Ia tentu tidak akan menerima hinaan tidak langsung yang di berikan Naruto padanya.

"Baiklah, karena kau sudah memutuskan, jangan menyesal jika nantinya kau yang kalah! Aku terima tantangan mu Naruto!"

Ucap Shikamaru dengan tegas, Tak lupa Ia juga menyodorkan tangan kanannya ke hadapan Naruto. "Kau Prancis, aku dan Chouji Inggris. Deal?"

Tanpa ragu, Naruto segera menjabat tangan Shikamaru sebagai tanpa kesepakatan.

"Deal kawan!"

Dengan adanya jabat tangan yang terjalin dari kedua orang tersebut, maka hal itu menjadi tanda di sepakati serta di setujuinya teruhan bola terbesar dalam sejarah di warung paman Teuchi. Sasuke dan Sai pun bersedia menjadi saksi, bila nanti ada salah satu pihak yang melanggar kesepakatan, mereka siap maju untuk menegakkan kebenaran.

Namun, saat taruhan bola terbesar ini akan di mulai atau lebih tepatnya saat Naruto dan Shikamaru telah berjabat tangan, tiba-tiba Shikamaru mendengar ada suara yang cukup mengagetkan dan sepertinya, Ia merasa sudah tidak asing dengan suara itu...

.

.

*Brak

"Oh jadi kalian disini, pantas saja kalian lupa pulang!"

Sontak kelima pria yang ada disana secara kompak menoleh ke arah sumber suara.

Tampak seorang wanita berkuncir empat berdiri di barisan paling depan dengan raut wajahnya yang penuh dengan amarah. Sementara di baris belakangnya, berdiri empat wanita lain dengan ekspresi wajah yang juga tidak jauh berbeda.

"Te..Temari?!"

Shikamaru tampak terkejut melihat keberadaan sang istri bersama para pasukannya. Tak hanya Shikamaru, Naruto dan kawan-kawan pun juga memperlihatkan reaksi yang sama.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Bukannya menjawab, Temari justru menghampiri suaminya dan langsung meraih telinga sang suami.

*Sreett

"Pulang sekarang! Atau kau mau aku menghajar mu di depan teman-teman mu ini hah?"

"Adauw, iya baik-baik. Tapi lepaskan dulu tangan mu dari telinga ku! Awww ini sakit tau!"

Mengabaikan rintihan Shikamaru, Temari justru makin menarik telinga suaminya dan menyeret pria malang itu tanpa sedikit pun merasa kasihan.

Para pria yang ada disana hanya bisa menatap kepergian Shikamaru dengan wajah khawatir karena mungkin sebentar lagi mereka juga akan mendapat perlakuan yang sama dari istri-istri mereka.

.

.

Tak lama selepas kepergian ShikaTema, ada salah satu wanita yang tadi datang ke warung bersama Temari kini tampak berjalan maju menghampiri suaminya.

"Sai!" Ucap wanita itu pelan namun masih bisa di dengar jelas oleh sang suami.

"In.. Ino-chan, m.. m.. maaf..." Sai nampak takut bukan main melihat tatapan horor yang di berikan istrinya. Meski wanita itu cantik dan seksi, akan tetapi jika sudah marah kesan cantik dan seksi yang melekat pada dirinya pasti akan hilang dan sirna.

'Ino akan terlihat seperti iblis jika sedang marah!' itulah sebaris kalimat singkat tentang sang istri yang dulu pernah di ungkapkan Sai.

"Jadi, apa ini yang membuat mu bermasalah di sekolah?" Sai terdiam tak menjawab, keringat dingin sudah hampir membasahi sekujur tubuhnya. Pria itu bahkan tertunduk lesu sama sekali tak berani menatap wajah marah sang istri.

"Baik, aku akan tunggu jawaban mu ketika kita sudah sampai di rumah!"

Setelah berkata demikian Ino pun berlalu pergi meninggalkan tempat itu di susul oleh Sai yang berjalan gontai di belakangnya.

.

.

Seorang wanita bersurai indigo kini tampak berjalan pelan mendekat ke arah suaminya sembari menahan perih yang ada dalam hati serta air mata yang sebenarnya sudah sejak tadi ingin keluar dari manik lavendernya.

Wanita itu melihat ke arah meja yang ada di dekat sang suami, ada sebuah tas dan juga tumpukan uang disana, Ia menghitung jumlah uangnya dengan teliti dan...

Sontak, Ia tampak sangat terkejut setelah mengetahui betapa banyaknya jumlah uang yang tertumpuk di meja tersebut.

"Ataga, Na..Naruto-kun!?... Kau..-"

"Hi..Hinata-chan? Tidak, tunggu .. i.. ini tidak seperti itu a.. aku bisa jelaskan-,"

Tak menggubris apa yang di katakan suaminya, Hinata lantas pergi dari tempat itu dengan air mata yang mengalir deras membasahi pipinya, wanita itu sudah tak sanggup lagi menahan kesedihan yang Ia rasakan.

Kalau bisa berlari mungkin dia akan berlari agar bisa cepat sampai di rumah, namun kondisi tubuhnya yang sekarang tidak memungkinkan bagi dia untuk bisa berlari.

Sementara Naruto, tanpa menunggu apapun Ia segera memasukkan uangnya kembali ke dalam tas kemudian bergegas pergi menyusul sang istri. Ada dua hal yang kini amat membuat dia cemas, sang istri yang tampak sangat marah padanya dan juga kondisi bayi yang saat ini masih ada di dalam kandungan wanita itu.

.

.

Bukannya marah atau melakukan hal yang sama seperti para istri lainnya, salah seorang wanita disana justru malah tersenyum ke arah suaminya meski dia tau apa yang baru saja di lakukan oleh sang suami. Wanita itu adalah Uchiha Sakura, istri Uchiha Sasuke.

Sakura terus saja tersenyum melihat Sasuke, beberapa detik kemudian Ia menggelengkan kepala sambil mengangkat kedua bahunya. Hal itu tentu mengundang kerungan heran di wajah Sasuke.

"Sakura, aku..-"

Tidak bicara sepatah kata pun, Sakura tiba-tiba langsung pergi meninggalkan Sasuke ketika pria itu hendak bicara. Melihat reaksi yang tidak biasa dari istrinya, Sasuke pun merasa ada yang aneh, Ia segera berlari menyusul sang istri.

.

.

"Chouji kau benar-benar membuat ku marah sekarang!"

Mungkin, inilah pria yang nasibnya jauh lebih tragis di banding Shikamaru. Sang istri yang tampak luar biasa marah kini sedang berjalan mendekat ke arah pria itu sembari bersiap memberi sebuah hadiah khusus untuknya.

"Ka..Karui jangan lakukan itu disini, tolong lihatlah kita sedang ada dimana!" Pinta pria itu sambil memohon, Ia tak sanggup membayangkan betapa memalukannya jika sampai sang istri melakukan 'itu' padanya di tempat seperti ini.

"Aku tidak peduli! Kalaupun ada yang melihat, biarkan saja! Itu akan jadi pelajaran berharga buat mu!"

Sang istri yang sudah di kuasai amarah sama sekali tak memperdulikan permohonan suaminya, wanita yang di kenal baik, lembut dan jago memasak itu untuk sekarang akan berubah menjadi seorang wanita yang sadis nan jahat.

Karui sudah sangat dekat dengan Chouji, salah satu tangannya bergerak ke arah perut buncit Chouji. Awalnya, dia mengelus bagian itu beberapa kali dengan lembut dan perlahan lalu kemudian Ia mempersiapkan jari-jarinya untuk...

*Cniiit

"Aaaaaaaaa..."

Teriakan Chouji yang cukup keras tentu mengundang perhatian banyak orang di warung jika saja disana sedang banyak pengunjung, tapi untunglah karena sudah larut malam tak ada lagi pengunjung yang datang ke warung itu,

hanya sang pemilik warung saja yang menyaksikan bagaimana Chouji mendapat 'cubitan' super menyakitkan di perutnya.

"Ka..Karui sudah.. Sakit!" Ucap Chouji sembari meringis kesakitan dan menahan air matanya.

Karui memang melepas cubitannya dari perut Chouji namun selanjutnya wanita itu justru memberi tatapan tajam pada suaminya.

"Sekarang, Pulang!"

Chouji tak mengatakan apapun, dia hanya mengangguk patuh untuk menuruti perintah istrinya agar tidak lagi mendapat siksaan yang lebih menyakitkan dari pada ini.

Pada akhirnya, warung paman Teuchi yang tadinya terasa bagai stadion kini mendadak berubah menjadi sunyi senyap lantaran para pengunjungnya yang gila judi bola telah pulang ke rumah mereka masing-masing dengan membawa masalah dalam kehidupan rumah tangga mereka.

.

Rumah ShikaTema:

"Awww Temari lepas!"

Shikamaru melepas paksa tangan sang istri yang di sepanjang jalan tadi terus saja menarik daun telinganya.

"Aduh, beruntung telinga ku tidak copot gara-gara kelakuan brutal mu, sebenarnya kau ini kenapa sih?"

Temari yang tadinya hendak pergi ke kamar lantas segera menghentikan langkah kakinya, sambil berkacak pinggang Ia menatap tajam pada sang suami.

"Hei Shika, harusnya aku yang menanyakan itu padamu! Kau ini kenapa? Kenapa kau jadi suka bermain judi hah?"

"Kau ini bagaimana sih? Kau kan menyuruh ku mencari uang, sekarang saat aku sedang berusaha mencari uang kau malah tanya kenapa?! Kau ini membingungkan sekali!"

"Aku memang menyuruh mu mencari uang Shika, tapi bukan dengan cara seperti itu!"

"Lalu kau ingin aku pakai cara yang bagaimana? Bekerja? Astaga Temari, kau tau itu sangat merepotkan, lagi pula mencari kerja sekarang susah belum lagi-.."

"Stop! Aku tidak mau mendengar semua alasanmu!" Shikamaru langsung terdiam, Ia sedikit terkejut karena ini pertama kalinya Temari tidak ingin mendengar keluhan membosankan yang sebenarnya sudah sangat sering di ungkapkan Shikamaru.

Temari kian mendekatkan dirinya pada Shikamaru, Ia menatap wajah suaminya dengan serius.

"Dengar baik-baik ya Shika, kalau kau tidak kunjung mendapat pekerjaan, jangan harap kau bisa satu ranjang lagi dengan ku!"

Seketika manik Shikamaru membulat lebar mendengar ancaman istrinya, dia sangat hafal bagaimana sikap sang istri, Temari adalah wanita yang tegas dan jika dia sudah mulai memberikan sebuah ancaman, maka itu artinya dia sudah benar-benar... lelah.

.

Rumah SaiIno:

*Bugh

Sai sedikit bingung melihat sang istri melemparkan tas ransel miliknya. Pria itu memeriksa isi tas tersebut dan mendapati ada beberapa pakaiannya di dalam sana.

"I..Ino-chan, ada apa ini?"

"Pergi dari sini Sai!"

Sontak Sai langsung terkejut, padahal Ia sudah meminta maaf hingga ratusan kali dan menceritakan semua kebenarannya kepada Ino tentang dirinya yang sering berjudi belakangan ini hingga berimbas pada karier mengajarnya di sekolah.

Ia sama sekali tidak menyangka, wanita itu tetap tega melakukan hal sadis padanya meski Sai sudah berkata jujur.

"Ino-chan aku mohon jangan seperti ini! Aku minta maaf, tolong jangan usir aku, aku masih ingin hidup bersama mu dan juga Inojin!" Pinta pria pucat itu sembari mengharap rasa belas kasihan dari sang istri.

"Kau keterlaluan Sai, aku kecewa padamu! Cepat pergi dari sini!"

Alih-alih mendapat rasa simpatik dari sang istri, permohonan Sai justru hanya dia anggap sebagai angin lalu oleh Ino. Wanita itu tetap ingin mengusir suaminya.

"Ino-chan.."

"Sai, aku bilang pergi..."

"Ta..tapi Ino-chan.."

"PERGI SAI!"

Sai sangat yakin, suaru tinggi istrinya pasti terdengar sampai ke kamar putra mereka, Sai tak ingin membuat putranya khawatir karena mendengar suara itu. Hal terbaik yang bisa Ia lakukan untuk saat ini adalah menuruti apa yang di katakan istrinya agar wanita itu bisa tenang dan tidak semakin marah.

Sai pun akhirnya memutuskan untuk angkat kaki dari rumah, sebelum pergi Sai sempat mengulas senyum, senyum yang tentunya di tujukan pada sang istri.

Sai sama sekali tak menyadari, ketika Ino melihat senyumnya wajah wanita itu tampak sedih lantaran menahan perih, ketika Sai hendak melangkahkan kakinya untuk pergi wanita itu tampak menggigit bibir bawahnya, dan ketika bayangan Sai mulai menghilang di balik pintu, bahu Ino bergetar hebat, air mata tampak mengalir deras dari manik aquariumnya.

"Hiks.. Sai..."

.

Rumah ChoujiKarui:

"Kau yakin mau melakukan apapun agar aku memaafkan mu?"

Chouji hanya mengangguk pelan, sementara Karui tersenyum sinis karena merasa bahwa Ia punya kesempatan emas untuk menghukum suaminya.

"Hm kalau begitu, mulai besok kau urus semuanya sendiri! Karena aku sedang marah padamu, aku tidak mau membantu apalagi melayani mu!"

"Apa maksud mu karui?" Tanya Chouji tampak masih bingung dengan maksud kalimat istrinya.

"Begini ya, mulai besok kau masak sendiri, kau cuci baju sendiri, kau antar pesanan catering sendiri, pokoknya semua kau yang lakukan sendiri!"

"Hah?"

Chouji nyaris tak bisa bernafas dengan lancar setelah mendengar ucapan istrinya.

"Semua aku yang mengerjakan sendiri? Mana mungkin aku bisa?"

"Iya betul, dan kau harus bisa, karena itu adalah hukuman sekaligus syarat dari ku jika kau benar-benar ingin ku maafkan!"

"Tapi Karui,-"

"Lakukan atau kau mau aku cubit di tempat umum lagi hah?"

Chouji tak punya pilihan lain, dari pada harus menderita dan menahan malu akibat cubitan Ia lebih memilih untuk menjalankan apa yang di perintahkan oleh istrinya. Selama ini Chouji memang terlalu bergantung pada Karui, hampir semua pekerjaan di rumah Karui yang melakukan sedangkan Chouji hanya sedikit membantu.

Sekarang, bisakah Chouji melakukan semuanya sendiri tanpa bantuan Karui?

.

Rumah SasuSaku:

Setibanya di rumah, Sakura langsung menuju dapur. Ia mengambil segelas air untuk menenangkan hati sekaligus mendinginkan pikirannya.

Sakura benar-benar tidak menyangka, suaminya yang di kenal cuek itu ternyata punya hobi tersembunyi yaitu, berjudi bola!

Berkali-kali Ia tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya, Sakura tak habis pikir, bisa-bisanya Sasuke menghamburkan uang untuk sesuatu yang tidak penting di saat kondisi keuangan keluarganya sedang ada dalam 'masa darurat' seperti sekarang ini.

"Sakura!"

Wanita itu melihat sejenak ke arah sumber suara, senyumnya mengembang ketika Ia bisa melihat keberadaan Sasuke disana, Sasuke pun tampak menghampiri dirinya.

"Kita harus bicara, soal yang tadi aku-"

*Ssstt

Kalimat Sasuke terhenti karena jari telunjuk Sakura mendarat lembut di bibirnya. Sasuke semakin bingung dan heran dengan sikap yang di tunjukkan Sakura.

Tak lama kemudian, Sakura berjalan ke arah meja makan dan mengambil secarik kertas yang ada disana. Sakura menuliskan sesuatu di kertas tersebut lalu memberikannya pada Sasuke.

Setelahnya Sakura pergi meninggalkan Sasuke, Ia berjalan menuju kamar putrinya.

Sasuke sangat tidak mengerti, Kenapa Sakura hanya diam dan tersenyum? Kenapa Sakura masuk ke kamar putrinya? Entahlah Sasuke belum tau apa jawabannya, Ia pun coba membaca isi kertas yang tadi di dapatnya dari Sakura, mungkin saja di kertas itu ada petunjuk..

'Maaf Sasuke-kun, kita tidak bisa bicara sekarang. Aku harus menemani Sarada, ya kau tau kan? Sarada, putri kita. Dia sedang sakit demam, dia ingin agar aku terus menemaninya. Jadi, bisa kita tunda dulu pembicaraan kita?'

Sasuke diam tertegun setelah membaca isi kertas itu, ada suatu getaran aneh yang terasa di dalam hatinya.

"Sarada sakit? Astaga kenapa aku bisa sampai tidak tau?!"

.

Rumah NaruHina:

Sudah hampir sepuluh menit Naruto berdiri di depan pintu rumahnya. Jujur, dia ingin sekali masuk tapi dia takut jika dia masuk dia akan melihat Hinata yang masih menangis.

Bagi Naruto, membuat Hinata menangis adalah perbuatan paling jahat dalam hidupnya dan melihat Hinata menangis adalah hal paling menyakitkan dalam hidupnya. Jika sampai dua hal itu terjadi maka Naruto benar-benar tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.

*Ceklek

Setelah merasa persiapannya sudah cukup, Naruto memberanikan diri untuk masuk ke dalam rumah. Tempat pertama yang dia tuju adalah kamar, Naruto yakin Hinata pasti sedang berada disana sekarang.

*Ceklek

"Hinata-chan?"

Naruto membuka pintu kamar dengan perlahan, namun sayangnya sosok Hinata yang sedang dia cari tidak berada di kamar itu.

Naruto hendak mencari ke dapur, tepat di saat Ia berjalan menuju dapur, sebuah kamar yang jaraknya tidak jauh dari sana tiba-tiba terbuka. Kamar itu adalah kamar putra pertama Naruto, akan tetapi Naruto di buat terkejut lantaran yang keluar dari kamar itu bukan hanya putranya melainkan juga istrinya.

Naruto bisa melihat, istrinya yang sedang hamil saat ini sedang membawa tas besar di tangan kirinya dan tangan kanannya Ia gunakan untuk menggendong putra pertamanya yang tampak masih tertidur pulas.

Naruto yang merasa cemas dan khawatir segera bergegas menghampiri sang istri.

"Hinata-chan? K.. Kau mau kemana?"

"Aku.. mau pergi!"

"Pergi? Pergi kemana ini kan sudah malam? Lagi pula kau sedang hamil Hinata-chan, udara malam tidak baik untuk kesehatan mu dan juga bayi kita!"

"A.. Aku.. Tidak peduli. Aku hanya ingin pergi, aku ingin pulang, ke tempat Ayah!"

*deg

Sontak apa yang baru saja di katakan Hinata berhasil membuat Naruto takut, lemas, berkeringat dingin sekaligus panik bukan main.

Karena tak tau lagi apa yang harus di lakukan jika Hinata sudah mengatakan kalimat itu, Naruto pun menjatuhkan dirinya, Ia duduk dan memeluk kaki sang istri dengan erat.

"Tidak! Ampun Hinata-chan! Aku tau aku salah tapi tolong jangan lakukan ini, tolong jangan tinggalkan aku!"

Naruto memohon dengan sangat, sementara Hinata kembali menangis, entah keputusan apa yang akan dia ambil setelah ini.

Bersambung...

.

.

.

Kira-kira, masalah siapa yang harus kita selesaikan lebih dulu di chapter berikutnya?

Berikan saran dan komentar kalian di kolom review (bila berminat) , Terima kasih!