Binding Fate
Tumpukan daun kering telah sepenuhnya tertutup oleh sapuan salju, seakan sebuah tawa telah menghapus luka yang ada. Musim berganti, waktu berlalu namun nyatanya seorang pria masih berdiri di tempatnya berada. Terbelenggu oleh rasa sesal yang begitu mendalam.
Nyatanya Tuhan telah menyiapkan hukuman untuknya dengan begitu teliti. Empat tahun berlalu, tetapi yang dilakukannya masih lah sama. Memeluk sebuah kain lusuh yang bahkan tak pernah ia biarkan tersentuh air sedikitpun. Mencoba mencari bekas aroma yang sangat ia rindukan yang bahkan terasa sanggup untuk merenggut nyawanya.
Chanyeol sama sekali tidak pernah tau jika ia akan seterpuruk ini. Bahkan dengan mengasingkan dirinya selama tiga tahun lamanya masih belum mampu mengobati luka menganga di dalam hatinya yang semakin hari justru terasa semakin melebar.
Pria itu menghapus air mata yang kembali mengalir dari kedua matanya. Lantas bangkit untuk meletakkan kain berwarna putih tulang yang terenggam di tangannya di sebuah kotak khusus sebelum memasukkannya ke koper bersama dengan barang-barang lain yang sudah tertata disana.
Hari ini, dia akan kembali ke Negara kelahirannya, Korea selatan. Tiga tahun lamanya ia habiskan untuk mencoba bangkit dari keterpurukan dengan mengasingkan diri ke Negeri orang. Meskipun hal itu tidak membantunya sama sekali. Bagaimana mungkin dia bisa melupakan ketika negara pilihannya adalah Negara tempat dia bertemu dengan Baekhyun untuk pertama kali.
Yaa, Chanyeol memutuskan untuk menetap di California sementara waktu. Mencoba merawat peternakan yang ia didikasikan untuk mendiang ibunya. Masih ingat? Tempat pertama kali Chanyeol bertemu dengan Baekhyun beberapa tahun lalu. Saat itu Chanyeol sedang mengunjungi peternakan yang baru ia beli bersama Jongin sebelum menemukan seorang gadis yang berhasil membuatnya jatuh cinta sebegitu dalamnya.
"Papa~" Chanyeol menutup kopernya yang terakhir sebelum merentangkan tangan menyambut si kecil ke dalam dekapannya.
"Sudah selesai melihat kudanya?" Chanyeol merapikan beberapa anak rambut Jihan yang menjuntai. Gadis kecil itu mengangguk.
"Kapan kita belangkat Pa?" Chanyeol sibuk mengamati wajah cantik putri kecilnya, kemudian pandangannya beralih pada sebuah figura foto berukuran kecil yang di dekap dengan begitu posesif oleh gadis kecilnya itu. "Papa~" Hingga rengekan Jihan kembali membawanya menapak pada kesadaran.
"Sebentar lagi yaa? Kita menunggu Mr. Bob menjemput. Ayo kita bawa barang-barangnya ke depan" Si kecil mengangguk kelewat semangat sebelum bergegas menyeret satu backpack miliknya mendahului ayahnya yang menyeret dua koper besar di belakangnya.
Chanyeol terkekeh melihat Jihan yang terlihat begitu semangat untuk kembali ke Korea. Gadis kecil itu di bawa Chanyeol dulu saat masih berusia satu setengah tahun. Dan sejak saat itu juga Chanyeol belum pernah pulang lagi ke Korea hingga sekarang ini.
"Uhh" Chanyeol berjongkok di depan Jihan yang terlihat kesusahan membuka tasnya sebab satu tangannya yang lain sibuk memegang erat figura foto miliknya.
"Biar Papa bantu" Chanyeol mengambil alih backpack bermotif disney itu dan membukakannya untuk Jihan. Lantas si kecil memasukkan figura foto miliknya ke dalam backpack, membuat Chanyeol mengeryit heran.
"Foto mama mau di simpan di dalam tas saja?" Jihan mengangguk mengiyakan, sedangkan tangan kecilnya sudah sibuk menata supaya beberapa barang seperti buku mewarnai miliknya, beberapa mainan, stiker, dan boneka barbie yang sudah berada di dalam terlebih dahulu tidak ada yang menggores figura itu.
"Jihan takut kalau Jihan pegang telus nanti foto mama bisa lusak sepelti dulu Pa, Jihan simpan di tas saja ya?" Chanyeol nyaris menitikkan kembali air matanya setiap kali mendengar penuturan cerdas putrinya. Terlebih ketika gadis kecil itu membahas tentang mamanya, Baekhyun.
Chanyeol membawa Jihan dalam dekapannya. Putri cantiknya benar-benar tumbuh dengan begitu menakjubkan. "Papa sangat menyayangi Jihan"
"Jihan juga sayang papa, sangat!" Kecupan bertubi-tubi tak lagi Chanyeol ragu untuk berikan pada seluruh wajah putrinya. Membuat si kecil terkikik geli, sebelum deruan suara mobil berhasil menghentikan moment hangat sepasang ayah dan anak tersebut.
"Papa itu Mistel (Mr) Bob sudah datang, ayo Pa! Jihan ingin segela beltemu Hao oppa" Chanyeol mengusak lembut rambut Jihan dan segera memindahkan barang-barangnya ke dalam bagasi mobil di bantu oleh Mr Bob.
.
.
.
.
.
Sehun dan Jongin berdiri dari tempatnya duduk setelah siluet dua orang yang mereka tunggu telah menyapa atensi. Pria berkulit pucat itu melempar tatapan sendu pada sepasang ayah dan anak yang saat ini tengah berjalan kearah mereka.
Beberapa Tahun yang lalu, dia berdiri disini juga, di tempat yang sama. Menunggu kedatangan gadis cantik yang selalu ingin ia lidungi, Baekhyun. Adiknya.
Melihat Jihan berjalan dengan lambaian tangan penuh semangat yang tertuju padanya benar-benar membuat ingatannya memutar saat-saat ia melihat wajah ceria Baekhyun dulu.
"Samchon! Kaichun!" Gadis kecil itu berlari ketika jarak mereka sudah tak begitu jauh. Dengan sebuah backpack yang ia seret membuat tubuh kecilnya terlihat begitu menggemaskan. Sedangkan Chanyeol berjalan santai di belakangnya dengan troli berisi koper-koper miliknya.
"Iiiiyap!" Sehun menyambut tubuh mungil keponakannya dan segera mendekapnya dan juga bermain-main dengan Jihan.
"Hwaaa haha" Jihan tertawa riang kala tubuhnya di angkat tinggi-tinggi oleh Sehun. Sedangkan Jongin tengah memegang tas Jihan yang berhasil ia tangkap ketika terlepas dari tangan pemiliknya.
Selama ini Jihan memang sudah tidak asing terhadap keluarganya yang berada di Korea, sebab baik Sehun dan Luhan selalu menyempatkan diri untuk menjenguk keponakan mereka begitu pula dengan Yoora dan juga ayah Chanyeol. Jongin adalah yang paling sering pergi mengunjungi Chanyeol.
"Cantiknya samchon sudah semakin tinggi sekarang hum?" Sehun melayangkan bertubi-tubi kecupan pada pipi gembil Jihan.
"Akhirnya pria kesepian ini pulang juga huh?" Jongin menyambut Chanyeol dengan sebuah pelukan sebelum mengambil alih Jihan dari gendongan Sehun sebab ia juga merindukan si kecil itu. Terakhir kali mereka bertemu adalah lima bulan yang lalu, sebab setelah kandungan Kyungsoo semakin besar ia tak lagi berani meninggalkan istrinya itu.
Yaa, Jongin sudah menikah dengan Kyungsoo dua tahun yang lalu dan saat ini Kyungsoo telah mengandung anak pertama mereka.
Chanyeol hanya tersenyum menanggapi celotehan kedua sahabatnya. Seperti biasa, pria itu tak banyak bicara.
Mereka segera menuju kediaman keluarga Park.
.
.
.
.
Ditempat lain seorang wanita cantik tengah berkutat dengan apron dan beberapa peralatan pembuatan Kue miliknya. "Apa masih lama Baek?" Seorang wanita lain dengan perut sedikit buncitnya tengah duduk memperhatikan, menunggu Kue pesanannya jadi.
"Sebentar lagi, bersabarlah sedikit. Kau selalu tidak sabaran Jess, pantas Kris bilang dia hampir gila menghadapimu yang sekarang" Wanita itu berceloteh tanpa memandang lawan bicaranya. Badannya sibuk kesana kemari untuk mengambil bahan dan alat yang ia butuhkan.
"Itu wajar, aku sedang hamil. Kau dulu waktu hamil juga pasti sama sepertiku kan" Lantas Jessica segera merutuki bibirnya yang selalu berbicara asal tanpa berfikir terlebih dahulu. Ia memandang menyesal pada wanita yang sudah beberapa tahun terakhir menjadi sahabatnya itu yang kini sudah berhenti dari kegiatannya dan diam menunduk, menghela nafas.
"Baekhyun, maaf aku sama sekali tidak bermaksud—"
"Tak apa, aku mengerti. Tunggu sebentar aku menyiapkan Kuemu dulu dan setelah itu kita bergabung dengan Kris dan Tao di depan" Mereka memang sedang berada di dapur cafe.
Baekhyun mengangkat Kue khusus yang dia buatkan untuk Jessica. Aroma cokelat tercium begitu menggoda, membuat Jessica bertepuk tangan riang.
Keduanya kemudian menuju bagian belakang cafe yang langsung berhadapan dengan kebun jeruk milik keluarga Tao. Disana Kris tempak memangku putra pertamanya dengan Jessica sedangkan Tao terlihat asik membantu Zhuyi menyusun puzzle.
"Sudah mendapatkan keinginanmu?" Kris menyambut Jessica dengan pertanyaan yang menurut sang istri sangat menyebalkan. Tentu saja, mereka jauh-jauh dari Seoul kemari hanya untuk menuruti permintaan Jessica yang sedang mengidam kue buatan Baekhyun.
Mereka memang beberapa kali kemari ketika akhir pekan, setelah kejadian empat setengah tahun yang lalu mereka memang bersahabat. Jessica dan Baekhyun.
Baekhyun dan Tao terkekeh melihat bibir mengerucut Jessica karena pertanyaan suaminya.
"Kau tidak ingin ikut kami ke Seoul Baek?" Kris kembali memecah keheningan.
Baekhyun hanya tersenyum dan menggeleng. Lagipula untuk apa dia kesana. Putrinya? Baekhyun sangat merindukan putri cantiknya tentu saja. Kris sering mengirimkannya foto-foto Jihan sejak masih kecil dulu. Meskipun itu berhenti setelah Kris bilang jika Chanyeol memutuskan untuk menetap di California.
"Chanyeol telah kembali ke Korea" Kali ini Jessica yang memandang sendu pada Baekhyun.
"Bisakah kalian tidak membicarakan dia di depanku lagi? Aku mohon" Baekhyun hanya tak ingin terus larut dalam kesedihan yang bahkan dulu sempat membuatnya berfikir untuk menyerah. Dan hal seperti ini sudah sering terjadi dalam jangka waktu empat tahun ini. Baekhyun selalu menolak pembicaraan apapun yang terdapat nama Chanyeol di dalamnya. Bukannya tidak rindu. Atau berniat melupakan. Baekhyun masih sangat ingat jika terakhir kali dia berkata pada Chanyeol adalah tentang Baekhyun yang sangat mencintai pria itu. dan jujur saja sampai sekarang rasa itu masih lah sama.
Namun Baekhyun tak ingin mengulangi kesalahannya. Ia tak ingin menjadi pihak yang memperumit keadaan seperti apa yang dia lakukan terakhir kalinya. Ia tak ingin menjadi antagonis di dalam kehidupan Chanyeol lagi.
"Kau selalu menolak setiap kami membahasnya Baek, tidakkah kau—"
"Cukup Kris! Bukankah aku sudah sering berbicara padamu jika aku sudah tak ingin lagi? Kau pikir aku tidak kesakitan dengan rasa rindu yang menghimpitku pada putriku? Kau pikir aku tidak menderita dengan segala rasa bersalahku pada anakku sendiri? Aku bukan tidak merindukan mereka?! Tetapi kau sangat tau alasannya jika aku tidak ingin menjadi pihak yang memperumit keadaan lagi, seperti yang kulakukan beberapa tahun lalu! Bahkan dengan mendengar namanya saja rasa rindu yang kumiliki terasa sanggup untuk membunuhku hiks! Aku hanya—" Baekhyun menangis di dalam dekapan Tao. Seperti sebelum-sebelumnya, keadaan seperti ini kerap terjadi setiap baik Kris maupun Jessica mencoba membahas tentang Chanyeol pada Baekhyun.
"—aku hanya tidak bisa menjadi lebih egois dari ini. Chanyeol sudah bersama Soojung dan aku tak ingin melakukan hal yang sama seperti apa yang kulakukan dulu"
"Tapi Baek, Chanyeol dan Soojung tidak—"
"Cukup Kris, ku mohon" Kalimat Kris terpotong oleh rintihan Baekhyun yang terdengar sangat menyayat hati. Membuat Jessica mengelus pundak suaminya supaya lebih mengerti keadaan Baekhyun dan berhenti membahasnya.
"Baekie Imo kenapa menangis? Baba nakal ya? Nanti bial Zhuyi yang memalahi baba. Jangan menangis lagi imo" Itu adalah Zhuyi, si tampan itu kini telah ikut Tao noonanya untuk memeluk Baekhyun. Membuat Baekhyun tersenyum sendu pada si kecil.
.
.
.
Flashback On.
Baekhyun memandang kosong pada hamparan air di bawahnya. Ia sama sekali tak pernah membayangkan jika semasa hidupnya dia akan berakhir disini. Di sebuh tempat dimana ia telah sepenuhnya menyerah akan takdir yang begitu membelit. Dia tak pernah membayangkan jika dirinya berakhir menjadi wanita memalukan yang melakukan hal ini.
Sekali lagi wanita itu memejamkan matanya seiring dengan luruhnya air mata untuk kesekian kalinya.
Berat. Tentu saja. Ia bahkan harus meninggalkan seorang bayi perempuan yang baru saja ia lahirkan hari ini. Ia harus meninggalkan satu-satunya wanita yang sangat ia sayangi, Luhan. Tetapi bagaimana dengan beban berat yang selama ini telah berada di pundaknya? Nyatanya Baekhyun bukanlah wanita yang sekuat itu untuk tetap bertahan.
Ia telah berusaha menjadi seorang wanita yang tegar selama ini. dengan semua takdir yang membelunggunya. Semua telah berada di puncaknya, dan saat ini ia merasa telah sampai dimana titik rasionalnya telah berhenti bekerja.
Beberapa orang mungkin memandangnya sebagai seorang ibu yang buruk sebab tega meninggalkan bayi yang baru lahir begitu saja. Tanpa tau tentang penderitaan serta rasa bersalah yang Baekhyun rasakan. Dia tau jika yang dilakukannya adalah salah, tetapi Baekhyun juga tidak bisa untuk menjadi lebih egois dengan membawa seorang bayi yang belum genap berusia satu hari untuk pergi bersamanya. Terlebih lagi membawanya menyerah bersama Baekhyun.
Baekhyun memandang sebuah cardigan putih yang berada di genggamannya. Itu adalah pemberian Chanyeol. Cardigan itu memang sempat ia lepas saat perjalanannya dari rumah sakit tadi, sebab ia membutuhkan sesuatu untuk menjadi pegangannya demi mengalihkan rasa sakit di bagian bawah tubuhnya. Tentu saja, dia baru saja melahirkan dan harus berjalan dengan jarak yang cukup jauh.
Hingga tepat ketika ia benar-benar telah memantapkan niatnya, tiba-tiba seseorang memeluknya dan membawa tubuhnya masuk ke dalam sebuah mobil. Baekhyun sempat meronta, terlebih ketika barang pemberian Chanyeol yang sedari tadi tergenggam di tangannya harus terlepas dan tersapu angin.
"Baekhyun! Baekhyun ini aku. Apa yang kau lakukan?" Itu adalah Kris. Pria itu mendekap tubuh bergetar Baekhyun, sedikit mengabaikan istrinya yang berada di sebelahnya.
"Kris lepaskan aku hiks" Baekhyun masih meronta, meskipun pada nyatanya supir taksi yang di naiki Kris dan Jessica sudah melajukan kembali mobilnya menjauh dari tempat mengerikan itu.
"Tidak! Hey apa yang terjadi padamu B? Hum?" Jessica ikut memegang tangan Baekhyun yang masih bergetar dengan begitu hebat. Wanita itu bahkan sampai ikut berkaca-kaca melihat keadaan wanita yang berada di dekapan suaminya itu. Baekhyun terlihat sangat menyedihkan. Wanita itu terlihat begitu kacau.
"Apa yang kau lakukan Byun Baekhyun? Aku melepasmu bukan untuk menjadi seperti ini" Kris nyaris menangis melihat keadaan wanita yang sempat ia cintai dengan begitu dalam itu berakhir menjadi seperti ini.
Flashback Off
.
.
.
.
.
Chanyeol telah mencoba untuk menyadarkan dirinya, jika ia harus hidup tanpa Baekhyun. Tetapi nyatanya hal itu semakin menyakitinya. Bahkan satu hari tanpa memikirkan Baekhyunnya akan terasa begitu aneh. Kilasan tentang bagaimana ia menjalani hari-hari bahagia bersama wanita itu berulang kali berputar. Juga bayangan bagaimana ia yang selalu menyakiti wanitanya terasa begitu mencekik.
Chanyeol sempat ingin mempercayai tentang waktu akan menyembuhkan semua luka, tetapi yang ada di depannya hanyalah ia selalu melalui hari-harinya dengan penuh penyesalan, dan waktu sama sekali tidak meredakannya.
Ia tau jika selama ini ia hanya bertahan pada harapan yang bodoh. Sebab waktu tak akan bisa mengubah apapun. Yang ada, waktulah yang semakin memupuk rasa rindunya.
Pria itu kini tengah berada di dalam mobilnya, memejamkan mata dan membiarkan kaca jendela yang berada di sampingnya terbuka. Ia hanya ingin menikmati udara malam kota Seoul. Bahkan setelah pesta penyambutan yang di adakan oleh Luhan dan Yoora semalam tidak menyurutkan niatnya untuk langsung bekerja. Seakan memang tak pernah berniat membiarkan dirinya berdiam diri yang berujung pada penyesalannya yang kembali membelenggunya.
"Maaf tuan kita sudah sampai" Bahkan ia sama sekali tidak sadar jika mobil yang ia tumpangi sudah sampai di depan Mansionnya jika saja supir pribadinya tidak menyadarkannya.
Chanyeol hanya mengangguk sebelum keluar dan segera bergegas menuju kamarnya.
Chanyeol membuka kamarnya dimana malaikat kecilnya sudah bergelung di dalam selimut dengan nyaman. Jihan memang masih belum berani tidur sendiri dan Chanyeol juga sama sekali tidak keberatan untuk berbagi tempat tidur dengan si kecil.
Chanyeol mendekat dan mengelus lembut surai si kecil. Tak ada niatan sama sekali untuk mengusik lelap putrinya, tetapi Jihan yang memang memiliki kepekaan tinggi meskipun saat tertidur, terlihat sudah mengerjapkan matanya.
"Papa" Suaranya berbisik.
"Baby" Chanyeol memandang paras cantik putrinya dan ikut berbisik menjawab panggilan si kecil.
"Papa lelah? Mencali uang itu melelahkan bukan?" Bisik si kecil kembali.
"Tidak, papa tidak lelah sama sekali" Chanyeol menjawabnya masih dengan suara berbisik kemudian memberikan kecupan pada kening si kecil.
"Mau Jihan siapkan ail hangat?" Mata Chanyeol memanas, tetapi hatinya terasa begitu hangat. Dia tak pernah menyangka jika Tuhan masih begitu baik pada pria jahat sepertinya. Dia diberikan malaikat yang begitu berharga. Jihan.. Putrinya.
Gadis kecil berusia 4,5 tahun itu telah tumbuh dengan begitu menakjubkan. Gadis kecil yang menyayanginya dengan teramat dalam. Si kecil yang bahkan dengan usianya yang begitu dini sudah memiliki pemikiran bagaimana ia harus merawat ayahnya.
Chanyeol hanya menggeleng sebelum melayangkan beberapa kecupan untuk putrinya.
"Maaf papa pulang terlambat hari ini" ada sesal yang ia rasakan setiap kali harus pulang terlambat demi pekerjaannya dan membiarkan si kecil bersama orang lain saat petang mulai menjemput. Ini bahkan baru dua hari mereka tinggal di Seoul kembali. Meskipun ada ayahnya dan juga Daniel putra Yoora yang menemani Jihan sepanjang hari.
"Telimakasih, papa hali ini sudah bekelja kelas untuk membelikan mainan Hanie yang sangat banyak. Hanie tidak akan meminta banyak boneka lagi supaya papa bisa pulang lebih cepat"
Chanyeol memeluk tubuh kecil Jihan dengan begitu erat.
'Baekhyun, Park Jihan. Putri kita telah tumbuh menjadi seorang malaikat kecil yang sangat menakjubkan'
.
.
.
.
"Kau yang akan pergi bersamaku?" Chanyeol merapikan beberapa berkas yang selesai ia tandatangai sebelum menerima setelan hitam dari Seulgi, sekretarisnya.
"Yaa, Yoora noona sudah berangkat terlebih dahulu dengan Siwon Hyung. Aku juga sudah mengantarkan Jihan ke rumah Luhan sedangkan ayahmu menjemput Daniel di sekolahnya" Jongin yang sudah siap hanya duduk sembari memainkan ponselnya. Memberi kabar pada Kyungsoo, meminta istrinya itu ikut Sehun ke rumahnya sebab Jongin tak bisa pulang hari ini. Ia hanya tidak tega untuk membiarkan istrinya di rumah sendirian dengan keadaan kandungan Kyungsoo yang sudah menginjak usia 9 bulan.
"Seulgi, tunda semua rapat hingga lusa, aku dan Jongin baru akan kembali ke Seoul besok siang" Chanyeol memberi beberapa instruksi pada sekretarisnya itu terkain beberapa rapat yang terpaksa harus di tunda sebab kepergian Chanyeol yang bisa di bilang tak terduga.
Yaa, kabar duka baru saja mereka terima dari keluarga kepala pelayan setia keluarga Park beberapa jam lalu. Pria paruh baya yang sudah selama 47 tahun mengabdikan hidupnya untuk keluarga Chanyeol hari ini telah menghembuskan nafas terakhirnya setelah dua tahun lalu resmi pensiun dari pekerjaannya.
"Baik Sajangnim" Jongin berdiri untuk membantu Chanyeol memasangkan dasinya setelah melihat temannya itu sedikit kesulitan. Kebiasaan seorang Park Chanyeol. Selama ini pria itu hanya memakai dasi siap pakai debab ia tak begitu mahir dengan pekerjaan kecil itu.
"Jas anda sajangnim" Seulgi kembali memberikan Jas hitam pada Chanyeol yang sedari tadi masih berada di tangannya, menunggu Chanyeol selesai mengganti kemeja navy miliknya dengan kemeja putih.
"Terimakasih Seulgi, aku titip kantor padamu" Seulgi membungkuk hormat pada dua atasannya itu dan segera mengikuti keduanya untuk keluar dari ruangan Chanyeol.
Chanyeol dan Jongin segera menuju basment perusahaan dan memasuki mobil dimana Jongin yang duduk di belakang kemudi.
"Halo, Lu" Jongin mulai menjalankan mobil tersebut sedangkan Chanyeol tampak berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon.
"Yaa Yeol? Kau sudah di perjalanan? Jangan khawatirkan Jihan. Dia sudah bersamaku" terdengan suara seorang wanita di seberang sana. Itu Luhan.
"Yaa, aku tau. Aku titip Jihan yaa, Jika dia sulit tidur kau bisa memberikannya foto Baekhyun yang sudah Jongin masukkan di dalam backpacknya" Ada sengatan kecil pada masing-masing hati kedua orang itu, Jongin bahkan juga ikut miris mendengarnya.
"Tak usah khawatir, dia sedang bermain saat ini. berhati-hatilah menyetir, kabari aku atau Sehun jika sudah sampai" Rasa sesal masih menghimpit Chanyeol atas apa yang dulu pernah ia lakukan pada Luhan sampai saat ini. Bahkan setelah apa yang dilakukan Chanyeol pada Luhan dan terutama semua yang Chanyeol perbuat pada Baekhyun, saudara perempuan dari wanita yang sangat dicintainya itu masihlah begitu baik padanya.
"Baiklah" Chanyeol menyudahi sambungan teleponnya dan segera menyandarkan kepalanya pada bantalan jok mobil. "Yoora sudah sampai mana?" Chanyeol bertanya pada Jongin.
"Aku tidak tau, terakhir kali aku menghubunginya satu jam yang lalu dia sedang menjemput Siwon hyung di rumah sakit"Keluarga paman Shim memang memutuskan menunggu kedatangan Yoora dan Chanyeol untuk melaksanakan pemakaman.
.
.
.
.
.
.
Perjalanan yang cukup panjang akhirnya mengantarkan Chanyeol sampai di tempatnya berpijak saat ini. Tetangga dari pelayan setia keluarga Park tersebut sudah terlihat memenuhi rumah duka. Kedatangan Chanyeol disambut oleh tangisan wanita paruh baya yang merupakan istri dari paman Shim. Wanita paruh baya yang juga telah membantu di kediaman keluarga Park tersebut menangis di dalam pelukan Chanyeol. Mereka cukup dekat sebab bibi Shim lah yang selama ini merawat Yoora dan Chanyeol sejak keduanya masih kecil, baik sebelum mendiang ibu Chanyeol masih ada ataupun sudah meninggal dunia.
Jongin dan Chanyeol segera memberi penghormatan terakhir pada jenazah paman Shim dan setelahnya pemakaman segera di mulai sesuai tradisi daerah itu.
.
.
.
"Tuan dan nona akan ke Villa sekarang?" Hari sudah mulai sore, setelah menghabiskan waktu berbicang dengan keluarga paman Shim, Chanyeol, Yoora, Siwon dan Jongin berniat beristirahat di Villa keluarga Park yang memang berjarak tidak begitu jauh dari rumah keluarga kepala pelayannya tersebut.
"Yaa, Bibi. Kami akan kemari lagi besok pagi sebelum berangkat ke Seoul. Bibi harus menjaga kesehatan dan jangan terlalu larut dalam kesedihan" Yoora memeluk wanita paruh baya tersebut sebelum beranjak dari rumah itu.
Mereka mengendarai mobil masing-masing dan segera menuju Villa.
Ada yang merasakan sesak luar biasa saat kakinya kembali menapak pada halaman Villa itu. Kilasan tentang kebersamaannya dengan satu-satunya wanita yang pernah ia bawa ke tempat itu kembali memenuhi pikirannya. Bayangan Baekhyun ada dimana-mana.
Saat kaki Chanyeol melangkah menuju ruang tengah dia seakan masih dapat merasakan keberadaan Baekhyun disana. Begitupun ketika dia menuju ruangan lain. Chanyeol merindu, benar-benar merindu.
Yoora mengelus pundak adiknya yang saat ini tengah berdiri di balkon kamar yang akan di tempati Chanyeol dan Jongin.
"Sudah saatnya kau mengikhlaskannya Channie, sudah cukup kau menghukum dirimu selama ini" Yoora memandang miris pada keadaan adikya setiap waktu. Sudah lebih dari empat tahun nyatanya Chanyeol sama sekali tidak ingin menghentikan hukumannya pada dirinya sendiri. Chanyeol hanya meraih tangan Yoora yang berada di pundaknya dan memberikan kecupan singkat pada telapak tangan Noonanya.
Yoora hanya memandang sedih pada Chanyeol. Adiknya terlihat begitu menyedihkan, dengan badan yang lebih kurus dari terakhir kali Yoora melihatnya.
Wanita itu hanya khawatir jika di teruskan seperti ini tidak menutup kemungkinan sebuah penyakit akan mudah menyerang tubuh Chanyeol.
"aku akan menyiapkan makan malam, Jongin sedang berbelanja bersama Siwon segeralah mandi dan setelah itu turun ke bawah hum?" Chanyeol hanya mengangguk sebelum kembali mengalihkan pandangannya pada jalan desa yang berada di depan Villanya, yang memang terlihat dari balkon tersebut. Balkon yang sama dengan balkon yang menjadi tempat favorit Baekhyun selama berada di Villa tersebut dulu.
.
.
.
Baekhyun berjalan pelan melewati sebuah bangunan yang sangat tidak asing untuknya. Bagaimana tidak? Bahkan hampir setiap hari wanita itu kerap berdiri disana, memandang sendu pada sebuah bangunan Villa yang dulu sempat menjadi saksi kehidupannya bersama satu-satunya pria yang pernah mengisi hatinya.
Lagipula selama tinggal di desa ini hanya itu yang dapat Baekhyun lakukan untuk menghalau rasa rindu yang semakin hari semakin menumpuk.
Wanita itu sedikit mengeryit saat mendapati dua mobil terparkir di depan Villa. Ia ingin segera bergegas dari sana, takut jika benar dugaannya maka tidak menutup kemungkinan seseorang entah siapapun itu dapat saja mengenalinya. Sekali lagi ia berniat memandang salah satu sudut ruangan yang ada di bangunan itu sebelum beranjak pergi, namun saat itu pula langkahnya tercekat.
Di atas sana, seseorang yang sangat ia kenal tengah menatapnya. Salivanya tertelan pahit, lantas tenggorokannya terasa mengering. Baekhyun tidak tau apa yang harus ia perbuat sebab tubuhnya terasa kaku dan tak mampu ia gerakkan sedikitpun.
Kini Baekhyun tau, jika takdir telah memainkan perannya begitu handal. Meskipun cara mainnya tidaklah menyenangkan sedikitpun menurut Baekhyun.
.
.
.
.
Pria itu memandang datar pada pemandangan di depannya sebelum sesuatu lain menariknya dari tempatnya berada. Hingga tepat saat matanya bersirobok dengan hazel bening di bawah sana, Chanyeol merasakan suatu benda besar menghantam kesadarannya.
Sosok itu sama-sama terdiam masih dengan kedua mata yang bertautan dengan sorot pandang Chanyeol. menikmati bagaimana keterkejutan masing-masing atas pertemuan yang sama sekali tak satupun dari mereka pernah bayangkan.
Detak jantung Chanyeol semakin menggila, mengisi sunyi yang menyergap sore itu. Gigil mulai menyelimuti tubuh tegapnya. Ia ingin keluar dari belenggu yang kini tengah ia anggap sebagai halusinasinya tersebut. Ia ingin meredakan sesak luar biasa yang kebali menghipit dada serta mencekik lehernya dengan begitu kuat.
Lantas pria itu terlempar kembali pada beberapa tahun silam, disaat tubuhnya nyaris terbujur kaku oleh rasa bersalah yang menyergapnya. Pria itu terkekeh menyedikan, menertawakan bagaimana takdir telah berhasil memporak-porandakan hidupnya sedemikian rupa.
Ada banyak perasaan yang menginfasi dirinya saat ini. Marah, geram, bingung, penyesalah, kesedihan semuanya terasa hampir meledak dalam rongga dadanya.
Mata mereka masih saling terpaut, hingga salah satu di antara keduanya telah menapak pada kesadarannya. Itu Baekhyun, wanita itu segera berbalik sebelum membawa tungkainya berlari sesuai dengan keingingan otaknya. Untungnya hal tersebut berhasil ikut menarik kesadaran Chanyeol hingga pria itu tergesa membawa langkahnya untuk mengejar sosok yang ia yakini kini jika bukanlah halusinasinya semata.
"Chanyeol! kau mau kemana?!" Yoora berteriak kebingungan melihat Chanyeol yang berlari sangat kencang. Bahkan adiknya itu sampai menabrak ujung meja menyebabkan sebuah vas jatuh dan pecah berserakan.
Chanyeol kalut. Dunianya terasa berputar sangat cepat hingga pening di kepalanya benar-benar terasa menyiksa. Pria itu terus berlari tak tentu arah, ia hanya ingin segera merengkuh wanitanya kembali. Chanyeol yakin jika matanya tak mungkin salah kali ini. Matanya tidak mungkin salah untuk mengenali wanita yang memupuk kerinduan teramat besar pada lubuk hatinya. Wanita yang menjadi alasan terpuruknya dia dengan begitu menyedihkan.
"Baekhyun, sayang" sepanjang jalan pria itu tak berhenti memanggil nama wanitanya. Air matanya bahkan sudah ada yang luruh. Nafasnya yang mulai tersenggal tak ia pedulikan sama sekali.
Tak banyak jalan yang ada di desa itu, terlebih arah berlarinya sosok tadi bukan menuju daerah pemukiman penduduk melainkan arah yang membawa langkah Chanyeol menyusuri beberapa padang rumput dan juga perkebunan jeruk.
Seketika pria itu menghentikan langkahnya kala ia menyadari sesuatu. Jalan ini adalah jalan yang jika ia terus menyusurinya akan membawanya ke rumah seseorang yang Baekhyun dan Chanyeol kenal. Tao..
Mungkinkah?
Chanyeol kembali berlari secepat kakinya bisa menjangkau. Ia hanya berharap jika Tuhan berbaik hati kali ini untuk memberikannya kesempatan terakhir. Ia tau jika mungkin ini bisa menjadi harapan kosong yang kembali ia pupuk dengan sia-sia, namun Chanyeol juga cukup yakin untuk tidak mengatakan jika sosok yang dilihatnya beberapa saat lalu bukanlah buncahan rasa rindu yang tak lagi terbendung sehingga membentuk bayangan sosok itu. Chanyeol sangat yakin jika sosok yang bertatapan dengannya itu adalah nyata.
Rasa frustasi mulai menyergapnya ketika sepanjang mata memandang ia sama sekali tidak menemukan sosok yang ia cari. Melainkan hanya hamparan padang rumput yang memisahkan daerah tempat Villanya berada dengan pemukiman penduduk yang terletak terpisah dengan pusat desa.
"BAEKHYUN"
"BYUN BAEKHYUN!" Chanyeol tak henti berteriak layaknya orang gila menyerukan nama wanitanya.
Namun hanya sapuan angin yang menjawabnya.
Pria itu menundukkan kepanya penuh sesal sebelum bisikan akan kata menyerah kembali terlintas di benaknya.
Ia berbalik. Chanyeol hampir membawa langkahnya kembali sebelum matanya telah terlebih dahulu menangkap debuah ujung sepatu seseorang dari balik pohon besar yang terletak beberapa meter di depannya. Pohon yang sudah ia lewati beberapa saat lalu.
Sebentuk kelegaan menyergapnya dengan begitu hangat. Chanyeol kembali berani untuk menaruh harapan besar pada sosok yang berada di balik pohon itu.
Lantas pria itu segera melangkah perlahan untuk memastikan jika harapannya tidak kembali kosong kali ini.
.
.
.
.
Baekhyun membungkam bibirnya untuk menghalau isak yang sudah meronta. Mendengar bagaimana suara frustasi Chanyeol yang memanggil namanya benar-benar mampu meluluh lantahkan perasaan wanita itu. Hatinya terasa di himpit batu besar saat matanya menangkap bagaimana tubuh tegap itu terlihat sedikit bergetar saat pemiliknya tampak tengah meremat frustasi surai hitamnya.
Wanita itu bertahan disana cukup lama. Dengan air mata yang sudah luruh mengalir di kedua pipinya, dan juga tangan yang masih mendekap bibirnya. Sunyi menyergap cukup lama. Hanya suara angin yang terdengar. Tidak ada lagi suara teriakan dari pria yang menyerukan namanya sejak tadi. Tidak ada lagi suara langkah tergesa.
"Maafkan aku" Baekhyun bergumam lirih dengan isak yang mulai terdengar begitu memilukan. Wanita itu pikir Chanyeol sudah pergi mengingat heningnya keadaan sekitar. Namun ternyata ia salah. Terlebih saat tubuhnya harus menegang ketika sebuah lengan melingkar di pengginganya begitu kuat.
Baekhyun salah.
Terutama saat suara isak lain terdengar lebih memilukan di belakang tubuhnya.
Baekhyun salah.
Terlebih ketika sebuah dagu menopang pada pundak sempitnya.
Tubuhnya berubah kaku. Ia tak tau harus berbuat apa selain membiarkan tubuh bergetar pria yang memeluk tubuhnya dari belakang tersebut terus memberikan kehangatan yang sangat ia rindukan.
.
.
.
Chanyeol terdiam cukup lama mengamati punggung bergetar sosok wanita yang sangat ia rindukan itu.
Ia masih menikmati bagaimana kerinduan di dalam dadanya meluap dengan begitu hebat. Berdiri di belakang tubuh mungil wanitanya. Hingga rasa menghimpit itu sudah tak dapat di tahan setelah mendengar suara lirih Baekhyun. Ia memutuskan untuk segera membawa tubuh itu ke dalam rengkuhan hangatnya.
"Aku tau jika kau tak mungkin meninggalkanku begitu saja. Aku tau jika entah kapanpun itu harapanku untuk memelukmu lagi akan membuahkan hasil. Aku tau jika kau tak akan sejahat itu untuk meninggalkan aku dan putri kita untuk selama-lamanya sayang"
"M-maaf, kau tidak bisa memeluk orang asing seperti ini tuan. Aku tak mengenalmu" Baekhyun menjaga supaya suaranya tak terdengar bergetar. Ia tau jika dirinya hanya akan terlihat begitu bodoh dengan berpura-pura seperti ini disaat jelas-jelas ia telah ketauan.
"Tidak. Jangan membohongiku lagi. Aku mengenalmu dengan baik, sayang" Hingga tepat saat panggilan sayang itu Chanyeol perdengarkan, hantaman kuat di dada Baekhyun terasa beribu-ribu kali lipat lebih menyakitkan.
"Cha-Chanyeol lepaskan aku" Dan dia menyerah.
"Tidak. Tidak akan lagi Byun Baekhyun. Apa yang kau lakukan padaku selama ini sudah cukup dan aku tak akan pernah melepaskanmu lagi" Baekhyun menggigit bibirnya sendiri.
Baekhyun menghela nafas panjang sebelum mengusap kasar sisa air matanya dan melepaskan tangan Chanyeol dari pinggangnya lantas berbalik menghadap pria itu.
Baekhyun mengamati Chanyeol dari atas ke bawah.
Kenapa prianya terlihat begitu kurus sekarang?
Mata Chanyeol sudah sepenuhnya memerah dengan air mata yang berderai semakin deras. Ia memandang lemah pada sosok di hadapannya, berharap sedikit belas kasih dari sosok tersebut.
"Kenapa? Kenapa kau melakukan semua ini sayang?" Chanyeol memelas, Yaa, kenapa? Kenapa sampai Baekhyun nekat melakukan hal setidak masuk akal ini. Meskipun sebenarnya dia tau jika alasannya adalah Chanyeol sendiri. Karena persakitan yang selalu Chanyeol berikan pada wanita itu.
"Apa yang kau lakukan disini? Kau meninggalkan Jihan sendiri?" Chanyeol masih fokus untuk menelusuri tiap jengkal wajah Baekhyun. Berharap apa yang dilakukannya bisa sedikit menutupi luka di hatinya yang menganga lebar.
"Jihan di rumah bersama Luhan. Ayo pulang sayang, hm?" Chanyeol menaruh harapan penuh pada Baekhyun. Berharap wanitanya menyambut uluran tangannya.
Namun harapan itu luruh bersama dengan gelengan Baekhyun.
"Aku tidak bisa Chanyeol, maaf" Baekhyun menundukkan wajahnya. Ia tak cukup berani untuk menatap wajah pria di hadapannya saat ini.
"Baigaimana bisa kau melakukan ini Baek? Kau bahkan meninggalkan Jihan begitu saja" Chanyeol tidak berniat untuk menghardik Baekhyun sama sekali. Pria itu hanya..
Pria itu hanya tak habis pikir dengan jalan fikiran Baekhyun hingga bisa melakukan hal seperti ini. Bahkan semua orang sudah mengira jika wanita itu telah meninggal lebih dari empat tahun yang lalu. Chanyeol nyaris memukul kepalanya sendiri. Ia sama sekali tidak mengerti jalan fikiran Baekhyun hingga mampu melakukan hal sejauh ini.
"Jihan baru saja lahir Chanyeol. Dan aku tidak bisa menjadi lebih egois dari ini untuk membawa bayi berusia satu hari pergi bersamaku" Baekhyun memandang nanar pada kedua bola mata Chanyeol.
"Maka seharusnya kau tak perlu pergi seperti ini Baekhyun" Chanyeol melemahkan suaranya. Ia tak akan sampai hati untuk meninggikan suaranya pada wanita di depannya ini meskipun itu hanyalah setengah oktaf.
"Lalu apa? Apa yang harus kulakukan selain pergi mengingat kau memilih untuk menikahi gadis lain. Aku cukup sadar dengan posisiku saat itu Chanyeol" Suara keduanya sama meratap.
"Tidak seperti itu sayang, kau salah paham" Chanyeol memohon pada Baekhyun, meskipun gelengan dari si wanita masihlah menjadi jawaban atas semua tutur katanya.
"Tidakkah kau ingin mendengar penjelasanku sayang? Kau tidak ingin memberiku satu kesempatan lagi?" Air mata Chanyeol kembali meluruh. Ia bahkan rela jika Baekhyun memintanya bersujud dan mencium kaki wanita itu saat ini.
Baekhyun terdiam. Chanyeol menunggu cukup lama, namun wanita di depannya seolah tak mau memberikan satu pun kata sebagai jawaban atas pertanyaannya.
"Sayang.. Ayo kita pulang, hm?" Chanyeol berusaha meraih tengan Baekhyun, namun wanita itu seketika melangkah mundur. Membuat hatinya mencelos.
"Rumahku disini Chanyeol, pulanglah. Bukankah sejak awal aku sudah bilang jika kau harus berbahagia bersama Soojung? Kau tak boleh menyakitinya lagi" Chanyeol benar-benar telah menjambak rambutnya frustasi.
"Demi Tuhan! Baekhyun. Aku dan Soojung tidak pernah menikah hingga saat ini, maka dari itu dengarkan penjelasanku sayang"
"Benarkah?" Baekhyun kembali menatap kedua manik Chanyeol, dan Chanyeol mengangguk dengan yakin.
"Maaf Chanyeol aku tetap tidak bisa. Pulanglah, biarkan aku pergi" Lantas wanita itu kembali berlari, meninggalkan Chanyeol begitu saja.
Pria itu tentu tak tinggal diam, kakinya ia bawa untuk ikut berlari. Namun nihil. Setelah melewati sebuah belokan, Chanyeol sama sekali tidak menemukan Baekhyun.
Tenaganya terasa luruh begitu saja. Lututnya melemas dan pria itu berakhir berlutut di jalan dengan tangis penyesalan yang begitu memilukan.
.
.
.
.
.
Tok tok..
Suara orang mengetuk pintu menyadarkan Tao dari fokusnya pada layar televisi yang sedang ia lihat. Gadis itu bengkit dan segera membukakan pintu untuk tamunya.
"Siap—" Kalimatnya tak selesai sebab keterkejutan terlebih dahulu telah menyergap dirinya. Di depannya, telah berdiri seorang pria yang cukup Tao kenal dengan baik.
"melihat keterkejutanmu, sepertinya dugaanku benar Tao-ya" Itu Chanyeol. Pria itu segera mendatangi rumah Tao setelah kehilangan jejak Baekhyun.
Tao menghela nafas sebelum mempersilahkan Chanyeol untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Apa dia sudah pulang?" Chanyeol tak ingin berbasa-basi, melihat betapa sepinya rumah Tao saat ini, ia bisa menebak jika Baekhyun belum kembali ke rumah ini.
"Oppa bertemu dengannya?" Dan Chanyeol mengangguk mengiyakan pertanyaan Tao. Pria itu merutuki kebodohannya sendiri sebab bisa-bisanya ia tidak menyadari keberadaan Baekhyun yang bahkan cukup dekat darinya selama ini.
"Maafkan aku oppa" Tao menunduk tanpa berani menatap wajah Chanyeol.
"Mungkin kau bisa menebusnya dengan menceritakan padaku tentang apa yang terjadi 4,5 tahun yang lalu Tao"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Itu benar-benar Baekhyun?" Entah sudah keberapa kali Yoora menanyakan hal yang sama, dan entah berapa kali pula Chanyeol memberikan anggukannya sebagai jawaban atas pertanyaan kakak perempuannya itu.
Jongin terlihat sudah begitu frustasi hingga rambutnya terlihat acak-acakan sebab pria itu berulang kali menjambak rambutnya sendiri. Sedangkan Siwon tampak memijat pangkal hidungnya untuk mengurangi rasa pusing pada kepalanya.
"Jessica bahkan tidak memberitahu Soojung tentang ini, jika saja Jessica atau Kris tidak memilih untuk menuruti keinginan Baekhyun untuk bungkam semuanya tak akan berjalan sejauh ini Noona" Percayalah, malam ini baik Yoora maupun Siwon merasakan kelegaan luar biasa sebab mereka bisa mendengar kalimat panjang dari bibir Chanyeol lagi setelah selama empat tahun lebih mereka tak berhasil mendapatkan kesempatan langka itu.
"lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini Chanyeol?" Jongin ikut merasa frustasi dengan masalah yang dihadapi sahabatnya ini.
"Tao benar, aku harus memberikan Baekhyun waktu. Dia pasti sangat terkejut dengan pertemuan kami sore ini" Ketiga orang lainnya sama-sama mengangguk. Meskipun rasa khawatir akan Baekhyun yang akan kembali pergi juga membelenggu, namun setidaknya Chanyeol sedang mencoba untuk percaya pada Tao yang berjanji akan menjaga Baekhyun dan tak akan membiarkan wanita itu pergi lagi.
"Kalau begitu, kalian segera tidurlah, besok kita akan kembali ke Seoul pagi-pagi hum?" Rencananya mereka memang akan kembali di siang hari, namun setelah apa yang terjadi, Chanyeol ingin mempercepat kepulangannya. Ia hanya ingin segera menemui malaikat kecilnya. Dia merindukan putrinya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Pagi ini semua berjalan sesuai rencana. Mereka meniggalkan Gangwon-do sekitar pukul 9 pagi. Yoora langsung menuju rumah sedangkan Chanyeol dan Jongin menuju rumah Luhan untuk menjemput Jihan dan Kyungsoo.
Sesampainya di rumah Luhan Chanyeol segera masuk dan mendapati Jihan yang tengah tidur siang di kasur lantai di ruang tengah mansion Sehun.
"Oh Chanyeol, kau sudah kembali" Luhan menghampiri Chanyeol dan Jongin yang baru saja tiba. Namun yang di dapatinya hanyalah Chanyeol yang tergesa mengangkat tubuh Jihan dan membawanya kembali ke dalam mobil tanpa mengucap satu katapun.
"Chanyeol! ada apa? Jongin?!" Tentu saja hal itu membuat Luhan kebingungan.
"Aku akan menjelaskannya padamu besok. Aku harus mengantar Jihan dan Chanyeol pulang terlebih dahulu" Jongin berbicara pada Luhan sembari menahan wanita itu untuk mengejar Chanyeol.
"Sayang, nanti aku akan menjemputmu lagi hm?" Kemudian ia beralih pada istrinya yang juga ada disana. Jongin mengecup singkat kening Kyungsoo dan segera berlari menyusul Chanyeol yang sudah berada di dalam mobil.
Chanyeol terisak sembari memandangi wajah Jihan yang terlelap di pangkuaannya. Bahu pria itu bahkan sampai bergetar, bayangan wajah Baekhyun yang memandangnya dengan penuh penghakiman kembali terlintas. Rasa rindunya telah meledak, menyisakan sesak luar biasa pada rongga dadanya.
Pria itu terlalu merindu. Penyesalan tak berujung yang ia rasakan membawa sebuah ujung tombak runcing terasa menancap tepat pada ulu hatinya.
Jongin menatap sendu dari kursi kemudi.
"Papa? Kenapa menangis?" Bahkan ketika suara mengantuk putrinya menyapa pendengarannya, Chanyeol masih tak bisa menghentikan tangisannya.
Tuhan, betapa jahatnya dia sebab tak mempertemukan Jihan pada ibunya. Betapa jahatnya dia hingga Jihan hanya tau jika Baekhyun, ibu kandung dari gadis kecil itu telah meninggalkan mereka untuk selama-lamanya.
Andai Chanyeol berusaha untuk memastikan kematian Baekhyun saat itu. Andai Chanyeol tidak cepat mengambil kesimpulan, mungkin Jihan tidak harus tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu.
"papa~ apa ada yang membuat papa belsedih?" Gadis itu terus berrtanya pada sang papa, telapak mungilnya mulai bergerak menghapus air mata yang keluar begitu banyak dari mata sang papa.
"Papa~ jangan menangis.. Papa kan memiliki Jihan dan juga Mama.. Jihan dan Mama sangaat mencintai papa, ingat ya?!" Chanyeol mengangguk berkali-kali masih dengan isakan yang semakin menjadi setelah mendengar penuturan cerdas Jihan.
Jongin ikut menitikkan air mata melihat betapa mangharukannya interaksi ayah dan anak tersebut.
Chanyeol memberikan kecupan panjang pada kening Jihan. Ia begitu mencintai putrinya.
Putrinya yang berharga memang tumbuh dengan begitu menakjubkan.
'Baekhyun, tidakkah kau ingin menemuinya? Putri kita'
.
.
.
TBC
.
.
.
Jadi bagaimanaaa? Masih pada mau protess? Wkwkwkwk
Sesuai keinginan kalian yaa.. Squel dari Eyes Of The Heart sudah di buatkan.
Jangan Lupa Review dan tinggalkan jejak kalian kalau ingin ini di lanjut.
Untuk pembaca baru di sarankan kalian untuk membaca Eyes Of The Heart terlebih dahulu.
.
.
.
Segitu dulu yaa, nanti kita ngobrol lagi di Chapter selanjutnya.
Keburu malem dan jari saya juga sudah capek wkwkwkwk
.
.
Review Jusseyoowww :*
