Mantan. Sebuah kata yang terlarang diucapkan atau didengar oleh keturunan Akabane.
Entah karena apa, mantan dan segala jenisnya bisa dengan mudah memperburuk moodnya.
Bahkan dengan mendengar dua huruf pertama dari 'mantan' saja bisa membuatnya naik darah. Sungguh, lebay sekali keturunan Akabane satu ini.
Pemuda berambut panjang berwarna biru yang sengaja dikuncir dua itu mengembuskan napas lelah. Kenapa susah sekali menasehati orang yang ada didepannya saat ini. Ingin rasanya dia membalikkan meja yang ada didepannya dan menyiram orang didepannya dengan susu stroberi kesukaan sang sahabat tepat dimukanya.
Ia mengelus dadanya mencoba untuk bersabar lebih lama lagi. Bisa-bisa dia stress sendiri kalau lama-lama seperti ini. Darah tinggi.
"Kan aku sudah bilang. Apa susahnya minta maaf" pemuda berambut biru itu mengulangi berkatannya, membuat keturunan Akabane merasa bosan karena mendengar hal yang sama terus menerus.
"Dia yang salah. Kenapa harus aku yang minta maaf?" Keturunan Akabane itu menantang. Oke stop, jangan bilang keturunan Akabane - keturunan Akabane, terlalu panjang. Mari kita panggil saja dengan sebutan yang lebih pendek. Karma. Bukan buah yang sering dimakan saat sedang puasa. Itu Kurma. Jelas sangat berbeda. Kurma manis, sedangkan Karma pahit. Sepahit sifatnya yang membuat siapapun akan mundur perlahan jika disuruh menjadi temannya. Pokoknya Karma ini mempunyai sifat yang buruk. Meski dalam segi pelajaran dia selalu menjadi yang terbaik. Ah bukan, yang terbaik sudah jelas anak Ketua Dewan. Karma nomor dua. Ah, dia juga pernah menjadi yang nomor satu.
"Aku kan sudah bilang kalau kau hanya salah paham"
"Nagisa" Karma memanggil pelan, sekarang kita tahu siapa nama pemuda-berambut panjang-yang dikuncir dua-dan berwarna biru itu. Yap, namanya Nagisa dari keluarga Shiota.
"Ya?"
"Pulang sana. Aku mau tidur" sungguh, kalau bukan sahabat Nagisa sudah pastikan besok pagi Karma hanya tinggal nama. Untung saja dia sudah kebal dengan sifat Karma yang sungguh menyebalkan. Jadi dia hanya tersenyum lembut menanggapi perkataan Karma.
"Karma... ngopi yuk" Karma memandang Nagisa dengan alis terangkat satu. "Sudah aku siapkan kalium sianida khusus buatmu"
"Bangsat!"
Sedangkan diluar sana yang jaraknya beberapa puluh kilometer dari kediaman Akabane. Seorang pemuda dengan poni alaynya merayu sang sahabat agar tidak marah-marah lagi. Sungguh dia capek. Mendengar sahabatnya yang bermarga Asano mengomel itu adalah hal yang melelahkan. Dia tidak boleh bergerak sedikit pun saat sang Asano junior belum menyelesaikan ucapannya. Untung saja dia masih diizinkan untuk bernapas. Mari bersyukur.
"Seenaknya saja di memutuskanku. Dia punya hak apa? Harusnya disini aku memutuskannya bukan dia yang memutuskanku. Tidak tau diri" Asano junior masih mengomel ditempatnya.
"Ga--"
"Diam. Ren. Aku belum selesai bicara" Asano junior menyela perkataan Ren, sahabatnya.
Sang sahabat hanya menghela napas lelah, disaat seperti ini kemana tiga orang temannya yang lain. Menyebalkan.
"Dengar Asano" Ren berkata dengan nada yang dingin.
"Apa?" Tanya Asano junior malas.
"Kalau kau masih mencintainya jujur saja. Tidak usah sok-sokan benci dan semacamnya" tandas Ren.
Asal kalian tahu. Asano junior bisa saja menipu semua orang tapi tidak dengan Ren. Tingkat kepekaannya sangat tajam. Asano benci itu.
"Siapa bilang"
"Ha. Seorang Asano tidak akan pernah bisa menipuku" jawab Ren bangga.
Asano junior mendecih kesal. "Sialan"
"Lagipula itu salahmu sendiri. Kenapa mau-maunya jalan dengan Rio"
"Dia yang ingin. Aku tidak tega menolaknya"
"Omong kosong. Bilang saja kau mulai menyukainya" tajam Ren.
Dia bersikap seperti ini agar sahabatnya itu mau mengatakan perasaannya yang sebenarnya. Dengan segaja ia memancing emosi Asano junior tersebut.
Asano menatap tajam sahabatnya. Berani-beraninya dia bilang seperti itu tepat didepan wajahnya langsung.
"Kau tahu kan kalau Rio menyukaimu. Apa susahnya menolaknya dan menemui pacarmu saja"
Asano memejamkan kedua matanya. Perdebatannya dengan sang sahabat akan makan waktu yang lama. Sepertinya.
Dengan sabar Asano menjawab pertanyaan Ren yang seperti menyudutkannya.
"Oke. Aku masih menyukainya. Puas?" Tandas Asano. Sungguh ia tidak ingin mengatakannya meski didepan sang sahabat.
Ren tersenyum puas. Akhirnya. Usahanya tidak sia-sia. Ren manganguk mengerti.
"Sudah puas kan? Sekarang pulang lah"
"Hei-hei.. kau bahkan belum memberiku minum. Aku tamu kalau kau lupa"
"Bodo amat. Cepat sana pulang" usir Asano.
Untung ya, ini sahabatnya. Kalau tidak mungkin saja Ren sudah mengajak Asano ke rel kereta api. Menunggu kereta api lewat dan mendorong Asano junior untuk ketengah.
Karena memang sudah mendapat jawabannya, Ren menurut dan pulang. Meninggalkan Asano yang sedang menggerutu kesal.
"Kemarin aku sudah bicara dengannya. Rasa bencinya membuatku repot" ujar pemuda berambut biru.
"Kalau aku beda lagi. Setelah berdebat panjang akhirnya aku dapat jawabannya. Dia masih menyukainya" kata pemuda berponi aneh itu.
"Lagipula kenapa kita yang harus repot mengurusi mereka berdua!" Kata Nagisa kesal.
"Sudahlah. Bantu aku saja, aku sudah muak mendengar celotehan Asano setiap waktu" ujar Ren.
Mereka -Ren dan Nagisa bekerja sama untuk menyatukan Karma dan Gakushuu kembali. Lebih tepatnya Nagisa dipaksa oleh Ren untuk membantunya.
"Lalu. Apa kata Asano?" Nagisa bertanya dengan nada penasaran.
"Dia masih menyukai Karma" Nagisa melotot sempurnya. Menatap Ren tidak percaya. "Sungguh?!" Ren mengangguk mantap. Memang itu faktanya.
"Besok ajak Karma kesini. Aku akan ajak Asano kesini juga"
"Jam?"
"10 pagi" Nagisa menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
Setelah sepakat, mereka berdua akhirnya pulang kerumah masing-masing. Dan memikirkan cara bagaimana mengajak sang sabahat untuk keluar besok pagi.
Esok harinya Nagisa memantapkan langkahnya menuju kerumah Karma yang jaraknya tidak bisa dibilang dekat itu. Nagisa jalan kaki sambil memikirkan cara merayu sang sahabat.
Setengah jam kemudian, Nagisa sampai juga dikediaman Akabane. Rumahnya sepi karena memang hanya ada Karma didalam sana. Orang tua sang sahabat sedang dalam perjalanan untuk bisnis diluar kota. Meninggalkan Karma sendirian dirumah. Bagus.
Nagisa menetuk pintu rumah Karma berkali-kali sambil sesekali menekan bell. Sungguh. Ini Karma masih tidur atau segaja tidak membukakan pintu untuknya. Karena kesal Nagisa menekan bell berkali-kali dan mengetuk pintu rumah Karma dengan tidak sabaran.
"Berisik!" Seruan marah bersamaan dengan pintu yang terbuka. Menampilkan sosok Karma yang sepertinya baru saja bangun tidur. Karena rambut Karma jelas terlihat sangat berantakan sekarang. Yang ditanggapi dengan kekehan Nagisa, tanpa dosa.
"Ada apa?" Tanya Karma tajam. Karena masih tidak rela acara tidur paginya diganggu. Pagi? Ngomong-ngomong ini sudah siang. Jam 9 pagi menurut Karma masih pagi dan masih layak untuk tidur.
Nagisa mendorong tubuh Karma kebelakang. Melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah Karma.
"Ayo siap-siap" kata Nagisa. Sudahlah, bicara langsung saja. Tidak usah merayu-merayu Karma. Itu akan butuh waktu yang sangat lama.
"Ha?" Menatap Nagisa bingung dan mengangkat satu alisnya.
"Cepat mandi dan segera berangkat"
"Kemana?" Karma merasa kesal tiba-tiba. Ada apa dengan sahabat kecilnya ini. Perasaannya tidak enak. Sungguh.
"Sudahlah. Cepat mandi, akan aku ceritakan nanti" paksa Nagisa dan mendorong Karma untuk masuk kedalam kamar mandi.
Cukup dengan waktu sepuluh menit bagi Karma untuk menyegarkan kembali tubuhnya. Begitu masuk kedalam kamar, ia bisa melihat Nagisa yang tengah mengacak-acak seisi lemarinya.
Karma semakin mengerutkan alisnya, kenapa sih. Kakinya melangkah kesal kearah pemuda yang tidak cocok dipanggil laki-laki tersebut.
"Nagisa, berhenti" kata Karma dan menghentikan tangan Nagisa.
"Aku masih belum menemukan baju yang cocok buatmu" kata Nagisa dan bermaksud untuk mengacak-acak lemari Karma lagi. Sudah cukup.
Karma menarik Nagisa agar mundur kebelakang. Dengan acak ia langsung mengambil kaus oblong warna putih polos dan kemeja merah kotak-kotanya. Dipadu dengan celana jeans selutut yang sangat cocok untuk Karma.
"Hm.. itu tidak buruk juga. Sekarang ayo berangkat langsung saja" ajak Nagisa setelah melirik kearah jam dinding yang terpasang didalam kamar Karma.
"Mau kemana sih? Kalau mau aneh-aneh aku tidak mau" jelas Karma. Jengah juga dia sebenarnya dari tadi. Sungguh mencurigakan.
Nagisa memutar kedua bola matanya malas. Sungguh, dia terpaksa melakukan ini. Dengan sekuat tenaga Nagisa menarik tangan Karma untuk keluar dari rumah.
"Sudah aku bilang. Hari ini aku mau belajar dirumah. Pulang sana!"
Baru saja Ren menapakkan kakinya kedalam kamar Gakushuu telinganya sudah menangkap suara yang tidak enak didengar.
Ren menulikan telinganya dan tetap melangkah masuk, memghampiri Gakushuu yang tengah duduk dimeja belajarnya. Rajin sekali anak Ketua Dewan yang satu ini.
Dengan paksa Ren merebut pensil yang Gakushuu gunakan. Membuat Gakushuu menggeram marah. Ren menarik paksa Gakushuu untuk bangun.
"Lepas!" Tajam Gakushuu. Ren melepaskan Gakushuu dan beralih kelemari Gakushuu. Mengambil baju Gakushuu dan memberikannya kepada sang pemilik.
"Ngapain?" Tanya Gakushuu heran.
Ren mengendikkan dagunya, menyuruh Gakushuu untuk mengambil baju miliknya. Setelah baju ada ditangan Gakushuu, Ren kembali bicara. "Cepat ganti baju. Kita keluar sekarang" kata Ren.
"Sudah aku bilang ha--"
"Terserah apa katamu. Cepat ganti baju sekarang" potong Ren.
Setelah Gakushuu masuk kedalam kamar mandi, Ren keluar dari kamarnya dan menemui Ketua Dewan. Terpaksa Gakushuu menurut, Ren tidak akan mudah untuk menyerah.
"Bapak Ketua Dewan" panggil Ren dan membungkuk sopan kearah ayah sahabatnya itu.
Asano Gakuhou menurunkan korannya dan menatap sahabat sang anak penasaran. "Hari ini aku akan mengajak Gakushuu keluar. Mohon izinnya" kata Ren. Sudah kebiasaan Ren kalau mau mengajak Gakushuu keluar harus izin pada Ketua Dewan terlebih dahulu.
"Terserah kau saja" jawab Ketua Dewan datar. Bisa-bisanya Gakushuu tahan tinggal serumah dengan Siluman Lipan ini. -Ren.
Ren tesenyum paksan dan undur diri. Tidak tahan lama-lama ada didekat Ketua Dewan. Hawanya mencekam.
Setelah kembali kekamar Gakushuu, Ren bisa melihat Gakushuu sudah siap. Tanpa menunggu lama lagi, Ren langsung menarik tangan Gakushuu keluar. Gakushuu tidak perlu repot-repon minta izin lagi, sudah hapal dengan kebiasaan Ren. Jadi mereka langsung berangkat.
"Aku mau balik pulang" datar Gakushuu. Sungguh, ia malas sekali keluar hari ini. Ren menggelengkan kepalanya. Dan tetap membawa Gakushuu ketempat yang akan dia tuju nanti.
Pukul 10 tepat, Nagisa berhasil membawa Karma dengan selamat sampai tujuan. Wajah mereka berdua masih mulus, menandakan mereka tidak sempat untuk berkelahi saat menuju ketempat ini.
Nagisa segera membawa Karma ke meja yang sudah ia pesan kemarin. Meja untuk empat orang. Karma mendengus malas. "Ngapain sih, kesini" kata Karma.
"Sudahlah, diam saja. Karma" timpal Nagisa. Karma memutar bola matanya malas.
"Bangsat!" Umpat Karma saat pertama kali menolehkan kepalanya kebelakang dan melihat ada seseorang dibelakangnya. Orang yang dibelakangnya tak kalah terkejutnya dan dengan secepat kilat melirik kearah sang sahabat.
"Jelaskan sekarang" tajam Gakushuu.
"Duduk dulu" tenang Ren. Kembali, menarik Gakushuu agar duduk dengan tenang. Sedangkan Karma sudah merapalkan kata umpatan kepada Nagisa sedari tadi.
"Sekarang kalian bisa bicara. Aku dan Nagisa pergi dulu" kata Ren dan mengajak Nagisa untuk pergi.
"Sialan" gumam Karma saat Ren dan Nagisa sudah pergi. Meninggalkannya sendirian dengan makhluk kurang ajar yang sekarang ada didepannya.
Sedangkan Gakushuu hanya diam dan memandang kearah Karma.
"Bangsat"
bersambung...
next episode 2 :)
