Pair: NaruSasu
Rated: T
Genre: Romance
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: Alternative Universe, Shounen-Ai, Maybe OOC, Typo(s), etc.
Don't like, don't read!
~ Our's Story ~
Chapter 1
Sasuke's POV
Aku tidak percaya ini. Benar-benar tidak bisa diterima! Sungguh memalukan untukku harus melakukan ini. Bayangkan saja, bagaimana mungkin, seorang Uchiha sepertiku, harus berjalan kaki di tengah teriknya panas matahari seperti ini? Benar-benar bukan gaya seorang Uchiha.
Ini semua gara-gara Aniki. Kalau saja dia tidak menyuruhku untuk tinggal bersamanya di Konoha, tentunya aku tidak perlu mengalami nasib seperti ini. Pulang pergi sekolah dengan berjalan kaki. Cih, tidak lucu!
Seandainya saat ini aku masih berada di Oto, aku pasti sedang duduk manis di dalam mobil jemputan. Tanpa aku harus kepanasan dan keringatan seperti ini.
Kuteguk cola dingin yang ada di tanganku. Sekedar untuk membasahi tenggorokanku yang terasa kering. Sesekali, kuseka keringat yang mengalir di pelipisku.
Haah... Panas sekali sih? Apa neraka sedang bocor ya? Atau sedang ada perbaikan sistem kontrol panas pada matahari? What the- pikiran macam apa itu? Sepertinya otakku mulai tidak beres karena kepanasan.
Dalam sekali teguk, kuhabiskan sisa cola dalam kaleng. Dengan asal, kulempar kaleng kosong itu ke belakang.
Bletaak!
Ouugh!
Dapat kudengar dengan jelas suara seseorang yang sedang menggaduh kesakitan. Tapi aku tidak mau ambil pusing, itu sama sekali bukan urusanku.
"Hei, kau! Berhenti!"
Aku tersentak saat kurasakan seseorang mencekal lenganku dengan kuat.
Kutatap tajam sosok pemuda yang ada di hadapanku. Apa sih maunya? Seolah paham dengan pertanyaan non verbal yang kuucapkan, ia menunjukkan kaleng kosong di tangannya.
"Kau yang melempar kaleng ini, bukan?" tanya pemuda itu.
Sekilas, kulirik kaleng itu sebelum mengiyakan pertanyaannya.
"Kalengmu ini mengenai kepalaku, Bocah!" desis pemuda itu sambil meremas kaleng cola di tangannya.
Twitch!
Dahiku berkedut mendengar kata-katanya. Apa dia bilang tadi? Bocah? Enak saja dia mengataiku bocah.
Kusentakkan dengan keras tangannya yang mencekal lenganku.
"Kalau begitu, kau sedang sial, Dobe! Lagipula, siapa yang kau panggil bocah, heh?" sergahku kesal.
"Ck, mulutmu besar juga rupanya. Dasar, Teme!" kata pemuda itu sambil tertawa kecil.
Apa-apaan orang ini? Setelah mengataiku bocah, sekarang seenaknya saja dia memanggilku teme!
Benar-benar menyebalkan! Apa dia sengaja mau cari gara-gara denganku?
"Aku bukan bocah!" seruku disertai dengan death glare andalanku.
"Hm... I see. Seragam SMP yang bagus, Adik manis," sindir pemuda itu dengan senyum lebarnya yang menyebalkan.
"Jangan panggil aku, Adik manis! Aku bukan adikmu, Dobe! Aku juga bukan anak SMP. Aku sudah kelas satu SMA, tapi karena seragamku belum jadi, terpaksa sampai saat ini, aku masih mengenakan seragam SMP-ku."
Ck, Bodoh! Kenapa aku jadi repot-repot menjelaskan panjang lebar begitu padanya? Aku mendengus sendiri menyadari kekonyolanku.
Dari sudut mataku, kulihat pemuda itu tersenyum.
"Begitu ya? Tapi tetap saja, kau lebih muda dariku, Adik manis," kata pemuda itu sambil mengacak-acak rambutku.
Hei! Apa-apaan dia? Dengan kasar kutepis tangannya dari kepalaku. Enak saja dia menyentuh rambut kebanggaanku. Kalau bukan karena nama Uchiha yang kusandang, sudah kutonjok mukanya.
Pemuda itu terkekeh melihat reaksiku.
"Kau lucu sekali, Adik manis. Tadinya aku mau marah padamu, tapi melihatmu, marahku jadi hilang."
What? Lucu? Apalagi ini? Aku mendelik kesal pada sosok pemuda di hadapanku itu.
Baru kali ini, aku mengalami hari dimana aku mendapatkan banyak sebutan dari orang yang sama. Pertama Bocah, lalu Teme dan Adik manis, sekarang Lucu. Berikutnya apalagi?
"Okay, aku harus pergi sekarang. See you next time, Dear," kata pemuda itu sambil berlalu dari hadapanku. Dibuangnya kaleng kosong di tangannya ke tempat sampah terdekat.
Tanganku mengepal erat mendengar sapaan terakhirnya tadi. Ingin sekali rasanya kulempar kembali kaleng kosong itu ke kepalanya.
Ya Tuhan. Sepertinya hari ini benar-benar hari sial untukku.
.
.
.
Normal POV
"Tadaima~..." kata Sasuke pelan saat memasuki apartement-nya. Sunyi. Tidak ada jawaban. Tentu saja, di apartement ini, ia hanya tinggal berdua bersama Aniki-nya, Itachi.
Setelah meletakkan tas dan mengganti baju seragam. Sasuke langsung menghempaskan badannya di tempat tidur. Capek sekali rasanya. Dipejamkan matanya sejenak, menikmati semilir angin yang bertiup dari jendela kamarnya yang terbuka.
Baru saja ia terlelap, ia sudah dikejutkan oleh suara benda jatuh dari luar kamarnya.
Sontak Sasuke membuka matanya lebar-lebar. Sepertinya ada seseorang yang sedang berbicara di ruang tengah. 'Apa Aniki sudah pulang?' tanya Sasuke dalam hati.
Didengarkannya baik-baik suara itu. Tubuhnya menegang setelah yakin kalau itu bukan suara Itachi. Segera ia bangkit dari tempat tidur.
Perlahan ia berjalan mendekati pintu kamarnya. Dibukanya sedikit sampai ada cukup celah untuk mengintip ke ruang tengah.
Kosong. Tidak ada orang. Sasuke membuka lebar pintu kamar dan keluar. Suara itu masih terdengar. Sepertinya dari arah dapur.
Hati-hati Sasuke berjalan ke arah dapur. Diraihnya sebuah vas bunga di meja untuk berjaga-jaga.
Gotcha! Itu dia. Sasuke melihat sesosok asing yang tengah asyik bicara lewat handphone, sampai dia tidak menyadari kehadirannya.
Perampok!
Hanya itu yang ada dipikiran Sasuke. Perlahan ia mendekati sosok asing itu. Tiba-tiba saja sosok itu berbalik, terkejut, refleks Sasuke memukulkan vas bunga yang ada di tangannya.
Mendapat serangan tiba-tiba, sosok itu tidak sempat melakukan perlawanan. Darah segar tampak mengalir dari kepalanya. Sesaat kemudian, sosok itu jatuh tersungkur ke lantai. Pingsan.
Terengah-engah, Sasuke menatap sosok yang diam tak bergerak itu. Ia masih belum beranjak dari tempatnya berdiri.
Diamatinya sejenak sosok itu. Setelah memastikan kalau sosok itu benar-benar pingsan, Sasuke beranjak ke ruang tengah dan segera menghubungi Itachi, memintanya untuk segera pulang.
Sasuke menunggu Itachi dengan gelisah. Sesekali, ekor matanya melirik ke arah dapur. Ia merasa sedikit khawatir. Bagaimana kalau perampok itu tiba-tiba sadar? Atau, bagaimana kalau perampok itu mati kehabisan darah?
Untung saja, tidak lama kemudian Itachi datang.
"Kau baik-baik saja 'kan, Otouto?" tanya Itachi cemas. Dibolak-balikkannya badan Sasuke. Memastikan tidak ada luka di tubuh adik semata wayangnya itu.
"Hn. Aku tak apa, Aniki. Yang harus kau khawatirkan itu perampoknya," kata Sasuke.
Itachi mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang tengah, "Mana perampoknya, Sasuke?"
"Di dapur," jawab Sasuke seraya menunjuk dengan dagunya.
Tanpa buang waktu, Itachi menuju ke dapur. Ditemukannya sesosok tubuh yang terkapar di lantai.
Perlahan Itachi mendekati sosok itu. Itachi tampak mengerutkan dahi saat melihat sosok itu. Entah kenapa, rambut pirang jabrik yang kini basah memerah karena darah itu, sepertinya familiar sekali di matanya.
Jangan-jangan... Jantung Itachi berdetak lebih cepat. Dengan hati-hati dibalikkannya sosok itu.
Mata Itachi terbelalak lebar saat matanya mengenali sosok itu.
Ternyata dugaannya tepat.
"SASUKE~! APA YANG KAU LAKUKAN PADANYA~?" seketika teriakan Itachi menggema di seluruh sudut ruangan.
.
.
.
"Pasien sudah sadar. Silahkan kalau ingin menjenguk," kata suster yang baru saja keluar dari kamar rawat inap.
Mendengar itu, Itachi langsung berdiri dari kursi tunggu.
"Terima kasih, Suster," ucap Itachi tersenyum.
Setelah suster itu pergi, dialihkan pandangannya pada Sasuke yang duduk diam di sebelahnya. Saat ini mereka sedang ada di RS. Sudah dua hari semenjak kejadian hari itu.
"Sasuke, kau ikut masuk denganku!" perintah Itachi tegas.
Tanpa membantah, perlahan Sasuke bangkit dan mengikuti Itachi masuk ke dalam ruang rawat.
Di ranjang pasien, tampak seorang pemuda duduk bersandar pada bantal yang ditumpuk. Melihat kedatangan mereka, pemuda itu tampak tersenyum.
Itachi pun membalas senyuman pemuda itu. Sementara Sasuke memalingkan muka, sedikit salah tingkah.
"Hai, Naruto. Bagaimana keadaanmu?" sapa Itachi.
"Hm... Lumayan," jawab Naruto masih tersenyum.
"Maaf ya, untuk insiden dua hari yang lalu. Adikku tidak sengaja melakukannya," kata Itachi sambil melirik Sasuke yang berdiri di belakangnya.
Naruto tersenyum lagi, "Tak apa. Aku bisa mengerti alasannya."
Itachi menarik Sasuke mendekat dan memberinya isyarat untuk minta maaf.
Meski dengan enggan, Sasuke akhirnya mau melakukannya juga.
"Maaf," kata Sasuke singkat, tanpa menatap ke arah Naruto.
Itachi mendelik melihat kelakuan adiknya itu. Tapi Naruto justru tertawa kecil.
"Kau tidak berubah ya, Adik manis. Senang bertemu denganmu lagi," kata Naruto di sela tawanya.
Sasuke berdecak sebal mendengar kata-kata Naruto. Sementara Itachi terlihat sedikit bingung.
"Bertemu lagi? Memangnya kalian pernah bertemu sebelumnya?" tanya Itachi penasaran.
"Ya. Dua hari yang lalu. Kami bertemu secara tidak sengaja di jalan karena insiden yang hampir sama," jawab Naruto seraya menatap Sasuke. "Bukankah begitu, Adik manis?"
"Jangan panggil aku dengan sebutan seperti itu, Dobe!" desis Sasuke kesal.
Itachi melotot mendengar kata-kata Sasuke, "Bicaralah dengan sopan, Otouto."
"Hn," Sasuke hanya menanggapi teguran Itachi dengan kata ajaibnya.
"Hah~ sudahlah. Ohya Naruto, kata dokter, besok kau sudah boleh pulang. Bagaimana kalau untuk sementara, kau tinggal di apartement kami?" tawar Itachi.
Naruto terdiam, ia tampak mengerutkan dahi menimbang tawaran tersebut.
"Ayolah... Lagipula, kau terluka karena ulah Sasuke 'kan? Jadi, biar sekalian dia yang merawatmu selama masa pemulihan," kata Itachi sebagai perintah tak langsung pada Sasuke yang kini tengah mendelik kesal padanya.
Naruto melirik Sasuke sekilas, tidak ada salahnya ia menerima ajakan itu. Akhirnya ia memutuskan untuk menyetujui ajakan Itachi. 'Sepertinya akan menyenangkan,' pikir Naruto dalam hati.
.
.
.
Sasuke membolak-balikkan badan tak nyaman di sofa. Berkali-kali ia berdecak kesal. Sesekali diliriknya Naruto yang kini tengah duduk santai di ranjangnya sambil membaca buku. Dalam hati ia meruntuki keputusan Itachi, yang dengan seenaknya menyuruh si pirang itu untuk tidur sekamar dengannya.
"Kau belum tidur, Sasuke?" tanya Naruto seraya meletakkan buku di meja samping tempat tidur.
"Hn."
"Sudah kubilang 'kan? Kau tidur saja di sampingku," kata Naruto sambil menepuk-nepuk sisi kiri ranjang.
"No. Thanks!" jawab Sasuke menutupi wajahnya dengan bantal.
Naruto mengernyitkan dahi, "kenapa sih, kau ngotot sekali tidur di sofa? Memangnya kenapa kalau kita tidur seranjang?"
Sasuke hanya diam saja. Tidak menjawab.
"Hm… kau mencurigakan sekali, Sasuke. Kita ini sama-sama laki-laki, bukan? Kenapa kau harus menolak tidur seranjang denganku? Atau… jangan-jangan…"
"What?" sergah Sasuke sambil membuka bantal yang menutupi wajahnya.
"Kau gay ya?" goda Naruto sambil menyeringai lebar.
"Brengsek!"
Kata-katanya barusan membuat Naruto sukses mendapat sumpah serapah plus timpukan bantal dari Sasuke.
"Ahaha… aku hanya bercanda, Adik manis," kata Naruto sambil menahan tawa melihat ekspresi Sasuke yang kini tengah mendelik padanya.
"Diam kau, Dobe!" sergah Sasuke. Dengan kesal ia berjalan mendekati ranjang. "Aku bukan gay. Idiot! Aku normal! Akan aku buktikan itu!" desis Sasuke seraya tidur membelakangi Naruto diranjang.
Naruto tersenyum kecil mendengarnya. 'Bukan gay ya?' lirih Naruto dalam hati.
To Be Continued...
A/N: Hallo, minna-san…
Rasanya sudah lumayan lama Ai ga publish fic. *lirik2 doc. Manag yang tinggal 2 file*
Kali ini Ai bikin multhichap NaruSasu. Mohon maaf kalau chapter ini pendek, karena ini Ai buat di note FB, hehe...
Sankyuu buat yang udah mau ngeluangin waktu untuk baca.
Ditunggu feedback-nya ya… ^_^
