Kau selalu saja membohongiku dan semua temanmu dengan senyum palsumu...
Kau tidak pernah jujur dengan perasaanmu sendiri...
Kau selalu saja mengingkari janjimu kepadaku...
Tapi...
Walaupun begitu...
Aku tidak bisa membencimu...
Karena aku... Sangat mencintaimu...
Kebohonganmu di Bulan November
A Naruto Fanfiction
Desclaimer : Masashi Kishimoto
Rated : T
Genre : Romance, Angst, Friendship, Hurt/Comfort, Slice of Life
Warning : AU, OOC, Chara death
Didedikasikan untuk FLORE 2015
Theme : Winter
Happy Reading!
Don't like, don't read!
Senin, 2 November 2015, di musim yang sangat dingin, aku bertemu denganmu…
ooo
Ino's POV
Namaku adalah Yamanaka Ino. Aku biasa dipanggil Ino. Semua orang mengira aku adalah seorang pianis muda yang sangat berbakat. Mungkin, mereka bisa berpikir begitu karena setiap aku tampil diatas panggung, aku selalu berhasil membawakan lagu dengan sempurna tanpa ada kesalahan apapun. Tapi sebenarnya, mereka salah.
Sangat salah.
Sudah lama, aku tidak bisa mendengar bunyi alunan piano yang kumainkan sendiri. Walaupun aku berusaha memainkannya sebaik dan sekeras mungkin, aku tetap saja tak bisa mendengarnya. Aku bahkan tidak bisa lagi merasakan nada piano itu mengalir dalam tubuhku. Seolah semua tentang piano atau apapun itu menghilang dari diriku.
Semua itu terjadi semenjak kepergian ayahku. Ayahku meninggal di usiaku kelima tahun. Beliau adalah orang tua sekaligus guru untukku. Dia yang pertama kali mengajarkan aku cara bermain piano dan akhirnya membuatku menjadi pianis berbakat seperti ini. Namun, sayang. Ayahku menderita penyakit terminal yang penderitanya sudah tidak mungkin bisa diselamatkan lagi. Dan akhirnya, ia pergi meninggalkanku, untuk selamanya.
Sejak saat itu, aku sudah tidak bisa lagi mendengar alunan pianoku walaupun aku berusaha untuk mendengarnya. Piano selalu mengingatkanku pada ayahku. Karena itu, aku tidak pernah bisa fokus lagi dalam hal bermain piano. Tidak banyak yang tau soal ini. Hanya ibuku dan kedua sahabatku, Sasuke dan Sakura saja yang mengetahuinya. Karena itu, mereka berusaha untuk mengembalikanku seperti dulu lagi. Berbagai usaha apapun mereka lakukan walaupun sebenarnya sia-sia saja. Seperti saat ini...
ooo
Aku berdiri di depan sebuah piano di dalam ruang musik sekolahku. Aku terkejut melihat tumpukan partitur di atas, pinggir, belakang piano, sampai di jendela pun digantung banyak sekali partitur. Aku tau, pasti Sasuke dan Sakura lah yang melakukannya. Itu sudan menjadi kebiasaan mereka meletakkan banyak partitur agar aku mau latihan lagi. Tapi, tetap saja. Sekeras apapun aku berlatih, aku masih tetap tidak bisa mendengar suara pianoku.
PRANG!
Tiba-tiba saja aku mendengar suara kaca pecah. Kemudian disusul dengan sesuatu benda yang tiba-tiba menimpa kepalaku. Aku terjatuh dan semuanya menjadi gelap…
Tidak. Aku tidak pingsan. Aku masih membuka mataku. Hanya saja rasanya kepalaku pusing sekali. Sampai sulit untuk bangun. Benda yang tadi mendarat di kepalaku benar-benar menghantam kepalaku dengan sangat baik. Aku yakin, orang yang melemparnya adalah seorang pelempar yang hebat.
Tak lama kemudian, aku mendengar suara pintu terbuka. Dan terlihatlah dua orang masuk ke ruang ini. Yang satu adalah seorang cewek berambut pink dan yang satunya adalah cowok berambut raven. Mereka adalah sahabatku. Haruno Sakura dan Uchiha Sasuke.
"Kyaaa! Ada mayat!" jerit Sakura kencang. Apa ? Aku dibilang mayat ?
"Jangan sembarangan, Sakura. Ini kan aku" ujarku kesal.
"Kau nggak apa-apa kan Ino ?" tanya Sasuke khawatir.
"Iya, aku nggak apa-apa. Sekarang, aku mau tanya sama kalian berdua. Siapa yang sudah memecahkan kaca ruang ini ?! Apa kalian tau, baru kemarin kaca disini diganti karena pecah kena bola kenap sekarang di bikin pecah lagi sih ?!" ujarku kesal. Mereka berdua diam. Tak ada niat menjawab. Mungkin takut melihat raut wajah kesalku.
"Bukan kami yang bikin pecah kacanya" ujar Sakura.
"Lalu siapa ?"
"Naruto" jawab Sasuke enteng.
"Eh ?!"
"Tadi, kami main lempar bola salju. Tapi aku nggak tau kalau Naruto membungkus bola kastinya dengan salju. Ia melempar kearahku namun aku menghindar. Hasilnya, ya seperti ini jadinya" jelas Sasuke.
"Ya ampun, anak itu..." ujarku frustasi.
"Sudahlah, nggak usah dipikirkan. Kamu buat saja laporan tentang kesalahan Naruto. Lalu berikan laporan itu pada guru. Nanti dia juga akan dihukum" saran Sakura. Aku mengangguk mengerti.
"Oh ya, Ino. Pulang sekolah kau ada acara nggak ?" tanya Sasuke.
"Kayaknya nggak ada. Emang kenapa ?" tanyaku.
"Aku ingin mengenalkanmu dan Sakura pada seseorang. Pulang sekolah nanti, kumpul di taman dekat gedung konser musik ya" ujar Sasuke.
"Ok" jawabku dan Sakura bersamaan.
ooo
Aku sudah sampai di taman dekat gedung konser. Keadaan taman cukup sepi. Maklum, sekarang sedang musim dingin. Semua orang lebih memilih berada di rumah dan menghangatkan diri ketimbang pergi keluar di cuaca sedingin ini. Berbeda dengan diriku. Ya, aku melakukannya hanya untuk menepati janji teman-temanku.
Tiba-tiba saja, aku mendengar sesuatu. Sebuah melody. Seperti alunan biola. Alunan yang sangat indah.
Karena didorong rasa penasaranku, aku pergi mencari asal suara itu. Sampai akhirnya, aku tiba tak jauh dari danau yang ada di taman ini. Kulihat di tepi taman itu, ada seorang pemuda yang sedang asyik memainkan biolanya. Ia memainkan biola dengan sangat baik. Mungkin ia sangat menghayatinya.
Aku tertarik memperhatikannya. Kalau kupikir-pikir, dia punya wajah yang lumayan juga. Pemuda itu memiliki rambut dan mata berwarna hitam dengan kulit putih seperti salju. Kalau diperhatikan lebih jauh lagi, dia jadi mirip dengan Sasuke. Tapi mungkin, ini hanya perasaanku saja.
Ia berhenti meminkan biolanya. Sepertinya lagunya sudah selesai. Tiba-tiba saja ia menoleh kearahku. Matanya yang hitam pekat sekelam langit malam itu menatapku dengan tatapan aneh. Aku tidak bisa melepaskan tatapanku darinya. Seolah aku telah terhipnotis olehnya. Ia benar-benar telah menghipnotisku. Kalau kulihat sekali lagi, di sudut matanya terlihat sedikit cairan bening keluar dari matanya. Kenapa ? Kenapa dia menangis ? Apa sesuatu telah terjadi padanya ?
"Onii-chan!" suara panggilan seorang anak kecil membuyarkan lamunanku. Dari arah berlawanan, kulihat 3 orang anak sedang berjalan menghampiri pemuda itu. Mereka terlihat sangat manis dan polos.
"Kenapa kau menangis ?" tanya si anak yang berambut coklat.
"Aku tidak menangis. Aku hanya terbawa suasana saja" jawab si pemuda sambil menyeka air matanya.
"Nii-chan, kau bohong ya ? Kau bilang jika kau memainkan biolamu disini, para angsa itu akan datang" kini si anak berambut hitamlah yang bicara. Terdengar dari nada bicaranya, sepertinya dia kesal.
"Aku tidak bohong, kok. Memang biasnya begitu. Mungkin permainan biolaku kurang menarik kali ya" ujar si pemuda.
"Yah…" keluh ketiga anak itu kecewa.
"Kalau begitu, maukah kalian membantuku memanggil para angsa itu ?" tanya si pemuda sambil berjalan menuju tas ranselnya. Tak lama kemudian, ia mengeluarkan 3 buah benda. Sebuah pianika, sebuah harmonika, dan sebuah rekorder. Ketiga anak itu terlihat senang. Mereka segera berlari menghampiri pemuda itu sambil mengambil alat musik mereka masing-masing.
Setelah persiapan selesai, si pemuda plus ketiga anak itu mulai memainkan alat musik mereka masing-masing. Mereka terlihat sangat kompak. Si pemuda bisa memimpin ketiga anak itu lewat permainan biolanya dengan sangat baik. Mereka membuatku kagum. Tanpa kusadari, tanganku bergerak sendiri, meraih handphone yang ada di saku celananku. Aku lalu membuka aplikasi kamera lalu memotret mereka.
Permainan mereka pun selesai. Kulihat para angsa banyak yang menghampiri mereka. Ketiga anak itu langsung berhambur menghampiri angsa-angsa itu. Sementara si pemuda hanya berdiri sambil tersenyum kearah mereka.
Aku membuka handphone-ku. Kulihat kembali foto yang baru saja kuambil. Aku sangat kagum dengan mereka. Terutama dengan si pemuda. Dia terlihat sangat dekat dengan anak-anak itu. Aku tidak tau pasti apa hubungan mereka. Tapi, jarang sekali ada pemuda seusianya yang dekat dengan anak-anak. Kalau kulihat dari pakaian yang dikenakannya, ia adalah anak SMA yang satu sekolah denganku. Kan jarang sekali ada anak SMA yang mau dekat-dekat dengan anak kecil. Contohnya adalah aku sendiri.
"Hei, apa tadi kau memotretku ?" ucapan sang pemuda sukses membuatku terlonjak kaget. Apalagi saat ini wajahnya tepat berada didepan wajahku. Kapan dia muncul didepanku ?
"E-eh, apaan sih ? Ge-er banget. Siapa juga yang mau memfotomu ?" ujarku gugup.
"Bohong. Kalau tidak foto, kenapa sekarang kau gugup ?" ujarnya. Eh ? Dia menyadarinya.
"Sudahlah, berikan saja HP-mu!" ujarnya memaksa.
"Tidak mau" jawabku sambil berusaha menghindarinya.
"Berikan!"
"Tidak mau!"
"Jangan melawanku!"
Akhirnya, aku kalah juga. Dia berhasil mengambil HP-ku. Hah, biarkan sajalah. Aku sedang malas berdebat.
"Lumayan bagus juga. Nih" ujarnya sambil mengembalikan HP-ku.
"Eh ? Tidak jadi dihapus ?"
"Tidak."
"Kenapa ?"
"Buat kenang-kenangan."
"Eh ?"
"Kau nge-fans sama aku kan ? Kalau begitu, simpanlah. Anggap saja itu hadiah dariku. Jarang kan ada fans yang bisa dapat foto idolanya secara dekat dan langsung begitu" ujarnya percaya diri.
"Heh! Jangan sembarangan! Aku ini tidak nge-fans padamu ya!" omelku kesal. Aku kesal dengan rasa percaya dirinya yang terlalu tinggi itu.
"Sudahlah, mengaku saja."
"Sudah kubilang tidak! Sebaiknya kau diam atau—"
"Eh, jadi kalian sudah bertemu ya ?" ujar seseorang di belakangku. Aku menoleh dan mendapati Sasuke dan Sakura berjalan mendekati kami.
"Sasu-chan ?" panggil si pemuda menyebalkan. Jadi, dia kenal Sasuke. Tunggu. Dia tadi panggil apa ? Sasu-chan.
"Jangan pangil aku seperti itu, Sai. Kau ini benar-benar menyebalkan" ujar Sasuke. Tadi, Sasuke memanggil pemuda itu dengan nama Sai. Apa itu namanya ya ? Selain itu, mereka berdua dekat sekali. Apa hubungan mereka ya ?
"Ino, Sakura. Hari ini aku ingin memperkenalkan Sai pada kalian" ujar Sasuke.
"Sai, ini namanya Sakura. Sakura, ini namanya Sai. Dia ini adalah saudara kembarku" ujar Sasuke memperkenalkan Sai pada Sakura, begitu juga sebaliknya.
Tunggu ? Sai itu kembarannya Sasuke ? Bagaimana bisa ? Sejak kapan Sasuke punya kembaran ?
"Aku Haruno Sakura. Senang bertemu denganmu, Sai-kun" ujar Sakura.
"Wah, kau manis sekali Sakura-chan!" puji Sai. Kalau kulihat sih, sepertinya Sai menyukai Sakura, begitu juga dengan Sakura.
"Nah, yang ini namanya Yamanaka Ino. Ino, dia adalah Sai. Mungkin, kau agak bingung karena tidak pernah melihatnya. Sai ini sejak kecil tinggal di Korea dengan nenekku" ujar Sasuke kini padaku.
"Eh, jadi kau temannya Sasuke juga ya ? Kalau gitu, maafkan aku ya atas ketidaksopananku" ujarnya sambil membungkuk. Sok sopan. Namun…
"Tapi, kau ini menyebalkan. Jelek, tidak seperti Sakura-chan. Gendut lagi—"
BLETAK!
Dengan waktu satu detik, seuah pukulan berhasil kulayangkan di kepala si pucat Sai itu.
"Ittai. Kenapa kau memukulku ?" tanya Sai.
"Karena kau menyebalkan" jawabku.
"Hei Sai, kalau kau disini terus, kau akan terlambat. Acaranya dimulai sebentar lagi lho" ujar Sasuke.
"Benar juga" ujar Sai. Ia segera bergegas merapikan semua isi tasnya, lalu melenggang pergi.
"Sampai jumpa nanti, Sasu-chan, Sakura-chan" ujarnya pada Sasuke dan Sakura.
"Sampai jumpa nanti, Inorin" ujar Sai sambil mengedipkan sebelah matanya lalu kabur.
Inorin ? Panggilan macam apa itu ?
"Hei, ayo kita juga harus pergi" ujar Sasuke.
"Kemana ?" tanyaku.
"Tuh" tunjuk Sasuke kesebuah bangunan di seberang. Gedung konser musik.
"Ada audisi hari ini. Kita harus datang dan menontonya" ujar Sasuke. Setelah itu, kami pun pergi menuju gedung itu.
ooo
Ternyata, hari ini Sai mengikuti kompetisi biola. Sudah banyak yang hadir untuk menonton. Sudah banyak pula para peserta yang sudah tampil. Kini, tibalah giliran Sai yang tampil.
Di panggung, terlihat Sai yang baru saja naik ke atas panggung. Ia memakai setelan jas berwarna biru dengan kemeja putih. Di tangannya, sudah ada biola dan juga penggeseknya. Dibelakang Sai, terlihat seorang gadis muda memakai gaun ungu yang duduk di depan piano. Sepertinya, dia adalah pengiring Sai.
Kompetisi pun dimulai. Sai membuka permainan biolanya dengan sangat baik, membuat para penonton terlihat takjub. Begitu juga Sakura. Matanya sudah berbinar-binar melihat penampilan Sai saat ini.
Awalnya, permainan Sai memang sangat bagus. Ia bisa menyesuaikan dirinya dengan pengiringnya. Namun, lama kelamaan permainannya jadi berantakan. Ia tidak menyesuaikan alunan biolanya dengan sang pengiring. Sepertinya, ia sengaja melakukannya. Walaupun dia berhasil membuat penonton kagum, namun karena ini adalah kompetisi, ia tidak bisa bermain seenaknya. Hal seperti inilah yang mengurangi poinnya.
Kompetisi Sai pun selesai. Setelah menerima komentar dari juri, ia segera turun dari panggung. Aku, Sakura, dan Sasuke segera menemuinya.
ooo
"Permainanmu tadi keren sekali. Tapi, kenapa semua juri mengomentarimu seperti itu ya ?" tanya Sakura.
"Hal seperti itu memang dilarang dalam kompetisi. Sang violis harus bisa menyesuaikan dirinya dengan pengiringnya. Kau memang boleh bermain sesuka hatimu jika kau sedang konser tunggal. Tapi di kompetisi, itu hanya membuat poinmu berkurang" jelasku.
"Wah, kau tau banyak soal kompetisi ya" ujar Sai.
"Tentu saja."
"Tapi, syukurlah kau tidak didiskualifikasi. Kau masih bisa lanjut ke babak selanjutnya" ujar Sasuke.
"Kalau begitu, bagaimana jika di babak selanjutnya, kau yang jadi pengiringku ? Ino, kau mau kan ?" pinta Sai. Aku terdiam mendengar permintaannya. Sebenarnya, ak terkejut bagaimana ia bisa tau aku bisa bermain piano. Tapi, mungkin dia tau itu dari Sasuke. Yang kupikirkan sekarang adalah bagaimana cara menolaknya. Karena aku yakin aku tidak akan bisa menjadi pengiring yang baik untuknya.
"Maaf, aku tidak bisa."
"Kenapa ?"
"Ada hal yang sangat buruk telah terjadi padaku. Aku sudah tidak bisa bermain piano dengan baik lagi. Maafkan aku ya. Kau cari pengiring yang lain saja" ujarku. Dan kami semua pun terdiam. Semoga saja dia bisa mengertiku.
ooo
Keesokkan harinya, pulang sekolah…
"Hei, ayo ikut aku" ujar Sai sambil menarik tanganku. Ia membawaku sambil berlari ke suatu tempat. Atap sekolah.
"Hosh… Hosh… Kau ini apa-apaan sih ? Kenapa tiba-tiba menarikku ?" tanyaku sesampainya kami di atap sekolah.
"Hah… Hah… Aku ingin kau mau mendengarkanku" ujar Sai.
"Mendengarkan apa ?"
Ia lalu berdiri tegap kemudian tiba-tiba saja membungkukan tubuhnya di depanku.
"Tolong jadilah pengiringku. Aku ingin bermain bersamamu. Aku mohon" ujar Sai.
"Kenapa kau ini keras kepala sih ? Aku kan sudah bilang aku tidak mau!" ujarku.
"Kau tidak mau karena kau takut mengecewakanku kan ?" tanyanya.
"Apa ?"
"Aku sudah tau semua tentangmu. Sasuke sudah menceritakan semuanya kepadaku" ujar Sai.
"Aku sudah tau semuanya. Termasuk tentang ayahmu" lanjutnya.
"Kau…"
"Ino, kau tidak boleh terus seperti ini. Ayahmu tidak akan senang jika melihatmu begini. Kau harus kembali menjadi dirimu yang dulu" ujar Sai.
"Aku tau. Tapi aku tidak bisa" jawabku.
"Sekeras apapun aku mencobanya, aku tidak akan bisa mendengar suara pianoku lagi. Tidak akan…" lirihku. Kalau mengingat itu semua hatiku semakin sakit. Sangat sakit.
"Kau hanya perlu mengembalikan kepercayaan dirimu saja" ujar Sai bijak.
"Huh ?!"
"Sekarang, ayo ikut aku!"
"Kemana ?"
"Ke tempat dimana kau bisa mendapatkan kembali kepercayaan dirimu lagi" uajr Sai.
Tempat mendapatkan kembali kepercayaan diriku lagi ? Tempat apa itu ?
ooo
Sekarang aku dan Sai sudah sampai di tempat itu. Tempat dimana aku bisa mendapatkan kembali kepercayaan diriku lagi. Sebuah panti asuhan. Apa sih maksud Sai membawaku kesini ? Memang tempat ini bisa ya ?
"Aku datang!" ujar Sai ceria begitu ia masuk ke dalam panti.
"Selamat datang, Sai-kun!" ujar salah satu pengurus panti. "Mereka semua sudah menunggumu di dalam."
"Baiklah."
Sai lalu membawaku ke sebuah ruangan dengan papan bertuliskan "Ruang Musik" di pintu masuknya. Begitu kami masuk, kami pun disambut oleh banyak sekali anak kecil disana.
"Sai nii-chan, kami sudah menunggumu!" teriak mereka girang. Mereka segeram berhambur dan memeluk Sai. Sai terlihat seperti ayah untuk anak-anak ini. Ia terlihat begitu dekat dengan mereka.
"Are ? Sai-nii, apa onee-chan itu pacarmu ?" tanya salah satu anak dengan nada polosnya. Sontak kami berdua berteriak karena kaget.
"Mana mungkin sih Yumi-chan. Kakak gendut itu tidak mungkin jadi pacarku yang ganteng ini kan ?" ujar Sai pede.
BLETAK!
Satu jitakan dariku sukses mendarat kembali di kepalanya. Hal itu sontak membuat anak-anak itu menjauhiku karena ketakutan.
"Jangan seperti itu, kau membuat mereka takut" ujar Sai. Aku hanya memasang wajah cemberut.
"Ok, semuanya. Hari ini kita mulai pelajarannya ya! Kalian mau belajar apa ?" tanya Sai.
"Pianika!" jawab anak-anak itu kompak.
"Ok, keluarkan pianika kalian!"
ooo
Jadi begitu. Aku baru mengerti. Ternyata, Sai adalah guru musik bagi semua anak-anak panti ini. Mereka terlihat sangat senang diajari musik oleh Sai. Sai juga terlihat senang bisa mengajari mereka. Ternyata, Sai yang orangnya seperti itu punya sisi lain yang baik juga ya. Aku benar-benar kagum padanya.
"Onii-chan, aku ingin belajar piano!" ujar anak kecil yang tadi dipanggil Yumi oleh Sai.
"Begitukah ? Baiklah, ayo kita belajar ujar Sai.
Sai pun mengajari Yumi dengan sabar. Ia menyuruh Yumi menekan not-not dari lagu Twinkle Little Star. Sai bernyanyi pelan untuk mengiringi permainan Yumi.
"Inorin, bisa kau bantu Yumi memainkan pianonya ?" tanya Sai.
"Eh ? Aku ?"
"Iya."
Aku menoleh menatap Yumi.
"Kumohon, onee-chan!" ujar Yumi sambil memasang puppy eyes. Hah, kalau sudah begini, mau bagaimana lagi. Aku akan membantunya.
Aku mulai menekan not-not pengiring not utama dari lagu itu. Lama-kelamaan aku turut ikut dalam permainan Yumi. Tanpa sadar, aku menggerakkan jariku dengan lincah. Aku terkejut. Aku bisa memainkan piano lagi. Aku bisa mendengarnya lagi. Aku sangat senang. Benar-benar senang.
Tapi…
WUSHHH…
Tiba-tiba saja, bayangan ayahku yang sedang terbaring dirumah sakit kembali terlihat olehku. Aku terkejut dan langsung menghentikan permainanku. Aku tidak bisa lagi mendengar suara piano lagi. Aku kembali kehilangan.
"Maafkan aku" hanya itu yang bisa kukatakan. Semuanya terdiam. Begitu juga dengan Sai.
ooo
Acara mengajar pun selesai. Kami pun pamit pulang. Karena hari sudah gelap, Sai memutuskan untuk mengantarku pulang.
"Apa kau sudah mendapatkan kepercayaan dirimu lagi ?" tanya Sai. Aku menggeleng.
"Tadi hampir. Lalu hilang" jawabku.
"Kau hanya perlu berlatih untuk melepaskan. Dengan begitu, kau pasti bisa kembali lagi" ujar Sai.
"Ya, terima kasih" ujarku.
"Untuk apa ?"
"Karena sudah memberiku saran. Aku cukup senang hari ini" jawabku.
"Sama-sama" ujarnya sambil tersenyum.
Hening menyelimuti kami. Tidak ada satu orang pun yang niat membuka suara.
"Yah, sudah kuduga kau ini memang keras kepala. Tidak seperti Sakura-chan" ujar Sai tiba-tiba . Eh ? Apa maksudnya ? Kenapa tiba-tiba ia membeda-bedakanku dengan Sakura.
Aku jadi kesal. Yang dia pikirkan hanya Sakura saja. Apa mungkin ya Sai menyukai Sakura ?
"Sai, apa kau suka Sakura ?" tanyaku penasaran sekaligus iseng.
"Hm, sepertinya" jawabnya. Entah kenapa, mendengar jawabannya membuatku sakit hati. Kenapa tiba-tiba begini ? Tidak mungkin aku cemburu padanya kan ?
"Kau cemburu ?" tanya Sai.
"Eh ? Tidak kok" jawabku bohong.
"Bohong."
"Beneran! Mana mungkin aku suka padamu! Masih banyak cowok lain yang lebih baik darimu!" ujarku kesal. Apa ak keterlaluan ya ?
"Begitu ya. Sepertinya kau benar" ujar Sai.
"Sai, aku…"
"Kau ini manis, pintar, juga baik. Aku yakin suatu saat nanti kau pasti akan mendapat orang yang akan melindungi dan menyayangimu selamanya" ujar Sai smabil tersenyum tulus.
Sai… Jangan tatap aku seperti itu. Kalau kau menatapku seperti itu, aku malah jadi jatuh cinta padamu…
ooo
"Sampai sini saja ya" ujar Sai. Saat ini kami ada di perbatasan rel kereta. Rumah kami berlainan arah jadi Sai hanya bisa mengantarku sampai disini.
"Soal jadi pengiringku, apa kau mau bersedia ?" tanya Sai. "Ini adalah penawaranku yang terakhir. Jika kau menolak, aku tidak akan menganggumu lagi."
Aku terdiam. Aku menatapnya dalam. Aku jadi teringat beberapa saat yang lalu.
Flashback
"Kenapa kau mengajar di panti asuhan itu ?" tanyaku setelah kami berjalan agak jauh dari panti asuhan.
"Kenapa bertanya ?"
"Aku hanya mau tau saja."
"Hm, well… Bagaimana ya ?"
"Eh ? Jangan-jangan kau sendiri bingung."
"Aku mengajar hanya keinginanku saja kok."
"Huh ?!"
"Jika kita memiliki sesuatu yang bisa kita berikan kepada orang lain, kenapa tidak kita lakukan ? Aku… hanya ingin bisa memberikan sedikit ilmuku saja pada orang lain. Selama aku masih bisa hidup di dunia ini, aku tidak akan menyia-nyiakan hidupku sedikitpun. Akan kulakukan yang terbaik agar aku tidak menyesal setelah aku pergi nanti."
Setelah mengatakan kata-kata bijaknya itu padaku, aku baru menyadari sesuatu, bahwa selama ini aku hanya menyia-nyiakan hidupku…
Flashback end
"Hei, kok bengong ?" ujar Sai membuyarkan lamunanku.
"Eh ?! Maaf" jawabku.
"Jadi bagaimana ? Kau bersedia ?" tanyanya penuh harap.
Aku menatapnya lalu tersenyum.
"Akan kuusahakan semampuku" ujarku. Sai terlihat sangat senang mendengar perkataanku. Ia lalu tersenyum sangat hangat dan tulus.
"Terima kasih, Ino."
To Be Continued
ooo
Gimana ceritanya? Bagus gk? Ff ini didedikasikan untuk FLORE 2015. Cerita ini terinspirasi dari anime Shigatsu wa Kimi no Uso (Kebohonganmu di Bulan April) namun dengab banyak perubahan. Chapter keduanya akan diupdate cepat. Semoga kalian suka. Review please...
