Haloha minna san….

Apa kabar?*readers:banyak bacot lo!*,

he he.. ini fanfic pertama ttixz loh…*pamer*..

mudah-mudahan minna suka ya!*puppy eyes*

karena author masih baru dan masih belum tau seluk-beluk dunia per-fanfiction-an, maka dari itu author minta tolong untuk diberikan petunjuk lagi. Mudah-mudah para senpai mau bersedia dengan ikhlas hati dan jiwa raga untuk memberikan masukan yang berguna*menunduk*, juga dalam fic ini masih banyak kesalahan penulisan yang disengaja maupun tidak sengaja, ttixz mohon maaf kalo ada yang tersungging gitu*eh, tersinggung ya? Salah nulis nih!*. author bener-bener minta maaf deh*menunduk lagi*.

Terima kasih sudah mau mbaca..

He he..

Title:

I'm sorry, I Love You

(wkwkwkwk,,gag tau mau ngasih judul apa, jadi ngasih judul ini aja.. Aneh ya? Pasti aneh banget kan?*pundung*)

Pairing:

SasuNaru, KibaNaru,..

(mmm.. sekarang sih baru itu aja, belum tau nanti.. hue hue he)

Gendre:

Romance, Angst, Hurt/Comfort,..

(gag jelas ah*dilempar balik ke asrama*)

Disclaimer:

Oom ku Masashi Kishimoto*digampar*

Rated:

T(gag jelas gitu*smirk*)

Nggak suka? Ya, Ngaak usah dibaca..

(nggak pake bahasa inggris, nanti ada yang nggak ngerti pula*digepengin*)

He he he..

Happy reading minna..

Chapter 1

Normal POV.

Seorang pemuda yang berusia sekitaran 16 tahun terlihat berlari-lari kecil menghindari panas, mata birunya yang indah tampak jalang mencari tempat untuk berteduh. Sekali-kali dia mengipas-ngipaskan tangannya untuk mengurang rasa panas yang mendera tubuhnya, baju seragam yang melekat ditubuhnya mulai penuh dengan keringat yang mengalir memenuhi punggungnya yang membuat baju yang dipakainya menjadi basah dengan peluh. Terlihat baju seragam putihnya yang melekat dengan punggung belakangnya, sehingga memperlihatkan kulit kecoklatannya yang mempesona.

Wajahnya yang tadinya berwarna sama dengan kulitnya, terpaksa harus berubah warna menjadi memerah karena kepanasan. Setelah beberapa menit berlari, dia tampaknya menemukan tempat yang pas untuk berteduh. Kakiny berbelok menuju pohon yang berjarak sekitar 5 meter dari tempat dia berdiri, tangannya tak henti-hentinya menghapus peluh yang mengalir dari dahinya. Didudukkannya pantanya di akar pohon-yang entah apa namanya- yang timbul karena usia pohon yang termasuk sudah tua(?).

Wajahnya yang masih memerah mulai kembali normal ke warna aslinya. Dia mengeluarkan buku dari dalam tas selempangnya dan mulai mengipas-ngipaskannya ke tubuhnya untuk mengurangi jumlah keringat yang terus mengucur dari tubuhnya, wajahnya terlihat kelelahan. Angin yang berhembus pelan pada cuaca sepanas ini berhasil membuat pemuda ini menjadi mengantuk, tampak pada matanya yang mulai terlihat menutup. Sepertinya dia lupa tujuan utamanya untuk pergi menuntut ilmu, saat matanya hampir tertutup sepenuhnya dia mendengar seseorang yang dikenalnya sedang memanggil namanya.

"oi,.. Naruto.. sedang ngapain kau disana? Sebentar lagi gerbang sekolah akan tutup!" teriak seorang pemuda dari kejauhan 10 meter. Pemuda itu terlihat membawa payung coklat untuk melindungi dirinya dari panas yang menyengat pagi ini, tipe-tipe pemuda narsistik yang selalu menjaga kesehatan kulitnya*author aja kalah! Wkwkwk!*

Mendengar namanya dipanggil dengan keras, pemuda yang ternyata bernama Naruto itupun tidak jadi menutup kedua kelopak matanya, matanya beralih menatap kearah remaja lelaki di depannya yang baru saja memanggil namanya.

Pemuda ganteng(atau malah cantik?) yang membawa payung berwarna coklat, dengan mata tajam berwarna hitam. Pipinya yang agak tembem dibingkai dengan tatto berbentuk segitiga berwarna merah tepat dibagian bawah matanya, menambah kesan imut yang sudah menempel pada dirinya.

Naruto menghembuskan nafasnya pelan dan bangkit berdiri dari duduknya, setelah merapikan buku yang dia keluarkan dari tas selempangnya. Naruto mendekati Kiba, dia menyipitkan matanya saat panasnya sinar matahari langsung mengenai kedua matanya yang terbuka, sehingga mengakibatkan goresan-goresan garis tipis yang memanjang sebanyak tiga garis di setiap pipinya terlihat sangat jelas saat dia mengernyitkan wajahnya menahan panas.

Naruto terdiam tepat didepan wajah Kiba. Kiba membulatkan matanya.

"nani ka? Kok kau diam disitu? Ayo masuk kedalam payungku! Apa kau mau terlambat masuk sekolah?" tanya Kiba.

Naruto menggelengkan kepalanya dan tersenyum, lalu dia menggerakkan bibirnya membentuk suatu kalimat. Kiba tampak memperhatikan dengan seksama agar dia bisa mengerti apa yang dikatakan oleh pemuda didepannya itu.

"sankyuu ne Kiba! Untung kau datang membawa payung, aku jadi tertolong!" ucap Naruto riang.

Kiba tersenyum lembut, ada perasaan hangat yang melingkupinya saat dia bersama dengan pemuda yang bernama Naruto itu. Naruto menarik tangan Kiba dengan bersemangat.

"ayo jalan!" ucapnya.

Kiba tersenyum lagi, dan mulai mengikuti setiap langkah semangat Naruto yang sudah berjalan didepannya. Tiba-tiba Kiba tertawa pelan teringat dengan pertemuan pertama kalinya dengan Naruto yang super hiperaktif itu. Semenjak bertemu dengan Naruto, Kiba merasa hidupnya berubah menjadi lebih berwarna dan lebih berarti karena Naruto terus memperlihatkan senyumnya yang hangat kepadanya. Kepada dirinya. Kepada seorang Kiba Inuzuka.

Flashback mode : ON.

Kiba's POV.

Sepertinya aku harus merubah status pelajar yang ku pegang menjadi status seorang pelari 100 meter. Bayangkan saja, sudah hampir setengah jam aku terus berlari-lari menghindari gerobolan anak perempuan yang terus mengejar dan mengincarku dari tadi pagi di sekolah. Padahal aku masih kelas 3 SMP, tapi aku terlihat sudah seperti artis papan atas yang berlari menghindari kemera serta para reporter TV yang ingin meliput berita gossip palsu tentangku. Sebenarnya bukan aku yang salah dalam adegan mengejar dan kabur ini, hanya saja masalahnya sudah berlangsung dari semalam sore di sekolah. Para perempuan dikelasku yang sangat amat berisik dan egois itu terus memaksaku untuk datang keacara puncak festival sekolah yang diadakan sekali setiap tahunnya. Aku sudah menolaknya dengan baik-baik dan dengan segala macam alasan yang menurutku masuk akal, namun mereka tetap saja memaksaku untuk datang keacara itu. Kata mereka, kalau aku datang keacara malam puncak festival itu, dan duduk didepan stand kelasku-yang menjual berbagai macam tetek bengek yang nggak penting itu-, bakalan banyak anak perempuan dari kelas dan sekolah lain yang datang keacara malam puncak itu menghampiri stand kelasku, dan kelasku akan meraup untung yang banyak*dasar otak-otak pebisnis*.

Aku terang saja menolaknya, lagipula untuk apa aku datang kesana hanya untuk duduk-duduk dan menjual tampangku pada perempuan yang berisik itu? Sangat-sangat nggak selevel dengan klan Inuzuka, lebih menyenangkan lagi bermain-main dengan anjing kesayanganku Akamaru. Walau sudah kutolak mentah-mentah, mereka tetap saja terus memaksaku. Padahal walaupun aku tidak datang, pasti acara malam puncak itu tetap saja ramai, karena disekolahku juga banyak anak-anak cowok yang wajahnya diatas rata-rata, bukan hanya aku. Setelah berhasil lolos dari kejaran perempuan-perempuan yang mengerikan itu disekolah, aku malah bertemu dengan mereka lagi digame center didaerah perbelanjaan dikota ini.

Dan disinilah aku, walaupun selamat dari adegan mengejar dan berlari, aku malah tersesat ditempat yang aku tak tau dimana rimba dan asalnya.

"SHIT!" teriakku kesal. Kenapa pula aku bisa tersesat dan masuk kearea ini? Batinku geram.

Mataku terus berkeliaran mencari-cari celah agar bisa keluar dari tempat asing ini. Kakiku berjalan mengikuti jalan setapak yang sudah ada didepanku. Aku memasang kewaspadaan tingkat tinggi, takut kalau ada binatang buas yang akan menyerangku saat aku lengah kehabisan tenaga nantinya.

Berjalan dan terus berjalan, hanya itu saja yang dapat aku lakukan sekarang ini. Aku melirik kearah jam tanganku, sudah hampir setengah jam aku terus berjalan tanpa arah dan tujuan. Aku terlihat seperti anak yatim piatu yang tidak ada rumah untuk ditinggali dan terlunta-lunta hidup sendirian dijalan, tanpa teman, tanpa keluarga, tanpa kerabat, dan tanpa orang yang mau menolongku.

Aku tersenyum miris, saat kulihat lagi jam tanganku yang menunjukkan sudah hampir pukul enam sore, dan itu tandanya sudah sudah 4 jam lebih aku tidak ada dirumah. Sial, sial, sial, andai saja aku membawa handphoneku, maka aku tidak perlu khawatir akan tersesat seperti ini. Baiklah, besok aku akan membunuh semua teman perempuan kelasku yang mengakibatkan aku menjadi seperti ini.

Aku mendesah panjang. Tiba-tiba kupingku yang peka ini mendengar bunyi seperti daun yang bergesekan dengan tanah. Aku kembali memasang kewaspadaanku yang sempat terbengkalai tadi. Dengan perlahan, aku menuju kearah sumber suara mencurigakan tadi. Aku sedikit menyibakkan rumput yang menggangu penglihatanku, aku sangat terkejut melihat 'benda' yang berada kurang dari 2 meter didepanku ini.

Seorang lelaki sedang duduk, atau malah tertidur dengan punggung yang menyender pada batang pohon yang besar tepat didepanku, dia memakai baju berlengan panjang yang berwarna oren di tambah dengan garis –garis panjang hitam. Baju yang dipakainya tampak kebesaran, tampak dari celana pendek sedengkul yang dipakainya tertutupi dengan baju oren tadi. Tubuh mungil dengan wajah yang imut sedang tidur dengan pulasnya, tidak menyadari kalau hari sudah hampir malam. Aku mengurungkan niatku saat hendak membangunkannya, tapi akau tidak bisa diam saja ketika mengingat matahari yang sudah tenggelam.

Dengan perlahan tapi pasti, aku mengguncang pelan tubuh itu. Pemuda itu tampak terganggu saat aku membangunkannya(jelas saja). Dia mengerjap-ngerjapkan matanya, rasa bersalah mulai merasuki tubuhku karena sudah lancang telah membangunkannya. Mata pemuda yang tadinya terpejam tampak membuka pelan, aku terkejut ketika melihat bola mata pemuda itu. Aku terdiam seketika. Bola mata indah berwarna biru menghiasi matanya, ditambah dengan bulu mata lentik yang membingkai matanya, membuat matanya terlihat sempurna didepanku. Aku terus memandanginya tanpa berkedip. Seketika aku tersadar ketika merasakan tangan hangat sedang menggoyang-goyangkan lengan tanganku, ternyata pemuda itu yang melakukannya.

"ah! Gomen! Maaf karena sudah membangunkanmu!" ucapku cepat.

Pemuda itu menganggukkan kepalanya dan tersenyum ramah padaku. Sesaat kemudian, kulihat dia berbicara padaku, tapi aku sama sekali tak mendengar suaranya. Aku mengernyit.

"maaf! Kau barusan bilang apa?" tanyanku lagi. Aku benar-benar tidak tau apa yang dia katakan. Pemuda itu tersenyum lagi dan berbicara lagi, aku mengernyit lagi karena tidak bisa mendengar suaranya lagi. Yang terlihat olehku hanya mulutnya yang seperti sedang mengucapkan sesuatu, tapi aku tak bisa mendengar suaranya. Tiba-tiba aku tersadar dan teringat sesuatu. Seseorang yang berbicara tapi tidak mengeluarkan suaranya, bukankah itu adalah ciri-ciri seorang tunarungu?

Jangan-jangan dia..

"eum.. maaf.. em.. apakah kau seorang.. em.. maksudku..seorang..em.. tunarungu?" tanyaku sopan, takut membuatnya tersinggunng.

Pemuda didepanku diam. Aku merasa sedikit bersalah saat melihatnya terdiam begitu, tapi aku kembali lega saat melihatnya tersenyum, bahkan menyengir lebar sambil mengangguk padaku.

Aku menelan ludahku, selama ini aku belum berpengalaman berbicara dengan seorang tunarungu. Aku terdiam sesaat. Kulihat pemuda didepanku berbicara lagi, aku mencoba mengartikan perkataan yang baru saja diucapkannya. Ternyata susah sekali bisa mengerti perkataan seseorang hanya dari gerakan mulutnya saja.

"maaf, bisa kau ulangi lagi?" tanyaku ragu.

Dia tersenyum, pemuda ini sangat suka sekali tersenyum. Dia mengulangi perkataannya tadi. Aku memperhatikan gerakan mulutnya dengan seksama, aku tersenyum karena kali ini aku bisa mengerti apa yang diucapkannya.

"a-na-ta ga ko-ko ni wa na-ni ka?(1)" tanyanya.

Aku tersenyum.

"aku tersesat. Apa kau mengenal daerah sini? Bisakah kau menunjukkan jalan keluar dari sini?" jawabku disambung dengan sederet pertanyaan.

Dia mengangguk mengerti.

"da-i-jō-bu ka? Saa wa-ta-shi ni shi-ta-gau(2)!" ucapnya, kemudian dia berdiri dan membersihkan dedaunan yang sedikit menempel pada bajunya yang kebesaran itu.

"chotto matte!" tahanku memegang tangannya."aku belum tau namamu! Saa anata no namae wa nani desuka?" tanyaku dengan wajah yang memanas, untung saja sekarang sudah hampir malam, jadi aku bisa menyembunyikan warna wajahku yang sedikit memerah.

Pemuda itu memandang wajahku lama sebelum menjawab pertanyaanku. Aku jadi salah tingkah dibuatnya, aku membuang mukaku kearah lain untuk menghindari tatapannya.

"hm.. wa-ta-shi no na-mae wa NA-RU-TO de-su yo!" jawabnya. Untuk kali ini, aku sepertinya mulai bisa mengerti apa yang dikatakan olehnya tanpa menyuruhnya mengulang lagi. Aku tersenyum lembut.

"Naruto ka? Watashi wa Kiba deso yo! Dozo yoroshiku!" ucapku memperkenalkan namaku dan mengulurkan tanganku untuk menjabat tangannya. Dia tampak ragu untuk menjabat tanganku, tapi akhirnya dia menerima juga uluran tanganku.

"yo-ro-shi-ku Ki-ba san e!" ucapnya.

Aku tersenyum, perasaan hangat mulai mengalir deras memenuhi tubuhku. Baru kali ini, hanya dengan berjabat tangan saja bisa membuat jantungku berdebar-debar kencang. 'Naruto'. Hanya menyebut namanya saja sudah bisa membuat wajahku kembali memanas. Perasaan apa ini?

Aku terus mengikuti kemana arah kaki Naruto berjalan, dia berbelok akupun ikut berbelok, aku terus mengikuti langkah pelannya dengan berdiri disampingnya dalam diam. Hingga akhirnya beberapa menit telah kami habiskan untuk berjalan, tak terasa aku dan Naruto sudah sampai ditempat yang aku kenali. Dan disinilah Naruto berhenti. Entah perasaan apa yang memenuhiku saat Naruto berhenti dan berkata sesuatu.

"ta-sshi-te i-tta!(3)" ucapnya.

Tidak tau mengapa, aku merasa kecewa dengan pertemuan yang singkat dengan Naruto seperti ini. Aku menginginkan pertemuan ini agak sedikit lebih lama, pertemuan dimana aku bisa berbincang-bincang dengannya tanpa ada waktu dan tempat yang menggangu. Aku menghela nafas panjang.

"na-ni ka?" tanya Naruto padaku.

Aku menggeleng pelan. Aku menatap wajahnya lama, terlihat semburat merah dipipinya saat aku memandangnya seperti itu.

"na.. na-ni ka Ki-ba san? Ke-na-pa me-man-dang ku se-per-ti i-tu?" tanyanya kemudian menundukkan wajahnya.

"tidak apa-apa! Hanya saja, kau tak usah berbicara lambat-lambat seperti itu padaku. Karena aku pasti bisa mengerti apa yang kau katakan!" ucapku kemudian, tidak mencoba menjawab pertanyaannya. Aku sendiri juga tidak tau kenapa aku memandang wajahnya seperti tadi itu.

Naruto mengangguk mengerti, lalu dia tersenyum lembut. Aku menyukainya. Aku menyukai seyumannya.

"baiklah. Kalau memang itu mau Kiba san, te..!" ucapnya lagi.

"juga, jangan memangilku dengan embel-embel san, sepertinya kita seumuran. Panggil saja namaku dan jangan terlalu formal padaku." Ucapku cepat, memotong perkataannya.

Dia mengangguk lagi.

"nee.. Kiba! Sepertinya aku harus pergi sekarang, hari sudah hampir malam. Aku pasti dimarahi oleh Iruka san nanti!"

'cepat sekali' batinku.

"baiklah Naruto!" ucapku pelan, aku tidak bisa lagi menyembunyikan rasa kecewaku. Naruto mengangguk dan mengucapkan kalimat perpisahan sebelum dia benar-benar meninggalkanku.

"watashi-tachi wa mata au hi made!(4)"

Aku hanya bisa diam melihatnya mulai pergi menjauh dari pandanganku. 'ware-ware wa futatabi au koto ga arimasu, Naruto!(5)' batinku.

Baru kali ini didalam hidupku aku barharap dapat menjumpai lagi seseorang yang baru beberapa menit aku kenali.

End of Kiba's POV

Flashback mode : OFF.

Normal POV.

Kiba tersenyum mengingat semua awal pertemuannya dengan Naruto, mungkin seumur hidup dia tidak akan pernah melupakan momen itu. Untungnya sekarang dia dapat bertemu dengan Naruto lagi. Ternyata Naruto juga masuk ke SMA yang sama dengan Kiba, Kiba kaget saat melihat seseorang yang sangat mirip dengan Naruto, dikiranya orang tersebut hanya hayalan saja. Ternyata orang itu benar-benar Naruto yang selalu diimpikannya. Naruto yang selalu paling ingin ditemuinya.

Thank's GOD! Ternyata kami-sama mengabulkan doa yang dipanjatkannya setiap malam agar bertemu lagi dengan orang yang dirindukannya.

Mereka berdua terus berjalan dalam diam. Naruto yang memberikan senyumannya kepada setiap orang yang melewatinya, dan Kiba yang terus memikirkan pemuda yang berada di sampingnya itu. Tak terasa mereka sudah sampai didepan gerbang sekolah kebanggan mereka. Sekolah yang bernama 'Konoha kōtō gakkō', sekolah yang menjadi impian seluruh pelajar dikota Konoha gakure ini.

Kiba menghentikan langkahnya.

"ne Naruto, kita sudah sampai!" ucap Kiba sambil menatap Naruto.

"ya! Jumpa lagi Kiba!" balas Naruto dan pergi menjauh menuju kelasnya.

Kiba memandangi kepergian Naruto dengan senyuman diwajahnya. Kiba merasakan nasibnya kurang beruntung saat diketahuinya bahwa dia tidak sekelas dengan Naruto.

"hhhh…" Kiba menghela nafas panjang, dan tidak menyadari bahwa dia masih menggunakan payung coklatnya.*kiba, kiba. Sampe segitunya!*

Naruto terlihat berjalan dengan santai melewati koridor kelasnya yang panjang. Langkahnya terhenti tepat didepan pintu kelasnya, matanya tertuju pada pengumuman yang tertempel dipintu kelasnya.

PERHATIAN. PERHATIAN.

BAKALAN ADA PEMILIHAN KETOS, JADI SIAPA SAJA YANG MENJADI PARTISIPAN DIHARAPKAN. INGAT. DIHARAPKAN UNTUK MEMILIH CALON KETOS SEKOLAH KITA TERCINTA INI YANG BERNAMA:

UCHIHA SASUKE.

INGAT. UCHIHA SASUKE.

HANYA UCHIHA SASUKE.

AWAS KALAU KALIAN TIDAK MEMILIHNYA, BAKALAN DAPAT GANJARAN YANG SETIMPAL.

BY : SASUKE-SAMA~~ FANS CLUB.

Naruto mengernyitkan dahinya saat membaca pengumuman yang ditempel dengan menggunakan karton ukuran besar didepan pintu kelasnya itu.

'apa-apaan ini? Ini namanya deskriminasi!' batin Naruto sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Dia tidak memperdulikan pengumuman yang ditempel didepan pintu kelasnya itu, dia melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas dan mendapati para murid perempuan sedang berdiri dibelakang pintu yang dibukanya.

"na- nani kore?" tanya Naruto seketika, ketika melihat banyaknya murid perempuan yang mengerumuninya.

Para wanita tersebut mulai mendekati Naruto yang terdiam membatu didepan pintu kelas. Wajah mereka menampakkan seringai menyeramkan pada Naruto, seringai seakan-akan ingin memakan Naruto seketika itu juga.

"bagaimana Naruto? Apa kau sudah membaca pengumuman didepan pintu kelas?" tanya seorang murid perempuan berambut pirang panjang yang memakai baju dan rok yang super seksi dan ketat. Wajahnya mendekat kewajah Naruto.

"I-Ino san e! apa maksudnya?" tanya Naruto dengan wajah pucat.

Ino memundurkan wajahnya dari wajah Naruto.

"seseorang, tolong artikan apa yang dikatakan oleh bacah ini! Ten Ten, tolong kau artikan!" perintah Ino galak.

"baik Ino-sama! Dia bilang 'apa maksudnya?' Ino-sama!" jawab perempuan yang bernama Ten Ten itu.

"hm.. kau tak mengerti eh?" tanya Ino sarkatis. "maksudnya.. adalah.. kau harus memilih orang yang bernama 'UCHIHA SASUKE' pada saat pemilihan ketos nanti, Naru-chan! Ku-ri-a? Je-las?"

Naruto menelan ludahnya.

"bukankah itu disebut dengan deskriminasi? Lagipula aku tak mengenal seseorang dengan nama'Uchiha Sasuke' itu Ino-san, dan aku juga berniat untuk memilih Neji-senpai saat pemilihan ketua osis nanti!" jawab Naruto panjang lebar.

Ten ten menerjemahkan ucapan Naruto barusan pada Ino. Setelah mendengar perkataan Naruto, Ino tampak geram dan menarik kerah baju Naruto. Semua gadis-gadis yang ada didalam kelas berteriak ganjen, sementara para lelaki hanya memandang Naruto dengan tatapan kasihan.

"I-Ino-sama! Jangan main kasar pada seorang tunarungu!" teriak Ten Ten menyadarkan Ino yang sedang kalap, seketika Ino melepaskan gengamannya dari kerah baju Naruto dan berkata lagi.

"baik kalau itu maumu! Tapi jangan salahkan aku, kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada dirimu ini!" ucap Ino sambil mendorong tubuh Naruto menggunakan jari telunjuknya yang lentik.

Naruto menelan ludahnya lagi, dia tidak merasa takut. Hanya saja kaget melihat perubahan pada diri Ino yang biasanya kalem, sekarang berubah menjadi pribadi yang mengerikan.

"telepon Sasuke-senpai sekarang juga Ten Ten!" ucap Ino lagi.

Baru saja Ten Ten hendak mengeluarkan handphone dari saku roknya, para wanita yang tadi hanya diam saja mulai berisik.

"kyaa.. biar aku saja!"

"aku saja bodoh!"

"aku bodoh!"

"aku..!"

Teriak para wanita itu bergantian.

"DIAM KALIAN semuanya!" teriak Ino memecahkan suasana yang hingar-bingar."aku menyuruh Ten Ten yang menelepon, bukan kalian!" teriaknya lagi.

Ten Ten mengangguk dan dengan lihai mengeluarkan handphone dari saku roknya, dan mulai menelepon seseorang. Sementara Naruto masih ditahan oleh pandangan Ino yang menusuk.

"aa… moshi moshi Sasuke-senpai!" Ten Ten memberi salam pada seseorang diseberang sana, yang dipanggil dengan Sasuke-senpai.

"begini senpai, ada seseorang yang menolak untuk memilih senpai didalam pemilihan ketos nanti! Jadi bagimana senpai? Apa yang harus kami lakukan?" tanya Ten Ten dengan nada yang sangat sopan sekali.

Untuk beberapa saat, Ten Ten terdiam dan terlihat mengangguk-ngangguk tanda mengerti. Beberapa saat kemudian, dia mematikan hubungan teleponnya dengan 'Sasuke-senpai' tersebut.

"begini Ino, kata Sasuke-senpai, dia ingin melihat bocah yang telah menolak untuk memilihnya didalam pemilihan ketos nanti!" ucap Ten Ten pelan, dia menatap Naruto yang berdiri ketakutan didepan Ino.

"hem.. baiklah Ten Ten!" Ino mengeluarkan tali dari saku roknya dan mulai mengikat tangan Naruto yang menggigil ketakutan."ini hukumannya kalau kau tidak mau menuruti keinginan 'Sasuke-senpai' Naru-chan!" ucap Ino.

Naruto yang diikat tangannya berusaha melepaskan ikatannya dari tali Ino. Para siswa yang menonton dibelakang hanya diam saja, tidak berniat untuk membantu Naruto yang sedang kesulitan.

"hei kalian! Onegai shimasu! Tolong aku!" ucap Naruto. Berusaha meminta pertolongan dari teman-temannya. Segelintir orang yang mengerti apa yang dikatakan Naruto hanya diam saja, pura-pura tidak mengerti atau tidak mendengar. Sebagian lagi yang tidak mengerti hanya diam saja, dalam hatinya berkata'untung aku tidak mengerti apa yang diucapkannya! Untunglah'.

Sementara itu Naruto terus meronta-ronta minta dilepaskan.

Ino yang sudah selesai mengikat tangan Naruto, menyuruh teman-temannya untuk membawa Naruto pergi. "kalian, bawa dia ketempat Sasuke-senpai. Dan kalian semua.." ucapan Ino terpotong dan memandang teman sekelasnya yang memandangnya dengan tatapan ngeri.

"bilang pada sensei yang akan mengajar hari ini, kalau aku, Naruto dan Ten Ten izin masuk pelajaran hari ini karena sakit. Mengerti!" teriak Ino pada seluruh teman sekelasnya, lalu berlalu dari situ untuk mengikuti Naruto yang sudah dibawa lebih dulu oleh anak buahnya.

Teman-temannya hanya mengangguk-angguk takut, dan melihat kepergian Ino, Naruto dan Ten Ten dengan was-was.

TBC

Terima kasih sudah mau susah payah membaca ficku yang jelek ini..

Translate:

Kamu sedang apa disini?

Begitu ya? Ayo ikut aku.

Sudah sampai.

Sampai jumpa lagi.

Semoga kita berjumpa lagi, Naruto.

REVIEW?

And remember!

Don't flame me about the pairing. You can just flame my fic but don't flame my cutiest pairing(SasuNaru). I think i've told you about my warn, if you still want to flame my pairing, I hope you straight to press the 'back' button please. Thank you to read my warn.

Once more..

REVIEW?