KIDNAPPED

Kamichama NekoChi

Disclaimer : Naruto absolutely belongs to Masashi Kishimoto

WARNING :OOC, Gaje, bit Western, Typo(s)

Summary: "Hinata, kau harus hidup demi Tou-san." Itu hal yang selalu dikatakan ayah Hinata. Menurut Hinata, selama ini dia merasa sudah hidup, hidup untuk ayahnya. Saat ayahnya pergi, ia tidak bisa hidup. Ia hanya seperti wadah kosong. Tiba-tiba, Hinata diculik oleh seorang Pangeran Uchiha, kemungkinan besar karena tragedi penolakannya terhadap perusahaan raksasa Uchiha 4 tahun yang lalu. Tapi, ada rahasia lain. Dan Hinata merasa simpati terhadap Uchiha Sasuke perlahan-lahan. Semacam… Stockholm syndrome.

1st CHAPTER : Where is this?

Setelah beberapa kali mengerjapkan matanya, Hinata akhirnya bisa melihat dengan jelas tempat ia terbangun. Ini bukan kamarnya, jelas bukan kamarnya yang sehari-hari ia tiduri. Kamar ini memiliki tempat tidur yang lebih empuk, dan bantal yang lebih mewah. Ukurannya lima kali lipat lebih besar dibanding kamar Hinata. Sesaat Hinata merasa nyaman dengan keadaannya, menyesap aroma pagi yang khas dan memabukkan.

Tiba-tiba Hinata tersadar, ini bukan kamarnya. Paranoid, Hinata segera mengingat kejadian tadi malam, menelusuri otaknya sendiri kenapa ia bisa berada disini. Hinata ingat, tadi malam ia mengikuti pesta perayaan atas promosi jabatan teman baiknya, Namikaze Naruto, di sebuah bar. Seingatnya ia tidak minum banyak, apalagi sampai mabuk. Tapi ia pingsan, dan merasa ditolong seseorang. Semoga yang menolongnya adalah orang yang ia harapkan. Bukan om-om mesum kaya raya yang merebut keperawanannya.

Kemungkinan terakhir itu membuat Hinata merinding dan mencoba bangun, memikirkan cara untuk mencari kebenaran, tetapi kepalanya berat sekali, sangat berat bahkan untuk bangkit dari tempat tidur saja sulit sekali.

Dengan suara 'cklek' pendek dua kali. Pintu kamar yang ditempati Hinata terbuka. Seorang pemuda masuk dengan pelayan yang membawa baki makanan dibelakangnya, Hinata mengernyit, merasa mengenal pemuda ini. Ah… bagaimana mungkin Hinata lupa? Ini pria yang dikenalkan Naruto kepadanya semalam. Uchiha Sasuke… itu memang namanya.

FLASHBACK BEGINS

"Hinata-chan, kemarilah, kenalkan teman baikku dan Sakura, Uchiha Sasuke." Naruto mengajak Hinata mendekat dan berkenalan dengan pemuda yang ditunjuknya. Hinata menurut, mendekat kepada mereka bertiga, kemudian berdiri disebelah Naruto untuk menyalami pemuda bernama Uchiha Sasuke itu.

"Hyuuga Hinata" Hinata mengulurkan tangannya dengan malu-malu dan kepala tertunduk tanpa berani menatap lawannya, yang disambut dengan tangan panjang dan lentik Uchiha Sasuke, tapi tanpa membalas perkataannya, hanya mengangguk singkat lalu melepasnya.

"Dia ini sibuk sekali Hinata, jadi aku belum sempat mengenalkannya padamu. Padahal kita sudah berteman lama. Eh… Teme, Hinata ini bekerja di salah satu Perusahaan Cabang Uchiha lho!" Naruto memperkenalkan mereka lebih lanjut.

Oh ya! Hinata lupa, Uchiha… Uchiha… berarti orang ini adalah bos besarnya, jauh diatasnya bahkan lebih jauh dari yang dapat dipikirkan oleh Hinata. Hinata menepuk kepalanya sendiri, hukuman kepada dirinya atas kebodohannya.

"A…ah… iya, sesaat aku lupa kalau bekerja di Uchiha Enterprises." Hinata mengakui kebodohannya dengan tersipu dan sedikit menunduk, sedikit menyesali perkataannya, jangan-jangan ia bisa dipecat gara-gara bicara begini.

"Hahaha… Hinata-chan memang manis ya, begitu saja bisa lupa. Aku yang sedikit mabuk saja ingat." Sebenarnya Naruto bukan sedikit mabuk, tapi lebih tepat dibilang sedikit tidak mabuk, mungkin otaknya hanya bisa bekerja lima persen dari normal, dan beruntunglah lima persen hal itu adalah orang-orang disekitarnya.

Jadi Hinata hanya menunduk. Bisa membayangkan seorang gadis menunduk terdiam di lantai dansa sedangkan ia bukannya tiang? Mungkin Hinata bisa berpura-pura menjadi tiang.

Uchiha Sasuke juga tidak berdansa, tapi ia bukannya bersikap 'tiang' seperti Hinata, ia masih berpikiran jernih dan menghindari gerakan-gerakan dansa orang lain.

"Sebaiknya kalian bersenang-senang! Percuma saja pesta Naruto kalau kalian canggung begitu! Menari atau ambil minuman sana!" Sakura yang berada di pelukan Naruto ikut berbicara. Naruto dan Sakura benar-benar pasangan 'hot' saat ini. Dansa mereka berdua benar-benar aktif dan menarik perhatian.

"Baumu memuakkan, Dobe." Akhirnya Sasuke mencela Naruto, sepertinya sudah tidak tahan daritadi dan baru mengatakannya sekarang, lalu sambil menutup hidungnya Sasuke pergi dari lantai dansa itu meninggalkan mereka bertiga.

"Yah, padahal kusuruh berpasangan dengan Hinata-chan, Teme bodoh. Hinata maaf ya…"

"Naruto, Hinata baik-baik saja kok, Sayang, seperti dia bakal parkinson saja tanpa dansa dengan Sasuke. Hinata, kau minum saja dengan Sasuke, sepertinya kalian ga tertarik dansa."

"Aaah… Whatever baby, come on, move it." Naruto tidak peduli, matanya hanya tertuju pada gerakan pinggul Sakura.

Hinata juga sedikit tidak tahan dengan aroma alkohol berlebihan yang menguar dari napas Naruto, yang kini tengah menggoda kekasihnya, Haruno Sakura di lantai dansa bar dengan alunan lagu country yang pas dengan suasana bar yang tidak terlalu ramai.

Hinata menyingkir dari lantai dansa dan memberi ruang bagi orang lain yang lebih tertarik untuk menari, menuju vending machine, dan memilih soda.

"Tidak minum, eh?" Uchiha Sasuke sudah berdiri di samping Hinata, memergokinya sedang memilih soda dan bersandar santai pada tembok. Napasnya tidak menguarkan aroma alkohol, hanya mint segar yang bisa dihirup Hinata. Ia terlihat seperti orang baik. Kini Hinata dapat menelusuri fisik pemuda itu dengan lebih baik. Pakaiannya menunjukkan kelasnya, kemeja berkerah Hammer dan jins Escada serta Sneakers Nike, Hinata bahkan bisa menebak, pakaian dalamnya pasti Calvin Klein. Dengan wajah yang bisa dibilang kurang ekspresi, tetapi tampan luar biasa dengan proporsi wajah dan tubuh sempurna, yang diyakini Hinata adalah tubuh hasil kerja kerasnya. Matanya berwarna oniks kelam, tapi bersinar, dan rambut ravennya sama indahnya dengan matanya. Hinata bisa langsung memercayai Sasuke ini.

"Ti-tidak, aku tidak minum." Hinata memang berkata jujur, lagipula, ia tidak akan mampu membayar minuman dengan harga selangit itu.

"Bagaimana kalau kutraktir sedikit saja? Hanya cocktail ringan atau anggur putih?" bibir Sasuke sedikit ditarik ke belakang, menampilkan senyuman kecilnya pada Hinata.

Hinata membalas senyumnya, ia tidak bisa membiarkan Sasuke ini tersenyum sendirian, sepertinya senyumannya sangat berharga. Hinata sedikit memerah, membayangkan pemuda setampan dan sebaik ini mendekatinya saja tidak pernah, apalagi menawarinya minum. Tanpa pikir panjang, Hinata mengangguk pelan sebagai isyarat mengiyakan ajakan Sasuke.

Segelas Gin and Tonic sudah mengalir turun menuju tenggorokan Hinata. Padahal hanya segelas kecil, tapi Hinata sudah merasa seperti hangover, sesaat ia melihat tangan kekar milik seseorang menangkap tubuhnya yang lunglai sebelum kehilangan kesadaran.

FLASHBACK ENDS

"U… Uchiha-sama, ke…ke…kenapa…" Hinata bahkan tidak sanggup melanjutkan kalimatnya, suaranya terlampau serak dan kering, samasekali tidak menunjukkan adanya tenaga di dalam tubuhnya.

"Kau tenang saja, semua baik-baik saja. Tidurlah lagi." Sasuke berbicara singkat, lalu keluar lagi menuju pintu diikuti pelayannya tadi. Suara 'cklek' terdengar lagi. Meninggalkan baki tertutup yang sepertinya berisi makanan dan minuman.

Hinata hampir yakin, pasti ia diculik, kalau tidak, pintunya pasti tidak akan dikunci. Hinata melihat pakaiannya, cardigan biru kebesaran dan celana jeans lusuhnya masih ada pada tempatnya, dimeja sebelahnya juga terlihat tasnya masih lengkap. Hinata mencoba bangun, tapi tubuhnya menghianati otaknya, dan ia kembali terbaring, mau tak mau, matanya kembali terpejam.

Hinata terbangun lagi dengan alunan lagu yang familiar di samping kepalanya, Don't Give Up, salah satu lagu yang sering ia setel, Hinata teringat ayahnya, ia selalu menyetel lagu seperti ini setiap setiap pagi, lagu-lagu pembangkit semangat untuk memulai harinya dan ayahnya, lagu-lagu penyemangat yang selalu disukai mendiang ibunya. Lagu-lagu itu juga yang membuat ayah Hinata bertahan hingga 43 hari yang lalu, melawan penyakit kanker yang bersarang di sel-sel darahnya selama lima tahun, demi putri semata wayangnya yang sebatang kara. Biasanya Hinata membiarkan tiga atau empat lagu berputar mulai dari jam 6.30. Setelah ia selesai membereskan rumah, ia mendapati ayahnya sudah duduk di tempat tidur lalu membiarkan dirinya dimandikan Hinata, Hinata akan membawa ayahnya ke balkon setelah sarapan, membawakan koran atau buku bacaan untuk ayahnya, sementara ia bekerja, menerjemahkan beberapa novel berbahasa inggris atau perancis dari perusahaan penerbitan Uchiha. Hasil terjemahan itu tidak seberapa, hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan pengobatan ayah Hinata, tanpa tersisa untuk sekedar berbelanja pakaian bagi Hinata seperti halnya wanita umur 25 tahun lainnya.

Ia hanya duduk di balkon bersama ayahnya hingga jam makan siang, terkadang mereka mengobrol, tidak banyak, lebih banyak jeda diantara obrolan mereka. Biasanya ayah Hinata menceritakan keberaniannya saat masih muda, terkadang masa lalunya dengan mendiang Ibu Hinata, atau bagaimana ia dulu bisa menggendong Hinata di pundaknya dengan mudah, akhirnya, di akhir percakapan mereka ayahnya bilang, "Berjanjilah padaku, kau akan mendapatkan kehidupanmu setelah ini." Kemudian Hinata akan mengangguk dan tersenyum.

Itu saat hari ayahnya sedang baik dan dia cukup kuat untuk bangun, kalau tidak, Hinata hanya bekerja di kamar ayahnya, melihat ayahnya berkali-kali dan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menghawatirkan ayahnya daripada bekerja.

Di hari lain saat ayahnya harus menjalani terapi rutin, Hinata mengantar ayahnya dengan truk tua milik mereka. Mereka menikmati pemandangan kota sepanjang perjalanan, ayahnya terkadang akan bercerita, "Saat Tou-san umur lima tahun dulu, disini adalah lapangan sepak bola kami." Tangan ayahnya akan menunjuk gedung mall yang ramai pengunjung, dan Hinata akan membayangkan tempat itu memang benar-benar lapangan sepak bola. Biasanya sepulang terapi, Hinata mengajak ayahnya makan siang di kedai langganan ayahnya, lalu ayahnya mengobrol dengan semua orang yang dikenalnya disitu, dengan begitu, Hinata merasa bahagia, seolah ayahnya yang kuatlah yang mengajak Hinata kesini, bukan sebaliknya.

Menurutnya, hidup Hinata saat itu hanyalah milik ayahnya, bahkan, saat kantor pusat Uchiha Enterprises di Tokyo menawari Hinata pekerjaan yang sangat bagus dan menjanjikan sebagai manager pemasaran karena record Hinata yang sempurna di universitas dan tempatnya bekerja di perusahaan Uchiha cabang Konoha sebelum ayahnya bertambah parah dahulu, Hinata menolaknya dengan tegas, bahkan sampai permohonan dari perusahaan Uchiha datang tiga kali. Hinata tidak bisa ke Tokyo, apalagi meninggalkan ayahnya, jika Ayahnya diajak pun, udara Tokyo kurang baik untuk kesehatannya dan mustahil ayahnya akan mau kesana, ayahnya tidak akan pergi dari kampung halaman tercintanya apapun yang terjadi, Konoha adalah napasnya.

Semua kebahagiaan Hinata adalah mempertahankan hidup ayahnya dan menjaganya, merawatnya dan mengasihinya, karena ayah Hinata sudah mengambil dua peran, sebagai ayah dan Ibu sejak umur Hinata lima tahun. Hinata mencintai ayahnya, sangat mencintai ayahnya dibandingkan apapun di dunia ini.

Hingga 43 hari yang lalu, ayahnya menghembuskan napasnya yang terakhir disamping Hinata, saat mereka tengah bercengkrama pagi di balkon dan Hinata merasa ayahnya cukup baik hari itu karena ayahnya bisa memeluk dan mengelus ubun-ubun Hinata, yang sudah lama sekali tak ia rasakan, sampai Hinata merasa tangan ayahnya berhenti, lama kelamaan tubuhnya menjadi dingin… dan semua itu terjadi begitu cepat.

Semua orang datang, semua orang menolong, semua orang mengucapkan simpati, keluarga Uzumaki terutama, tetangga dekat mereka yang mengurus semuanya, bahkan menanggung biaya pemakaman, tapi Hinata terlalu sedih hanya untuk sekedar mengucapkan terimakasih atau melihat kebaikan orang-orang sekitarnya.

Hinata bahkan tidak bisa menangis, lebih tepatnya tidak boleh menangis, Hinata selalu meyakinkan dirinya sendiri. Menangis takkan membawa apapun kembali. Yang perlu ia lakukan hanyalah menahannya untuk selamanya. Karena Hinata akan menjadi kuat untuk Ayahnya. Walaupun satu-satunya alasan Hinata hidup adalah untuk Ayahnya, walaupun dengan kekosongan ini kekuatan hampir tak dibutuhkan. Ia akan selalu kuat untuk Ayahnya.

Lagunya sudah berhenti mengalun, membuat Hinata tersadar, ini masih kamar yang tadi, berarti kejadian yang tadi nyata. Yang terlihat seperti Sasuke menculik Hinata.

"Darimana saja kau?" Itu Sasuke, sekarang sudah berada di samping Hinata, duduk nyaman di sofa mewah berwarna merah tak jauh dari tempat tidur, sudah bisa ditebak, pasti Sasuke melihat Hinata melamun begitu lama.

"Kenapa memasang lagu itu?" Hinata penasaran. Tidak mungkin Tuan Muda Uchiha ini tahu akan kehidupannya.

"Aku sedang ingin."

Hinata memasang posisi bertahan, kekuatannya sudah pulih seperti sediakala dan ia bisa bangun sekarang. "Ap… Apa yang Uchiha-sama lakukan pada saya?" Hinata bertanya dengan takut-takut, ia samasekali tidak berharap Sasuke beranjak dari tempatnya dan menghampirinya. Dan memang tidak terjadi, Sasuke tetap pada posisinya.

"Tidak ada." Oh, jawaban yang benar-benar tepat, Uchiha, batin Hinata serasa ingin meneriakkan kata-kata itu. Tapi bukan itu yang akhirnya keluar dari bibir mungilnya.

"Ke… Kenapa?" Hanya itu akhirnya yang keluar dari tenggorokan kering Hinata.

"Aku hanya ingin saja membawamu kesini. Untuk hidup."

Hinata merasa familiar, ia merasa teringat lagi akan ayahnya. Jantungnya mencelos, ia mempertanyakan tujuan Sasuke menculiknya di dalam hati. Berusaha mengajukan dugaan masuk akal ke otaknya, tapi otaknya sepertinya tidak bekerja dengan normal.

Hinata baru ingat, ia belum makan. Makanan yang terakhir ditelannya adalah Mie Dingin yang dimakannya setengah hati kemarin pagi. Dan sekarang sudah menjelang siang. Perut Hinata berdendang menuntut makanan. Tapi Hinata tidak bisa makan. Harga dirinya lebih tinggi dari perutnya, ia tidak mungkin meminta makanan pada Uchiha brengsek yang sudah menculiknya ini.

"Aku tahu kau sangat kelaparan, makanannya ada disebelahmu. Makanlah demi kebaikanmu sendiri dan jangan berbuat hal-hal bodoh. Pakailah kamar mandi itu jika kau butuh. Aku kembali jam lima." Sasuke lalu beranjak dari sofa nyamannya, menuju pintu dan kemudian menguncinya lagi.

Hinata berjalan menuju pintu juga. Benar, ternyata pintunya dikunci. Ternyata memang benar ia diculik. Hinata menahan tangisnya, ia salah menilai orang, Sasuke memang terlihat seperti orang baik, tapi ternyata orang itu sangat licik. Harusnya kemarin ia menolak tawaran minum Sasuke. Akhirnya jadi begini, akhirnya ia sendiri yang celaka.

Hinata mengingat-ingat sedikit, ia pernah menolak pekerjaan di kantor pusat Uchiha Enterprises di Tokyo sampai tiga kali. Apakah saat ini Uchiha ingin balas dendam kepadanya? Bukankah itu sudah empat tahun yang lalu? Atau Naruto mengerjainya? Yang terakhir tidak mungkin, Hinata sedang dalam masa berkabung, tidak mungkin Naruto melakukan permainan konyol ini padanya.

Pada akhirnya Hinata menyerah, lebih baik mengalah untuk sementara, kemudian nanti ia akan pikirkan cara untuk kabur saat Sasuke pulang nanti. Ia harus menahan dulu kemarahan dan ketakutannya saat ini. Jadi Hinata mengambil langkah menuju lemari yang tersedia di kamar itu, lalu membukanya. Hinata tercengang. Ini… Ini semua baju Hinata! Ini baju sehari-hari Hinata, kenapa ada di lemari rumah Uchiha Sasuke?

Ini benar-benar sudah gila dan keterlaluan. Tapi Hinata hanya mendesah, sifat Hinata memang kadang-kadang terlalu polos, dan mudah percaya kepada orang lain. Pantas saja ia bisa dengan mudah diculik.

Tapi, bukankah diculik dan dibawa kesini itu bagus? Hinata jadi bisa punya tempat tinggal yang layak huni. Rumah beserta isi milik ayah Hinata, Hiashi Hyuuga sudah dijual oleh Hinata untuk melunasi hutang rumah sakit terakhir ayahnya yang membengkak. Terakhir, Hinata menyewa flat murah yang tak layak huni dan sudah rusak sana sini, karena hanya itu yang bisa ia dapatkan.

Diambilnya sebuah kaus oblong kedodoran dan celana training panjangnya dari lemari, kemudian ia menuju kamar mandi.

Kamar mandinya bahkan mewah sekali. Hanya didalam kamar saja, kamar mandinya sudah en suite, kran-krannya berlapis perak dengan bentuk lumba-lumba, semua furniturnya bergaya victoria dan terkesan mahal.

Hinata menyentuh kran lumba-lumba itu pelan-pelan sambil merasakan kemewahan benda itu. Hinata bahkan tidak pernah bermimpi bisa menginap dirumah semewah ini.

Hinata keluar dari kamar mandi, menuju cermin di kamar itu. Ia menatap ke cermin, gadis di cermin juga menatapnya. Gadis dengan kaus kedodoran, dan celana training tua, rambutnya bahkan terlihat mengerikan, lepek dan tidak bersinar. Kantung matanya kelewat besar, menutupi bola pearl indahnya. Yang Hinata lihat dicermin adalah gadis berumur 25 tahun yang menyedihkan, bahkan tak ada laki-laki yang mau meliriknya.

~TBC~

Huwaaaahhh… Akhirnya. Chapter pertama kelar. Awalnya dapet inspirasi dari novel Taken (Kelli Maine), Novel ehhmmmm erotis, tapi ini ga bakal se rough-itu. Hahaha… awal-awal ini masih intro ceritanya.

Support me by reviewing. I love youuu readers!