Jo Liyeol's present

©2016

.

.

Disclaimer :

Tokoh milik Tuhan, orang tua dan Agensi mereka. Tapi cerita, pairing, dan Kwon Soonyoung real milik Liyeol! =3= *tampol dedek*

Hanya fiksi absurd yang tetiba mengambang di otak Li =w= Original my imagination!

Jangan di bawa baper. Di bawa asik ajaaa =v=

.

.

PROHIBITED COPAS, DON'T BE PLAGIAT, DON'T BE SILENT!

SEVENTEEN (+BTS) FF! DLDR! RnR!


.

.

Jika Cinta itu salah. Maka Soonyoung akan berdiri tanpa lelah, mencerca Tuhan sebagaimana Sang Maha Esa mempermainkannya. Dan berakhir pada ringisan abadi tangisan tak berujung.

karena berkat Cinta lah dirinya berubah.

"Tidak apa-apa jika kau berbeda. Bukan masalah, aku akan tetap mengejarmukarena aku mencintaimu."

.

Jika Cinta itu salah. Maka Jihoon akan bersujud pada bumi, menyembah Tuhan tak henti hingga ajal menyambut. Dan berujung meratapi sisa-sisa kehidupan abadinya.

karena berkat Cinta lah dirinya begini kuat.

"Jangan mengejarku. Kumohon pergi dan menjauh lahkarena aku sangat mencintaimu."

.

{}

.

.

.

.

| | SoonHoon - HoZi | |

.

.

.

.

Chapter 1: Diss

.

.

...

Mentari menjelang. Pagi menunjukkan pukul sembilan lewat empat puluh, kelewat siang memang untuk seorang siswa baru menjejakan kaki ke gerbang sekolah. Namun pada kenyataan, inilah dia; seonggok siswa berbalut kemeja putih polos dengan lengan kemejanya yang tergulung hingga siku, almamater biru dongker yang tersampir di sebelah pundak, dasi kendur, celana strit, ikat pinggang sembarang, sneakers tiga warna, piercing di telinga kiri, serta helaian biru terang berhightlight putih di atasnya.

Amat memukau ditambah pendaran otoriter di sepasang netranya, ujung-ujung matanya runcing tanpa kelopak, paras rupawan, pula tubuh sedikit gembil yang penuh akan pesona. Langkah tegas membawa siswa itu berjalan acuh menaiki anak tangga gedung sekolah.

YaGook High School. Sekolah biasa yang memiliki besar gedung seperti pada umumnya, sekolah di pusat kota yang terletak dekat perempatan jalan; letak strategisnya membuat sekolah ini cukup terkenal di mata awam.

Seiring detik berganti menit siswa itu terhenti si depan sebuah pintu berbahan kaca. Mengetuknya tiga kali lalu tanpa ragu menyentak gagangnya. Mengucap salam tanpa harap tanggapan, kemudian dengan senang hati melangkahkan kaki ke dalam ruangan.

"Ah, kau sudah da—oh my gosh!" seorang pemuda menoleh dari kursinya, tergugu sebentar sebelum menganga di tempat.

Siswa tadi berjalan mendekat, "Anyeong, Hyung!" sambil melambai santai. Yang disapa kini diam, memasang wajah super datar hingga sosoknya terhenti di depan meja pemuda itu.

Menghirup napas sebentar sebelum dengan enggan menghela, yang merasa labih tua bertutur penuh peringatan dari raut kesalnya, "Kwon Soonyoung, ini hari pertamamu. Dan apa yang akan kau lalukan dengan penampilan seperti ini? Menjadi berandal di hari pertama masuk?"

Seketika yang ditanya menggulung kedua tangan di depan dada, memutar bola mata jengah, kemudian menanggapi malas, "Ayolah, Hyung, tidakkah lebih baik kau mengantarku masuk kelas? Melakukan debat seperti ini tidak akan ada habisnya, hanya membuang waktu."

Jimin—pemuda tadi, mengernyit. Kembali menghela napas sebelum membalas, "Kwon, kau sudah berjanji sebelumnya bukan? Tidak ada lagi si Bangsat Hoshi. Ini sudah kali keenam kau pindah sekolah karena dikeluarkan, masih beruntung sekolah ini mau menerimamu. Jadi bersyukurlah dan jangan berulah lagi, atau sepupumu—Min Yoongi tidak akan segan-segan menjaggal kepalamu."

Siswa yang diujari sedemikian penuh peringatan mengangguk agaknya ia paham. Masih dengan kedua tangan menggulung malas di depan dada ia menanggapi, "Ya, ya, ya ...," jeda kala ia mengangkat tangan kanan ke sisi kepala, "Janjiku turut padamu, Park Jimin hyung. Tak ada lagi si Bangsat Hoshi; pembuat onar, perusuh, pembolos, perokok, pembully, dan penstres keskasihmu tercinta—sepupu ganasku; Min Yoongi," hendak Jimin menyela, namun siswa itu lebih dulu melanjuti dengan percaya diri, "Yang ada kini hanya Kwon Soonyoung; siswa imut yang manis, tampan, penuh pesona, dan kelewat cetar."

Membuat Jimin mencebik penuh sarkasme lalu turut andil mengangkat sebelah tangan tuk mengambil sumpah, "Pantatku merestuimu," tuturnya di ambang sebal yang mengundang kekehan ringkas siswa di hadapannya.

Masih dalam kekehan yang kini berubah tawa, Soonyoung menepukan tangannya di tangan kanan Jimin, menariknya kembali, kemudian berkata, "Sudahlah, aku sudah telat. Sungguh, Hyung—kau ini cuma membuang-buang waktu saja."

Mendengar perkataan itu Jimin mendelik, "Hey! Kau datang sembilan empat lima, Sialan. Hampir dua jam kau telat! Dan sekarang menyalahkanku? Ck ck! Tidak tau diri sekali bocah biru ini."

Tawa ringkas Soonyoung terdengar, "Hari pertama masuk," tanggapnya enteng.

"Sama sekali tak memberi kesan bagus. Hari pertama itu ibarat ujian untuk anak baru, Kwon. Kalau kau dapat melewatinya dengan baik, maka akan banyak teman yang mengerubungimu. Tapi jika tidak, maka bersiaplah untuk menjadi bahan bullying."

Kekehan ringkas Soonyoung berubah menjadi tawa getir memekakkan, "Tidak untukku, Hyung. Aku tidak butuh teman, dan terkutuk lah para makhluk yang berani menjadikanku bahan bullying."

Kini Jimin yang terkekeh ringkas. Masih pada duduknya ia menautkan kesepuluh jemari di bawah dagu, "Siapa yang tau? Kwon Soonyoung—si bajingan keparat. Hoshi? Itu julukanmu bukan?" jeda, tawa itu terhenti; kini senyum miring penuh cela lah yang tergambar, "Bintang? Kau selalu menjadi super star di tiap sekolah yang kau injaki 'kan? Berkat keganasanmu—berkat keberingasanmu. Tindak emosionalmu yang tidak bisa dikendalikan. Sifat barbarmu yang tidak bisa direm dan berbalik terus tergas. Karena sebelumnya kau tidak punya ikatan, Soonyoung—kau tidak punya janji. Tak ada beban yang terpatri pada punggungmu, menekanmu penuh wanti-wanti dan peringatan, memperhatikan tiap beluk kelakuanmu, juga tidak ada ancaman yang dapat membuatmu takut dan berhenti," jeda, kembali Jimin terkekeh, "Kuharap kau mengerti masudku."

Yang diujari entah sudah sejak kapan mengeraskan rahang. Mendecih sekilas beriring memutar bola mata malas, Soonyoung menanggapi, "Sudah kubilang lebih baik kau mengantarku memasuk kelas 'kan? Melakukan debat seperti ini denganmu benar-benar hanya membuang waktu. Sampai pulang sekolah pun kujamin kau akan terus berceloteh ria menasihatiku. Dan kuyakin kau tau, Hyung. Otakku sudah terlalu bebal akan kata-kata mutiara seperti itu—jadi, lebih baik bangkit dari kursimu sekarang dan bawa aku keruangan yang akan menjadi tempatku belajar dan melalui dua tahun tanpa hambatan untuk keluar dengan wajar dari sekolah ini—lulus maksudku."

Mendengar penuturan itu Jimin memejam mata malas kemudian bangkit dari tempat duduknya, "Terserah, setidaknya pakai dengan benar almamater dan dasi itu."

Sontak mengundang merosotnya kedua bahu si Kwon, "Oh ayolah Hyung, jangan ganggu styleku."

Hendak Jimin melangkah, namun mendengar balasan siswa di hadapannya ia memilih menanggapi lebih dulu sebelum melangkah, "Stylemu menggangguku, Kwon."

"Hyuuung, " rengekkan itu terdengar tepat ketika Jimin melangkah melewati Soonyoung ke arah pintu ruangan.

Yang direngeki kembali terhenti dari langkah. Tanpa berbalik ia merogoh ponsel dari dalam jasnya, mengangkati benda pipih itu ke sisi telinga seakan sengaja memberi tau Soonyoung bahwa ia mengambil ponselnya, "Kuyakin Cafe Gook belum ramai jam segini."

Sesungguhnya Soonyoung tak melihat. Posisi mereka masih membelakangi, namun ucapan Jimin berhasil amat sangat membuat sosok bersurai biru ini panik dan berbalik, "Ah iya-iya! Kurapihkan seragamku. Jangan telpon Yoongi hyung! Bisa mati aku di hari pertama dia sudah dapat aduan tidak beres!"

"Yasudah—pakai," penuturan si Park disuarakan beriring sang pemilik untaian tersenyum penuh arti.

"Bangsat kau, Hyung."

"Eeey! Jaga ucapanmu, Kwon. Sekarang ini aku gurumu," Jimin menanggapi seiring obsidiannya menatap lekat pergerakan Soonyoung yang menaikan dasi serta memakai almamater sekolahnya.

"Guru-guru. Guru sempakmu! Guru mana yang mengatai muridnya sendiri 'sialaní' di hari pertama masuk?"

Dengan santai Jimin membalas, "Pemuda tertampan sejagad raya—calon abang iparmu. Park ssaem," lalu tertawa heboh sebelum sosoknya hilang dari ruangan.

Dan si Kwon mendesis sinis karena hal itu, "Bangsat."

Bersyukurlah Soonyoung karena cibirannya tak sampai ke gendang teling Jimin. Bila hal itu terjadi sudah dapat dipastikan; Park Jimin akan berkolaborasi dengan Min Yoongi untuk melaksanakan tindak penjagalan kepalanya esok hari.

.

.


YaGook HS, class 11-B10:03 KST.

Suasana gaduh menyelimuti ruang kelas ini. Tidak ada guru yang mengajar; para siswa di dalamnya sibuk akan aktivitas masing-masing. Ada yang giat dengan beragam alat make up dan kecantikan, terpana pada buku-buku pelajaran, ribut mengobrol dan bercanda, tertidur, pula heboh saling kejar-kejaran mengelilingi kelas.

Tapi suasana meriah itu terpecah kala pintu belakang kelas digeser dengan tak berperikemanusiaan. Seketika seluruhnya menoleh, bahkan yang tertidur sontak bangun ikut menatap ke suber suara.

Sunyi mendominasi.

Tiga orang siswa masuk dengan salah seorang berjalan paling depan. Penuh angkuh seakan kelas ini miliknya, menendang dua kursi deret belakang yang dirasa menghalangi langkahnya hingga penduduk kursi itu sedikit menggeret diri beserta tempat duduknya ke depan. Kedua dari tiga anak itu terhenti tepat di kursi masing-masing; dua meja berada di luar deret tempat duduk yang seharusnya ada, sedangkan salah seorangnya duduk di kursi depan kedua tempat itu.

Dengan langcang pun sadar sosok siswa yang tadi berjalan paling depan mengangkat ke dua kaki ke atas meja serta menyandarkan kepala pada loker-loker tepat di belakangnya sambil bersuara penuh bualan, "Jisoo-ah, tidak mau menagih denda terlambat?"

Yang dipanggil menoleh dari tempat duduknya, "Apa bedanya managih dengan tidak menagih denda keterlambatanmu?"

Si pengujar pertama begitu dingin tergelak sengau, "Kau kan ketua kelas, tidak meneguh dirikan peraturan dari guru? Memalukan sekali."

Jisoo sendiri terkekeh ringkas penuh ketidak ikhlasan mendengar tanggapan siswa itu, "Tidak lebih memalukan dari tingkahmu, dan akan lebih baik kalau kali ini kau membayar denda pakai uangmu sendiri, Seungcheol-ssi."

Seungcheol menarik ujung bibir merasa terhibur. Tanpa beban ia bangkit dari duduk, berjalan ke sepasang meja paling pojok ruangan (tepat di sebelahnya). Meja yang dihuni seorang siswa gembil berkacamata bundar dengan poni surai pinknya hampir menutupi mata. Sosok itu duduk di kursi kedua dari jendela, tidak benar-benar duduk paling pojok kelas; karena kursi di sebelah yang ia duduki memang tak mempunyai penghuni sama sekali.

Siswa itu masih menunduk hingga Seungcheol berdiri tepat di sisi mejanya. Beberapa menit si Choi berdiri namun siswa yang ditunggunya tak kunjung menoleh atau bahkan bergerak selain mencoret-coret kertas di atas meja. Hingga gebrakan kencang bergema nyaring saat Seungcheol habis kesabaran, beriring sosoknya mengusak penuh cemooh helaian pink siswa itu, "Ya ... Lee Jihoon. Kami terlambat lagi hari ini," jeda. Jemari siswa itu turun mencengkram dagu si pemilik hingga ia mendongak, "Eothokae?"

.

.


.

.

I Changed

| I silent in my dreams loving you. |

.

Chapter 1: Diss

.

Warning!

OCC || AU || T+ || Typo || BL || Bullying!

[DramaRomanceSacrificalCrime]

.

.


Summary:

Jangan salahkan Soonyoung akan hal ini. Bukan dirinya yang ingin menjatuhkan hati pada pilihan sosok manis Lee Jihoon; siswa bullying dengan nilai terendah—pun siswa keterbelakangan mental yang harus dengan berat hati Soonyoung akui amat digilainya.


...

Satu hal yang amat Kwon Soonyoung benci.

Tatkala ia begitu tersudut hingga seakan tak berdayaterlebih di hadapan orang banyak.

Namun sekarang ia di sini, berdiri tegak ditengah-tengah kantin jam istirahat. Menjadi objek hidup puluhan pasang mata yang melihatnya penuh iba. Tak jarang ada yang mendecih dan menahan tawa.

Oke, Soonyoung sadar ini memalukan. Bahkan memuakan.

Menjadi objek pandang ketika dirinya dipojokan begini terang-terangan. Terhimpit antara Kim Mingyu dan Wen Junhui—para bedebah; kawan sekelasnya—dengan berhadap langsung pada Choi Seungcheol—si brengsek, bajingan sekolahnya.

Satu langkah Seungcheol maju, tersirat peremehan gamblang tatkala irisnya menelisik penampilan Soonyoung. Sebelah tangannya terangkat menepuk-nepuk puncak kepala si Kwon kurang ajar, "Wah, wah. Lihat siapa jagoan yang muncul di tengah-tengah kita dengan rambut begini terang?" kekehan terdengar. Di sana Soonyoung masih diam, menarik napas dalam-dalam membiarkan Mingyu, Junhui serta puluhan siswa di sini menertawakannya. Bahkan membiarkan Seungcheol kini mengusak puncak kepalanya penuh cemooh. Saat siswa di depannya kembali mengejek, "Hey! Tidak terlalu banyak tempat untukku berbagi dengan orang sepertimu, Kwon," Soonyoung tetap diam. Ketika si Choi kembali angkat suara, "Mau jadi master—" bergumam pada desir mengejek kentara membisiki betapa ia ingin mempermalukan Soonyoung di depan semua orang. Semakin parah ketika ia melanjuti, "—Shifu?" sembari mendorong kepala si Kwon pakai telunjuknya sekali hentak. Begitu tiba-tiba hingga Soonyoung sendiri pun beberapa saat terbelenggu dalam diam.

.

.


Flashback.

.

Saat pintu kelas terbuka, menjadi waktu yang tepat si Choi melepaskan cengkraman di dagu Jihoon.

Park Jimin masuk bersama seorang siswa di depan sana—di belakang mejanya, mengetuk meja dua kali hingga cukup membuat murid-muridnya berhenti berulah dan kembali ke tempat duduk masing-masing.

"Perhatikan," intonasi suara tenangnya terkuar nyaring dari bagaimana sosoknya berdiri penuh wibawa seorang kakak di depan anak-anak didiknya. Begitu kasual bersama senyum ramah yang terlihat tampan.

Kadang kala guru muda itu terlalu sayang untuk menjabarkan ringkasan sastra dari tumpukan buku tebal di atas mejanya. Lantaran murid-murid dalam kelas yang ia ajar akan lebih fokus menatap wajah gurunya ketimbang menyalurkan diktat teori dan apresiasi ke otak masing-masing. Karena bagi mereka; Park ssaem begitu indah untuk dilewatkan.

Menjadi daya jual sendiri baginya mengontrol kelakuan siswa yang ia didik lebih mudah dari pengajar lain. Satu-satunya guru YaGook yang terlampau didengarkan tanpa harus repot-repot menyandang gelar killer.

Maka ketika Park Jimin melanjuti, "Kalian kedatangan teman baru," menyokong murid-muridnya pada atensi antusias yang terlihat aneh. Guru muda itu menoleh ke tempat Soonyoung berdiri menatap malas kawan-kawan barunya lewat aura tak minat. Helai biru yang tertiup angin membuat anak rambutnya bergoyang-goyang centil menambah kesan tanpa jiwa namun begitu membekukan. Sama sekali tak berniat mengoceh ria sambil melambai pada seisi kelas, namun ketika senggolan siku mendarat di sebelah pinggangnya ia tersadar ini lah saat pengenalan diri.

Senyum penuh pongah ia paparkan di wajah tampannya yang mempesona, mengintimidasi kawan-kawan barunya lewat tatapan tanpa iba. Mengangkat sebelah tangan atas dasar cemooh tak kasat mata, ia mencebik sesaat sebelum bersuara dari krongkongannya yang kering, "Hai, aku pindahan Akademi NamHyun," jeda. Sarkas mendominasi caranya tersenyum begitu liar, menelisik satu persatu kawannya kurang ajar, "Je ireumeun, Kwon Hoshi imnida," mengundang deret terbelekang siswa dalam kelas memebelalakan mata tak percaya. Beberapa mulut menganga mendapati nama itu beserta sosok bersurai biru di depan kelas, serasa tak asing meski ini kali pertama melihatnya. Kelanjutan perkenalan Soonyoung adalah penjabaran yang mutlak akan ancaman terselubung, "Aku akan hidup dengan baik, jadi jangan main-main."

Mungkin itu yang akan terjadi persis seperti lima sekolah barunya terdahulu, memperkenalkan diri bersama lagak tak tau diri di depan atensi orang-orang yang baru ia temui. Kembali memulai perjalanan sekolahnya pada sidang perkenalan bahwa ia bintang dari para berandalan SMU seantero Seoul—mungkin, kalau saja Soonyoung tidak ingat Min Yoongi sudah mengancamnya jauh-jauh hari.

Namun ia sadar, ini kali terakhir ia pindah sekolah sebelum meregang nyawa akibat kepalanya terpenggal. Maka sebelum hari barunya kembali ternoda hanya untuk seonggok nama Hoshi, Kwon Soonyoung mengangkat sebelah tangan, memberi senyum terpaksa lalu bersuara ogah-ogahan, "Annyeong, nan iremeun Kwon Soonyoung imnida. Pindahan DMN Academy, mohon bantuannya," lalu membungkuk setengah ikhlas setelah netranya bersibobrok pada iris Jimin yang menunggu ia memulai hari baru berpedoman pada kesopanan—belenggu jika itu penafsiran bagi Soonyoung.

"Apa? Kwon Sooyoung?! Member SNSD ganti marga rupanya?!" dari tempat duduk di hadapan meja Seungcheol, Mingyu berteriak kurang ajar mengundang tawa anak-anak sekelas.

"Kapan kau ganti gender, Sooyoung noona?!" Junhui di sebelah Seungcheol pun menimpali sama kurang ajarnya. Membawa tawa mereka semakin memekakan.

Ketika keseluruhan gelak mulai menipis, giliran Seungcheol yang berulah dengan mulutnya, "Salam perkenalan, lakukan Party untuk kami! Do you know what time it is?!" desaunya menjadikan gelak itu berubah tepukan berirama dengan seruan antusias satu ruang kelas menyuarakan, "Do it!", berulang kali. Setelah berawal dari Kim Minyu dan disambut Wen Junhui.

Sebersit amarah membumbung pada puncak paru-paru Soonyoung, menjadikan jalur napasnya berembus tak karuan menahan kepalan tangannya agar tak mendarat di permukaan salah satu dari tiga siswa di sana. Grahamnya bergemelatuk tak kentara, emosi meluap namun tak dapat sama sekali terlampiaskan, begitu sukar dan membuntukan akalnya. Saat nalar yang mengambil alih, Soonyoung sadar serpihan wajah tegas Min Yoongi memicingkan mata kesal untuknya bersama gebuan laknat yang sumpah si Kwon syukuri tak terluapkan padanya menjadi penghalang yang lagi-lagi teramat ampuh, jadi saat di mana kata-kata Yoongi soal janji mengulang di kepalanya, Soonyoung menarik napas dalam-dalam berusaha tabah.

Menghembus sesaat sebelum bersuara lantang, "Gee, mianhae, aku tidak bisa melakukannya. Because I'm not a dancer."

Membuahkan desau kecewa siswa-siswa di depannya—yang sama sekali tak Soonyoung pedulikan.

Mendengar calon adik iparnya terlihat begini beda Jimin mengulum senyum menahan tawa. Jika saja ia lupa di sini adalah ruang kelas tempat ia menjaga image di tiap saat, telah Soonyoung pastikan gelak tawa menggelegar seisi ruangan bersama celaan kelewat bangsat sudah tertuju padanya dari bibir tebal sialan guru Park itu.

Jadi sebelum Jimin meledak tanpa rem, ia mengalihkan pandang dari si Kwon, mengedar ke setiap hamparan kelas menatap satu persatu siswa sebagaimana ia wali dalam kelas ini. Dirinya melanjuti saat tatapan matanya terperi mendapati tempat kosong di pojok kelas, menunjuknya sambil menatap Soonyoung dengan senyum mengejek yang tertutup dengan baik dari murid lainnya, "Silahkan tempati mejamu di sana."

Ingin saja Soonyoung mencerca kelaknatan Yoongi memilih kekasih hidup orang yang begini menyebalkan. Tapi di sisi lain ia sedikit bersukur setidaknya berkat bantuan Jimin ia bisa mendapat kesempatan di sekolah ini.

Netra Jimin terus mengikuti langkah Soonyoung ke tempatnya berdiam, saat bocah biru itu melempar pelan tas ke permukaan meja lalu mendudukkan diri tanpa beban, atensi Jimin beralih pada siswa di sebelahnya—sosok Lee Jihoon yang menunduk mencoret-coret sesuatu di atas meja, "Jihoon," panggilan Jimin mengundang sang pemilik nama mendongak. Begitu polos dari sekembar obsidian yang berusaha melebar menatap lekat-lekat gurunya. Dan Jimin kembali bersuara dengan sedikit nada memperingati, "Warna rambutmu ...," perlahan mengangkat sebelah tangan menunjuk rambutnya sendiri, "Bisa kauganti?" jeda, senyumnya terpasang begitu hangat mengundang mual di dasar perut Soonyoung yang masih memperhatikannya, "Ini sekolah."

Jihoon sendiri mengangguk dua kali mengiyakan perkataan gurunya, namun pernyataan Jimin mengundang insting Choi Seungcheol mengangkat sebelah tangan begitu angkuh, "Ssaem!" teriakannya mengambil alih Jimin menatap padanya.

"Ya?"

Tangannya yang mengangkat berubah menjadi tunjukan penuh ejek ke arah Soonyoung, "Lalu bagaimana dengan si biru itu?"

Jimin mengedip. Netranya kini beralih pada Soonyoung dan kepalanya, sudah ia duga akan begini kalau sekiranya ia menegur tata tertib aturan warna rambut di YaGook. Jadi ketika pandangannya kembali ke arah Seungcheol bersama senyum tak langka, "Tentu saja dia juga harus mengganti warna rambutnya," kembali ia menatap Soonyoung, "Iya 'kan? Kwon Soonyoung?" hanya ada raut anarkis tak setuju di pampangan wajah si Kwon. Pertanda ia menjawab lewat retina matanya: "Tidak! Ini styleku".

Namun ketika pernyataan mutlak Jimin berkumandang begitu lihai seakan tak ada hubungan antara mereka, "Kuampuni karena ini hari pertamamu masuk. Tapi stylemu benar-benar menggangguku dan banyak orang," jeda, senyuman itu terpambang bagai isyarat perang bagi si Kwon kalau saja tak ingat Park Jimin di sana adalah kekasih tercinta Min Yoongi—penjagal mutlaknya, "Besok ganti, ya, Soonyoung-ssi?"

Maka Soonyoung hanya mencebik kasar lalu membuang muka ke arah luar jendela, "—sial!"

Dan kelas kembali ramai sesaat setelah Jimin pamit keluar ketika panggilan masuk menggetarkan ponselnya.

Namun tak sedikitpun ketertarikan mengundang si Kwon berbaur dengan grilya kawan-kawan barunya, ia memilih tetap diam; merogoh salah satu kantung depan tasnya seraya mengeluarkan headset dari dalam sana, kemudian menyematkan acuh di masing-masing telinga setelah menyambungkan pada ponselnya. Sesaat ia terdiam, menoleh manatap kawan sebangkunya berada. Sosok Lee Jihoon di sana, tak luput sedari tadi mencoret-coret tinta di permukaan kertas. Sedikit mendongak; Soonyoung memenuhi rasa penasarannya atas apa yang ditulis Jihoon, namun alisnya hampir bertaut ketika mendapati hanya garis-garis abstrak yang dibuat remaja itu tanpa menghasilkan kata atau gambar. Jadi ia kembali menegakkan kepala menelisik wajah si empunya coretan sekedar mendapati paras manis Jihoon dari samping.

Sesaat Soonyoung tertegun. Pancaran bias mentari pagi begitu pas menerpa wajah sosok itu, kemanisan lembut terpancar dari bagaimana bulu matanya mengedip, namun tak Soonyoung pungkiri ada kejanggalan lain ketika netranya menangkap pendaran obsidian Jihoon yang penuh implikasi. Maka dalam hati Soonyoung bertanya-tanya apa artian dari segenap titik pancar si Kwon. Namun ia mengacuhkan seluruh tanda tanyanya untuk kembali memandang luar jendela dengan telapak tangan menjadi tumpuan dagu, dan sesaat matanya terpejam. Lalu bergumam, "Anak aneh ..."

Hingga tak menyadari dua siswa yang menggodanya tadi berdiri agung di belakangnya, "Apa itu piercing?" Mingyu bersuara. Pertanyaannya mengundang seluruhan siswa di sana terhenti sejenak dari kesibukan masing-masing sekedar menatap tiga deret mutiara di daun telinga Soonyoung.

Si Kwon sendiri tidak menjawab berkat alam mimpi yang mulai merenggut kesadarannya. Namun tepukan kurang ajar Junhui di sebelah pundak membuat atensinya kembali menyatu.

Soonyoung mendongak, sedikit menoleh kebelakang sekedar mendapati wajah-wajah angkuh kedua orang di sana, "Hey, Kwon Blue~" itu sapaan dari celah bibir Mingyu dengan sebelah tangan yang melambai jenaka.

Ingatkan Kwon Soonyoung bahwa ini hari yang musti ia apresiasikan dalam sejarah kehidupannya, karena berkat kesabaran untuk kali pertama; ia mengepalkan tangan kuat-kuat tanpa kentara orang lain, mengukir senyum terpaksa sambil melepas headset dari tautan lubang telinga lalu menanggapi: "Ya?"

ketimbang menghajar wajah-wajah biadab orang yang berani mengganggu ketentramannya yang hampir terlelap.

Terlebih saat orang itu dengan kepala batu menyentuh daun telinganya tanpa izin dan bersuara begitu congkak, "Piercing? Wah, wah, rambut biru terangmu belum cukup?" itu pertanyaan yang dikumandangkan Junhui, "Apa kau berandalan? Gangsa?" wajahnya condong menelisik remeh penampilan Soonyoung tanpa celah.

Dan si Kwon benar-benar sabar dengan tidak langsung menarik rambut remaja itu sekedar ia hempaskan ke permukaan whiteboard mejanya sambil menjawab penuh amarah, "Iya! Kalau iya kenapa? Kau tidak mengenalku, hah? Jangan berlagak tengil kalau begitu!"

Berganti dengan ia yang membalikan pertanyaan sehalus mungkin tanpa meluruhkan senyum paksanya—tak terpungkiri gerit tegas dalam nadanya memacu adrenalin di selubung dada si Wen, "Apa orang yang mewarnai rambut dan memakai piercing harus anak berandalan atau anggota gengster?" jeda tatkala Junhui dapat dengan jelas menangkap gelak cemooh dari bagaimana Soonyoung menatapnya, "Ini hanya styeku."

Junhui mengernyit, garis-garis tebal mengukir keningnya. Hendak memberi Kwon Soonyoung pelajaran namun terurung ketika bising decitan kursi membuatnya menoleh, sekedar mendapati Choi Seungcheol yang berkata, "Lupakan dia," kemudian berdiri dan berjalan ke tempat duduk Jihoon, menendang salah satu kaki mejanya tatkala sampai namun diacuhkan begitu saja—cukup untuk si Lee mendongak lalu mengedip begitu polos.

Dan satu pukulan telak memapar rahangnya.

Membuat sisi sebelah wajah siswa itu terantuk permukaan meja. Jihoon meringis kesakitan, namun seluruh kawan kelasnya hanya memandang dengan gerit prihatin dan iba tanpa melakukan sesuatu—tak terkecuali Jisoo di depan sana. Katakanlah meraka tidak cukup berani untuk mengambil keputusan dan menanggung resiko. Choi Seungcheol begitu brutal buat dihentikan, pun kelewat bebal untuk dinasehati; tidak akan berubah, yang ada semakin bar-bar tiap tingkah lakunya. Jadi mereka tidak mau turut campur sekedar menjadi superhero satu menit lalu berimbas kehidupan sekolah yang jauh dari kata bahagia.

Tetapi bukanlah itu yang menjadi alasan Soonyoung turut membiarkan keserampangan Seungcheol. Si Kwon hanya terlalu malas berurusan dengan bedebah-bedebah gila yang akan mengancam keselamatan lehernya, membuat ia hilang akal dan kembali berurusan dengan dewan sekolah hanya karena memberi mereka pelajaran setimpal.

Masuk ICU jika itu penafsiran 'setimpal' bagi Soonyoung.

Dikeluarkan, dan diomeli Yoongi habis-habisan. Terus begitu sampai ia pengang menerima khutbah tanpa henti pemuda itu, berakhir dirinya yang tidak diberi uang jajan berminggu-minggu.

Yang terakhir tidak masalah omong-omong, karena Soonyoung sendiri selalu punya dompet berjalan dimana tempatpun ia berada. Tapi ancaman Yoongi diakhir tenggat rasanya membuat si Kwon membuka otak sekedar berpikir untuk tobat.

Maka Soonyoung membuang pandang ke arah jendela sambil kembali menjatuhkan kepala pada lipatan tangan. Pura-pura tidak di sana meski dengan jelas ia sadar; Lee Jihoon dipukuli di sebelahnya—sebagaimana siswa lain kembali menghadap depan, sibuk pada aktivitas masing-masing seakan tidak ada panorama itu.

toh, Kwon Soonyoung juga bukanlah tipe anak baik-baik yang suka membela kebenaran dengan kuasanya.

Tapi entah kenapa ketika gedebuk gaduh menggema dari tubuh mungil si Lee yang menghantam deteran loker di belakang sana disambut suara memekanan Seungcheol, "Tidak punya uang, hah?!" rintihan Jihoon melirihkan 'Mianhae, mianhae, mianhae' berulang kali sama sekali tak didengar, berbalik si Choi yang makin membabi buta menendanginya, "Kau pikir aku peduli kalau ayahmu belum pulang?!—jangan banyak alasan, Brengsek! Aku tau uangmu banyak!"

Soonyoung tidak kuat menahan reflek kediktatorannya ketika berisik si Choi malah menjadi-jadi saat ia ingin istirahat.

"Bangsat! Kalau kau mau uang, kerja Sialan!" teriakan keras yang mengundang seluruh atensi berarih kepadanya, terlebih gebrakan kencangnya di meja tanpa bisa ia kendalikan. Cukup mengundang Choi Seungcheol makin tersulut marah, membuat kawan-kawan kelasnya menarik napas dalam-dalam sambil menampakan mimik kuatir pula prihatin padanya.

Soonyoung sendiri menghela napas lelah karena hal itu, tak kunjung membuka mata; malah semakin merapatkannya erat-erat. Dua tangannya mengepal di atas meja, keningnya berkerut terperi garis samar, pula di dalam mulut ia menggigit kecil ujung lidahnya. Merutuki diri yang begitu bodoh sekedar memaner emosi saja begitu payah. Mengawang-ngawang apa yang akan terjadi kalau Min Yoongi tau ia kembali membuat samalah, bahkan tidak sampai setengah jam ketika ia resmi jadi anak baru.

Dan angannya memecah saat belakang kepalanya ditarik paksa sampai membuatnya mendongak; mendapati wajah Seungcheol memaparkan kekemarahan. Kemudian mendesis tajam, "Coba ulangi," tapi yang soonyoung lakukan bukanlah keinginannya. Melainkan balasan pandang pada pendar melecehkan, sampai tak kuasa si Choi untuk menahan auman ganasnya, "Kubilang ulangi, Keparat!"

Menjadi kronologi sebelum Kwon Soonyoung terperenjat pada dalamnya jurang yang lebih membelenggunya dari apapun, tepat ketika netranya besibobrok obsidian Jihoon yang menatapnya hampir menangis.

.

.

Flashbackoff.


Sungguh, ini kali pertama ia dikurang ajari. Tak pernah ada seorangpun yang menyentuh kepalanya selain orang tuanya, bahkan Min Yoongi—sepupunya—pun tak pernah ia izinkan. Karena Yoongi sendiri tau, Kwon Soonyoung amat sensitif jika itu menyangkut area kepala. Baginya; kepala adalah mahkota kehormatan yang mesti dihargai.

Jadi ketika sedari tadi ia berusaha tetap sabar, pada akhirnya tali yang begitu tipis menyekang amarahnya mengikis hingga habis. Bukan hal baru jika keinginan skeptisnya saat ini ialah menghajar Choi Seungcheol hingga remuk, menjadi mimpi buruk yang berbuah maya tanpa angan lagi. Namun memori akan bagaimana Park Jimin memperingatinya akan wanti-wanti janji pada Min Yoongi mengiang; berbeban isyarat pengendalian dirinya yang musti kembali. Maka bersama gemuruh di jantung hatinya Soonyoung memilih menangkap pergelangan Seungcheol ketimbang melakukan one punch ke permukaan wajahnya.

Usaha bagus yang membuat Seungcheol diam bersama para awaknya yang turut menghentikan tawa. Pemandangan menarik. Lagi-lagi ada yang melawan Choi Seungcheol, semua tau akan berakhir bagaimana permainan di tengah kantin sana.

Karena mereka belum mengenali jika itu Kwon Soonyoung. Sosok berbeda yang sama sekali tidak sepadan disamai dengan siswa-siswa lain yang melawan si Choi.

Maka ketika Seungcheol mendecih, "Suka bermain-main eh?" dilanjuti sebelah tangan lainnya terangkat mengarahkan serangan tiba-tiba ke arah Soonyoung. Menjadi detik yang tepat si Kwon menghalau tinjunya, menangkapnya pakai tangan lainnya yang kosong, memelintir tak main-main hingga tubuh Seungcheol berputar menyisakan punggung siswa itu menjadi pemandangan di depannya. Bising menggema, seru terpukau menyeruak, pekik tak percaya pun menggamang ketika dengan teramat gampang Soonyoung menekan sebelah lengan si Choi di punggung siswa itu dan menyentaknya. Mengundang rintihan Seungcheol kembali terdengar.

Sedikit condong tubuh Soonyoung maju hingga bibirnya sebaris daun telinga siswa itu. Suaranya terdengar pelan; berbisik khusus ia lafalkan untuk siswa yang membelakanginya, syarat dominasi terpampang nyata dari bagaimana caranya berkata: "Dengar dan ingat baik-baik," hening menyambut. Glinyar aneh mengaduk persekian detik isi perut siswa di depannya, "Namaku Kwon Soonyoung," jeda, tutur kata si Kwon sama sekali tak terdengar main-main. Terlalu tajam dan berbahaya, "Kau bisa memanggilku—" belah atas bibirnya menukik naik mengukir senyum simetris, "Hoshi."

Adalah detik di mana Seungcheol terbelalak tak percaya menatap langit-langit kantin akan kehampaan, kosong dan pudar. Tak mempercayai jika Hoshi; sosok bintang dunia gelap anak-anak brandalan berdiridi belakangnya.

Mencengkram lengannyaBukan mematahkannya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

IChanged

Aku Berubah


To Be Continued


.

Jo Liyeol (males) Curhat Timing!

.

Intinya ini buat kalian semua yang SoonHoon shiper =w=

See you in chapter 2! Bye-bye~ =3=9

.


Review Juseyooo!

.

.

Kunjungi personal blog Liyeol juga yaa ... ketik aja; joliyeol27 (wp .com)

Ppyong! Saranghae Bbuing! ^^v