Hello penghuni fandom Vocaloid, saya pendatang baru di sini~
Semoga fiksi ini bisa menjadi salam perkenalan untuk awal yang baik ^^ (bahasamu!)
Well, Ayaka hanya punya cerita, karakter milik Yamaha.
Warning! Alur datar, OOC, typos dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.
Wish you happy reading!
Chapter 1
"Nah, jawaban kamu sudah benar semua, Rin. Kalau begitu pertemuan kita untuk hari ini cukup sampai di sini."
Gadis berambut pirang itu mengangguk senang, dan memberikan senyuman lebarnya kepada lelaki di depannya. Meraih buku yang disodorkan kepadanya, dan menawari sosok di hadapannya. Semangkuk es krim. Rasa vanilla blue. Tentu saja berwarna biru, tapi tidak lebih biru dari iris mata tentor Rin.
Kedua tangan itu terjulur, menerima mangkuk yang Rin tawarkan.
"Ah, terima kasih, Rin. Kamu memang pengertian—"
Dahi Rin berkerut dan menatap tentornya curiga. Seperti seorang polisi yang sedang mengamati buronannya.
"—h-hey, jangan salah paham. Dalam konteks yang lain." Grogi, entah karena es krim atau apa. Alisnya terangkat, panik.
Tapi tidak hanya berapa lama, sebelum Rin tertawa seraya tangan kanannya yang gemetaran karena sulitnya menahan tawa menulis sesuatu di bukunya.
Sret sret sret.
"Well, Kak Kaito lucu sekali kalau sudah dihadapkan dengan es krim. Tenang saja, aku tahu kok konteksnya, dan lagipula aku masih ingin hidup, aku tidak mau digantung Kak Miku, hee~," baca Kaito lengkap dengan penyuaraan intonasinya. Dan memandang gadis di depannya dengan alisnya yang naik sebelah.
Rin memiringkan kepalanya dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"Hahaha, silly~"
Dan tawa di antara mereka meledak. 'Obrolan' dan candaan mereka tidak henti di situ saja, mereka menghabiskan waktu hingga petang menjelang, dan tiba waktunya Kaito harus pamit pulang.
Rin melambaikan tangannya pada sosok berkemeja putih itu yang berjalan seakan menyambut merahnya kilauan mentari yang hampir tenggelam. Menatap tentornya hingga hilang di ujung jalan, kemudian kembali masuk ke dalam rumahnya.
Helaan napas terdengar dari ruang tengah. Itu Rin, setelah membersihkan diri dan mengganti piyama, dia mereview hasil belajarnya lagi. Dengan segala kekurangannya, semangat Rin tidak kalah dengan anak-anak normal lainnya.
Hening, hanya ada suara lembaran kertas dan gesekan antara batu grafit dari pensil Rin dan buku tulis.
Satu, dua, empat hingga tujuh halaman sudah terpenuhi oleh coretan Rin. Tapi tidak untuk halaman kedelapan, rasa kantuk yang menyergap Rin mengalahkannya.
Rin jatuh tertidur di meja belajarnya, dan tentu saja, dia tidak merasakan keberadaan sesosok manusia yang diam-diam datang menyelinap memasuki kamar tidurnya.
Pendek ya chapter ini? Sengaja~ namanya juga pembukaan :D *ditimpuk*
Kalau fiksi ini dapat respon yang baik chapter selanjutnya yang lebih panjang akan dipublish sesegera mungkin! ^_^
RnR, please?
