Title : Sour Sweet Summer
Author : Kim Sun Ri
Genre : Romance, Hurt/Comfort, Slight!Angst, Fantasy
Rating : T
Length : Chaptered (Two Shot)
Disclaimer : This fict is mine, but the casts aren't
Warning : Yaoi, BoyXBoy, BL, AU, OOC(?)
Pairing : Eunhae(Hyukjae X Aiden)
.
Don't Like Don't Read!
A/N : Ini short-chaptered story. Mungkin hanya 2 atau 3 chapter. Most likely akan ada happy-sad ending, tergantung point of view pembaca. Oh iya, untuk Hyukjae disini, bayangkan penampilan bad boy Euntyrone(Eunhyuk di drama musical Fame). Or, [https#:/yfrog.#com/Himg96/scaled.#php?tn=0&server=96&filename=u8ir.#jpg&xsize=480&ysize=480] *hilangkan 4 tanda # disitu . i use his image there just because i love Euntyrone too much hehe.
Ah dan hampir lupa. Bagi yang belum tau, Aiden itu nama Donghae dalam bahasa inggris. Uri fishy sendiri yang membuatnya. Seperti halnya nama inggris Hyukjae itu Spencer (meski itu bukan Hyuk yang bikin), dan sebagainya.
Enjoy!
.
.:Sour Sweet Summer:.
.
Author's POV
Di sebuah rumah besar bak mansion megah, seorang namja berambut merah sedang terebah terlentang diatas sofa. Ia hanya mengenakan boxer biru donkernya dengan kaus tanpa lengan berwarna putih. Ia berbaring dengan sebelah tangannya menggenggam sebuah kipas plastik yang menutupi wajahnya. Bahkan dengan pakaian minim yang ia kenakan, ia masih bisa merasakan udara panas yang menyengat kulitnya yang seputih dan sehalus susu, karena sekarang sedang musim panas.
Ia mengerang dan mencoba mengkipas dirinya sendiri dengan sedikit energi yang tersisa. Sia-sia, ia membiarkan tangannya terjatuh dan menggantung disisi sofa, menutup matanya dengan putus asa. Ketika itu ia merasakan seseorang duduk di sofa kecil beberapa meter darinya. Ia mencuri lihat dan mendapati eommanya duduk disana, kondisinya tidak jauh berbeda dengannya. Keringat menetes dari pelipisnya.
"Hyukjae, nak, bagaimana kalau kita mengunjungi perkebunan pamanmu musim panas ini?"
Sang namja berambut merah, Hyukjae, bangkit bangun dari posisinya sebelumnya. Ia terduduk di sofa dan menatap eommanya dengan tatapan apa-kau-serius miliknya. Karena Sungguh, bila rumah mereka yang megah ini saja bisa terasa sepanas ini, bagaimana keadaan sebuah perkebunan? Sepanas neraka?
"Jangan beri eomma tatapan horor itu. Perkebunannya di atas gunung kok! Emm… Lumayan."
Dari caranya mengucapkan kata terakhir itu, Hyukjae tau perkebunan itu tidak benar-benar berada di atas gunung. Ia mengerang lagi, merapikan kausnya yang kusut sedikit.
"Aku tidak tertarik. Pergi saja bersama appa dan berbulan madu lagi atau apalah."
"Ayolah. Kangin yeobo juga akan ikut bersama kita. Kalau kau tidak ikut kau mau apa? Membusuk di sini?" Eommanya, Leeteuk berujar.
"Lebih baik daripada membusuk disana," jawab Hyukjae, bangkit berdiri dari sofa.
"Paling tidak kau bisa mendapat makanan disana. Karena seingat eomma, kau tidak bisa memasak dan ditinggal sendirian berarti kau akan mati kelaparan."
"Aku bisa telepon delivery. Kita ini hidup di jaman modern!"
Hyukjae berbalik dan berjalan kearah kamarnya dengan santai, melambaikan tangannya keatas tanpa menoleh kebelakang. Menandakan ia benar-benar tak tertarik dengan tawaran itu. Tapi mengetahui reaksi ini yang akan datang dari aegyanya, Leeteuk menyeringai sebelum berujar dengan suara yang cukup keras.
"Baiklah kalau begitu. Kurasa hanya aku dan Kangin yeobo yang akan pergi ke kebun strawberry itu."
Hyukjae langsung menghentikan langkahnya dan terdiam. Ia menolehkan kepalanya perlahan untuk menghadap eommanya.
"Tadi… eomma bilang…?"
.
.:Sour Sweet Summer:.
.
Hyukjae's POV
Aku tidak percaya aku setuju untuk datang kesini.
Aku menghela napas panjang sambil melompat turun dari kendaraan ini. Benar-benar melompat turun karena sebelumnya aku duduk di bagian belakang truk pick up ini. Kenapa kamu menggunakan truk ini sejak memasuki kota pun masih menjadi tanda tanya bagiku. Aku menepuk-nepuk bagian belakang celana kulit hitamku dari debu, dan meluruskan jaket kulit hitamku.
Lihatlah tempat ini, bahkan gerbang kayu itu terlihat tua dan rapuh.
Seperti bisa roboh kapanpun.
"Ayo masuk, kita lihat-lihat perkebunannya," appaku, Kangin menyarankan.
"Appa, apa benar ada kebun strawberry disini…? Tempat ini terlihat… terlantar."
"Tentu ada, sayang! Jangan menilai buku dari sampulnya!" Seru eommaku bersemangat.
Aku menggerutu saat mereka mulai berjalan menuju gerbang itu. Aku mengikuti dengan malas, masih mengira itu mustahil. Maksudku, udara begitu panas, dan tempat ini terlihat tua. Aku takut yang ada dibalik gerbang kayu dan pintu kayu besar yang tertutup itu hanyalah padang gurun atau semacamnya.
Kurasa memang keputusan yang salah untuk ikut kesini…
Mungkin tempat ini bukanlah tempat yang baik-…
*kriek…*
Astaga…!
Aku hampir menjerit histeris seperti anak sekolah menengah labil saat melewati pintu itu. Yang bisa kulihat sekarang hanyalah barisan-barisan tumbuhan hijau dengan tinggi sekitar dua puluh sentimeter, dengan buah merah mungil dibawahnya, mengintip dan menunggu untuk dipetik.
"Hyukjae, sayang, berhenti nyengir seperti orang idiot. Kau menyeramkan."
Untuk pertama kalinya aku menghiraukan ejekan eomma. Tapi aku mengikuti sarannya untuk berhenti memperlihatkan deretan gigiku, dan kembali ke wajah datarku. Aku masih harus menjaga image, kau tau?
.
Author's POV
"Ini kebun yang sangat bagus, bukan begitu?" Leeteuk berujar.
"Ya, ya… Apapunlah…" Hyukjae menjawab seadanya, mencoba terlihat tidak peduli meski sebenarnya tidak begitu.
Yah, Hyukjae adalah seorang namja 'berandalan'. Dengan jaket kulit hitam dan celana senada, diatas kaus putih tipis tanpa lengan dan rambut berwarna merah yang ditata jabrik keatas, banyak yang cukup takut padanya. Meski begitu ia sebenarnya memiliki sisi manis saat berhadapan dengan buah merah kecil bernama strawberry itu. Tetapi ego nya amat tinggi. Tetap saja tidak bisa menipu mata kedua orang tuanya.
"Kami akan mengecek tempat kita menginap nanti dulu. Cobalah untuk tidak menghabiskan semua strawberry disini!" Leeteuk terkekeh.
"Tidak apa kok. Kami sudah memenuhi pesanan bulan ini, yang ada disini adalah sisanya. Kau boleh memetik dan memakan sebanyak yang kau mau!" Pamannya, Hankyung, berujar dengan ramah.
Hyukjae mengangguk sedikit, terlihat tidak peduli dan tidak tertarik. Namun setelah memastikan ketiga orang itu, yaitu Leeteuk, Kangin, dan Hankyung sudah pergi, Hyukjae langsung melompati pagar kayu disekeliling perkebunan itu. Ia tidak repot-repot mengambil keranjang. Ia hanya berdiri di depan tanaman strawberry pertama yang ia temukan.
Hyukjae berjongkok di depan tanaman kecil itu. Ia menyibak daunnya perlahan, dan disambut oleh pemandangan buah-buahan merah kecil matang yang begitu menggodanya. Ia tersenyum begitu lebar menunjukkan gusinya, bersemangat dan antusias. Tanpa menunggu lebih lama, ia menggenggam sebuah strawberry yang ada.
*Pluk!*
*Bruk!*
Sebagaimana idiot dan kuatnya Hyukjae, ia mencabut bukan hanya satu buah strawberry, tetapi seluruh tanaman malang itu. Membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh kebelakang. Panik, ia buru-buru bangkit kembali ke posisi jongkoknya, dan mengubur kembali akar tanaman itu ke tanah. Menepuk-nepuknya berharap tanaman itu tidak akan kenapa-kenapa.
"Aku lihat lho~"
Hyukjae terlonjak karena suara tiba-tiba tersebut. Ia berbalik hingga tubuhnya berhadapan dengan pemilik suara itu. Ia baru saja hendak memaki orang itu dengan kasar. Tetapi entah mengapa ia malah hanya terdiam menatapnya.
Namja. Meski begitu ia terlihat agak manis di mata Hyukjae, mungkin karena terlihat sedikit kekanakan. Rambutnya yang berwarna brunette terlihat halus dan lembut, tidak terlalu pendek namun tidak terlalu panjang juga, membingkai wajahnya dengan pas. Ia mengenakan kemeja putih lengan panjang yang cukup tipis, mungkin untuk mencegah terlalu panas dan sedikit longgar. Dengan celana jeans panjang berwarna biru. Namja itu tersenyum angelic, dan Hyukjae mencoba menghiraukan fakta bahwa ia cukup terpana karena senyuman itu.
"Kau pikir kau siapa, berani mengagetkanku seperti itu?" Hyukjae berujar menusuk.
Namja itu hanya memiringkan kepalanya sedikit dengan ekspresi kekanakannya, "Apa aku mengagetkanmu? Maaf aku tidak bermaksud begitu. Namaku Aiden," ia melontarkan seulas angelic smile yang cerah lagi.
Hyukjae memutar bola matanya, kemudian bangkit berdiri dan menepuk celananya dari debu. Ia berjalan menjauhi pendatang baru itu, dan pergi lebih dalam di kebun itu. Ia berjongkok lagi, mencoba memetik sebuah strawberry. Tetapi yang terjadi selanjutnya hanyalah ulangan dari kejadian sebelumnya. Ia mendengar kekehan kecil dari namja tadi. Ia mendengus saat namja itu menghampirinya kembali.
"Kau hanya akan menghancurkan kebun ini jika kau terus melakukan itu. Kau tidak bisa asal menariknya saja," sarannya.
Hyukjae mengiriminya death glare yang ia pelajari dari teman sekolahnya. Hampir menggerutu kesal dan mendesis seperti seekor anjing yang sedang marah. Tapi namja itu terlihat sama sekali tidak menyadari rasa geramnya dan membungkuk disampingnya dengan santai, perlahan menggapai sebuah strawberry dan memetiknya dengan perlahan. Ia mengulurkannya kepada Hyukjae dengan senyuman angelicnya.
"Ini!" Ucapnya dengan nada bersahabat.
Hyukjae mendengus, menepis tangan di hadapannya dengan kasar. Meski begitu Aiden tidak terlihat marah karenanya. Malahan, ia tersenyum dan kembali membungkuk lagi. Ia menggapai sebuah strawberry.
"Pertama, kau mengambilnya perlahan seperti ini. Kemudian gunakan kuku jarimu untuk memotong tangkainya. Pastikan tidak terlalu dekat dengan buahnya kalau tidak mau mengeluarkan getahnya," jelasnya.
Hyukjae bertingkah seakan ia tidak melihat kearahnya sedikitpun. Ia menatap arah lain dengan tatapan dinginnya. Aiden menghela napas pelan, menggigit buah strawberry yang ia petik sebelumnya dan berlalu dari situ tanpa mengatakan sepatah katapun lagi.
Beberapa menit berlalu, Hyukjae akhirnya melihat kesekelilingnya. Melihat namja itu sudah tidak ada, ia bergeser mendekat kearah tanaman strawberry yang ada. Mengambil sebuah kedalam tangannya, ia mengikuti instruksi Aiden sebelumnya dan memetiknya perlahan. Ia menatap buah merah di telapak tangannya. Kemudian senyuman lebarnya terulas, sebelum menggigit dan memakan buah itu dengan riang.
Meski begitu ia tidak menyadari, Aiden masih mengamatinya dari kejauhan, tertawa kecil melihat tingkah kekanakannya.
.
.:Sour Sweet Summer:.
.
Hyukjae's POV
Ini benar-benar serasa di surga!
Aku terus menampilkan gummy smile lebar saat memakan lebih banyak buah ini. Aku sudah tidak bisa menghitung lagi berapa banyak yang telah kumakan. Tetapi melihat kearah tumpukan batang kecil itu, yang sudah menggunung di sampingku, kurasa tidak hanya sedikit yang telah kucerna.
Aku tidak tau sudah berapa jam aku menghabiskan waktu disini, hanya memakan buah-buah itu seperti tiada hari esok di kamusku. Meski begitu aku tidak peduli. Aku masih asik memakan buah saat tiba-tiba sesuatu membuatku membeku di tempat saat aku hendak menggapai sebuah strawberry lagi.
"… Sial."
Aku mengumpat pelan saat melihat sebuah kumbang biru bulat aneh diatas sebuah daun strawberry. Aku merasa serangga menyeramkan itu sedang menatap balik padaku dengan mata hitam besarnya yang bulat.
Sial. Serangga itu berukuran sangat besar.
(A/N : sebenarnya, itu hanya sebesar setengah kuku jari kelingkingmu, Hyukjae)
Aku menatapnya nyalang meski sebenarnya di dalam diriku tengah gemetar dengan horor.
Aku. Benci. Serangga.
Aku mencoba tidak bergerak seinci pun dihadapan makhluk horor itu. Jemariku lima sentimeter jauhnya darinya, dan aku tidak berani bergerak menjauh karena mungkin ia bisa memakanku hidup-hidup. Kemudian aku mendapat shock terbesar dalam hidupku.
*pluk*
"A-! ASDKAJHKF! PERGI DARIKU!"
Serangga itu melompat keatas jemariku. Aku melompat bangun dari posisi dudukku dan mengibaskan tanganku dengan panik, meneriakinya serentetan makian dan kutukan yang otakku bahkan tidak proses terlebih dahulu. Saat tiba-tiba kakiku tersandung kebelakang dan aku kehilangan keseimbanganku.
*Bham!*
Appo. Kepalaku.
Apa itu… Bintang…?
Dan aku kehilangan kesadaranku.
.
.:Sour Sweet Summer:.
.
Author's POV
Hyukjae mengerang kesakitan sedikit setelah beberapa lama. Ia merasa kepalanya berkedut pelan. Jadi ia memutuskan untuk tidak membuka matanya dan terdiam seperti itu hingga rasa sakitnya berkurang. Ia masih terbaring di tanah. Tetapi kemudian ia menyadari sesuatu.
Kenapa tanahnya tidak terasa keras?
Kemudian ia merasakan tangan mengusap lembut rambutnya. Ia membuka matanya perlahan, mengedip sesekali untuk menyesuaikan banyaknya cahaya matahari yang masuk.
"Kau sudah bangun?"
Sebuah suara memasuki telinganya. Dan ia disambut oleh senyuman namja brunette sebelumnya. Hyukjae langsung menyadari ia berada di pangkuan namja itu. Hyukjae mencoba bangkit duduk, tetapi rasa sakit di kepalanya membuatnya pusing. Ia merasa Aiden mendorongnya kembali untuk berbaring. Ia mendesis dengan suara pelan.
"Lepaskan aku."
"Tidak sampai kau merasa baikan," jawabnya singkat.
Hyukjae menggeram dan melemparinya sebuah death glare lagi. Tapi ia masih terlihat tidak terpengaruh. Hyukjae mencoba berguling jatuh dari pangkuannya, tetapi ia menahan kedua bahunya. Hyukjae menghela napas panjang dan kembali menutup matanya.
"Kau menyebalkan," gumamnya.
"Kau memiliki cara yang aneh untuk berterimakasih pada penolongmu. Aku bahkan membuang serangga itu!" Ia terkekeh pelan.
Hyukjae terbata karena rasa malu, "D-diamlah…!"
"Siapa namamu?" Tanya Aiden.
"Bukan urusanmu."
"Tidak adil jika aku memberitaumu namaku, tetapi kau tidak mau memberitau milikmu."
"Lalu? Aku tidak pernah menanyakan namamu. Salahmu sendiri."
Aiden menghela napas atas tingkah keras kepala namun kekanakannya. Namja berambut merah ini benar-benar sesuatu yang berbeda, pikirnya.
"Kau tau? Untuk seseorang yang terlihat seperti anak berandalan, kau begitu unik. Menyukai strawberry, memakannya dengan senyuman manis, dan takut pada serangga."
Hyukjae kembali menggeram pelan dan Aiden hanya terkekeh. Hyukjae baru saja hendak membentaknya karena telah mengejeknya, tetapi Aiden kembali berucap.
"Meski begitu tak apa. Semua orang memiliki sisi lembut, entah sesuatu yang mereka sukai atau sesuatu yang mereka benci. Itu hal normal. Karena itulah kau tidak perlu menyembunyikannya, terutama rasa sukamu terhadap buah strawberry," ujarnya dengan senyuman.
Entah mengapa Hyukjae merasa tenang dan nyaman dengan perkataan dan keberadaannya. Mungkin bila itu salah satu musuhnya, atau anggota gengnya di Seoul yang mengetahui 'rahasia' kecilnya itu, mereka akan mengejeknya habis-habisan. Dilain sisi namja ini terlihat amat santai dengan itu. Dan berada di atas pangkuannya terasa nyaman. Aiden perlahan membawa jemarinya ke rambut Hyukjae. Jemari panjang itu kembali mengelus rambutnya dengan amat lembut.
"Dan kurasa eommamu sudah tau tentang hal itu. Jadi tidak perlu bertingkah cuek. Strawberry memang enak kok."
Hyukjae menutup matanya, menikmati sentuhan lembut itu. Sentuhannya terasa seperti sihir. Bisa membuatnya merasa tenang dengan mudah, padahal Hyukjae sebenarnya adalah orang dengan amarah pendek. Aiden tersenyum melihat ekspresi damai diwajahnya.
"…jae," Aiden mendengarnya menggumam.
"Mwo?"
"Hyukjae, Lee Hyukjae… Namaku…"
Aiden melontarkan angelic smilenya, masih mengelus lembut rambut Hyukjae. Dan sang namja berambut merah tidak bisa lagi merasa lebih nyaman dari ini.
"Kalau begitu, senang bertemu denganmu, Hyukjae."
.
.:Sour Sweet Summer:.
.
Keesokan harinya saat Hyukjae pergi ke kebun itu, Aiden sudah ada disana. Ia sedang duduk di tempat yang sama dimana kemarin Hyukjae berbaring di pangkuannya. Ia menyadari kehadiran Hyukjae dan tersenyum manis, melambai kearahnya. Hyukjae hanya mengangguk kaku dan menghampirinya. Ia duduk di samping Aiden, dan Aiden menyodorkan sebuah keranjang kecil dipenuhi dengan buah merah kecil itu padanya.
"Ini. Kau datang kesini untuk memakan ini lagi kan?" Tawarnya dengan senyuman.
Kali ini Hyukjae mengangguk lebih yakin dan mengambil keranjang itu. Ia mulai memakan buah-buah itu tanpa sanggup menahan seulas senyuman di bibirnya. Aiden hanya memperhatikannya yang sedang makan, memperhatikan tiap senyum kecil yang terlontar.
"… Kau tidak mau?" Tanya Hyukjae kaku. Ia sendiri terkejut dirinya bisa memulai pembicaraan.
"Ani. Nikmati saja. Aku tau itu tidak cukup untukmu," Aiden terkekeh.
Hyukjae hanya menggumam sebagai jawaban dan kembali makan. Karena sejujurnya, ia belum terbiasa berbicara ramah dengan orang asing. Mereka menghabiskan beberapa waktu dalam kesunyian seperti itu.
"Jadi… Kau keponakan Hankyung ahjussi?" Tanya Aiden.
Hyukjae mengangguk, masih memakan strawberry.
"Kau akan menatap disini? Atau hanya menghabiskan waktu liburan?"
"Hanya untuk liburan musim panas," jawabnya singkat.
"Cukup jarang anak kota sepertimu mau menghabiskan liburan di tempat seperti ini. Terutama orang-orang yang kelihatannya suka berada di kota besar," ia berujar, menatap rambut merah Hyukjae.
"Mengecat rambut tidak berarti aku anak kota dan suka berada di kota. Berada disini juga bukan berarti aku ingin menghabiskan liburanku disini, mungkin sebagian benar karena aku ingin strawberrynya," Hyukjae berujar, menyisir rambutnya dengan jemarinya.
Aiden mengangkat sebelah alisnya dengan bingung, "Jadi, kau suka berada dimana?"
Atas pertanyaan itu, Hyukjae berhenti makan. Ia perlahan mengangkat wajahnya dan menatap menerawang jauh menembus langit biru yang luas. Aiden terdiam melihat tatapan kosong penuh kerinduan yang ia keluarkan. Dan bagaimana angin lembut menerpa mereka.
"Tidak tau. Mungkin tidak dimanapun," jawab Hyukjae akhirnya.
Untuk sesaat, ia terlihat larut dalam dunianya sendiri.
"Tidak dimanapun…?"
Hyukjae mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya. Dan Aiden menyadari bagaimana mata hitam kelam itu berubah semakin kosong. Tidak ada keinginan hidup disana. Tanpa ragu, Aiden mengangkat tangannya kembali, mencapai rambut Hyukjae, mengelusnya dengan lembut. Awalnya Hyukjae terkejut, teatapi kemudian bahunya merosot turun dengan rileks, dan ia kembali menutup matanya.
"Aneh…" Gumamnya dengan suara amat pelan, meski begitu Aiden dapat mendengarnya.
Aiden terdiam, menunggu Hyukjae menyelesaikan kalimatnya. Ia tidak berhenti mengelus Hyukjae dengan lembut.
"Aneh rasanya… kau bisa membuatku merasa nyaman dan damai… Hanya dengan berada disini, seperti ini."
Aiden tersenyum angelic atas pernyataan penuh kejujuran itu.
.
.:Sour Sweet Summer:.
.
Hyukjae sedang berbaring diatas rumput, kedua tangannya terlipat di belakang kepala sebagai bantal. Aiden duduk di sisinya. Mereka menghabiskan waktu dalam keheningan yang nyaman, saat tiba-tiba perut Hyukjae berbunyi karena rasa lapar. Ia mencoba menyembunyikan rasa malunya, bertingkah seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan masih menutup matanya. Aiden yang mendengarnya dengan jelas terkekeh.
"Lapar?" Tanyanya.
Tapi Hyukjae tetap terdiam.
"Jangan bilang kau belum makan apapun selain strawberry hari ini?"
Kali ini perut Hyukjae kembali berbunyi, menjawab untuknya. Ia berbalik masih berbaring, menghadap arah lain. Memunggungi Aiden untuk menyembunyikan rasa malunya.
"Kau sudah pernah coba makan strawberry pie? Enak lho. Aku bisa membuatnya untukmu jika kau mau. Ada bungalow di dekat sini dengan dapur kecil untuk kebun strawberry ini. Kita bisa menggunakannya," tawar Aiden.
Tiba-tiba Hyukjae bangkit, mengagetkan Aiden akan gerakannya yang tiba-tiba. Ia berdiri dan berjalan santai menuju bungalow tanpa mengatakan sepatah katapun. Aiden terkekeh pelan kembali, mengikutinya dari belakang.
.
.:Sour Sweet Summer:.
.
Hyukjae melihat sekeliling bungalow. Cukup sederhana dan kecil, berinterior kayu dan kaca. Di sisi belakang, yang manghadap kearah perkebunan terlihat seperti dapur terbuka. Hyukjae bersandar pada salah satu meja dapur, menatap kearah luar balkon terbuka yang menampilkan perkebunan itu.
*kriek…*
Hyukjae berbalik dan mendapati Aiden membuka sebuah lemari dapur yang tinggi, mencari bahan-bahan. Namja brunette itu tersenyum saat ia menemukan apa yang ia cari. Kemudian ia berjinjit untuk meraihnya, yang sepertinya tepung. Meski begitu ia tidak dapat menggapainya. Hyukjae menahan tawanya melihat namja brunette itu cemberut.
Namja ini manis sekali.
Hyukjae membulatkan matanya sendiri dan menyentak dirinya karena telah berpikir demikian. Membuang pikiran itu jauh-jauh, ia menghampirinya tanpa suara, berdiri di belakangnya dan berjinjit mengambil tepung itu dengan tangan kanannya. Selisih tinggi mereka amat tipis, tapi Hyukjae dapat menggapainya. Ia tidak menyadari bahwa posisinya seperti memeluk namja brunette itu dari belakang.
Aiden terlihat tidak keberatan. Meski wajahnya bersemu sedikit akibat jarak diantara mereka yang begitu tipis. Hyukjae mengambil satu langkah mundur, menyodorkan tepung itu padanya, masih tidak menyadari kedekatan mereka sebelumnya. Ia memiringkan kepalanya sedikit dengan heran melihat wajah merah Aiden. Alisnya bertaut, dan untuk sesaat ia terlihat cukup manis.
Di mata Aiden, Hyukjae terlihat seperti anak anjing yang penurut dengan kedua telinga turun, dan ekor berkibas menunggu makanan. Ia tertawa pelan, membuat Hyukjae semakin bingung. Tetapi ia menggeleng dan berbalik, mengambil bahan-bahan lain yang dibutuhkan. Hyukjae kembali bersandar pada tembok di dekat situ, memperhatikan gerak-geriknya.
Meski begitu ia mulai merasa tidak betah melihat Aiden mengerjakan beberapa hal sekaligus. Ia menghela napas, menggulung lengan jaket kulitnya hingga siku, sama seperti yang Aiden lakukan pada kemeja putihnya. Kemudian ia menghampirinya, mengambil sebuah mangkuk kosong dari tangan kanannya.
"Apa yang bisa kubantu?" Tanyanya datar.
Aiden cukup terkejut Hyukjae mau membantu. Tetapi ia mengulaskan angelic smile khasnya, membuat Hyukjae terpana sedikit. Kemudian ia menunjuk tepungnya dan memberi beberapa isyarat tangan.
"Bantu aku membuat adonan. Pertama, tuangkan tepung ini kesana."
Hanya menuangkan tepungnya… bukan…?
*Buff~!*
Sebagaimana bodohnya dia, Hyukjae membuat kepulan asap dari tepung terigu. Kedua orang itu terbatuk keras. Saat asap tersebut pudar, mereka saling menatap satu sama lain selama kurang lebih sepuluh detik dalam keheningan. Kemudian tiba-tiba tawa Hyukjae meledak.
"K-kau… T-tepung… Di hidungm-mu," Hyukjae berujar susah payah diantara napas tawanya.
Kali itu Aiden bahkan tidak bisa mengkomentari noda tepung di pipi kiri Hyukjae. Ia terpana oleh tawa tiba-tiba Hyukjae. Dan ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya ingin selalu melihat Hyukjae tertawa seperti itu, selama ia masih dapat melihatnya.
"Hyukkie," bisiknya.
Hyukjae masih larut dalam tawanya, ia bahkan tidak mempermasalahkan panggilan akrab tiba-tiba yang dilontarkan Aiden dan hanya bisa menjawab 'apa?' yang terdengar kabur dan tidak jelas diantara tarikan napasnya, sambil menghapus setetes air mata di sudut matanya akibat terlalu banyak tertawa. Tangan kanannya menggenggam bagian kaus pada perutnya.
"Kau memiliki tawa yang… indah," ujar Aiden dengan senyuman.
Tawa Hyukjae langsung terhenti dengan mulut sedikit terbuka atas pujian itu. Tapi kemudian setelah kata-kata itu meresap kedalam otaknya, sesuatu yang agak mengejutkan terjadi. Hyukjae tidak mendengus seperti yang biasa ia lakukan, sama sekali tidak. Melainkan Hyukjae tersenyum, senyuman singkat namun tulus.
"Gomawo…"
.
.:Sour Sweet Summer:.
.
Kegiatan memasak mereka cukup kacau. Sesekali Hyukjae akan mengacau meski tidak sengaja, seperti salah memasukan garam saat seharusnya ia memasukkan gula. Atau memecahkan telur dengan kulit telurnya bersamaan. Tetapi mereka amat menikmatinya. Hyukjae banyak tertawa saat mereka memasak, dan Aiden merasa amat puas karenanya. Hyukjae terlihat semakin terbuka padanya sekarang.
"Apa ini cukup baik?" Tanya Hyukjae.
Ia menunjukkan adonan yang sedari tadi ia bentuk di loyang. Setelah memastikan bentuknya cukup wajar dan pantas, ia menunjukkannya pada Aiden dengan tatapan penuh harap. Aiden terkekeh pelan melihat ekspresinya itu.
"Sempurna," puji Aiden.
Aiden melihat bagaimana wajah Hyukjae berubah cerah seperti yang biasa anak kecil pancarkan saat dipuji. Hyukjae meletakkan adonan itu di meja, dan duduk di bangku dekatnya. Ia meletakkan kedua sikunya diatas meja marmer itu, menggunakan kedua telapak tangan untuk menyangga dagunya selagi ia menatap punggung Aiden saat namja brunette itu membuat isi pie di meja lain.
Kita terlihat seperti pengantin baru saja…
Pikir Hyukjae tanpa sadar. Aneh, Hyukjae bisa merasa amat rileks dan nyaman berada di dekat Aiden. Aneh bagaimana seorang Lee Hyukjae bisa bertingkah begitu santai. Ia merasa keberadaan Aiden berbeda dari siapapun. Ia merasa bahwa namja itu bisa memahaminya sepenuhnya. Ia merasa sesuatu yang baru, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia menemukan sesuatu.
Atau mungkin, seseorang untuk dicintai.
Baru dua hari lamanya mereka bertemu. Tetapi sesungguhnya, berapakah waktu yang diperlukan untuk seseorang jatuh cinta? Atau mungkin berbeda untuk tiap orang? Terhenyak oleh pikirannya sendiri, Hyukjae menggelengkan kepalanya keras, mencoba menghilangkannya. Bertepatan dengan Aiden yang berbalik menghadapnya. Ia mengangkat sebelah alisnya heran, dan tertawa pelan.
"Kau sedang apa?" Tanyanya.
"Aniyo. Tidak ada," jawab Hyukjae, mencoba terdengar meyakinkan.
Aiden tidak mempercayai tidak ada apa-apa tersebut. Namun ia menghiraukannya, dan menghampiri Hyukjae dengan adonan isi di mangkuk yang ia pegang. Perlahan ia menuangkannya keatas adonan yang Hyukjae telah buat. Dan Hyukjae tidak dapat menyembunyikan antusiasme dari wajahnya.
"Isinya apa saja?" Tanya Hyukjae.
"Manisan strawberry, rhubarb, isi yang biasa."
"Wanginya enak… Seperti-…" Ia menggantungkan kalimatnya, menghirup wangi pie yang belum dipanggang itu.
"Strawberry?" Tebak Aiden, tertawa pelan.
Hyukjae tersenyum, menampilkan gusinya yang merah muda, "Tepat sekali."
Mereka menatap satu sama lain sebelum kembali tertawa pelan. Aiden kemudian meletakkan adonan pie tersebut kedalam oven. Setelah itu ia mulai melihat kearah sekeliling mereka, kearah kekacauan yang telah mereka ciptakan. Dapur itu tidak dalam kondisi yang cukup rapih, berkat aksi mereka.
"Biar kubantu kau membereskan ini semua."
Hyukjae berujar dan bangkit berdiri, mengumpulkan peralatan memasak yang telah mereka gunakan dan meletakkannya di atas wastafel cucian. Aiden menyeringai bercanda kearahnya.
"Membantuku membersihkan atau mengacaukan?" Ledeknya.
"Aish, diamlah. Aku mungkin amat buruk dalam urusan memasak. Tetapi aku jagonya dalam hal membersihkan," Hyukjae terkekeh pelan.
"Wah kau tipe orang clean freak? Amat diluar dugaan," Aiden berucap dramatis, masih meledeknya.
Hyukjae mendengus, dan melanjutkan berberes-beres. Aiden tertawa melihat aksi ngambeknya yang gagal. Ia sedang membereskan meja marmer saat mendengar suara benturan benda besi terjatuh di belakangnya, dan diikuti dengan rentetan makian Hyukjae.
"Ada apa?" Tanya Aiden, kecemasan tergambar di nada suaranya saat ia berbalik.
Hyukjae masih menggerutu, melepaskan jaket kulitnya secara buru-buru. Dan Aiden mencoba untuk tidak terdiam menatap tubuh Hyukjae dalam kaus putih itu. Karena sebenarnya hanya terdiam dan menatapnya terdengar cukup menggoda, kau tau. Ia melihat mangkuk besi di lantai, dan air yang menggenang disekitarnya. Air tersebut mengeluarkan kepulan asap dan Aiden langsung menyadari itu adalah air mendidih yang tadi ia gunakan untuk rhubarbnya.
"Oh ya ampun, Kau tidak apa?" Aiden menghampirinya, mengambil jaket Hyukjae dan menggantungnya di bangku terdekat.
"Yy-a. Hanya-… Oh sial!" Hyukjae memaki sedikit lagi, merasakan panasnya air mendidih itu meresap ke kulitnya melalui kaus tipisnya.
Ia akhirnya melepas helaian terakhir kausnya. Aiden cepat bergerak, mengambil handuk basah dengan air dingin dan perlahan mengelapnya kepada Hyukjae. Hyukjae mendesis sedikit merasa kain dingin tersebut mendinginkan luka bakarnya.
"Aku akan mengambil kotak P3K," gumam Aiden masih dalam kepanikannya.
Hyukjae menahan pergelangannya saat ia hendak berbalik.
"Tidak perlu, aku baik-baik saja," ujarnya meyakinkan.
"Tapi-"
"Tidak apa, Aiden… Sungguh. Aku sudah terbiasa dengan hal-hal seperti ini."
Aiden berhenti bergerak. Karena pertama, Hyukjae memanggil namanya dengan amat lembut hingga membuatnya bersemu. Dan kedua, karena kalimat tersebut yang Hyukjae gunakan membuatnya penasaran. Aiden berbalik dan mendapati tubuh Hyukjae yang dipenuhi bekas luka. Entah itu luka gores kecil, atau beberapa luka yang terlihat baru saja sembuh.
"Aku tau aku tampan. Tapi bisakah kau tidak menatapku seperti itu?" Goda Hyukjae, membuyarkan lamunannya.
Aiden kembali bersemu, dan menggelengkan kepalanya, "Bukan itu, pabbo! Kau-… Badanmu dipenuhi…"
Hyukjae menundukkan kepalanya, memperhatikan sekujur tubuhnya yang dipenuhi bekas luka dan mengedikkan bahunya santai. Ia berbalik, menggantung bajunya yang basah di salah satu bangku tidak peduli.
"Bagaimana kau mendapat semua luka itu…?" Aiden bertanya.
Hyukjae menyadari nada ragu dalam suaranya. Kemudian ia duduk di sisi teras, memanggil Aiden untuk duduk disisinya. Aiden menurut. Mereka duduk disamping satu sama lain dalam keheningan selama beberapa waktu. Menikmati hembusan angin.
"Perkelahian. Bukan masalah besar," jawab Hyukjae, memecahkan keheningan diantara mereka.
"Perkelahian? Perkelahian macam apa yang membuatmu terluka seperti itu…?"
Aiden perlahan menelusuri sebuah bekas luka panjang di lengan kanan Hyukjae dengan jemarinya.
"Perkelahian geng…? Kurasa itu yang biasa disebut orang."
"Kau rasa?"
"Aku hanya terlibat didalamnya pada awalnya karena kesal. Seiring waktu tanpa kusadari orang-orang mulai mengikutiku dan membantuku. Dan disitulah aku sekarang, berada di tengah pertengkaran geng dua kubu dengan memimpin salah satunya. Tidak disengaja pada awalnya," Hyukjae berujar dengan datar, seolah ia sedang membicarakan hal tidak penting tidak serius.
"Kau terlibat perkelahian, membahayakan dirimu sendiri, dan bahkan tidak tau alasannya?"
Hyukjae berjengit sedikit saat menyadari sedikit amarah di dalam nada suara Aiden. Ia berbalik dan menyadari bagaimana namja brunette itu sedang menatapnya tajam.
"Itu bukan masalah besar," ujarnya berusaha berkelit.
"Bukan masalah besar?"
Hyukjae kembali berjengit saat suara Aiden meninggi.
"Tubuhmu dipenuhi luka, hampir terpotong-potong dan kau bilang itu bukan masalah besar?!"
Ini pertama kalinya seseorang membentak Hyukjae tanpa rasa takut, dan Hyukjae tidak tau harus bereaksi apa.
"Kita sedang membicarakan nyawamu disini, jika kau belum menyadarinya. Bagaimana mungkin kau bilang itu bukanlah masalah besar?!"
"Karena memang itu bukan hal besar."
Aiden membatu atas jawaban tersebut. Dan ia melihat bagaimana tatapan Hyukjae kembali berubah kosong. Namja berambut merah itu mengalihkan pandangannya kembali ke hamparan langit biru di hadapan mereka.
"Karena hidupku tidaklah penting," tuturnya menjelaskan.
Sekali lagi keheningan menyelimuti mereka. Aiden menunggu Hyukjae melanjutkan kata-katanya. Hyukjae mengambil napas panjang, lalu menghelanya.
"Beritau aku, Aiden. Apakah arti dari… hidup?"
Aiden dibuatnya tak sanggup berkata-kata untuk sesaat. Hyukjae tersenyum pahit dan melanjutkan monolognya.
"Lahir, belajar, pergi kerja, menjadi kaya, lalu mati. Apa pentingnya? Datar. Tidak ada yang terasa hidup. Tidak ada yang terasa spesial. Mungkin itulah sebabnya aku terlibat dalam begitu banyak perkelahian. Mencari sesuatu, sesuatu yang aku sendiri tidak ketahui. Mungkin kematian."
Aiden tersentak. Ia menggenggam lengan Hyukjae. Dan Hyukjae menyadari bagaimana tubuh Aiden gemetar saat ia menggumamkan kata-kata berikutnya, kepalanya tertunduk lemah.
"Jangan… Jangan pernah berucap soal kematian seperti itu."
"Kematian… Bukanlah sesuatu untuk dicari," lanjutnya, "Itu adalah sesuatu yang pasti akan datang padamu nantinya. Tetapi yang pasti bukan sesuatu untuk dicari…"
Aiden perlahan mengangkat kepalanya. Ia menatap Hyukjae dalam-dalam, dengan tatapan yang tak mampu Hyukjae terjemahkan. Ia tersenyum sendu, dan bersandar pada bahu Hyukjae. Ia menatap langit biru di hadapan mereka seperti Hyukjae sebelumnya. Kelihatannya, ia cukup mengerti arti sebuah kehidupan. Ia telah melewati begitu banyak hal, Hyukjae tau itu meski ia tidak mengetahui hal apa saja yang telah ia lewati. Tatapannya terlihat begitu jauh menerawang. Penuh penyesalan, juga sesuatu yang lain.
"Kurasa… Aku mengerti… Hidup tidak akan memiliki arti yang penting jika kau tidak memiliki seseorang yang menjadi alasan untukmu tetap hidup. Tapi Hyukkie… Meski kau tidak menganggap hidupmu berarti, seseorang yang lain pasti menganggapnya berarti. Orang-orang yang mencintaimu, merekalah alasan untukmu tetap hidup. Merekalah arti dari kehidupanmu. Aku percaya suatu saat nanti, saat kau menemukan orang yang cukup berharga untuk menjadi alasan hidupmu, kau akan mengerti."
"Sudahkah kau? Maksudku, menemukan seseorang yang cukup berharga untuk menjadi alasan hidupmu," tanya Hyukjae.
Aiden tidak menjawab pertanyaannya. Tetapi ia hanya tersenyum penuh kelembutan, menutup matanya dengan tenang. Saat ia membukanya kembali, ia menatap Hyukjae dengan mata coklat tua yang lembut. Perlahan ia membawa tangannya kembali ke rambut Hyukjae, mengelusnya. Kali ini Hyukjae yang menutup matanya, menikmati sentuhan itu dan senyuman perlahan terkembang dibibirnya.
"Hanya saja… Ingatlah, Hyukkie. Hidup itu sungguh berharga. Tidak semua orang sanggup mendapatkannya. Atau paling tidak, tidak selama yang mereka inginkan. Jadi kau harus menghargai hidupmu… Itu adalah sebuah hadiah. Hadiah yang beberapa orang tidak akan pernah bisa dapatkan…"
Hyukjae mengangguk perlahan. Ia membuka kembali matanya dan menatap langit biru. Dan mungkin, mungkin saja, kali ini Aiden melihat secercah kehidupan di dalam matanya sekarang.
.
-To Be Continued-
.
Yeah i'm just too in love with Euntyrone... ugh.. apalagi scene pas dia hempasin tangan cewe itu. astaga disitu kok malah keliatan ganteng banget #plak . yeah i'm talking about this one, http#:/24.#media.#tumblr.#com/tumblr_lwhoaeTaU91qa7tfso1_250.#gif (as usual, hapus # nya).
Cerita ini terlihat manis ya! ahaha. Padahal aku lagi mood galau tapi kok bisa bikin cerita manis ini? Well, karena cerita ini tak semanis kelihatannya muahaha. Meski ga bisa dibilang sedih juga sih. Chapter depan(last) baru akan terjawab. Semoga tidak mengecewakan #doa.
Aku bales review di When Love Finally Leaves dulu~
myfishychovy : uwaaa ampuun #kabur. sad ending karena mood author lagi galau nyahahahaha~
nyukkunyuk : iya nih kenapa hae? yang pasti bukan karena author yang berkehendak! #plak. hyuk nya meninggal gara' sakit jantung uda tua #plak. amin! eh salah, moga ga beneran kejadian #amin
Guest : horeeee sukses nangisin anak orang #plak. gomawo~ aku merasa berhasil kalo ceritanya bisa ngena ke readers hehehe~
anchofishy : #pukpuk. author susah bikin cerita broke up #curhat. gampangan ditinggal mati jadi kesannya ga ada yang jahat nyehehe..
Arit291 : *kasi tissue. #pukpuk. gomawo sampe nangis segala ;) *ikut nangis terharu #sniff
Guest : #pukpuk. gomawo ~ ^^
Cho Kyura : maaaaaf #pukpuk. aku terharu dan salting sendiri tiap chingu bilang nge fans sama aku kekeke~. Pastinya~! Nado saranghaeyo~~
dinie teukie : #pukpuk. gomawo udah RnR dan larut dalam FFku~!
Guest : *sambil naik rakit. gomawo~~
arumfishy : sbenerny hyuknya sih gamau.. tapi author berkehendak lain.. #plak
Sepertinya tabungan dosaku bertambah bikin anak orang nangis rofl. yaah, doakan saja FF berikutnya fluffy fluffy dan no angst at all. #bertapa #ngusirgalau. Tapi semoga readers juga suka dengan cerita yang ini, dan mungkin kalau aku bikin yang agak sedih lagi nantinya :)
Mind to RnR guys? ^^
