Sakura mendapati Sarada dan Akari mulai membenci Sasuke yang pergi selama bertahun-tahun tanpa pemberitahuan.. Apakah ada alasannya? Benarkah kalau sisa dari Akatsuki yang di buru Sasuke sehingga rela meninggalkan keluarganya, memang ada?/Sequel kedua Renegade/Future Fict/Next Generation/AU/With OC as main chara/M for Violences scene

©Masashi Kishimoto©

.

.

.

Inspirasi konsep dari Naruto Gaiden

.

.

Just Warning!

.

.

LET ME GO, HIME

(Prologue)

Di akademi militer Konoha, para kadet tidak hanya di latih sebagai prajurit. Akademi ini juga terdapat sekolah tempat menimba ilmu layaknya sekolah formal pun juga di ajarkan di sini.

Bisa di katakan Akademi Konoha ini adalah sekolah paket komplit.

Di tempat seperti sebuah taman, Sakura masih duduk menunggu puterinya yang masih menjalani ujian di akademi.

"Mama" teriak seorang gadis kecil dari kejauhan.

Sakura tersenyum melambaikan tangan pada gadis kecil tadi yang tengah berlari kearahnya.

"Bagaimana hasil ujianmu, Sayang" tanya Sakura saat gadis kecil atau Sarada sudah berada di depannya.

Terdengar dengusan nafas dari Sarada, sambil mengangkat bahu. Sakura cuma tersenyum, ia tahu ujian yang di jalani puterinya pastilah tidak ada masalah. Ia bisa menilai dari ekspresi Sarada.

"Terlalu mudah, mama" seperti yang sudah Sakura duga.

"Tetaplah belajar, jangan terlalu cepat puas. Mama yakin, tingkat berikutnya akan lebih susah" senyum yang tak pernah lepas dari bibir Sakura.

"Pasti sama" Jawab Sarada agak ketus. Sakura menggeleng melihat tingkah puterinya ini.

Puterinya ini benar-benar mirip suaminya, membenci sesuatu jika ia merasa tidak ada tantangan. Mungkin bagi Sarada, apa yang ia pelajari di akademi ini terlalu mudah.

"Kau tidak melihat adikmu?"

Soal Haruno adik bungsu Sarada, ia juga bersekolah di akademi Konoha. Hanya saja, ia lebih memilih memasuki sekolah formal, beda dengan Sarada yang masuk ke akademi militer.

"Haruu.. sini…" tiba-tiba saja Sarada memanggil sambil melambaikan tangannya. Sakura mengikuti lambaian Sarada.

Agak jauh dari tempat mereka berada seorang gadis kecil berambut senada dengan Sakura, berlari kearah mereka. Ia segera memeluk Sakura.

Puteri bungsu ini satu-satunya 'pewaris tunggal' gen Sakura, sepertinya semua tentang Sakura menurun padanya, kecuali iris matanya yang berwarna hitam kelam seperti para Uchiha.

"Hey… kau kan sudah besar" seru Sarada pada Haruno yang merengek minta di gendong.

Dengan senyum teduhnya, Sakura menoleh pada Sarada, "Adikmu memang masih kecil, buktinya, Mama masih bisa menggendong tubuhnya"

"Dia kan sudah enam tahun"

Sakura mengetuk dahi sarada dengan dua jarinya, "Bukannya dulu kau juga sama"

Dengan wajah yang memerah Sarada memegangi dahinya, lalu berkata, "Tidak ingat"

Sakura tertawa, "Sudahlah, ayo, papa menunggu di luar" dan menarik Sarada meninggalkan area akademi.

Belum terlalu jauh melangkah, kelihatanlah Sasuke mendekat ke arah Sakura dan kedua anaknya.

"Papa" seru Haruno sambil mengulurkan kedua tangannya.

"Maaf, lama" ujar Sasuke dan mengambil alih Haruno dari gendongan Sakura.

"Tidak apa-apa, Sarada dan Haruno, juga baru selesai" sanggah Sakura sambil tersenyum.

Sasuke berjongkok di hadapan Sarada sementara Haruno masih berada dalam gendongannya.

"Bagaimana?" tanya Sasuke.

"Terlalu mudah, Papa"

Sasuke tersenyum sambil mengacak-acak rambut puteri sulungnya itu.

"Ayo" Sasuke segera menggandeng tangan Sarada menjauh dan melangkah menuju tempat memarkir mobil.

SSS

"Sasuke kau sekarang ada dimana?" suara Itachi terdengar dari seberang telepon.

"Aku berada di depan distrik Uchiha, hendak menjemput Sakura"

"Oh… laporan masuk, sekelompok orang berpakaian ala Akatsuki sedang mengacau di distrik Shimura yang baru"

"Aku mengerti"

"Buatlah mereka setidaknya sibuk sampai bantuan datang kepadamu, atau paling tidak kau cukup mengawasi mereka"

Sasuke mengiyakan dan menutup saluran komunikasi.

Sasuke sudah mendapat informasi tentang orang-orang yang di curigai sebagai anggota Akatsuki. Ia melangkah dengan langkah tenang menuju distrik Shimura. Sasuke tidak menemui kesulitan berbaur dengan orang-orang dari Shimura.

Tapi ada satu hal yang membuat Sasuke sedikit heran, ia mendapat info kalau adanya kekacauan di distrik Shimura. Tapi dia sama sekali tidak melihat hal itu.

Sasuke menatap sekeliling, sedetik kemudian ia melangkah ke sebuah toilet umum.

"Itachi, aku tidak melihat adanya kekacauan disini. Aku kwatir jika kau mendapat info yang menyesatkan" Sasuke sudah berada di dalam salah satu stall, mulai berbicara dengan suara sedikit berbisik.

"Kau yakin?"

"Benar, aku melihat semua kondisi baik-baik saja. Aku tidak melihat adanya tanda-tanda kekacauan"

"Aku mengerti"

"Tunggu! Dari mana kau mendapat informasi ini" Itachi yang terasa hendak menutup telepon membatalkan

"Memang benar. Informasi yang ku dapat sama sekali tidak jelas sumbernya. Aku memintamu hanya untuk sekedar jaga-jaga", yang terdengar selanjutnya, hanya desahan dari seberang telepon oleh Sasuke.

"Jadi, bisa saja saat kau mengirim sepasukan kesinii, kalian akan di sergap"

"Benar, aku juga berfikir demikian. Makanya, aku mengirimmu ke sana, sekarang kau tetaplah di sana, tidak menutup kemungkinan, anggota pendukung atau sisa-sisa Akatsuki masih ada dan berada di sana. Dan aku akan membatalkan perintah"

"Aa… kau ada waktu?"

"Memangnya ada apa Sasuke"

"Jika sempat, tolong jemput Sakura, ia tadi menemani Sarada ke akademi Konoha" Sasuke menutup teleponnya setelah mendapat persetujuan dari Itachi.

Sasuke melangkah meninggalkan toilet, sekarang yang ia harus cari tahu adalah simbol awan merah.

SSS

Cukup lama Sasuke melangkah menyusuri jalan di distrik Shimura, namun semua masih kelihatan normal tidak ada kekacauan ataupun tanda-tanda yang mencurigakan dari Akatsuki.

Karena merasa sedikit lelah, ia mampir ke sebuah restoran mewah. Dengan langkah tenang ia memasuki restoran tersebut dan segera mengambil tempat duduk. Sikap wajarnya menatap sekeliling. Sasuke menarik sudut bibir, ketika seorang pelayan datang mendekatinya. Namun itu hanya sekejap, mata awas Sasuke berhasil menangkap pada salah satu kancing baju yang di pakai oleh pelayan, terdapat simbol awan merah. Meski terlihat di samarkan.

Sasuke masih dengan sikap wajarnya mengawasi pelayan tersebut.

"Pelayan" panggil seseorang yang berada di samping meja tempat Sasuke berada.

"Ya, Tuan" sahut si pelayan sambil melanjutkan langkah melewati Sasuke.

Sasuke menajamkan pendengarannya berusaha mengetahui ucapan dari pelayan dan pengunjung tadi.

"Mau pesan apa tuan" suara pelayan itu terdengar oleh Sasuke.

"Aku pesan yang ini" Sasuke dengan sudut matanya memandangi pengunjung yang memesan. Dia melihat kalau pengunjung itu menunjuk ke menu.

Si pelayan tadi mengangguk dan mohon pamit mengambil pesanan yang di maksud si pengunjung.

Sasuke masih bisa melihat ketika pengunjung itu berdiri. Si pengunjung terlihat sedang memegang kancing pada baju Si Pelayan.

"Jayalah Akatsuki" bisikan si pengunjung tadi terdengar, meski samar-samar di telinga Sasuke.

Dengan tenang pelayan tadi beralih untuk melayani Sasuke.

Sasuke pun masih bersikap wajar seperti pengunjung lain. Memesan makanan. Tapi meski begitu, Sasuke masih tetap mengawasi pengunjung tadi.

Sasuke seakan mempertanyakan dalam hati dan berusaha mencari-cari simbol awan merah pada pengunjung tersebut.

"Kita akan mengadakan pertemuan, kuharap kau mau datang" bisik pengunjung tadi ketika si pelayan melewatinya. Sikapnya kelihatan wajar, bahkan kelihatan seperti tidak berbicara. Sayangnya yang mengawasi adalah Sasuke, orang ynag sudah sangat terlatih. Jangankan berbisik, yang masih bisa bersuara.. Tanpa besruara pun, Sasuke bisa membaca gerak bibir, bahkan oleh Sasuke masih bisa membaca gerak bahasa tubuh dari pelayan dan pengunjung itu.

Pengunjung yang tengah di awasi Sasuke, menyelesaikan makannya. Maka si pengunjung pun bergegas meninggalkan restoran tersebut.

Sasuke juga buru-buru meninggalkan restoran dan mengikuti si pengunjung yang dari tadi di awasi Sasuke.

Sasuke yang sejak tadi mengintai mulai kelihatan menyeringai, pria yang di intai sedang memasuki sebuah bangunan yang kelihatan seperti rumah biasa yang tampak tidak mewah namun berukuran besar. Dan memang bangunan itu tidak menarik perhatian karena berupa bangunan biasa.

Sasuke kembali mengawasi sekitar, seringai Sasuke makin lebar. Setiap pria yang keluar atau memasuki banguna tersebut, selalunya memiliki tanda yang sama, yaitu memiliki kancing baju atau jas bergambar awan merah yang samar-samar.

Sasuke segera berpindah tempat yang agak jauh, tujuannya adalah mencari orang dan merampas simbol awan merah.

Mata tajam Sasuke memperhatikan setiap orang yang lewat. Kembali orang yang di lihatnya di restoran tadi, muncul. Maka Sasuke bertindak, kebetulan di sekitanya sepi.

Krakk!

Sasuke segera mematahkan leher si pria yang di lihatnya tadi. Dengan seringai melebar, Sasuke meraih kancing yang di pakai korbannya barusan. Ia mengamati kancing tersebut. Bagi Sasuke ia bisa saja membuat duplikat kancing tersebut dan menyusup, namun ia yakin kalau kancing itu memiliki tanda, yang di ketahui oleh anggota Akatsuki. Bukan sekedar gambar awan merah saja. Olehnya itu Sasuke memutuskan untuk merampas kancing yang bersimbol awan merah tersebut. Benar saja, simbol itu memang beda, beruntung ia tidak memutuskan untuk membuat tiruan.

Sasuke dengan langkah tenang, ia memasuki bangunan yang di curigainya sebagai markas dari simpatisan Akatsuki.

Sasuke di hadang oleh dua orang pengawal, mereka memperhatikan kancing yang di pakai oleh Sasuke. Keduanya kemudian mengangguk, dan mempersilakan Sasuke.

Sasuke memasuki sebuah ruangan yang sudah di jejer puluhan kursi. Di depan deretan kursi itu, sudah di set seperti sebuah panggung. Sasuke segera mengambil tempat.

Tidak perlu menunggu terlalu lama, kursi di ruangan itu sudah penuh. Di atas panggung juga sudah berdiri seorang pria yang masih berumur sekitar 40 tahunan. Penampilannya rapi, dengan rambut kuning pucat.

"Perhatian!" pria yang sudah di atas panggung tadi, sudah mulai berbicara, "Hampir sepuluh tahun kita sudah berada di sini, berbaur dengan masyarakat. Pemimpin tertinggi Akatsuki belum memberi perintah untuk melakukan serangan besar-besaran. Tapi kita di perkenankan untuk membuat kekacauan"

Sasuke sebenarnya ingin bertanya tentang petinggi Akatsuki, namun ia tak ingin gegabah, Sasuke yakin, jika mereka memilikki metode perekrutan. Dan Sasuke sama sekali tidak tahu. Maka sekarang Sasuke lebih memilih diam.

"Begini", orang di atas panggung kembali berbicara, "Aku baru saja menjebak para Anbu, agar mereka menyerbu kesini. Dan beberapa sudah di persiapkan untuk menyergap"

Benar dugaan Sasuke, ternyata laporan yang masuk ke Anbu, ternyata adalah jebakan.

"Lau bagaimana dengan pasukan Uchiha" tanya seseorang yang berada di samping Sasuke.

Pria di atas panggung menatap sesaat, "Kita akan melakukan serangan mendadak. Senjata yang di gunakan untuk mereka adalah senjata beam. Dan itu sementara masih dalam persiapan, dan mungkin sebentar lagi akan kita gunakan"

"Kenapa?"

"Kau pasti orang baru. Beberapa di antara kami pernah bentrok dengan Uchiha, dan banyak di antara mereka yang bisa menghindari lesakan peluru. Konon mereka sangat refleks dengan suara desingan peluru, makanya kita akan memakai senapan beam, yang tidak bersuara serta lesakan melebihi lesakan peluru" terang pria di atas panggung.

"Bagaimana caranya agar para Anbu datang ke sini dan kita yang menyergap mereka" ujar salah seorang di sudut ruangan yang lain.

"Maka dari itu, kita akan memancing mereka ke sini dengan cara kita membuat kekacauan" sahut pria yang tampaknya adalah pemimpin yang dari tadi berada di atas panggung.

Tanya jawab tentang penyergapan Anbu dan serangan mendadak pada Uchiha masih terus berlangsung, namun tiba-tiba…

"Ada penyusup di antara kita!" teriak seseorang yang tiba-tiba muncul di depan pintu.

"Apa maksudmu?"

"Tuan Kazu tewas dengan leher yang patah" teriak orang yang berada di depan pintu masuk.

Mata Sasuke membelalak, ternyata orang yang ia habisi adalah orang penting.

"Sial! Bagaimana bisa terjadi! Sandi!" ucap pria di atas panggung. Ia mencurigai ada penyusup yang bukan anggota kelompoknya, maka ia meminta kata sandi agar lekas ketahuan siapa yang menjadi penyusup

"Tunggu! Dia memakai simbol yang sama persis dengan milik Tuan Kazu" tunjuk pria yang lain pada Sasuke. Ia juga berada di atas panggung.

"Sial!" maki Sasuke. Ia kini sudah tidak bisa lagi menghindar.

"Sandi" teriak orang yang tadi menujuk pada Sasuke.

"Jayalah Akatsuki" sebut Sasuke asal-asalan.

"Dialah penyusup"

Kontan saja, semua orang yang berada di ruangan itu menyiapkan senjata dan langsung menyerang Sasuke.

Salah seorang yang di antaranya, yang dekat dengan Sasuke, langsung saja melompat menyerang Sasuke. Kedua tangannya berputaran siap menghantam bebrapa bagian tubuh Sasuke.

Wust!

Sambaran tangan itu ternyata masih mudah di hindari Sasuke. Sambil menghindar, Sasuke tetap mengawasi puluhan yang lain.

Sasuke menyadari, pertarungan jarak dekat dengan menggunakan senjata, akan menguras tenaga.

Dor! Dor!

Sasuke segera meraih pistol yang diselipkan di pinggang dan menembak pada orang yang pertama menyerang. Orang yang di lubangi kepalanya itu langsung tumbang.

Dor! Dor!

Sasuke mendapat serangan mendadak, beruntung ia masih sempat meraih pedang pendeknya yang daritadi di sembunyikan sehingga tidak tampak oleh para keamanan. Apalagi ia tadi memakai simbol orang penting, maka makin muluslah langkahnya tanpa adanya pemeriksaan yang berlebihan padanya.

Wust! Wist!

Trink! Tring!

Dan pedang pendek itu di ayunkan dan di gunakan untuk menghalau laju peluru yang mengarah ke arahnya.

Sasuke sadar, ia harus mendekati, paling tidak ia harus berada di tengah-tengah pengepungnya agar bisa dengan mudah menghabisi banyak orang.

Maka Sasuke menghindari tembakan dengan cara menjejakan kaki di atas salah satu kursi lalu melompat sambil bersalto di udara.

Melihat gerakan manis Sasuke, beberapa simpatisan Akatsuki justeru sedikit terkesima.

Sasuke mendarat tepat di tengah-tengah atau kepungan dan bersiap di keroyok dari berbagai arah.

Seperti biasa, gaya bertarung Sasuke adalah menggunakan pedang dan pistol. Pistol di gunakan untuk menyerang lawan yang jauh darinya. Sementara pedang di tangan kiri, berfungsi ganda. Selain berfungsi sebagai penghalau peluru atau jadi tameng. Pedang juga di gunakan sebagai pembunuh lawan terdekat. Tidak hanya itu, tendangan kaki-kuatnya cukup bisa menghabisi lawan. Pistol di tangannya juga sering di gunakan untuk menghantam lawan yang terdekat dengannya.

Dor!

Trink!

Sasuke menyilang pedangnya di depan dada, sehingga pedang itu melindungi Sasuke dari sebutir peluru yang mengarah ke dadanya.

"Gila! Ka… kau pasti Uchiha!" pria yang dari tadi berdiri di atas panggung yang menyaksikan semua anak buahnya di bantai oleh Sasuke, jadi gelagapan.

Sasuke berlari sambil membungkukan tubuh, sehingga seperti meluncur saja layaknya. Sasuke meluruk sambil mengayunkan pedangnya beberapa kali kekiri dan kekanan.

Tras! Cras!

Beberapa orang yang tersisa akhirnya tumbang dan tewas.

Sasuke sedikit tersengal, menatap dua orang yang masih tersisa dan masih ada di atas panggung.

"Bunuh dia" usai berkata demikian, pria itu segera meraih senapan .

Tratattata..

Kedua pria yang masih tersisa langsung memberondongi Sasuke dengan senjata M4 carbine automatic.

Sasuke segera melompat kesamping guna menghindari berondongan senjata. Kedua pria yang ternyata cukup ahli itu, mengikuti gerakan Sasuke.

Sasuke harus melompat kesana kemari, terkadang mendekat ke arah kedua pria itu. Sasuke berencana mengulur waktu agar terus menerus di tembaki hingga pada akhirnya, peluru dalam magasin habis.

Benar saja, tak lama kemudian kedua senjata laras panjang itu kehabisan amunisi.

Mengetahui hal itu, Sasuke segera merangsek cepat menuju kedua pria itu. Sekali lagi Sasuke melompat dan bersalto di udara, hingga kedua kakinya mendarat tepat di depan kedua pria tadi.

Wut!

Crass!

Salah seorang di antaranya mengalami nasib sial. Sasuke menebas dan tepat mengenai leher.

Sementara yang satunya masih sempat menghindar. Ia melompat kesamping menjauh. Di saat itu ia meraih pistolnya.

Dor! Dor! Dor!

Tring!

Mula-mula Sasuke melintangkan pedangnya di depan leher, sehingga peluru mengenai batang pedang.

Wuss!

Trek!

Selanjutnya ia mengayunkan pedangnya, tujuannya adalah menghalau semua peluru yang di tembakan kepadanya.

Usai berbuat demikian, Sasuke menerjang dengan cepat.

Wuss!

"Akh!"

Sasuke menatap sekeliling, tempat itu sudah mulai berantakan dengan mayat yang sudah bergelimpangan dan berlumur darah.

Ia segera melap tangannya dan meraih ponselnya.

"Itachi"

Sasuke mulai bercerita tentang kejadian yang baru saja ia alami. Termasuk rencana penyergapan terhadap pasukan Anbu yang rencananya menuju distrik Shimura.

"Aku ingin kau juga menyertakan beberapa Uchiha terbaik" Sasuke menutup ceritanya.

"Aku mengerti, serahkan sisanya pada kami. Dan kalau kau sudah yakin tidak adalagi yang perlu kau lakukan, maka kembalilah" ujar Itachi.

"Aa! Setelah itu. Aku ingin kau dan Sishui menemuiku di tempat biasa" Sasuke mengakhiri percakapan dengan menutup telepon.

SSS

"Menurutmu, apa yang membuat Sasuke memanggil kita?" Sishui duduk di depan Itachi yang lebih dahulu datang.

Itachi terdengar mendesah, "Entahlah, mungkin dia ingin berulah lagi" jawab Itachi berusaha santai. Ia nampak meluruskan punggungnya. Tapi dalam hatinya, ia juga was-was, ulah apa lagi yang akan di perbuat adiknya.

Mendengar jawaban adik sepupunya itu, Sishui malah mendengus tertawa.

"Dari tadi?" suara Sasuke membuat kedua pria itu menoleh.

"Baru saja. Sejam yang lalu" jawab Itachi kalem.

"Ck! Aku serius, Itachi" ekspresi Sasuke kelihatan kesal dengan ledekan Itachi. Ia segera mengambil tempat duduk.

"Pasti ada sesuatu yang ingin kau katakan. Kenapa tidak kau katakan saja di depan para tetua" Sishui tidak peduli dengan aksi ledek-ledekan kakak beradik di depannya.

"Hn… ada hal yang ingin kuberitahukan pada kalian, sekaligus agar merahasiakan kelak"

"Dari siapa?" Itachi mulai menunjukan wajah keseriusannya.

"Dari anak-anakku"

Itachi menautkan alis, "Kenapa?"

"Cukup aku yang tahu alasannya"

Itachi maupun sishui terdiam, keduanya masih menunggu kelanjutan dari Sasuke.

"Langsung saja. Aku ingin meninggalkan Konoha"

"Untuk?"

"Memburu Akatsuki. Akhir-akhir ini kekacauan semakin meningkat. Tidak hanya di Konoha, tapi juga di negara-negara lain"

"Akatsuki? Kau yakin? Akatsuki kan baru asumsi sementara. Belum ada bukti yang kuat yang mengarah kalau kekacauan akhir-akhir ini di dalangi oleh Akatsuki" Sishui nampak menentang anggapan Sasuke.

"Asumsi? Apa tidak cukup dengan para penyergap ketika kalian ke distrik Shimura. Lalu bagaimana dengan kafe yang baru saja di obrak-abrik oleh sepasukan Uchiha dan ANBU?" bantah Sasuke sambil tatapannya menggilir kakak dan sepupunya secara bergantian.

"Mereka itu simpatisan" kembali Sishui membantah.

"Lagi pula kita sudah membentuk tim penyidik untuk hal ini, meski belum menemukan titik terang. Tapi kita masih berusaha. Beberapa orang-orang Nara di Anbu juga ikut dalam investigasi ini. Kau tidak perlu melakukan terlalu jauh" Itachi sebagai ketua Anbu menerangkan

"Dan apa yang membuatmu yakin kalau ulah pengacau di Konoha dan negara lain adalah ulah Akatsuki?" tanya Sishui.

"Seperti yang ku bilang tadi. Pengacau yang menyerang di negara lain sama polanya dengan yang terjadi di Konoha, yakni menyerang instansi pemerintahan dan saat mereka tertangkap, mereka memilih bunuh diri" Terang Sasuke.

"Yang kau kejar ini masih belum jelas. Lalu siapa yang pasti kau kejar. Ini kan belum tentu Akatsuki" imbuh Itachi.

"Kalaupun yang kukejar ini memang bukanlah Akatsuki, setidaknya mereka mungkin organisasi kriminal. Aku yakin semua kejadian ini berhubungan satu sama lain. Kalau yang mengacau di Konoha, mungkinlah memiliki hubungan dengan yang mengacau di negara lain"

Ketiganya kembali diam, yang terdengar hanyalah suara-suara desahan napas panjang yang bergantian.

"Berapa lama kau melakukan ini" Sishui kembali buka suara.

"Sampai aku menemukan titik terang dari semuanya. Termasuk jika ada lagi pemimpin Akatsuki yang baru"

Itachi menatap Sasuke, "Kau yakin, mau meninggalkan Sakura. Dan aku yakin kau pasti membutuhkan waktu yang lama" Itachi menggunakan Sakura sebagai tameng agar Sasuke tidak melanjutkan niatannya. Ia tahu saat adiknya itu ingin melakukan sesuatu, tidak akan ada yang bisa mencegahnya, dan Itachi berharap hanya Sakura yang bisa membuat Sasuke berubah pikiran.

Ucapan Itachi barusan membuat Sasuke kembali bungkam. Kalau mau mengaku, Sasuke juga sangat berat meninggalkan Sakura. Tapi ia sudah terlanjur berniat memburu kelompok yang ia yakini Akatsuki yang baru.

Sasuke terlihat memijit dahinya. Dalam hati, ia menyalahkan kakaknya. Kenapa di saat ia sudah memiliki kebulatan tekad untuk pergi, malah di ingatkan tentang Sakura yang menjadi kelemahan Sasuke.

Sasuke menghela nafas, "Aku akan terus menjaga komunikasi dengan kalian"

"Kau butuh bantuan?" Itachi akhirnya mengalah dan malah seperti mendukung.

"Kenapa kau tidak memberitahukan pada para tetua?" Sishui menambahkan.

"Tidak perlu" Sasuke berdiri dari tempatnya, "Sishui, tolong didik Akari baik-baik" tanpa menunggu reaksi dari Itachi dan Sishui, Sasuke meninggalkan tempatnya duduk tadi.

Itachi maupun Sishui cuma saling tatap, kemudian keduanya mengangkat bahu. Pasrah.

-SSS-

"Sasu… aana…taaa…" untuk kesekian kalinya tubuh Sakura menegang hebat. Lagi-lagi ia berada puncak syurgawi yang tiada tara.

Sakura pun melihat Sasuke telah mengeras, menandakan kalau Sasuke juga telah menyusulnya.

Deru nafas mengiringi malam panjang pasangan ini. Keduanya masih berpelukan. Tanpa penghalang, bahkan oleh sehelai benang.

Sasuke maupun Sakura masih berpelukan tanpa merubah posisinya dari tadi. Tak peduli dengan keringat yang masih membasahi tubuh.

"Sakura" panggil Sasuke yang posisi Sakura masih berada di bawahnya.

Sakura tersenyum lega oleh permainan panjang mereka barusan. Sambil melingkarkan tangannya di leher Sasuke,

"Ada yang ingin ku katakan…" ujar Sasuke tapi kelihatan ingin menyembunyikan wajahnya.

Dengan senyum Sakura yang khas dari bibir seksi yang merekah, ia masih menunggu kelanjutan ucapan Sasuke.

Sasuke tidak langsung menjawab. Sasuke malah melepaskan pelukan Sakura pada lehernya. Ia merubah posisi hingga posisi Sasuke duduk bersandar, lalu kembali mengisyaratkan agar Sakura duduk di pangkuannya.

"Apa yang ingin kau katakan, Anata?" Sakura menatap mata suaminya. Ia tak peduli dengan rasa lelahnya. Sakura lebih menuntut suaminya menyampaikan sesuatu yang di tunda oleh suaminya.

Sasuke tidak sanggup lagi menatap mata isterinya, ia lebih memilih menoleh kearah lain. Ia masih merasa berat menyampaikan maksudnya.

"Sasuke anata…" suara Sakura perlahan, tangannya memegang kedua belah pipi suaminya dan mengarahkan pandangan suaminya pada dirinya.

"Sakura ak…aku…" bahu Sasuke malah bergerak naik turun dengan cepat, menahan gejolaknya.

Sakura masih nampak menunggu. Bahkan Sakura sampai mengecup bibir suaminya agar suaminya itu segera menyampaikan sesuatu yang ingin di katakan.

Sasuke memejamkan matanya perlahan, dan dengan perlahan pula ia membuka matanya.

"Aku… aku harus pergi meninggalkanmu. Meninggalkan kalian" Sakura menggeleng kepala mempertanyakan maksud suaminya.

Air mata Sakura tiba-tiba saja mengalir, "Apa aku telah melakukan kesalahan, maafkan aku" Sakura mulai menangis. Sakit sekali rasanya, pria yang di cintai dan selalu memanjakan dirinya itu menyatakan akan pergi meninggalkan dirinya. Sesuatu yang sama sekali tidak di duga oleh Sakura, memikirkan kepergian Sasuke saja, kini sudah sangat memebebani perasaan hatinya.

Tangisan Sakura malah membuat perasaan Sasuke serasa teriris, hal inilah yang membuat ia merasa berat menyampaikan maksudnya.

"Sakura, ini bukan soal kau yang berbuat salah. Aku tidak peduli, andaikan kau melakukan kesalahan sejuta kali, aku akan memaafkanmu…"

"Lalu apa" suara Sasuke meninggi. Beruntung, ini sudah sedikit lewat tengah malam. Sehingga suara Sakura yang meninggi, tidak sampai terdengar oleh anak-anak mereka.

"Ini soal keamanan dan keselamatan kalian" Sasuke tidak sanggup lagi melihat Sakura berderai air mata. Sasuke segera memeluk Sakura erat-erat.

"Apa maksudmu?" Sakura belum menghentikan tagisannya, malahan ia membalas pelukan Sasuke dengan erat pula.

"Akatsuki"

Sasuke mulai bercerita tentang kejadian yang ia alami di distrik Shimura.

"Mereka masih ada. Cepat atau lambat mereka akan kembali unjuk diri. Dan memulai lagi perang. Aku harus pergi untuk mencegahnya. Aku tidak ingin kau dan anak-anak kita dalam masalah jika kita membiarkan mereka. Ku harap kau mau mengerti Sakura. Maafkan aku"

Tangisan Sakura malah bertambah setelah mendengarkan penjelasan Sasuke.

Sasuke tidak berkata apa-apa lagi, ia membelai lembut tubuh isterinya yang masih duduk di pangkuannya dan masih dalam pelukannya itu.

"Lalu bagaimana dengan anak-anak, apa yang harus ku katakan, jika mereka menanyakan tentangmu" meski menyisakan senggukan, Sakura mulai tenang dan bertanya.

Sakura terpaksa merelakan suaminya memenuhi kehendak suaminya. Ia tahu sifat Sasuke. Dan Sakura hanya bisa mendukung suaminya itu.

"Jangan sampai mereka mengetahui tentang hal ini. Ku mohon padamu, jangan beritahukan mereka"

"Kenapa harus di rahasiakan? Hiks… hiks…" insting Sakura mengatakan kalau akan terjadi lagi sesuatu yang tidak mengenakan jika kepergian Sasuke di rahasiakan pada anak-anak mereka.

"Suatu saat, kau akan tahu", Sakura kembali tidak bersuara. Ia malah makin erat memeluk suaminya.

Di malam itu juga, Sakura dengan mata sembab, membantu suaminya menyiapkan semua peralatannya, dari tadi pasangan itu saling mendiamkan dengan perasaan yang bergemuruh di dada.

Setelah semua peralatannya telah beres, "Sakura" Sasuke meminta perhatian pada isterinya. Sakura hanya bisa menoleh tanpa menyahut.

Sasuke kembali memeluk isterinya, ada rasa yang sangat berat meninggalkan isterinya yang begitu ia cintai dan sudah pasti akan ia rindukan.

"Kapan kau akan kembali?" suara Sakura lirih dalam pelukan suaminya.

"Sampai aku menemukan mereka dan pemimpinya" Sasuke mengangkat dagu Sakura dan melumat bibir sensual itu dengan lembut.

"Aku juga akan terus menghubungimu, termasuk perkembangannya", Sakura tidak menanggapi dengan kata, tapi dengan anggukan kepala.

"Aku berangkat Sakura. Tolong jaga anak-anak" ucap Sasuke dengan tatapan sendu.

Sakura lagi-lagi mengangguk perlahan. Ia tak mampu bersuara lagi, karena jika ia mengeluarkan satu kata saja, sudah pasti yang keluar adalah suara tangisannya.

Sakura pun mengantar Sasuke sampai di depan pintu.

Di depan pintu pun Sasuke kembali memeluk Sakura. Tidak cukup dengan pelukan, lumatan juga ia lakukan pada Sakura. Itu berkali-kali mereka lakukan dan agak lama, seakan-akan mereka berat untuk melepaskan pelukan dan lumatan mereka.

"Aku mencintaimu, Sakura" biasanya kata itu selalu menghangatkan perasaan Sakura, namun kali ini, kata itu malah membuat perasaannya makin menggelora.

Akhirnya Sasuke mengumpulkan semua kekuatannya untuk melangkah meninggalkan isterinya yang masih berdiri di depan pintu. Sasuke tidak ingin menoleh lagi, karena jika menoleh, pasti ia akan berbalik dan memeluk Sakura. Sementara tekadnya sudah bulat untuk meninggalkan keluarganya untuk memburu kelompok dan sisa-sisa Akatsuki, yang Sasuke yakin akan bangkit kembali jika di biarkan.

Sakura hanya bisa menatap punggung suaminya yang mulai menjauh. Ia hanya bisa menangis dan berdoa, semoga Sasuke cepat menemukan apa yang di carinya, agar Sasuke cepat pulang. Karena Sakura yakin kalau ia tidak akan mampu menahan beban kerinduan terlalu lama pada suaminya.

END OF PROLOGUE

(TO BE CONTINUE)

Sorry ya, nggak jamin Up date kilat. Saya benar-benar bokek, nggak punya kuota data. Ini aja cuma ngutang. Wifi kampus? OMG… leletnya minta ampun, nggak ngaraplah…

Sorry bangat ya, tapi bakal di usahain kok

Trims yang udah mau sabar menunggu.