Kaki beralas platform biru tua itu melangkah pasti keluar dari salah satu pintu di Bandara. Tangan kirinya yang berhias aksesoris etnik dari tali menggiring koper di belakang. Sedikit erat agar tak lepas dari genggaman. Tangan yang satunya lagi menepuk-nepuk bagian luar blazer yang menurutnya mungkin terasa sedikit kusut. Mungkin akibat tadi sempat tertidur di pesawat saat perjalanan. Rambut panjang berkibar seiring cepatnya hentakan kaki berjalan. Kini dia sudah melewati pintu keluar utama.

Menghirup napas dalam. Dibalik kacamata hitam, mata itu mengelilingi setiap hal yang ada dalam pandangannya. Banyak yang berubah setelah sekian lama. Dalam hati ia mengakui itu. Menggedigan bahu. Siapa yang peduli.

Tangan kanan bergerak ke atas. Melepas kacamata hitam oversize yang sedari tadi di kenakannya. Di luar ruangan, kini sang angin dengan bebas menerpanya. Melambaikan helaian indigo. Mengambangkannya ke udara. Juga menerpa kulit wajah halus miliknya.

Bibir mengukir tipis, tersenyum miring.

"Dan selamat. Aku kembali ke tempat ini."

.

Pintu kaca terbuka otomatis. Tampak seorang lelaki masuk. Berjalan dengan santai namun tak terlihat melambai. Tentu saja. Dengan gaya semi formal, lelaki itu terlihat fashionabel, maskulin dan kharismatik. Faktor wajah yang tampan tentu saja ikut andil dalam penampilannya.

Ia terus berjalan tanpa melirik kiri-kanan. Bahkan beberapa sapaan dari karyawan disana (yang kebanyakan perempuan) diabaikan dengan kejam. Namun entah kenapa mereka tak pernah merasa kapok. Dan hal itu selalu terjadi setiap hari. Sungguh mantra yang hebat bukan? Luar biasa.

Masih dengan sikap acuh, lelaki itu berjalan memasuki lift. Jarinya memencet angka-angka yang tertera disana. Suara bunyi 'ting' terdengar dan lift pun melaju ke atas. Tak butuh lama, ia sampai di tempat tujuan. Kakinya keluar dari lift dan ia kembali berjalan menuju sebuah ruangan.

Tangan terulur menyentuh knop pintu. Satu dorongan dan pintu pun terbuka. Suara dari dalam menyeruak menyapa telinganya.

"Selamat pagi, Bos."

.

.

Naruto©Masashi Kishimoto (Saya tidak mengambil keuntungan apapun dari fanfic ini)

Warning! AU, TYPO, OOC, dan lainnya.

.

Pisau itu memotong sedikit demi sedikit daging panggang yang di sajikan di atas piring. Di tusuk garpu lalu di makan langsung. Kegiatan itu terus di ulangi beberapa kali olehnya. Ia bahkan mengacuhkan tatapan mata pria paruh baya di depannya.

"Hinata, aku senang kau menikmati makan siangmu."

"Aku hanya ingin cepat menghabiskannya agar bisa pergi dari sini." Perempuan yang di panggil Hinata menjawab dingin. Ia meletakkan pisau dan garpu. Minum lalu mengambil serbet untuk membersihkan mulutnya.

"Makan siang kita berakhir ayah. Aku akan pergi." Kalimat itu di ucap seraya ia bersiap akan pergi.

"Tinggal saja di rumah. Tempat itu masih punya banyak kamar kosong." Hyuuga Hiashi, ayah dari Hyuuga Hinata mencoba menahan kepergian putrinya dengan sebaris kata-kata. Namun tentu saja itu mustahil.

"Aku sudah membeli Apartemen." ujar Hinata. Bibirnya mengulas senyum tipis. Kembali ia melanjutkan. "Lagi pula aku kembali karena salah satu perusahaan ayah di kabarkan bangkrut, bukan karena ingin tinggal bersama dengan seorang pria yang mengabaikan istri dan anaknya. Ingat saja itu."

Kalimat yang di ucapkan wanita itu tak sepenuhnya bernada dingin. Ada beberapa bagian kata yang di tekankan. Begitu dalam hingga membuat ulu hatinya terasa panas. Terbakar juga teriris. Bersamaan dengan itu, violet-nya juga menajam. Menatap sosok sang ayah di depannya. Melampiaskan amarah yang seolah takkan pernah padam.

Hiashi menutup mata. Mengalihkan pandangannya ke arah lain. Memutus kontak mata penuh kemarahan itu, tidak! Dia hanya berlari. Dia ingin menolak kenyataan bahwa bahkan setelah bertahun-tahun luka dan kemarahan yang dirasakan Hinata tak berkurang sedikit pun. Ini memang salahnya bukan? Memang pantas semua ini di terima olehnya.

"Oh iya. Mengenai perusahaan itu. Aku sudah mengerjakan beberapa hal agar kita bisa mendapatkan klien yang mau menyumbangkan dana mereka. Aku sudah menerima datanya dari Kak Neji. Jadi Ayah tidak perlu khawatir, aku tidak akan bermalas-malasan."

Wanita itu meraih gelas berisi air putih. Meminumnya untuk terakhir kali. Setelah meletakkan gelas, dia berdiri mengambil tas. Lalu pergi dari meja itu. Meninggalkan ayahnya yang hanya bisa terdiam bersama perasaan sesal di dada. Menatap nanar punggung sang anak dengan hati yang tak kalah sakit.

.

Uchiha Sasuke adalah anak bungsu dari keluarga Uchiha. Punya wajah tampan, badan oke dan gaya rambut yang khas. Tentu saja seperti kabar yang beredar, dia juga punya otak cerdas yang kebanyakan di miliki oleh keturunan Uchiha. Dia bekerja di salah satu anak perusahaan Uchiha yang bergerak di bidang fashion. Uh jujur saja ini bukan lah hal yang dia sukai. Dia lebih suka bisnis lainnya yang terdengar lebih—mungkin keren? entahlah.

Awal mula dia terjun ke dunia fashion karena sang kakak tercinta yang terus memanas-manasi bahwa dia tidak bisa berbisnis dalam dunia fashion karena wajah datarnya itu. Dengan pasti Sasuke tak terima kalimat yang dilontarkan kepadanya. Walau hanya bercanda atau olokan saja tetap itu sebuah penghinaan. Dan akhirnya dia meminta sang ayah untuk menempatkannya di cabang perusahaan Uchiha yang bergelut di bidang fashion.

Dengan usaha keras. Fisik dan juga pikiran yang terkuras, akhirnya Sasuke berhasil mengeluarkan brand sendiri dengan nama U.X. Brand ini langsung melejit di pasaran. Banyak orang menyukai gaya dan style yang di tawarkan. Bahkan tak sedikit dari orang terkenal yang memakainya. Sasuke senang karena hal itu bisa membuktikan bahwa dia bisa mematahkan ucapan sang kakak. Tapi sialnya dia harus tetap berada di bidang ini karena sang ayah tidak mau keuntungan perusahaan berkurang jika Sasuke pindah ke cabang lain.

Dan beginilah sekarang. Lelaki itu sedang sibuk memperhatikan tiap detail baju yang sedang di pakai oleh model. Matanya menatap selidik pada setiap sudut. Atas, bawah, samping, belakang. Sebuah pertimbangan muncul di otaknya. Lalu sebuah anggukan tercipta sebagai tanda persetujuan. Sang model menghela napas lega karena sesinya berakhir. Dia berjalan ke balik pintu setelah di perintahkan lelaki lain yang juga ada disana untuk keluar.

"Kau teliti seperti biasanya." Nara Shikamaru, sang asisten tengah menikmati kopinya dengan hikmat. Tak peduli bahwa beberapa saat yang lalu terjadi ketegangan karena menunggu hasil keputusan. Aah percayalah, dia sudah sangat terbiasa dengan suasana itu.

"Aku tidak pemalas sepertimu." Sasuke yang sedari tadi berdiri kini berjalan menuju meja kerjanya dan duduk disana. Di sisi lain lelaki yang menyuruh sang model keluar juga berjalan mendekati meja Sasuke. Ia meletakkan beberapa berkas di atas meja.

"Ini ada beberapa data, sketsa, juga lainnya yang akan di presentasikan besok." Sasuke mengambil, mulai membuka, melihat dan membacanya satu per satu.

"Gambarmu selalu lebih baik dari pada ke pribadianmu Sai." Lelaki yang menjabat sebagai Desainer itu hanya tersenyum mendengarnya. Senyum yang aneh dengan kesan misterius? Angker? Terserahlah.

"Shikamaru, berapa perusahaan yang akan bersaing dengan kita besok?" Sasuke bertanya, dengan mata fokus masih tertuju pada berkas di tangannya.

"Empat. Lebih sedikit dari bulan lalu."

Tersenyum puas, Sasuke senang mendengarnya.

"Oke aku sudah melihat semua Sai. Kau bisa membawanya kembali." Sai mengerti. Dengan segera tangannya mengambil berkas-berkas itu. Ia kembali berjalan hendak keluar. Namun tak jadi dan malah membalikkan kembali badannya menghadap kedua orang itu.

"Aku mendapat ajakan pergi klub nanti malam. Dari Naruto. Apa kalian mendapatkannya juga?"

Shikamaru mengangguk lemas. "Aku sudah membaca pesannya."

"Aku tidak ingin membaca pesan dari si bodoh itu."

"Kau masih kesal karena rencana pernikahan Naruto dan Sakura yang membuat Sakura harus berhenti jadi model di Perusahaan kita?"

Bungsu Uchiha itu menyandarkan punggungnya di kursi. "Menurutmu? Tidak mudah mencari model yang punya karakter dan iconic seperti Sakura. Kita bahkan belum menemukan penggantinya sekarang."

Shikamaru tersenyum miring kala memikirkan kembali kejadian itu. "Siapa sangka orang bodoh sepertinya dapat memikirkan cara yang ampuh agar sebuah pernikahan dapat terwujud."

"Ku dengar baru dua bulan." Sai ikut menimpali maksud dari kalimat Shikamaru. Membuat Sasuke hanya bisa memijat pelipis dengan perasaan kesal tertahan. "Jadi, kalian akan datang?" Sai kembali bertanya. Shikamaru terlihat berpikir dan Sasuke masih tak peduli.

"Ini pesta bujang? Walau merepotkan kurasa aku akan meluangkan waktu."

"Pesta bujang katamu?" Sasuke mendecih. Mengejek kalimat yang keluar dari mulut Shikamaru itu. "Si bodoh yang kau sebut 'bujang' itu sudah menanamkan benihnya di rahim seorang wanita. Aah sial rasanya aku ingin meledak sekarang."

Sasuke kembali frustasi memikirkan wajah baru untuk produknya. Sementara dua sahabatnya hanya bisa menertawakan rasa frustasi yang di hadapi atasannya itu. Sahabat memang seperti itu bukan? Oh Sasuke tak percaya dengan kenyataan ini.

.

"Terimakasih bantuannya." Kalimat itu di ucapkan Hinata pada sekumpulan petugas yang membantunya memindahkan barang ke Apartemen yang sekarang di tinggalinya. Walau saat dia membeli Apartemen sudah di sediakan langsung dengan profertinya. Namun ada beberapa barang pribadi miliknya yang harus di pindahkan ke tempat tinggal barunya. Wanita itu menghela napas lelah. Ia berbalik lalu masuk ke dalam apartemennya.

Ia berjalan menuju dapur. Mengambil air dingin di dalam kulkas lalu meminumnya. Setelah itu ia kembali berjalan menuju kamarnya. Kursi di tarik, lalu ia duduk disana. Tangannya membuka laptop yang ada di atas meja. Kursor bergerak ke penyimpanan file. Disana terdapat data-data penting yang harus kembali dia periksa. Tidak boleh ada kesalahan. Karena kali ini dia benar-benar mempertaruhkan semuanya.

Lebih dari sekali dia memeriksa. Dan tak ada kesalahan yang bisa ia temukan. Itu bagus. Ia bisa beristirahat lebih awal sekarang.

Laptop di tutup. Langkah berjalan menuju kasur. Badan itu dengan lepas terbanting diatas benda empuk itu. Menutup mata beberapa detik lalu membukanya kembali.

"Aku melupakan sesuatu."

.

Ting!

Lift terbuka. Keluarlah dua orang dari sana. Keduanya berjalan sempoyongan. Terpengaruh alkohol dalam jumlah banyak. Itu Uchiha Sasuke yang beberapa waktu lalu mengikuti pesta 'bujang' sahabatnya, Uzumaki Naruto. Walau dia bilang dia masih merasa kesal, tapi tetap lelaki itu datang ke pesta, yang langsung di sambut oleh tangisan haru Naruto. Setelah itu pesta terjadi begitu saja. Dan Sasuke mabuk karena tantangan konyol Naruto yang menantangnya untuk menentukan peminum terbaik. Naruto tumbang, dia masih setengah sadar. Sudah jelas siapa pemenangnya.

Dan kini ia sudah berada di depan apartemen dengan wanita yang tak di kenalnya. Mungkin salah satu wanita di klub malam itu? Entahlah. Sasuke terlalu pusing untuk memikirkannya.

Pintu apartemen masih terkunci. Karena itu Sasuke mengulurkan tangan untuk memencet tombol-tombol yang akan membuka pintunya. Tak perlu waktu lama, pintu terbuka. Si wanita yang sepertinya tidak terlalu mabuk langsung mendorong tubuh Sasuke masuk ke dalam apartemen. Memojokkannya ke dinding.

"Ayo kita bersenang-senang." ucap wanita itu. Di ambang kesadarannya, Sasuke menyeringai.

"Pancinglah aku."

Mata itu mengerling semakin nakal. Undangan itu tak di sia-sia kan. Tak segan bibir wanita itu menabrak bibir dingin di depannya. Wanita itu berusaha masuk dengan gerakan lincah, namun Sasuke tak bergeming. Bibirnya hanya sedikit terbuka untuk memberi senyuman mengejek. Sementara di luar terdengar suara bel berbunyi. Menandakan ada tamu.

Tak di hiraukan. Wanita itu tak peduli dengan bunyi bel, sementara Sasuke terlalu malas untuk bergerak.

Kembali ke ciuman mereka. Masih belum ada perubahan. Si wanita tak menyerah. Sampai akhirnya Sasuke menyadari sesuatu. Dengan cepat ia membalikkan keadaan. Kini wanita itu yang tersudut di dekat pintu. Tangannya di cengkram kuat oleh Sasuke. Dia terlihat marah.

"Apa yang kau masukan ke dalam mulutku, hah?!"

Wanita itu terdiam ketakutan melihat tingkah Sasuke. Sementara di pihak Sasuke terjadi perubahan pada fisiknya. Dia merasa panas sampai harus membuka beberapa kancing kemejanya.

Matanya menatap tajam karena belum juga mendapat jawaban. Di tambah lagi keadaan fisiknya yang mulai tak terkendali.

"Jawab! Apa yang kau masukan ke dalam mulutku, hah?!" Tangan wanita itu terhentak karena tekanan dari Sasuke. Membuatnya tak sengaja menekan tombol buka untuk pintu yang ada di belakangnya. Pintu terbuka dari luar.

"Selamat malam. Maaf menganggu, tapi aku adalah tetangga ba—"

Disana berdiri Hinata. Mematung dengan kalimat gantung karena melihat pemandangan yang ada di depannya. Sasuke menoleh melihat siapa yang datang. Sementara wanita itu mengambil kesempatan saat Sasuke lengah untuk melarikan diri.

Kini disana hanya ada mereka berdua yang berdiri berhadapan. Saling menatap wajah masing-masing. Bertukar pandangan mata yang berbeda warna itu.

Hinata tak pernah mengira niatnya menyapa sebagai tetangga baru malah di suguhkan pemandangan yang tidak senonoh. Selain adegan tadi, penampilan lelaki di depannya juga sangat buruk.

Mabuk! Rambut berantakan! Kemeja terbuka. Sikap acuh seolah semua terlihat baik-baik saja.

Di sisi Sasuke. Dia tidak terlalu memperhatikan. Matanya samar-sama melihat sosok di depannya. Walau begitu ia terus memperhatikan. Seorang wanita? Siapa lagi dia. Memicingkan mata, Sasuke berusaha mengingat wajah itu. Tapi percuma, dia memang tidak mengenal sosok yang berdiri disana.

Dua orang itu, Uchiha Sasuke dan Hyuuga Hinata. Pertemuan pertama dengan keadaan tak sempurna. Namun secara tak langsung hal ini sudah menjalin hubungan diantara mereka. Dengan status hubungan sementara sebagai—tetangga?

.

TBC

.

Platform adalah jenis high heels yang di buat tinggi atau tebal di bagian tertentu atau di semua bagian—sumber Google.