Ia telah sepenuhnya lumpuh.

Nyawanya merenggang.

Mati rasa.

Bagai dibelah dengan belati; menguar dan menggeliat perlahan hingga buih-buih terseok dalam rongga kerongkongan, jatuh perlahan menghimpit tulang-tulang keroposnya.

Napasnya tersenggal; kuku jemarinya memutih sampai cairan merah amis mengumpal secara majemuk di tepi telapak tangannya yang membeku.

Ia raba telapak tangannya yang mengasar, menebal pada permukaan, sayangnya kontrasnya menipis pada sela-sela jemarinya.

Ia meraba menahan perih; namun yang keluar hanya sebatas desahan.

Rasa sakit di dalam; jauh saat—gadis itu pergi.

Satu kali deguman jantung menusuk; ia limbung. Jatuh pada aspal yang mendingin dan tersungkur seperti gelandang miskin yang ditemuinya kemarin lusa.

"Aku tidak akan mengkhianati siapapun," janjinya;kenangnya.

Sekelebat ingatan menamparnya. Secuil memori memeras ingatan yang melapuk tergerogoti waktu.

[ Fragmen dua tangan terengkuh erat. Tawa renyah mengalun bagai melodi beracun melewati gendang telinganya. Di hadapannya—bukan satu tangannya dalam posisi si gadis. Di hadapannya—dengan gamblang gadis amat yang dicintainya bercinta dengan lelaki lain. Di hadapannya—perlahan hatinya hancur. ]

Ingatan yang membusuk terekspos secara intens.

"We will never be apart,"ucapnya;dustanya.

Cih.

Senyumnya remeh; tawa lusuh yang sempat ia kembangkan, sedikit besarnya walau si gadis telah mengkhiantinya. Cintanya. Seluruh afeksi yang telah diberikan olehnya.

Jauh di hatinya—ia merasa ditelanjangi.

Sekali lagi ia ayunkan tangannya mendekat; mengerat pada sosok kelabu dengan bidak yang berangsur menjauh.

Kerongkongannya kering, pendar dalam matanya meredup.

Ia mencoba membutakan indranya, mengaburkan jauh dalam jeruji imajiner .

Iris jelaga lautnya mengosong, tersentak saat kurva bibir di hadapannya menyungging sedikit; menyeringai lebih tepatnya.

"Selamat tinggal—"jalangnya berucap manis. Ia terkekeh.

Ironisnya dalam kutub hatinya ia menggerang.

Sesekali bunyi sepatu yang menyadarkannya dalam diam.

"Hey.." serak paraunya memecah senyap sunyi.

Getar suaranya meninggi. Menggigil senang kala derap perih mencumbunya mesra.

"...kenapa ..." retoris. Saat sejumput kata bahkan menjadi diam, tidak ada respon; tidak ada seonggok belas kasih.

Ia tersedak.

Dalam diam; sebenarnya ia masih sedikit berharap.

"Aku mencintaimu,"

Bohong.

Ia tercenung. Buram matanya semakin menggerogotinya.

Ia sekarat.

Ia mati—secara perlahan.

.

.

.

.

.

.

LOST

Disclaimer : Vocaloid, Yamaho crypton

Pairing : Len x Rin

Warning: Typo, abal, OOC ,NoPlot , dlll ~

Genre: Angst


A/N : Hanya sedikit uji coba gagal dari author yang dengan percaya dirinya posting fict absurd seperti ini. Walau alasan pribadi hanya ingin mencoba sesuatu yang baru dan sedikit curhat ehehehe /modus /dibuang. Agak bingung mau dimasukin genre poetry apa ndak, jadi cari amannya angst dulu saja ._. /berayun

Dan ini ceritanya tentang Rin yang selingkuh bagi yang belum dapat menangkap arti kiasan dalam fict ini. Saya masih harus belajar banyak, jadi maaf kalau belum memuaskan ._.

RnR?