Because I am Bored, I Try to Writing
Chapter 1: Rain will Comes When You Don't Watch It
.
Warning: GinSachi. 3Z!AU. Implisit pair lain (lol). Quick-typing. Quick-pace. OOC? Typo(s)? Cliché-plot. Quick typing as usual. Lack of description?
Disclaimer: Sorachi-sensei owns Gintama. Shaun own the plot. Karikazuka own the prompt (her request afterall)
Keterangan: Prompt-nya mendung. Didedikasikan untuk Karikazuka~!
.
Terkadang Ginpachi merasa rambutnya semakin ikal saja. Ini semua dikarenakan anak-anak kelas 3Z. Dari seluruh pengalaman mengajarnya, baru kali ini isi kelas yang dia ajari tidak ada yang wajar. Yang dulu-dulu juga tidak wajar sih, tapi, ini jauuuuuuuuh lebih tidak wajar.
Ia menatap anak-anak muridnya dengan mata ikan matinya.
Shinpachi Shimura … Dia normal kok. Tidaktidaktidak. Tidak ada yang normal di kelas ini! Masa ada kacamata yang memakai manusia? Di mana-mana adanya manusia yang memakai kacamata!
"OI! Aku mendengarmu, Ginpachi-sensei!"
Lalu, ada kakak perempuannya yang entah kenapa bisa terjebak di kelas yang sama, Tae Shimura. Biasanya dipanggil Otae atau wanita gori-
Mendadak sebuah rekorder menancap di jidat guru bahasa itu. Darah segera mengucur dengan deras. Pemilik rekorder segera datang untuk mengambilnya dan tersenyum manis, "Ups, maafkan aku, sensei! Aku bermaksud untuk melemparkannya ke gorila penguntit itu tapi meleset."
Ginpachi yakin 100% itu disengaja.
Ia segera menghentikan pendarahannya dengan cepat entah bagaimana caranya, lalu, melanjutkan memperhatikan muridnya yang lain. Ng …
GORILA LEPAS?!
Oh salah lihat. Yang ia lihat adalah Isao Kondo, saudara dekatnya gorila. Hampir saja menelepon kebun binatang untuk menangkapnya, padahal sudah 3 tahun mengajar di kelas itu, tetapi, masih susah untuk membedakan mana gorila dan mana Isao Kondo. Meski ia seperti gorila, ia merupakan ketua komite kedisiplinan.
Mungkin mereka memilihnya dengan undian.
Seperti biasa, Kondo selalu berusaha mendapatkan cinta kakak Shinpachi itu dan mendapatkan perlakuan tidak pantas. Di sampingnya ada salah satu sahabatnya yang bernama Toshiro Hijikata yang menjabat sebagai wakil ketua komite kedisiplinan.
Bocah mayo itu yah, melihatnya makan atau minum dengan mayones menggunung itu benar-benar … Huek.
Membayangkannya saja membuat pria bermarga Sakata mual. Ia lebih memilih kacang merah pada nasinya. Yang sebenarnya membuat mual orang lain juga. Suara gaduh masih terdengar di kelas 3Z, mungkin suara ini terdengar sampai kelas 3A. Ckck. Ini semua dikarenakan keributan yang dibuat oleh Kondo dan gadis Shimura itu, eh, tapi, ada lagi keributan lain yang lebih ribut lagi.
"Sadis sialan! Kau menuangkan tabasko pada makan siangku!"
"Oh, aku hanya membantumu untuk makan lebih banyak (1), murid pertukaran. (2)"
"MANA ADA ORANG YANG BISA MAKAN DENGAN TABASKO SEBANYAK ITU YA!"
Kemudian mereka berdua terus-terusan berperang dengan kata-kata. Kemudian tubuh mereka mulai bergerak dan mereka saling memukul, menendang, ataupun melempar barang.
Yep, kelas ini benar-benar medan perang.
Soichiro Okita. Bocah sadis yang senang melihat orang lain menderita terutama wakil ketua komite kedisiplinan alias bocah mayo. Belakangan terlihat akrab dengan anak yang dititipkan kepadaku.
(Namaku Sogo, sensei.)
(Yang benar saja aku bisa akrab dengan dia, Gin-chan!)
Kagura. Yah, anak titipan yang makannya banyak, bahasa Jepangnya aneh mungkin karena ia terlalu mencampuradukan antara bahasa Cina dan bahasa Jepang.
Ada Kyubei, Yamazaki, Catherine, Hedoro, Takasugi, Kijima, dan lain-lain sajalah. Lelah juga memperkenalkan satu persatu anak di kelas ini. Jumlah mereka sekitar 20 bukan?
Tapi … Sepertinya ada yang kurang … Jumlahnya berkurang satu … Ini bukan 'An Other' (3) bukan?! Ini masih siang bolong juga! Mendadak pria itu merasakan sentuhan ringan di punggungnya dan bulu kuduknya langsung merinding.
Berhenti membuat sensei ketakutan! Kalau sensei mati siapa yang akan makan permen kalian?!
Ia memutar kepalanya perlahan dan menemukan sepasang mata menatapnya dengan intens dan penuh emosi.
Emosi nafsu, emosi cinta.
Emosi itu perasaan yang meluap, benar?
Pecinta makanan manis itu langsung tidak jadi ketakutan, ia segera memungut benda yang menempel di punggungnya dan membuangnya ke seberang kelas.
"Kyaaaa, sensei memang yang terbaiiiiik!" pekik benda yang dibuang Ginpachi, "Siksalah aku lagi, sensei! Aaaaah~" dia berlari ke arah gurunya dan entah kenapa ia tersandung rekorder yang sudah berdarah-darah.
Murid yang paling terakhir untuk diperkenalkan …
Ayame Sarutobi, keturunan masokis asli. Mengaku sudah mencari seorang do-S seperti sensei-nya. Kenapa bukan do-S yang satunya lagi? Karena do-S yang itu sudah ada yang punya. Punya author, oh, bukan. Tidak lucu ya, maaf.
Gadis itu benar-benar menginginkan gurunya berperan sebagai do-S dengan dia sebagai do-M-nya. Sejak pertama kali bertemu entah kenapa, Sarutobi langsung merasakan rasa ketertarikan dengan wali kelasnya dan ternyata … Takdir mempertemukannya dengan seorang do-S yang sesuai dengan keinginannya.
Menggelikan?
Tergantung para pembaca saja, deh.
"Berhenti mengganggu makan siangku, bocah sialan!" gadis bercepol dua itu masih melancarkan pukulan kepada pemuda berambut coklat pasir. Pertarungan mereka belum selesai.
"Kau yang berhenti duluan, China!" dengan lihai, Sogo menghindari serangan Kagura.
KREK.
Mendengar suara benda patah, pertarungan mereka terhenti. Mereka berdua sama-sama menatap ke bawah dan melihat kaki mereka berdua menginjak sebuah kacamata berbingkai merah. Menginjak sesuatu saja bisa bersamaan. Jodoh memang.
Oh salah lagi, itu suka-sukanya author saja ya.
"Sa-Sacchan-san! Kacamatamu!" pekik Shinpachi terkejut. Sebagai sesama pengguna kacamata, kehilangan kacamata itu seperti kehilangan jiwa mereka. Yah, jiwa Shinpachi memang berada di kacamatanya, "APA MAKSUDNYA, AUTHOR?!"
Wali kelas 3Z itu menghela nafasnya. Kemudian mendekati tempat kejadian dan memukul pelan kepala kedua pelaku pembunuhan tidak berencana terhadap kacamata, sebut saja, Sacchan, "Lihat apa yang telah kalian berdua lakukan … Kalian berdua cepat keluar belikan aku permen. Sebentar lagi, permen ini akan habis."
"Tapi yang memulai duluan itu si Sadis, sensei! Kenapa aku juga harus dihukum?!"
"Kalian berdua kuanggap bersalah, apapun yang sensei katakan itu benar. Cepat beli sana," perintah Ginpachi sambil memperbaiki letak kacamatanya. Pasangan rival itu seperti biasa berlomba siapa yang paling cepat membelikan guru mereka permen dan kembali ke kelas.
"Sarutobi, kembali ke kursimu. Kita akan mulai belajar tanpa menunggu pasangan yang sedang pergi belanja itu," mata merahnya menatap langit di luar yang cerah.
Kelas 3Z yang 'damai' seperti biasanya …
.
o.o.o.o.o.o
.
Ginpachi Sakata mendadak menyesal, padahal baru saja ia berpikir bahwa hari ini cerah dan sekarang mendung. Ia memang tidak sempat menonton ramalan cuaca yang dibawakan oleh Ana Ketsuno. Padahal itu tontonan wajibnya setiap pagi.
Bisa-bisanya ia lupa …
Yang paling utama adalah …
IA TIDAK BAWA PAYUNG.
Ia mengambil jas putihnya dan mengenakannya, cepat-cepat keluar dari ruang guru, menyampaikan salam kepada rekan-rekannya. Ia sedang berlomba dengan hujan, lihat saja siapa yang duluan sampai. Baru saja ia melangkahkan kakinya di pintu depan sekolah dan menemukan sosok yang ia kenal.
Surai violet panjang yang berterbangan tertiup angin. Menunjukkan tahi lalatnya yang terletak di bawah mata kanannya. Pandangan mata itu kosong, tidak seperti biasanya …
Pria berumur 20 lebih itu mengakui kalau salah satu muridnya itu memang cantik (dan tubuhnya memang bagus) tetapi sikap penguntitnya itu benar-benar harus dihilangkan. Ia tidak suka dengan perempuan yang terlalu menempel dengannya.
Risih.
Tetapi, akhirnya kehadiran penguntit itu sudah menjadi kebiasaan baru di hidupnya.
Hei, apa yang kaupikirkan, Ginpachi?!
Sebenarnya, ia bisa saja mengabaikan gadis itu, tapi, entah kenapa ia tidak bisa … Akhirnya ia memutuskan untuk membuka mulutnya, "Sarutobi. Kenapa kau belum pulang? Menunggu hujan turun? Tidak membawa payung?"
Gadis yang dipanggil itu menoleh ke arah sumber suara, meski ia tidak dapat melihat wajah orang itu tapi ia tahu suara orang yang ia sukai itu, "Aku membawanya … Tetapi, kacamataku patah, sensei. Aku tidak bisa pulang karena tidak bisa melihat jalan," Sacchan menatap ke depan meski ia hanya melihat warna-warna dengan pemandangan yang tidak jelas.
Pria yang sedang makan lolipop yang berbentuk rokok itu mendadak teringat kejadian hari ini, entah kenapa Sacchan dengan cerobohnya jatuh dan kacamatanya terlepas dari kepalanya kemudian terinjak orang lain hingga patah, "Huh, kau menyusahkan orang lain saja," keluh Ginpachi.
Ini kali keberapa kacamatanya patah. Pria bersurai perak itu ingat pernah melihat gadis itu tanpa kacamata, mencoba berjalan yang kemudian menabrak tiang listrik hingga sekian kali. Jatuh berkali-kali. Salah jalan juga terjadi. Ia pulang dengan babak belur.
Kasihan juga sih.
Bukannya Ginpachi lebih memperhatikannya, kebetulan saja arah rumah mereka sama dan mereka sama-sama berjalan pulang.
Dikatakan menyusahkan oleh guru yang seharusnya mendukung mereka … Sacchan sudah terbiasa dengan komentar kejam gurunya yang sadis itu, ia malah menyukai hal itu sebenarnya. Nama juga masokis. Apapun yang dilakukan untuk menyiksanya malah membawa kesenangan baginya.
Mendadak, ia merasakan sebuah kehangatan di tangan kanannya, "Aku akan bersamamu karena kau membawa payung. Aku tidak membawa payung," ia mendengar samar kata-kata gurunya itu.
Matanya segera berbinar-binar, wajahnya bersemu merah, "Sensei akan mengantarkanku pulang?"
"Ya, nanti aku akan meminjam payungmu setelah kau sampai di rumahmu," jawab pria kelahiran Oktober itu, "jangan berpikir yang aneh-aneh, Sarutobi."
Ginpachi-sensei yang tidak sedang dalam sadis mode nyala pun tetap membuat Sacchan menyukainya. Sekalipun langit di atasnya mendung, kelam, gelap gulita; saat itu juga, dunia Sacchan sedang berubah menjadi terang benderang, matahari hangat menyinari dunianya, bunga-bunga bermekaran di mana saja, seakan musim semi baru saja datang.
Ataukah memang musim seminya akan datang sebentar lagi?
Sebuah senyuman lebar menghiasi wajah gadis masokis itu, "Sensei boleh mampir ke rumahku kok."
"Tidak, terima kasih, aku tidak mau menghabiskan waktuku dengan sia-sia. Lebih baik pulang ke rumah untuk menonton siaran Ana Ketsuno dan minum susu stroberi."
Sacchan tertawa kecil, "Aku menyukai sensei!" pekiknya dengan suara melengking. Pria di sampingnya segera menutup telinganya dan menyuruhnya untuk diam.
Ginpachi-sensei yang ia sukai tetaplah Ginpachi-sensei.
.
o.o.o.o.o
.
Makanan pedas itu meningkatkan nafsu makan. Ada zatnya, tapi, ga ingat. Yah, maaf.
Di AU ini memang Sogo memanggilnya seperti itu. Cek di episode sekian(?), lupa episode berapa.
… Another tentu saja. Siapa yang pernah nonton hayo wkwk.
A/N: Author dibuang karena membuatnya gantung dan cerita abal ini. Chapter kedua menyusul secepatnya mungkin … Jumat? Seharusnya saya belajar bukan mengetik cerita hahaha.
Kalau penggunaan Bahasa Inggrisnya salah, tolong bilang ya, hahaha. Bahasa Inggris bahasa ketiga di kehidupan saya sekarang, jadi yah … :"D
Thankies for reading, don't shy to give me some advice, and have a nice day!
Shaun.
