Act 01
###############
Atarashii Kami
Katekyou Hitman Reborn © Amano akira
Author: Koru-kun
Disclaimer: Katekyou hitman Reborn belongs with Amano Akira. Other products her belongs with someone outside there. This Fanfiction belongs with Koro-kun. I get no material profit by write this Fanfiction, so feel free to read.
Warning : AU, OC, OOC. Typos everywhere~~
Happy Reading(^.^)
Angin hangat berhembus lembut di Kota Namimori. Setelah tiga bulan lamannya tertutup oleh salju, kini Namimori seakan telah hidup kembali setelah melewati siklus empat musim yang selalu terjadi tiap tahunnya. Bunga sakura mewarnai setiap sudut kota, tawa canda orang-orang yang saling menyapa ketika bertemu dengan temannya, dan pastinya yang tak luput dari tradisi warga jepang adalah semangat para pelajar yang akan memulai kehidupan semester baru mereka.
SMA Namimori merupakan salah satu SMA favorit di Jepang. Sudah banyak siswa sekolah itu lulus dengan prestasi yang luar biasa. Sehingga, tak jarang dari mereka diterima di universitas ternama di Jepang semisal Universitas Tokyo ataupun Universitas terkenal lainya. Tak hanya dalam bidang akademik, bidang non akademik pun Namimori juga memiliki segudang prestasi.
Kini SMA Namimori telah mengadakan upacara penyambutan siswa baru. Dengan bunga sakura yang berguguran di halamannya, papan-papan pengumuman yang bertuliskan daftar siswa beserta pembagian kelas mereka masing-masing, ataupun kita bisa melihat berberapa anak-anak yang sudah berkumpul dengan kelompok mereka masing-masing. Benar-benar suasana yang sangat menyenangkan dan meriah.
Namun, sayangnya tak semua orang dapat merasakan suasana itu. Seorang siswa dengan rambut coklat melawan grafitasi bergeming di depan gerbang sekolah. Dia menatap bangunan didepannya dengan kedua matannya yang memancarkan kekosongan serta kesedihan. Sawada Tsunayoshi, tediam sejenak sebelum memasuki sekolah yang akan ia huni selama tiga tahun kedepan. Ia berjalan lurus menuju aula yang talah disiapkan untuk upacara penerimaan siswa baru SMA Namimori. Anak berambut coklat itu tak peduli dengan suara berisik disekitarnya, ia terus berjalan menatap bangunan didepannya, terus dan terus hingga tak sadar menabrak seorang siswi di depannya.
""DUKK""
Keduannya pun saling terjatuh, siswa yang ditabrak mengerang kesakitan sambil memegang pantatnya yang sedikit nyeri. Sedangkan Sawada Tsunayoshi yang memiliki panggilan akrab Tsuna hanya menepuk seragam sekolahnya, membersihkan debu yang menempel. Tanpa ada niatan menolong, Tsuna lantas meninggalkan siswi itu dan tentu saja si korban tabrak lari hanya terbengong melihat laki-laki tersebut. Sebenarnya ia juga yang salah karena tak melihat jalan, jadi dirinya tak terlalu memusingkan hal tersebut.
Dengan segera ia kembali berdiri, namun detik berikutnya seseorang dari kejauhan memanggil namanya dengan nada yang mungkin dapat terdengar sesisi sekolah.
"Kyoko!"
Sang siswa yang memiliki nama lengkap Sasagawa Kyoko menoleh dan melihat seorang cewek berambut hitam panjang berlari ke arahnya, Hana Kurokawa sahabat yang sudah ia kenal sejak duduk di bangku SMP.
"Ah Hana-chan, Ohayou!"
"O-oh-ohayo" ucap Hana dengan nafas ngos-ngosan. "Kau tak apa-apa Kyoko ? tak ada yang terluka kan?" tampaknya Hana sempat melihat kejadiaan saat Kyoko terjatuh.
"Ha ha ha, tanang saja kok mana mungkin Kyoko yang kuat ini terluka gara-gara jatuh bukan." Kyoko memberikan 'peace' sebagai tanda dirinya baik-baik saja. Terkadang Kyoko merasa kalau Hana itu sedikit overprotective terhadapnya.
Hana hanya geleng-geleng kepala, walau sudah mengenal Kyoko selama tiga tahun lamannya. Sampai sekarangpun, ia sama sekali tak bisa paham perilaku yang dibuat oleh perempuan barambut pendek sebahu itu.
"Lalu kenapa kau bisa terjatuh? Jangan bilang ini merupakan kesialan diawal kau akan memulai debut SMA mu?"
"ha ha, Hana kau selalu saja bisa membuatku tertawa," ucap kyoko. "Lagipula mana ada kesialan di awal debut SMA."
Setelah kedua siswi itu mengobrol dan melepas rindu karena sudah tak bertemu akibat liburan musim dingin, mereka pun segera bergegas menuju aula untuk menghadiri upacara penyambutan siswa tahun ajaran baru.
.
→ψAtarashii Kamiψ←
..
Suasana aula sangat ramai dipadati oleh ratusan siswa baru SMA Namimori, ruangan yang tadinya sering digunakan tim voli untuk berlatih, kini telah ditata sedemikian rupa sehingga menambah kesan tersendiri bagi orang-orang saat memasuki ruangan yang didominasi oleh cat putih tersebut.
Hana dan kyoko duduk ditempat yang telah ditentukan berdasarkan pembagian kelas masing-masing. Untung saja mereka berdua bisa sekelas lagi, jadi bisa duduk berselebahan dan mengobrol seperti kebanyakan siswi perumpaan lakukan.
Kyoko dan Hana yang datang paling akhir terpaksa duduk di tengah-tengah, berbatasan langsung dengan tempat duduk siswa laki-laki. Nertra Kyokopun tertuju pada siswa laki-laki yang duduk tak jauh dari tempatnya. Hana yang merasa Kyoko memperhatikan sesuatupun menepuk pelan sahabatnya itu.
"Hayoo! Bisa-bisanya kau sudah melirik laki-laki di awal debut mu!" ledek Hana
"Ah Hana ! kau ada-ada saja deh, aku hanya memandnag sekilas laki-laki berambut coklat itu kok."
Hana hanya terkikik geli memperhatikan wajah sahabatnya ini, sudah menjadi hiburan baginya untuk menggoda seorang Sasagawa Kyoko.
"Ah gomen-gomen, aku hanya bercanda kok," Hana menepuk kedua tangannya seraya meminta maaf pada temannya itu. "Jadi laki-laki mana yang beruntung mendapatkan perhatian khusus Sasagawa Kyoko?"
"Hana!"
"Hahaha"
Kyoko semakin mengembugkan pipinya karena sudah dikerjai oleh sahabatnya, namun pandangannya kembali tertuju pada laki-laki berambut coklat yang ia kenal. Ya ..., karena laki-laki itulah yang membuat kyoko tejatuh tadi.
"Eh ... jadi kau suka dengan Sawada ya?"
"Eh? Sawada?"
"Ituloh anak berambut coklat yang sedang kauperhatikan," ucap hana. "Namanya Sawada Tsunayoshi dia lulusan smp yang sama dengan kita, bahkan sudah sekelas dengan kita sejak tingkat dua. Masa' kau gak kenal?"
Kyoko hanya menggeleng kepala mendengar penjelasan Hana. Berikutnya suasana Aula sedikit sunyi ketika Kepala sekolah berserta beberapa staf pengajar mulai menaiki podium.
"Yah wajar sih kalau kau tak kenal, habisnya cowok itu tak banyak bicara, bahkan ia tak pernah berkumpul dengan teman-teman dan sering membolos pelajaran. Kadang-kadang aku berpikir kenapa anak seperti itu bisa lulus dan bersekolah disini" jelas Hana panjang lebar. Sayangnya Kyoko tak terlalu berminat mendengarnya.
Kyoko pun kembali menatap sosok Sawada Tsunayoshi yang kini menatap lurus podium didepannya. Merasa sedang diperhatikan, cowok berambut coklat melawan grafitasi itu menoleh hingga keduannya seling menatap satu sama lain. Wajah kyoko sontak memerah begitu Tsuna menatap instens dirinya. Namun, itu tak berlangsung lama karena Tsuna sudah kembali menatap lurus podium di depannya.
Acarapun akhirnya dimuali, diawali dengan sambutan kepala sekolah. Berikutnya seorang wanita tua pendek yang merupakan perwakilan para guru juga ikut memberikaan sambutan setelah sang Kepala sekolah puas bercuap. Acara basa-basa itu ditutup dengan sambutan singkat sang Ketua Osis, Hibari Kyoya. Tak lupa juga Mars Namimori dinyanyikan sebagi simbolik bahwa para siswa telah resmi menjadi anggota SMA Namimori
Sayangnya selama acara berjalan, Kyoko sama sekali tak fokus pada apa yang terjadi. Kepalannya sudah dipenuhi pikiran tentang sosok Sawada yang sukes merebut kosentrasinya.
sawada tsunayoshi, pemuda yang cukup menarik, entah kenapa aku merasakan sesuatu yang besar dalam dirinya, tapi aku juga merasa bahwa anak itu menyembunyikan sesuatu. Pandangannya itu ... pandangan yang seakan tak ada semangat hidup di dalammnya.
.
→ψAtarashii Kamiψ←
.
Kini Tsuna sedang duduk bersandar di atap sekolah, matannya tertutup mencoba merasakan angin berhembus yang sontak membuat rambutnya berkibar karenannya. Setelah acara di aula selesai, Tsuna langsung seja menuju ke atap sekolah. Beruntung baginya pintu tak terkuci sehingga ia bisa langsung tidur-tiduran sama dengan apa yang dilakukannya semasa SMP.
Tsuna tak peduli dengan sesi perkenalan di kelas. Toh pada akhirnya tak ada satupun yang akan ia ajak mengobrol atau dijadikan sebagai teman. Baginya teman atau keluarga adalah sesuatu yang amat menggelikan dan menjijikan.
Membenci dunia?
Yup Tsuna sangat membenci dunia ini. Ia ingin sekali agar dunia ini cepat berakhir. Ia ingin sekali mengutuk Tuhan yang telah menciptakan sistem yang amat sangat busuk ini. sangat busuk sehingga Tsuna berpikir harusnya Tuhan tak perlu repot-repot menciptakan segela bentuk ketetek-bengekan sistem yang bernama kehidupan.
Tsuna membuka kedua matanya, langit biru terpancar cerah di atasnya. Ia mengangkat salah satu tangannya seolah-olah ia bisa menggenggam langit biru itu. Namun tentu saja itu adalah suatu hal yang amat mustahil.
"Enak ya kalau jadi langit," Tsuna mentap penuh arti hamparan langit diatasnya. "Bebas melakukan apapun, tak terikat oleh appaun, benar-benar sesuatu yang kuinginkan ..."
Tsuna lantas mengambil hanphone milkinya, jam menunjukan pukul 12 siang. Entah sudah berapa lama ia berada disini, Tsuna lantas segera berkemas dan meninggalkan tempat yang selalu membuatnya nyaman jika berada di sekolah.
.
→ψAtarashii Kamiψ←
.
Saat ditengah perjalanan, Tsuna benar-benar disuguhi oleh pemandangan yang sangat memuakan. Kerumunan gadis yang sedang merencanakan akan pergi ke salah satu kafe sehabis sekolah, para senpai yang sedang sibuk menggalang para siswa baru untuk ikut salah satu klubnya. Tsunapun juga tak luput dari sasaran para senpai itu.
"Hai! Perkenalkan namaku Onodera Kenta," ucap salah satu senpai yang kini menghampiri Tsuna. "Aku salah satu anggota klub komik. Kalau punya bakat dalam menggambar silakan bergabung. Tapi tenang saja, kalau pun tidak mahir kami juga akan mengajarkanmu hingga bisa. Kita juga bisa saling bertukar info seputar komik!. Oya kami juga sering mengikuti festival comicet lo!" sambung nya sambil memberikan salah satu brosur yang ia bawa pada Tsuna.
"Kalau berminat isi folmurlir yang ada di balik brosur nya terus kirim ke ke kotak yang ada di depan ruang osis. Gabung ya!" lanjutnya sebelum kembali mendatangi para siswa kelas satu lainnya. Melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya kepada Tsuna.
Tsuna dapat melihat anak berikutnya langsung berbinar-binar ketika Onodera-senpai mengenalkan klub komik kepadannya. Berbeda dengan tsuna yang sejak awal sama sekali tak memperdulikan ucapan senpai tersebut.
Setelah dirasa cukup aman, Tsuna membuang begitu saja kertas brosur itu ke sembarang arah, tak peduli kemungkinan jika senpai yang ia temui barusan menemukannya. Tsuna terus berjalan tanpa memperdulikan sekitarnya, sampai pada akhirnya ia sampai ke loker dimana ia menaruh sepatunnya.
Setelah memakai sepatu dan memastikan telah mengunci loker, Tsuna lantas buru-buru beranjak dari tempatnya, ia ingin sesegara mungkin pergi dari tempat yang sudah membuatnya cukup stres selama seharian itu.
Namun, belum sampai ia keluar bangunan sekolah seseorang memanggil namanya. Tsuna cukup terkejut juga karena seingatnya ia belum melakukan kontak dengan siapapun di SMA ini.
"Sawada Tsunayoshi-san"
"Apa?"
Tsuna mentap dingin sosok yang memanggilnya. Walau sebenarnya dalam hatinya ia sedikit terkejut. Namun, keterkejutan itu sukses ia semebunyikan dibalik eskpresi dingin miliknya. Siapa sangka jika yang memanggilnya ada gadis yang ia tabrak tadi pagi.
"A-ano perkenalkan, namaku Sasagawa Kyoko. Kebetulan kita teman sekelas dan aku juga seorang yang baru ditunjuk sebagai ketua kelas."
Teman katannya? Oi oi jangan seenaknya memasukanku ke dalam komunitasmu gadis!
"…d-dan kalau aku boleh tahu kenapa Sawada san tak masuk kelas hari ini? padahal ada sesi perkenalan di kelas tadi."
Tsuna terdiam di balik espresi datarnya, sedangkan Kyoko berusaha tetap tersenyum didepan pria ini. Ia tahu kalau seorang Sawada Tsunayoshi merupakan tipe-tipe peyendiri dan tak suka jika ada yang mengungkit masalah pribadinya. Tapi karena dirinya seorang ketua kelas, mau tak mau ia harus bisa merangkul seluruh anggota kelasnya begitu juga orang-orang setipe dengan Sawada Tsunayoshi.
"A-ano sawa—"
"Memang apa pedulimu padaku?" ucap Tsuna sakartis dengan menatap Kyoko tajam.
"e-eh?"
"Aku tanya sekali lagi apa pedulimu jika aku tak masuk ke kelas nona ketua kelas?" kali ini Tsuna menggunakan intonasi nada yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Kyoko bungkam, senyum yang sejak tadi ia tunjukan kini perlahan-lahan memudar. Ia sama sekali tak tahu harus membalas perkataan laki-laki dihadapannya. Tapi bukan Kyoko jika langsung menyerah begitu saja.
"Tentu saja aku peduli. Aku ketua kelas dan tentu saja tugasku ad—"
"Kau tak perlu melakukan hal bodoh seperti itu. Lagipula kau juga tak perlu memaksakan diri. Sejak awal aku sama sekali tak punya niat untuk mebentuk suatu ikatan yang bernama teman denganmu ataupun orang-orang yang sekelas denganku. Jadi anggap saja aku sosok yang tak pernah ada diantara kalian."
"Sawada san, kau tak bisa berkata seperti itu! bagaimanpun juga kita sebagai seorang manusia haruslah menjalin hubungan dengan orang lain. Kita tak bisa hidup sendiri di dunia ini."
Tsuna yang mendengar komentar gadis di depannya itupun, lantas terkekeh pelan seolah-olah apa yang Kyoko ucapkan merupakan sebuah banyolan di telingannya.
"Manusia kau bilang? Aku saja berharap tak pernah terlahir sebagai manusia. Sungguh menjijikan bila harus melakukan apa yang kau ucapkan. Manusia itu busuk! Sistem dunia seperti inipun juga semakin lama semakin membusuk."
Kyoko tak kuasa menahan keterkejutannya, ia tak menyangka bahwa sosok Sawada Tsunayoshi adalah orang yang memiliki pikiran semacam itu. "Sa-sawada san, sebenarnya apa yang kau inginkan?"
"Yang kuingankan?" ucap Tsuna. "Mungkin segera meninggalkan raga yang begitu kubenci ini."
.
→ψAtarashii Kamiψ←
.
Setalah naik bus yang membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit, kini Tsuna berjalan menyusuri pertokoan sebelum sampai ke apartement dimana ia tinggal. Sebenarnya ia sangat enggan kembali ke apartement itu, karena baginnya tempat itu serasa seperti di dalam nereka. Langkah kecilnya terhenti begitu melewati sebuah restoran ramen kecil yang berada di antara pertokoan itu.
Awalnya ia ingin masuk ke dalamnya, namun niatan itu ia batalkan dan memilih untuk meneruskan perjalanan pulanngnya. Namun, Tuhan berkehendak lain, seorang keluar dari retoran ramen itu dan memanggil Tsuna yang belum terlalu jauh melangkah.
"Tsuna!"
Tsuna menoleh dan mendapati seorang wanita paruh baya dengan rambut merah kecoklatan melambai ke arahnya. Wanita itu memiliki paras tubuh yang sempurna walau usianya sudah menginjak hampir kepala empat, tapi kemolekan tubuhnya patut diacungi jempol. Tak hanya itu, kulit putih bagai aktris papan atas serta raut wajah orang-orang eropa semkin menambah nilai plus tersendiri.
"Bianchi obasan."
"Sudah kuduga itu kau Tsu-kun" ucap wanita bernama Bianchi. "Kenapa kau tak mampir? Bukannya sudah kubilang kalau seusai pulang sekolah mampirlah ke kedai bibi?"
"a-no itu—"
"Ah sudahlah yuk masuk, kebetulan Fuuta sudah pulang." Binachi langsung mendorong Tsuna masuk kedalam kedainya tanpa peduli jika remaja itu berusaha untuk menolak.
Bianchi adalah sedikit orang yang ada dalam lingkar kehdidupan Tsuna. Sosok wanita itu sudah Tsuna anggap seperti ibunya sendiri, karena sering membantunya bila ada kesulitan.
Semenjak hari itu, kehidupan Tsuna benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Tak ada lagi kasih sayang yang ia peroleh, tak ada yang mau memperhatikannya.
Namun wanita yang kini telah menyuruhnya duduk sambari dia menyiapkan makanan untuk Tsuna itu berbeda. Wanita itu mengulurkan kasih sayang kepada Tsuna secara tulus. Bahkan walau wanita itu sudah mempunyai anak , ia tetap menganggap Tsuna seolah-olah juga merupakan anak kandungnya sendiri.
"Ini dia ramen jumbo khsus untuk tsu-kun," ucap riang Bianchi. "Aku sengaja menambahkan daging yang banyak agar Tsuna tumbuh jadi laki-laki yang kuat nantinnya."
Tsuna menatap kosong mangkuk ramen yang ada di hadapannya itu. entah kenapa ia ingin menangis kali ini, walau sudah berkali-kali Bianchi memberikan makan siang untuknya, entah kenapa ia ingin sekali menangis, menumpahkan semua perasaan yang ada dihatinya.
"tTsu-kun? ... oi tsu-kun?... TSU-KUN?"
Tsuna tersadar dari lamuannya begitu Bianchi menggoyangkan bahunnya. Ia segera memenyembunyikan parasaanya dibalik wajah datarnya yang sudah puluhan kali sukses menipu banyak orang. Termasuk Bianchi sendiri.
"Ah maaf bibi, aku sedikit tak fokus ..." bohong Tsuna menepis semua kegundahan dala hatinya.
Bianchi menatap Tsuna dengan muram, ia pun mengehla nafas panjang dan beranjak untuk menemani Tsuna makan. Ia mengambil sebuah kursi dan menaruhnya tepat di samping pemuda berambut coklat itu. Ia lantas duduk dan mencium kening pemuda itu dengan penuh kasih sayang.
"Tsu-kun ...," ucap Bianchi. "Dengar kalau kau punya masalah katakan saja pada bibi. Bibi sudah menganggap Tsuna selayaknya anak bibi sendiri. Bibi tahu kalau tidak bisa menggantikan posisi Nana, tapi bibi akan berusaha agar menjadi sosok nana yang sangat Tsu-kun sayangi."
Tsuna membalas tatapan perempuan di sampingnya. Senyuman yang menghangatkan hati terpampang jelas menandakan tak ada kebohongan di setiap kata-katannya. Ia memang tahu kalau Bianchi tak akan berbohong, sejak kejadian itu, dialah orang yang benar-benar mengerti Tsuna melebihi keluargannya sendiri. Ingin rasannya ia membalas senyuman itu tetapi ...
"Daijobu, tak ada masalah apapun kok"
"T-Tsukun ta—"
"Obachan tak perlu khawatir, mungkin Obachan saja yang terlalu mengkhawtirkannya, lagiupla coba lihat aku," ucap tsuna sambil menunjuk seragam sma namimori. "Aku sudah SMA, bahkan cita-citaku untuk masuk sma favorit itu sudah terwujud" sambung Tsuna tak lupa menunjukan senyumannya. Tentu saja itu hanyalah sebuah kebohongan semata.
"Be-begitu ya?"
Tsuna pun menganggukan kepala. "Daripada itu harusnya obachan lebih mengkahwatirkan Fuuta, sebentar lagi dia juga akan masuk ke smp kan?"
Bianchi hanya diam, tak berniat meneruskan obrolan mereka. Dia tahu tak semudah itu untuk membujuk Tsuna agar lebih terbuka bahkan untuk dirinya sekalipun. Kini yang hanya bisa ia lakukan hanyalah berdoa agar Tsuna tumbuh menjadi menusia yang hebat kelak.
"Kalau begitu aku pergi dulu," ucap Tsuna sambil meletakan sumpit. "aku ingat jika hari ini ada tugas dari sekolah."
Sebelum menutup pintu, Tsuna berbalik menatap bianchi. Senyuman kembali ia perlihatkan kepada wanita penjual ramen itu. "Terima kasih, selama ini sudah membantuku. Sampai kapanpun aku tak akan pernah melupakan kebaikan bibi."
Kini Tsuna telah menghilang di balik daun pintu kayu bergaya jepang itu. Tanpa sadar, air mata Binachi perlahan jatuh. Entah kenapa ucapan Tsuna barusan memiliki makna sekaan ia tak akan beremu dengan anak sahabatnya yang sudah meninggal lebih dulu.
"Bahkan ..., kau sama sekali belum menyentuh ramen yang sudah kubuatkan ..."
.
→ψAtarashii Kamiψ←
.
Sawada Tsunayoshi menatap gedung megah bertingkat enam dihadapannnya. Sebuah apartement mewah dengan konsep modern yang selalu didambahkan semua orang. Namun walaupun begitu ia sama sekali tak pernah menganggap tempat ini seperti surga seperti kebanyakan orang, justru baginnya bagunan itu adalah sebuah nereka yang sudah mengekangnya selama 5 tahun terakhir.
Seperti biasannya Tsuna berjalan tanpa menhiraukan orang-orang yang berlalu lalang, bahkan saat ada berberapa orang yang menyapannya ia tak peduli. Setelah mencapai lift ia segera menyentuh tombol yang berfugsi sebagai penunjuk dimana lift akan berhenti.
Harusnya Tsuna menekan tombol 3 diamana ia biasannya berhenti, namun justru ia menekan tombol lantai 6. Banyak sekali yang ia pikirkan selama berada di dalam lift.
Dimulai dengan ketika ia menabrak seorang cewek yang ternyata akan menjadi teman sekelasnya, dan sialnya cewek yang ia tabrak ternyata malah menjadi ketua kelas yang sudah menasihatinya di awal kehidupannya di sekolah.
Lalu pertemuan dengan Bianchi yang membuat hatinnya sedikit sesak. Awalnya ia sudah memutuskan untuk mengakhiri semuannya pada hari ini, namun perkataan Bianchi membuat ia gundah. Niatan yang sudah ia tanam kuat-kuat perlahan sedikit rontok.
Tanpa Tsuna sadari lift sudah terbuka, pemuda itu lantas keluar dan menuju tangga di berada di ujung koridor. Setelah sampai ke puncak tangga, Tsuna segera membuka pintu dan pemandangan langit sore meruapakan hal yang ia lihat dari balik pintu besi.
Angin sejuk berhembus. Entah sudah berapa lama Tsuna tak merasakan perasaan seperti ini.
Tsuna berjalan dan terus berjalan hingga ia sudah tiba di pagar pembatas yang dibuat agar seseorang tak terjatuh ke bawah. Namun, Tsuna yang sudah mempersiapkan semuannya. Ia telah merusak berberapa bagian pagar sehingga dengan mudahnya pemuda itu bisa menembusnya.
Ia memandang pemandangan dibawahnya, jalanan ramai serta orang-orang di bawahnya. Tsuna sudah memutuskan untuk mengakhiri hidupnya hari ini. tak ada lagi sesuatu yang perlu ia kejar di dunia ini, setelah janjinya pada seseorang untuk menjadi siswa sma Namimori telah terwjud maka tak ada lagi gunannya untuk hidup terus dalam kehidupan yang amat membusuk ini.
Sebelumnya ia sedikit bimbang apakah perbuatan yang ia lakukan benar. Namun setelah mengingat memori busuk di otaknnya, semua keraguan yang muncul ia buang jauh-jauh. Kini ia sudah siap, siap untuk meninggalkan dunia yang kotor ini.
Dalam sekali gerakan, tubuhnya sudah melayang di udara. Sambil menutup mata, ia dapat merasakan semburan angin menerpa wajahnya.
Apakah ia akan sampai ke tempat yang bernama surga ?[]
Hai2 ini merupakan revisi dari chapter 01 yang sebelumnya penuh dengan typo dan kesalahan lainya. Namun, bukan berarti semuanya sudah jauh lebih baik. Author tetap mengharapkan komentar para readers untuk kesuksesan fict ini kedepannya.
Thanks sudah mengikuti Atarshii Kami hingga sekarang. Chaou!
