Author: DaisyDaisuki
Title: Watashitachi no Nikki (私たちの日記–Our Diary−)
Genre: BL, Shonen-ai, School life, Romance
Rating: T/PG-16
Fandom: Visual Kei
Cast: the GazettE
Enjoy~
Ruki, pemuda mungil itu menatap ke belakang. Mata cokelatnya terpaku pada satu sosok yang berjalan membelakanginya. Sosok tinggi tegap berambut pirang yang senantiasa memakai noseband di hidungnya. Ruki tersenyum getir namun sekuat hati menahan air matanya untuk turun.
'GREP'
Ruki menoleh, mendapati wajah kekasihnya yang berambut hitam itu tampak khawatir. Ruki tersenyum tipis sembari mengeratkan genggamannya pada Kai. Ia sudah memantapkan diri. Meyakinkan bahwa Reita bukan lagi seseorang yang harus ia puja dalam hati.
"Kau baik-baik saja?" tanya Kai.
"Ya, ayo kita pulang." Jawab Ruki tanpa melepas senyumannya.
Kai mengangguk mengerti. Dua pasang kaki itu pergi membawa pemiliknya berhenti di parkiran motor yang tampak lenggang. Ruki memakai helm birunya, sementara Kai dengan sigap mengeluarkan motor merah yang selalu membawa Ruki pulang dua belas bulan ini.
Sekali lagi, pandangan Ruki jatuh pada sosok Reita yang masih memakai helm. Ruki tersenyum, berkali-kali membatin agar ia menguatkan diri. Sebelum Kai menyadari sikapnya yang tidak biasa itu, Ruki buru-buru naik ke belakang Kai.
.
.
.
Di sekolah khusus laki-laki… ini hubungan dengan sesama jenis adalah sebuah rahasia umum, dan tidak jarang guru juga memiliki hubungan seperti itu. Keadaan tidak normal seperti ini juga terjadi padaku. Ketika aku duduk di bangku kelas satu, sekitar enam bulan yang lalu Kai menyatakan cintanya padaku. Aku yang baru saja patah hati gara-gara Reita tanpa sadar menerimanya.
Aku tidak bermaksud menjadikannya semacam pelarian. Aku juga… Mencintai Kai apa adanya. Namun ia hampir tidak pernah bisa menerima diriku apa adanya. Entah sudah berapa kali kami putus-sambung dan aku sudah kehilangan hitungan.
Perasaanku pada Reita kembali saat Uruha mengirimiku email daftar siswa yang sekelas denganku. Dan… Disitulah Reita. Diantara sederet namaku dan Uruha terselip nama 'Suzuki Akira'. Aku tertegun. Meyakinkan diriku dengan membaca daftar nama itu sekali lagi.
Tidak ada nama Kai di sana… Entah aku harus senang atau takut. Senang karena aku memiliki kesempatan untuk menatap Reita dari jauh atau takut karena Kai akan semakin temperamental.
Sejak saat itu Kai semakin kasar padaku dan tidak ada yang mengetahui fakta ini kecuali Uruha. Reita yang awalnya cuek sekarang sering mendekatiku. Ada saatnya ketika tanpa kuduga ia menawarkan diri untuk menjadi anggota kelompokku. Atau ketika aku terpaksa duduk sendiri karena Uruha duduk dengan Aoi, Reita akan datang. Ia menyapaku seolah tidak pernah terjadi apapun.
Oh ya, tentu saja ia merasa tidak pernah terjadi apapun karena ia tidak pernah mengetahui sakit yang kurasakan saat ia memberiku harapan palsu.
Kami-sama…. Dia selalu berhasil mengaduk-aduk perasaanku. Seperti roller coaster… Ada waktunya ia membuatku melambung tinggi dengan perhatian kecilnya, namun ia bisa dengan mudah menjatuhkanku dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah dingin.
Aku benci untuk merasakan perasaan ini lagi. Perasaan sakit diaduk-aduk, namun selalu berharap lebih untuk hari esok. Aku merasa bersalah pada Kai. Meski… Uruha bilang Kai tidak cukup baik untukku..
Sekian untuk hari ini.
.
.
.
Ruki menghela nafas berat. Ia menutup buku bersampul cokelat lusuh yang baru saja ia tulisi. Semacam diary yang memuat curhatan Ruki dan segala coretan yang mengungkapkan unek-unek pemuda itu. Ruki memasukkan buku itu ke laci meja paling bawah lalu ia tumpuk beberapa buku dan kertas lain diatasnya. Sebuah persembunyian yang tidak akan diketahui oleh Kai.
"Kurasa segini cukup… Aku lelah.." ujarnya pada dirinya sendiri.
Pemuda mungil itu beranjak dari kursinya, merebahkan diri di atas kasur empuk yang sedari tadi menunggu di sudut kamar. Ruki mengecek ponsel tipe android miliknya. Perasaan bersalah merayapi relung hatinya saat membaca ulang email terakhir yang ia kirimkan pada Kai.
To: piKAIcchu~
Su: Oyasumi
Yah, kalau begitu aku tidur dulu J
Oyasuminasai~
PS: Da-i-su-ki 3
Tentu saja pesan itu bohong. Ruki sama sekali belum mengantuk ketika ia mengirim email itu. sometimes Ruki butuh waktu untuk dirinya sendiri. Karena itu ia sedikit berbohong pada kekasihnya dengan mengatakan kalau ia sudah tidur.
'Drrtt drrtt'
Ruki terlonjak kaget. Ia buru-buru duduk dan membuka inbox-nya. Jantung Ruki serasa ingin melompat begitu mengetahui pengirim email yang baru saja masuk ke ponsel putihnya.
From: Reita
Su : -
Sudah tidur?
To: Reita
Su : Re: -
Belum. Ada apa? Apa ada sesuatu yang kau butuhkan?
−Memang harus selalu ada yang kubutuhkan?
−Kira-kira… Kau tidak pernah mengirimiku email kalau tidak butuh 'kan?
−Aku tak sejahat itu. Tapi kau benar. Aku membutuhkan bantuanmu.
Ruki tersenyum kecut. Tentu saja. Reita hanya akan menghubunginya kalau pemuda itu membutuhkan bantuan Ruki. Bantuan yang dimaksud sudah pasti berhubungan dengan sekolah. Sekarang ia menebak-nebak, apa yang diinginkan Reita sekarang.
− Baiklah, terserah padamu. Aku yakin kau pasti ingin aku mengirimkan PR biologi hari ini
−Kau yang terbaik Ru. Karena kau sudah tahu kirimkan padaku sekarang :D
−Kali ini aku minta bayaran.
−Padahal kau masih hutang padaku satu pancake. Aku masih ingat loh, janjimu mau mentraktirku
−Damn. Baiklah, terserah padamu. Kapan-kapan aku traktir deh =A=
−Oke Ru, kirimkan~
Ruki tersenyum penuh arti. Dengan bersenandung kecil ia membuka tas sekolahnya dan mengeluarkan buku catatan berwarna biru. Ruki membuka beberapa halaman kemudian berhenti lalu memotretnya dengan kamera ponsel.
Photo has been sent
'Kau masih ingat ya… Janji yang tidak akan pernah ditepati itu…'
.
.
.
"Ruki? Tumben tidak bersama Kai." Sapa Uruha ketika melihat pemuda itu berjalan sendirian di koridor sekolah.
"Ah… Kai tidak masuk. Ia demam gara-gara kemarin hujan-hujan dengan Onee-chan'nya." Jawab Ruki tersenyum tipis.
"Setidaknya hari ini kau bisa sedikit santai." Komentar Uruha mendorong tubuh Ruki agar ia lebih cepat berjalan.
'SRREEGG'
Uruha dengan santai berjalan ke bangkunya –dan bangku Ruki− tanpa menyadari kehadiran Aoi yang duduk santai di kursinya.
"A, AOI! Itu bangkunya Ruki!" protes Uruha lantang.
"Aku sedang ingin duduk denganmu."
"Kau tidak bisa seenaknya begitu!"
"Urusai! Aku sedang tidak mood untuk bertengkar, pokoknya aku duduk di sini!"
Uruha menghela nafas sebal. Meski ia diam-diam menyukai Aoi, tetap saja ia sedikit risih dengan sikap pemuda raven yang childish itu. Ruki menepuk bahu Uruha, membuat si cantik itu menoleh.
"Aku bisa duduk di tempat lain kok ^^. Kau tidak perlu khawatir." Ucap Ruki tulus,
Sebenarnya Uruha tidak enak karena Ruki selalu mengalah. Tapi ia juga tidak bisa mengusir Aoi yang sudah terlanjur menidurkan tubuhnya di atas meja. Uruha mengangguk setuju dan mendudukan dirinya di atas kursi.
Ruki menoleh ke sana kemari, mencari bangku belakang yang biasanya selalu kosong. Ia tersenyum tipis saat menemukan bangku kosong yang berjarak dua bangku dari belakang Uruha. Ruki langsung mendudukan dirinya di sana, membiarkan tubuhnya sedikit beristirahat.
'BRUKH'
"E, eh?"
"Tidak apa-apa 'kan aku duduk di sini?" tanya Reita tanpa sedikit pun menoleh pada Ruki.
"Un… Tidak masalah.." Jawab Ruki menundukan kepalanya.
Ia menghela nafas, mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup kencang karena pemuda di sebelahnya pelajaran pertama Ruki berusaha fokus pada guru yang mengajar padahal pikirannya sedang melayang-layang. Lebih tepatnya melayang memikirkan Reita.
'Hn?'
Ruki melirik kearah tangan kanannya. Pipi tembem itu sontak berubah warna menjadi merah saat menyadari Reita menyentuh jari kelingkingnya. Mungkin bukan sesuatu yang luar biasa, namun bagi orang yang jatuh cinta, apapun tidak bisa menjadi biasa.
Ruki diam, berusaha pura-pura tidak tahu. Namun semakin Ruki abaikan, tangan Reita semakin menggegam tangan mungil Ruki. Dan ia tidak bisa bohong kalau saat ini hatinya sedang melambung tinggi. Pemuda chubby itu memalingkan wajahnya, menatap tangan besar Reita menutupi tangannya sendiri.
Genggaman itu menghilang, digantikan dengan reaksi Reita yang membuang wajah agar Ruki tidak menyadari wajahnya yang sudah merah padam. Tetapi Reita salah. Ruki tahu apa yang disembunyikan Reita. Ia tersenyum lembut dan menatap ke depan.
.
.
.
"EH? USO!" pekik Uruha ketika Ruki menceritakan segala yang ia alami hari ini.
"Aku tidak bohong… Aku masih ingat dengan jelas Uru.."
"Kami-sama… Aku yakin ia memiliki perasaan yang sama denganmu!"
Ruki terdiam menatap Uruha yang berbinar senang. Senyuman lembut itu berubah menjadi senyum getir. Sebuah kenyataan yang menohok hatinya kini muncul kembali kepermukaan, menyeret segala rasa sakit yang ia sembunyikan.
"Reita.. Baik Reita dan aku sama-sama sudah ada yang punya.. Perasaan ini akan tumbuh dengan sia-sia.." bisik Ruki meremas dadanya yang terasa sakit. Uruha menatap Ruki dengan lembut, menepuk kepalanya dan tersenyum tipis.
"Tidak ada bayi yang tumbuh dengan sia-sia, begitu juga dengan cinta. Tidak ada cinta yang tumbuh sia-sia. Kalau kau serius dengan perasaanmu…"
Ruki terhenyuh dengan perkataan Uruha. Ia tersenyum miring lalu balas menepuk bahu lebar pemuda cantik di depannya itu.
"Kau juga, segera nyatakan perasaanmu pada Aoi. Jangan sampai dibilang pemberi harapan palsu seperti kelas satu dulu." Balas Ruki.
"Hai, hai~"
.
.
.
'KRRIIIIIINGGG'
"Berdiri! Membungkuk!"
Begitu para siswa selesai menjalani ritual sebelum pulang, mereka langsung berhamburan keluar kelas. Tidak terkecuali Ruki dan Uruha yang sudah menenteng tas mereka, bersiap untuk pulang.
"Ruki, hujan.. Kau bawa payung?" Tanya Uruha. Ruki menatap kearah jendela. Dan benar kata Uruha, hujan mulai turun meski baru rintik-rintik.
"Aku lupa.. Tidak masalah, aku bisa pulang naik bus." Jawab Ruki enteng.
"Iya ya… Kai tidak masuk.. Nee, bagaimana kalau kau minta tolong Reita untuk mengantarkanmu pulang?" bisik Uruha sambil melirik Reita yang masih mengobrol dengan Aoi.
"BIG NO! Uru, aku 'kan sudah bilang… Kalau Kai tahu ia bisa membunuhku! Dan kalau pacar Reita tahu juga… Kasihan kalau mereka sampai putus gara-gara aku.." balas Ruki.
"Ruki, Reita hanya mengantarkanmu pulang. Pacar Reita itu wanita, WANITA! Dia tidak akan curiga karena dia tidak tahu kalau Reita itu 'sejenis' dengan kita Ru~~"
"Tapi tetap saja Uru… Aku tidak enak… Aku−"
"Reita, apa hari ini kau lowong?" Belum sempat Ruki menyelesaikan penolakannya, Uruha sudah menahan Reita yang berniat pulang.
"Yup. Ada apa Uru?"
"Itu… Hari ini Ruki terpaksa pulang sendiri karena Kai tidak masuk, padahal sebentar lagi hujan. Apa kau bisa mengantarnya pulang? Aku khawatir..." Ucap Uruha dengan mimik wajah yang dibuat-buat. Ruki menahan nafas, menelan ludahnya sendiri saat Reita membuka mulut.
"Tidak masalah, ayo kita pulang. Keburu hujannya makin deras." Balas Reita menatap Ruki.
'U, uso!'
Uruha terkikik melihat ekspresi kaget Ruki yang ia tunggu-tunggu. Aoi menatap Uruha bingung, tidak mengerti apa yang ia tertawakan.
"Ayo Aoi, kita juga pulang~ Nanti aku traktir Yakisoba deh!~" ajak Uruha.
"Sepertinya mood-mu sedang baik. Terserahlah, ayo pulang." Kata Aoi menghela nafas.
.
.
.
"Kau bawa helm?" tanya Reita memakai helm-nya sendiri.
Ruki menggeleng sambil menunjukkan tangannya yang tidak membawa apapun. Tiba-tiba Reita melepas jaket abu-abunya, menyuruh Ruki untuk memakai jaket tipis berhoodie itu.
"Tutupi kepalamu dengan hoodie, aku tidak ingin kau sakit."ucapnya.
"T, tapi kau sendiri bisa kedinginan!" tolak Ruki halus.
"Aku baik-baik saja, Ruki. Tubuhku kuat. Aku tidak menerima penolakan."
Ruki menghela nafas. Dengan ragu ia memakai jaket yang satu ukuran lebih besar darinya itu. Reita menatap Ruki yang 'tenggelam' dalam jaketnya sendiri. Ia buru-buru menahan tawanya atau Ruki akan memarahinya.
"Anu, Reita… Apa.. Tidak apa-apa kalau kau mengantarkanku pulang?"
"Apa? Tentu saja tidak apa-apa."
"Bagaimana dengan pacarmu? Aku takut dia marah…" ucap Ruki sambil menunduk. Reita tertawa pelan dan mengusap kepala Ruki lembut.
"Pacarku bersekolah di akademi khusus wanita yang jauh dari sini. Kau tidak perlu khawatir. Lagipula kita 'kan…. Hanya teman…" balas Reita memelankan kata terakhirnya.
'NYUT'
'Ah… Benar juga… Bagi Reita aku hanya sebatas teman… '
"Sudah, ayo naik…"
"Un.."
.
.
.
"R, Reita! Kau yakin tidak mau berteduh sebentar?" teriak Ruki berpacu dengan suara hujan.
"Tidak perlu, aku pulang dulu." Tolak Reita sambil tersenyum miring.
"A, arigato! Jangan terlalu ngebut.. Kalau terjadi sesuatu padamu aku bakal sedih…"
"Hmf… Baiklah. Aku titip jaketku. Bye, Ruki~"
"Iya.. Bye,Reita~"
.
.
.
TBC
