Naruto © Masashi Kishimoto

For Honeyf's Contest, Sasuke Birthday fic.

Collab with Raika Carnelian

Warning: BL, geje, OOC parah, aneh, alurnya kecepetan, etc.

Note: Maaf terlambat!

saat saya dalam depresi besar dan kecapekan banget dengan tugas sekolah, Kak Anip mengundang saya ikut kontesnya. *terharu* saya terpaksa tunda masa-masa hiatus saya dari FNI. Dan adanya Raika beneran membantu saya *terharu lagi* masalah pair, saya sendiri bingung ini SasuNaru atau NaruSasu, karena awalnya NaruSasu dan endingnya SasuNaru. Jadi, SasuNaruSasu sajalah.

-v—

Prologue

Tap. Tap. Tap.

Bunyi langkah sepasang kaki itu menggema ke seluruh koridor. Terdengar jelas di daerah sekolah yang lumayan sepi. Tentu saja, karena ini masih termasuk waktu dimana para murid seperti pemuda pemilik sepasang kaki tersebut duduk di belakang meja mereka. Berusaha menangkap ilmu yang dibagikan para guru untuk mengejar dan mendapatkan predikat 'jenius'.

Lalu apa yang dilakukan pemuda itu di sini?

Sang pemuda berambut hitam tersebut beberapa saat yang lalu masih duduk di bangkunya ketika seorang guru berambut perak datang mengetuk pintu kelasnya. Guru tersebut meminta izin pada guru Kimia yang tengah mengajar kelasnya agar pemuda itu dapat menemui sang Kepala Sekolah. Sang guru kimia mengizinkan, walau pun sebentar lagi ujian akan berlangsung. Tentu saja, karena sang pemuda itu sendiri sudah terlampau jenius hingga terasa tak butuh kuliah untuk mendapatkan gelar sarjana. Tak ada yang harus dikhawatirkan dalam prestasi seorang Uchiha seperti pemuda itu.

Dan disinilah ia. Dia telah sampai di depan ruang yang ditujunya, ruangan Kepala Sekolah. Dia mengetuk pintu kayu itu sebanyak tiga kali secara perlahan, sekedar berbasa-basi dan menerapkan tata sopan santun yang ditanamkan oleh almarhum kedua orangtuanya semasa kecil.

Terdengar seruan kecil dari dalam ruangan,"Masuk."

Mendengarnya sebagai izin, pemuda itu pun membuka pintu tersebut. Pintu yang terbuka menimbulkan suara yang berdecit aneh, tanda membutuhkan pelumas tambahan. Semoga sang Kepala Sekolah tak terlalu pelit dalam hal ini.

Tampaklah ruangan itu. Tak luas, namun juga tak sempit. Ruangan bercat putih bersih, dengan beberapa rak buku dan map-map berisi file-file sekolah. Juga tak lupa meja kerja utama untuk sang Kepala Sekolah, dengan tumpukan pekerjaan yang menggunung. Ada beberapa kursi bagi tamu yang disediakan, dan telah terisi oleh Kepala Sekolah dan satu orang lain.

Ya, ada orang lain disana selain sang Kepala Sekolah. Dan orang tersebut adalah orang yang sama sekali tak asing baginya.

"Aniki?" Tak sadar pemuda itu berkata keheranan. Sedang apa kakaknya ada disini? Bukankah kakaknya itu seharusnya masih berada di kampusnya dan mengikuti kelas disana?

"Hello, Sasuke," sapa pemuda yang dipanggil 'Aniki' oleh pemuda berambut hitam. Nada suaranya ramah dan terkesan santai. Sedangkan sebaliknya, sang adik memandangnya dengan horror. Kedua pemuda itu saling bersitatap dengan mata hitam kelam yang serupa. Ya, sebenarnya bukan hanya bola mata saja yang serupa. Mereka berdua hampir identik. Mata hitam, rambut gelap, kulit putih pucat. Hanya saja, sang kakak lebih tinggi dan memiliki raut wajah yang lebih dewasa dari sang adik. Rambut hitamnya yang sebahu pun diikat agar rapi, berbeda dengan sang adik yang rambut hitam kebiruannya melawan gravitasi.

Mereka adalah Uchiha bersaudara. Sang kakak yang ramah, Itachi. Dan sang adik yang dingin, Sasuke.

"Sasuke, duduklah." Terdengar suara lembut yang terkesan agak memerintah dari samping Itachi. Suara wanita berambut pirang pucat yang masih awet muda. Tsunade, sang Kepala Sekolah.

Sasuke pun tersadar dari rasa kejutnya yang hanya tampak dalam hati. Ekspresi? Jangan ditanya. Masih dingin, cuek. Sangat berbeda dengan suasana hatinya yang masih bertanya-tanya tentang tujuan Kepala Sekolah memanggilnya. Tentang kakaknya yang bolos kuliah dan datang kemari. Tentang semuanya. Apa yang sebenarnya terjadi?

Sasuke segera menempatkan dirinya di salah satu kursi sofa yang kosong. Dia memilih untuk duduk di sebelah kakaknya di kursi sofa panjang. Posisi duduknya tegap, sangat sopan. Namun, tak ada ucapan terima kasih atas izin Tsunade yang membiarkannya duduk. Dasar stoic.

"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Sasuke langsung ke pokok pertanyaan yang memenuhi pikirannya sejak tadi. Sesaat, keheningan melanda ruangan itu. Masing-masing tak mau buka suara, atau bingung apa yang akan disuarakan. Itachi menghela napas berat, memecah keheningan tersebut.

Akhirnya Itachi buka suara, "Aku ingin kau mendapatkan pelajaran tambahan."

Sasuke agak tertegun mendengar pernyataan sang kakak. Memangnya prestasi seorang Uchiha Sasuke sedemikian buruknya hingga membutuhkan pelajaran tambahan? Tentu saja: TIDAK. Sepanjang sejarah hidupnya, Sasuke jarang sekali mendapatkan nilai dibawah tujuh puluh. Baik itu nilai akademis maupun kepribadian. Bahkan pemuda itu juga sangat berprestasi dibidang olahraga, terutama basket. Jadi, apa masalahnya?

"Huh?"

"Kau tak salah dengar, Otouto. Aku telah meminta bantuan Tsunade-san agar menyediakan guru yang akan mengajarimu mencari teman."

Sungguh guyonan yang tak lucu dari Itachi.

"Jangan bercanda, Baka."

"Tidak, Sasuke, aku tak bercanda. Mukaku ini sudah tak pantas untuk bercanda," Itachi menunjuk kerutan wajahnya yang membuatnya tampak lebih tua, "aku serius, sungguh."

Sasuke menggeram, "Lalu permainan bodoh macam apa ini? Aku tak memiliki masalah—"

"—kau punya masalah, Sasuke. Kau punya."

"Kalau begitu, apa?"

"Selama ini kau selalu saja sendirian dan tak memiliki teman akrab. Aku hanya ingin kau mendapatkan teman kencan si pesta Prom-mu."

Ha? Kekhawatiran Itachi sungguh sangat berlebihan. Uchiha Sasuke tak bakal mendapat pasangan dansa di Prom? Mustahil. Bahkan tanpa meminta pun sudah banyak gadis yang mengajukan diri menjadi pasangan dansanya. Tentu karena Sasuke sangatlah tampan, jenius, dan populer. Namun, semua gadis itu ditolaknya. Memang, Sasuke sama sekali tak tertarik dengan gadis-gadis berisik macam mereka. Tak salah juga, sebenarnya, kalau sampai saat ini Sasuke masih saja menjalani kehidupan tanpa pacar. Ironis bagi pemuda tampan macam Sasuke.

Tapi, untuk urusan teman akrab dan persahabatan, Sasuke harus mengakui bahwa ia tak mempunyainya. Satu pun tidak. Sejak kematian kedua orangtuanya, Sasuke memang cenderung menutup diri dan cuek dengan keadaan sekitar. Berbeda dengan Itachi yang sanggup menerima semuanya dengan hati lapang, Sasuke masih agak sulit untuk mengakui status barunya sebagai anak yatim piatu. Maka dari itu, Sasuke jarang sekali berhubungan secara mendalam dengan orang lain.

Tunggu. Lalu apa hubungannya dengan pelajaran tambahan?

Seolah dapat membaca pikiran adiknya, Itachi menyahut, "Pelajaran tambahan yang akan kau ikuti kali ini bukan pelajaran tambahan akademis. Hanya pelajaran membuka diri dan kepribadian saja."

Sasuke memijit pelipisnya perlahan. Kakaknya mulai gila. Dan ia rasa ia juga sudah mulai tertular gila. Pelajaran tambahan untuk kepribadian? Pelajaran macam apa itu? Lagipula selama ini ia selalu bersikap sopan dan tak melupakan tata krama. Mengetuk pintu, tak berlarian di koridor, berbicara dengan nada sopan, dan lainnya. Apa yang salah dengan itu?

"Kau gila."

"Tidak—aku tidak gila. Aku ingin setelah Prom yang juga berlangsung tepat di hari ulang tahunmu kali ini sangatlah berkesan. Yah, aku berharap setelah ulang tahunmu yang ke delapan belas ini kau akan membawa sahabatmu berkunjung ke rumah."

Haah. Sasuke sangat tak mengerti dengan pola pikir kakak yang lebih tua tiga tahun darinya itu. Dia tak tahu harus bagaimana. Sebenarnya, didalam hati Sasuke tak menyetujui sepenuhnya usulan gila kakaknya ini. Toh, percuma. Alasannya untuk kembali ke kepribadiannya yang terbuka seperti masa lalu sudah tak ada. Ya, karena orangtuanya sudah meninggal. Kepribadian itu pun ikut mati terkubur bersama jenazah kedua oangtuanya.

Tapi, Sasuke tahu betul jika Itachi sudah bertindak, tak ada yang bisa menghentikannya. Sekali pun dia mengancam akan bunuh diri, Itachi akan tetap memaksanya ikut dalam pelaharan tambahan tersebut. Intinya, Sasuke tidak dapat menolak diberi pelajaran kepribadian oleh seorang guru yang botak dan kaku—dalam bayangan Sasuke.

"Dan, oh! Soal gurumu, tenang saja. Dia masih seumuran denganmu, kok. Ya, kan Tsunade-san?" Itachi melirik ke arah wanita pirang yang sedang menegak sake-nya. Sebenarnya Itachi heran, dengan wajah dan tubuh yang begitu muda namun berumur lebih dari setengah abad begitu Tsunade masih kuat meminum sake. Tapi, sudahlah.

"Ya, itu benar. Dan, kurasa dia akan datang sebentar lagi," balas Tsunade, lalu menegak sake-nya lagi. Ia beranjak menuju meja kerjanya, kemudian menggeser letak telepon agar lebih dekat dengan tubuhnya. Tsunade menekan tombol telepon tersebut, lalu menempelkan gagang telepon di telinga kanannya. Ia berbicara singkat di telepon, sepertinya dengan pegawai dibagian lobi depan.

"Ah, benar, dia baru saja datang. Kakashi akan segera mengantarkannya kemari," kata Tsunade lagi setelah percakapan teleponnya usai.

Tak berapa lama, terdengar pintu kayu ruangan Tsunade diketuk lagi. Ketiga orang yang ada di dalam pun menoleh ke arah pintu tersebut. Saat pintu telah terbuka, tampaklah guru berambut perak yang tadi memintakan izin bagi Sasuke pada guru kimia.

Guru bermasker hitam tersebut adalah Hatake Kakashi. Sasuke sendiri tak begitu menyukainya. Itu karena Kakashi adalah guru yang sering terlambat dan selalu mencuri-curi waktu saat pelajaran untuk membaca buku saku kecil bersampul oranye—yang Sasuke yakini berisi hal-hal yang tak pantas. Terbukti dari senyuman mesum yang tak pernah meninggalkan wajah berlapis masker itu saat sedang membaca buku tersebut. Walau begitu, guru matematika ini tetap tegas dan sangat kompeten dalam mengajar.

"Kakashi, masuklah. Oh, mana dia?" sapa Tsunade saat melihat Kakashi berdiri sendirian di depan pintu. Dapat terlihat samar di balik masker hitam yang menutup sebagian wajahnya tersebut, Kakashi tersenyum.

"Dia ada di sini. Hei, ayo," balas Kakashi.

Sasuke dapat melihat rambut pirang berantakan muncul dari balik pintu. Lalu, sosok berambut pirang itu pun menampakkan keseluruhan dirinya. Mata biru bak samudra, kulit berwarna kecokelatan, dan tubuh yang tak lebih tinggi dari Sasuke.

Kakashi dan bocah itu pun memasuki ruangan. Mereka menempatkan diri di kursi di hadapan Sasuke. Sasuke berhadapan dengan bocah pirang itu, sedangkan Itachi memandang penuh tertarik pada guru berambut pirang di depannya.

"Jadi, Sasuke, bocah pirang itu yang akan menemanimu selama dua minggu hingga acara Prom. Dia akan mengajarimu bersosialisasi, dan berbagai macam hal agar dapat terbuka pada orang lain. Namanya—"

"—Baa-chan, kau serius menghukumku? Kumohon, aku akan rajin ikut les daripada harus bersekolah di sini selama dua minggu..." kata bocah pirang itu menginterupsi kalimat Tsunade. Wanita pirang itu pun langsung menjitak kepala sang bocah dengan tak pelan.

"Grr, Naruto! Ini hukumanmu karena kau bolos homeschooling selama sebulan! Kau pikir mudah apa membayar itu semua? Tidak, kau harus menjalani semua ini!" bentak Tsunade kesal. Bocah pirang yang dipanggil Naruto itu meringis pelan, tanda bahwa masih merasa kesakitan akibat perlakuan Tsunade tadi terhadap kepalanya.

Sasuke berkedut. Apa Kepala Sekolah bercanda? Makhluk pir—ehem—bocah berambut pirang berisik ini yang akan jadi gurunya? Dan Itachi, apa-apaan senyum memuakkan yang terukir di wajahnya itu sekarang? Dunia benar-benar sudah gila.

Naruto hanya memanyunkan bibirnya, kesal dan pasrah. Yah, ini memang salahnya sih. Tapi siapa yang tidak bosan setiap hari terkurung di dalam kamar, dan sesekali guru yang sama datang untuk mengajarimu? Hah. Ia tak bisa berbuat apa-apa sekarang. Tsunade-baachan, wanita yang masih terhitung kerabatnya itu, adalah orang yang mengawasinya selama orangtuanya bekerja di luar negeri. Jadi, dia hanya bisa menurut pada Tsunade.

"Ehem, mari kita lanjurkan. Sasuke, ini adalah orang yang akan jadi gurumu. Namanya Uzumaki Naruto. Dan Naruto, dia adalah Uchiha Sasuke yang akan kau dampingi selama dua minggu, mulai hari ini sampai hari Prom tanggal 23 Juli. Mengerti?"

Sasuke dan Naruto sama-sama mengangguk pelan. Karena tak bisa menolak hukuman dari Baa-chan—untuk Naruto, dan karena tak bisa menolak keinginan sang kakak—untuk Sasuke.

"Jadi apa tugasku?" tanya Naruto dengan nada malas. Itachi menyunggingkan senyum licik.

"Hanya memastikan Sasuke mendapatkan teman akrab. Itu saja—untuk saat ini. Lalu setelah itu, kau harus bisa membuat Sasuke lebih terbuka, terserah bagaimana caranya," jelas Itachi. Naruto hanya mengangguk.

"Nah, nah, mari kita mulai..."

TBC

Euh. Gak enak ya ending chapternya? Maap, saya buntuuu~

Mohon review chapter ini sebelum ke chapter berikutnya