©2015 Sehunorita
proudly present
DEEP BREATH
Aku menarik napas dan menemukanmu menjadi sebagian dari napasku
A HunHan fiction
Romance with lil-bit Hurt/Comfort | M Rated | Chaptered
PROLOGUE
Sore itu Luhan tengah berjalan kaki di jalanan yang tengah sepi di daerah Gangnam dengan sweater yang dibungkus coat biru tua panjang selutut, syal abu–abu melilit longgar di lehernya, celana panjang yang lumayan tebal, topi rajut tebal yang menutup sebagian dari kepala plus telinganya, juga sepatu tinggi ditambah kaos kaki yang menghangatkan, tidak lupa dengan jemari yang dibungkus sarung tangan. Musim dingin rasanya tengah dalam puncak dinginnya ketika pertengahan bulan Januari yang padahal seharusnya sudah sedikit lebih hangat karena beberapa minggu lagi akan berakhir.
Luhan menggerutu, mengutuk kebodohannya yang tidak pergi ke supermarket ketika masih siang, setidaknya kalau siang tadi udara mungkin tidak akan sedingin ini. Kebodohannya mungkin bisa ditutupi dengan alasan tertidur, tapi itu tetap saja kecerobohan yang sudah ia lakukan. Luhan mengutuk dirinya sendiri untuk itu.
Supermarket sudah dekat, maka ia melangkah lebih cepat untuk segera masuk dan mendapat penghangat.
"Selamat datang, silakan berbelanja."
Suara sambutan khas yang selalu ia dapat di supermarket yang sering ia datangi ini memaksa Luhan menoleh dan tersenyum pada yang menyambutnya, berusaha beramah tamah setidaknya dengan orang yang juga berniat bersikap baik padanya.
Selain sambutan selamat datang, suhu yang lebih tinggi daripada suhu di luar sana membuat Luhan lega. Ia pun melangkah lebih tenang sambil melepas sarung tangannya, membiarkan tangannya langsung merasakan rasa hangat.
Mencari apa yang ia butuhkan di apartemennya, juga sekalian melihat–lihat mungkin saja ada beberapa makanan yang bisa ia beli untuk camilan ketika bosan atau berjaga–jaga kalau saja hujan salju yang deras dengan angin datang. Beberapa merek jajanan atau makanan instan yang sering ia lihat di televisi menarik perhatiannya dan membuat tangannya tergerak untuk memindahkan sekiranya satu atau dua bungkus ke dalam keranjangnya.
Begitu keranjangnya penuh dengan beberapa keperluannya dan kepuasan nafsunya, Luhan membawa keranjangnya ke kasir. Menukar apa yang ia ambil dengan gesekan kartu kreditnya.
Pulang dengan dua kantong plastik penuh yang tidak begitu berat, Luhan kembali mendesah lirih. Merasa kesal karena ternyata langit makin gelap dan itu membuat udara pasti akan menjadi lebih dingin.
"Tuan," suara pelan seseorang muncul dari belakang dirinya, membuat Luhan menoleh mencari asal suara. Seorang pemuda dengan tubuh lebih tinggi, kulit pucat, dan pakaian seadanya tertangkap oleh matanya. "Mungkin ada yang bisa saya bantu? Saya mau membawakan belanjaan Tuan jika Tuan setelah itu mau membayar saya."
"Huh?" Luhan mengedipkan mata dengan bingung. "Kau mau membawakan belanjaanku hanya demi aku bayar?"
Pemuda itu mengangguk, ia mengulurkan tangannya yang sama pucatnya dengan wajahnya, bermaksud membantu Luhan. "Berapapun, Tuan. Saya butuh makan."
"Butuh makan untuk dirimu sendiri?"
Lagi–lagi ia mengangguk, menatap Luhan dengan tatapan tenang meski sebenarnya sangat ingin dikasihani.
"Kau tinggal sendiri?"
"Saya tidak punya rumah, Tuan. Saya tinggal dengan beberapa orang tuna wisma lainnya di ujung jalan sana."
"Oh, Baiklah. Bawa ini," Luhan menyerahkan belanjaannya dan melepas genggamannya pada kantung itu agar dibawa pemuda di hadapannya. "Ikut aku ke toko baju, aku akan membelikanmu beberapa pasang pakaian."
"Tidak— maksud saya… saya tidak perlu bayaran pakaian, saya perlu makanan."
"Kau bisa memenuhi isi perutmu dengan apapun yang ada di rumahku."
"Maksud Tuan…?"
"Anggap saja aku mengadopsimu. Kau terlihat menarik dan aku juga sedang membutuhkan teman hidup."
"T–tuan…."
"Aku serius," Luhan menatap pemuda itu. "Sebutkan namamu dan kau akan seutuhnya tanggung jawabku. Jangan khawatir, aku tidak pernah menyakiti siapapun."
Pemuda itu tersenyum dengan senyuman cerah, "Oh Sehun."
.
Sehun sudah lupa apa yang ia mimpikan semalam di atas kardus dengan kain tipis yang menyelimuti tubuhnya sampai–sampai ada seseorang yang mau membawanya menjadi sebagian dari tanggung jawabnya. Orang yang mengenalkan dirinya sebagai Luhan adalah orang kaya.
Beberapa pakaian yang terlihat mahal dibeli Luhan dengan ukuran pas untuk tubuhnya. Luhan membelikan sekitar sepuluh pakaian untuk Sehun, empat celana bermacam bahan, dan tidak lupa pakaian dalam yang bahkan harganya membuat Sehun meringis.
"Dengan apa aku harus menukar yang kau berikan, Luhan-ah?" Sehun bertanya, merasa sedikit tidak enak karena membuat orang baik hati itu menghabiskan uangnya untuk orang lain.
Luhan terlihat mengangkat bahu, mengatakan tidak tahu dengan cara angkuh lalu mengerling pada Sehun sebentar. "Mungkin tubuhmu bisa untuk membayarku."
"T–tubuhku?" Kali ini Sehun bertanya dengan bingung, pernyataan bahwa tubuh mampu untuk membalas budi belum pernah didengarnya sebelumnya.
"Kau tidak mengerti, ya?"
Anggukan kecil langsung menjawab pertanyaan meremehkan dari Luhan.
"Ini tentang kepuasan. Kau tentu senang mendapat tempat tinggal dariku, juga senang aku belikan barang–barang mahal untukmu, benar? Jadi aku ingin aku senang dengan dirimu yang berada di atasku."
"Apa maksudnya dengan 'di atasku' itu?"
"Bersetubuh, Sehun. Apa berada di rumah para tuna wisma membuatmu sedikit kurang mengerti tentang hal–hal menyenangkan? Orang menyebutnya dengan bercinta, tapi aku tidak mau melakukan itu dengan cinta. Sebut saja kita melakukan hubungan tubuh lebih dari berpelukan."
Sehun terbatuk, tersedak ludahnya sendiri mendengar apa yang dikatakan Luhan. Tentu saja dirinya tahu tentang hal itu, ia sudah beberapa kali menonton yang semacam itu dengan temannya karena penasaran. Hanya saja, apa dengan seorang laki–laki ia mampu melakukannya? Ia tidak pernah benar–benar merasa lurus—menyukai wanita, tapi ia juga tidak benar–benar merasa belok. Bahkan menyetubuhi laki–laki tidak pernah ada dalam pikirannya.
.
.
.
TO BE CONTINUED or DISCONTINUE?
Wah! Aku bener–bener nggak tau kenapa bikin fiksi ini. Aku pikir aku mau membuat sebuah image Dominan!Luhan tapi dengan Luhan yang tetap berjiwa uke—tapi dia mungkin ga akan manis sama sekali. Mungkin Sehun berperan jadi si penurut yang selalu dengerin kata–kata Luhan dan lakuin apa yang dia mau—tapi dia bakal tetep aku buat berjiwa seme cuma dengan jiwa yang baik. Aku pikir sedikit sulit ya bayangin Luhan jadi begitu keras, fiksiku dan sebagian besar fiksi HunHan lainnya seorang Luhan adalah seseorang yang lembut, kan?
Tapi aku harap kalian jadi tertarik dengan ideku ini karena menemukan seorang Luhan yang berimage manly bener–bener bikin aku inget Luhan yang sesungguhnya. Dia punya sikap layaknya laki–laki gentle yang kokoh, tapi sebenernya dia bener–bener uke. Entah dari sisi mana, atau karena dia cocok dengan Sehun meski Sehun pun sebenernya macam anak kecil dengan sikap manis tapi beraura seme. Aku mau gambarin Luhan sebagai seseorang kuat yang lemah kalau ada Sehun—tapi aku pikir sifat itu bakal muncul setelah sekian lama Sehun sering ada dalam bahaya.
Hey! Cumaaan~ nggak semudah itu buat Luhan lemah kalau ada Sehun. Aku yakin di chapter berikutnya Luhan adalah orang yang keras bahkan sama Sehun. Sehun akan jadi si penurut yang lakuin apapun yang Luhan katakan karena dirinya ngerasa dia perlu balas budi sama Luhan.
Aku masih sedikit bingung mau gambarin dia sebagai mafia—dengan dia yang bergaya berantakan— atau mungkin pekerja kantoran—dengan image yang begitu rapi dan perfeksionis— yang sahamnya sangat berkuasa dan ia punya kekuatan besar. Tapi aku pikir buat Luhan berkekuatan dengan cara kotor terdengar menyenangkan. Buat Sehun beberapa kali dalam bahaya karena ia incaran musuh Luhan, apa itu menarik? Luhan jadi si pelindung? Aneh juga… entahlah! Kita lihat aja di chapter berikutnya. Aku terima saran loh dari kalian~
Omong–omong, aku nggak janji update ini cepat karena aku baru buat setengah dari chapter pertama dan sekarang aku lagi bener–bener sibuk. Tunggu aku! Aku update secepat yang aku bisa, jangan khawatir.
Lagi, semakin banyak komentar, aku akan semakin semangat ketik cerita ini. Jadi… jangan lupa tinggalkan review untukku. Terima kasih! Juga maaf untuk author note yang super panjang.
