Pertama untuk menjadi gadis itu hanya perlu punya pacar. Rambut panjang berkilau, kulit kencang nan mulus, mata bersinar, dan hal-hal lain yang merupakan ketertarikan gadis untuk memikat lawan jenis itu hanyalah sampingan.

Rasa penasaran bagaimana menjadi gadis labil akan aku rasakan setelah melewati hari ulang tahunku ini! Hatiku berdebar-debar bagaimana menjadi salah satu tokoh dalam novel negara luar yang diceritakan sang pria menembak sang gadis pujaannya. Lalu yang paling penting itu bertukar hadiah! Dia akan membelikanku boneka imut, dan aku akan memberinya pulsa 5-ribu doang.

Jadi, aku perlu apa untuk menjadi gadis?

"Ini apa, Fang?" tanyaku pada seorang lelaki berambut acak hitam kebiruan yang menyodorkanku alat cukur janggut.

"...nggg, ini alat pencukur ketiak."

"..."

"Karena kamu kan besok udah 13 tahun. Dan ini alat pertama yang harus disediakan kalo mau jadi remaja sejati."

Katanya.

Gitu.


BoBoiBoy fanfiction © Animonsta Studios

Be A Girl, You Tomboish Girl!

Pairing: Ying x Fang

Genre(s): Romance, Humor, Friendship, etc (tergantung chapter selanjutnya)

Warning! Typo dan segala kesalahan ketika mengetik mungkin akan muncul. Mohon segera tekan tombol 'back' jika anda merasa hal tersebut menganggu mata anda.

.

.


Chapter I – How Can be A Real Girl?


"Wah kelasnya terbagi dengan masing-masing berisikan murid cuma 20 loh!"

"Oh ya kah? Jadi, kamu di kelas mana Yaya?"

Aku adalah Ying. Gadis yang katanya penolong dan pintar itu nama tengahku. Sekarang aku berumur 13 tahun dan untuk pertama hari ini aku akan bersekolah di sekolah yang lebih tinggi lagi dari SD—SMP. Punya rambut panjang hitam sebahu, memakai kacamata bingkai bundar, berbando, dan hobi memakai hoodie tanpa lengan.

Kata orang sih aku ini gadis yang cukup pemalu—walau itu benar apa adanya. Tapi hanya di depan kawan-kawanku—dimana salah satunya adalah gadis yang lebih tinggi di sebelahku ini—yang dapat membuang sifatku ini.

Saat ini aku dan beberapa gerombolan orang-orang yang telah selesai upacara, berkumpul di depan papan pengumuman saling berbicara—menyebabkan suara bising di area tersebut. Alasan kami berkumpul hanya untuk mencari nama kami masuk dalam kelas yang tertera dimana.

Setelah pelaksanaan MOS (Masa Orientasi Siswa) yang penuh akan perintah jahanam dari mulut sang kakak kelas, kami resmi menjadi siswa sekolah SMP Pulau Rintis. Soal MOS, aku sebenarnya tidak mau mengingat semua peristiwa ketika aku disekelompokkan dalam kelompok 'teratai'. Namun ada satu perintah biadab sang senior yang takkan aku lupakan seumur hidup. Karena itu memalukan, aku takkan menyebutkannya.

"Ying! Kita sekelas!" pekik gadis berhijab merah muda merangkulku senang. Perempuan yang sejak SD ini adalah sahabatku, bernama Yaya.

"Hei Yaya, aku kejepit—ughhh," gerutuku. Yaya melepas pelukannya.

"Ih harusnya senang gitu kek," keluhnya. "Tahu tidak, kesempatan SMP itu berarti kita—"

"Cari pacar!" potongku. "Tentu aku sangat ingin punya pacar!" Dia menatapku heran langsung. Segera aku mengubah raut wajah semangatku merasa tidak enak dengan sikapnya.

"Ihh bukan lah!" ucapnya.

"Eh? Lalu apa?"

"Bersaing menduduki peringkat tinggi dalam semester ini."

Yaya Yah, 13 tahun, belum tertarik untuk mulai menjalani menjadi gadis pubertas.


Setelah melihat papan pengumuman pembagian kelas, aku dan Yaya berbarengan berjalan menuju kelas yang sama dengan apa yang tertera pada tulisan kertas pemberitahuan yang kami lihat tadi. Untung kami masih cukup awal masuk ke dalam kelas—walau ada beberapa orang telah memasuki kelas, dan melihat bangku depan yang posisinya sama seperti posisi duduk kami saat SD itu kosong. Aku dan Yaya saling bertatapan tersenyum, dan langsung kami mendaratkan kedua pantat kami pada dua kursi tersisa itu.

"Kita berdua kembali duduk di depan deh!" jeritku bahagia.

"Bahagia banget deh."

"Iya lah! Menyenangkan tahu!" aku melepaskan tas ranselku dan menaruhnya di atas meja. 'Kehidupan SMP-ku akan segera dimulai~ Banyak sekali cowok-cowok keren yang sekelas denganku,' batinku sambil melirik sana-sini siapa saja wajah-wajah teman sekelasku. Ada cowok yang menggunakan jaket, dan dia seksi banget! Lalu ada yang tampilannya biasa saja dengan rambut cepak. Dan—

"Ying bahagia sekali sejak kuberi cukur jenggot ya?"

Moodbreaker detected.

"Hngg, serah," aku mendengus kecil ketika ingat kejadian salah satu kawanku ini malah memberi sebuah alat yang tidak begitu ingin kumiliki saat ulang tahun.

Fang berdiri di depan bangkuku dengan seringai jahil. Mengabaikan dua kawan laki-lakinya—maksudku kami—yang berdiri di belakangnya dimana mereka asyik membicarakan kondisi kelas mereka. Sirat penuh kemenangan karena berhasil mengejekku. Satu memakai topi jingga secara turun temurun masih terpasang pada kepalanya—Boboiboy, satu berbadan besar seperti terakhir kali aku melihatnya—si Gopal.

Cara berpakaiannya sama seperti ketika SD. Melepas jaket ketika jam belajar dan melilitkan kedua lengan jaket pada pinggangnya. Namun jaketnya berubah menjadi berwarna ungu gelap, tidak seperti dulu berwarna nila. Dia saja masih memakai kacamatanya yang dulu.

Ini anak kenapa sih suka banget ngerjain aku? Dulu kalo ingat-ingat ya, saat aku kompakan bareng Gopal dan Boboiboy kalau dia itu orang jahat, dia hanya bisa pasrah diburuk sangka olehku. Dia juga ketakutan saat aku bersama Yaya menatapnya dengan tatapan tajam ketika terbesit pikirannya untuk menjadi nomor satu.

Juga yang paling kuingat tentangnya, dia itu tidak berani melawan lawan jenisnya.

"Cie yang sebel~ Kalo mukanya marah ntar keriputan loh," ejeknya dengan nada ngeri. "Nanti ada berita yang mengabarkan, 'Ying, 13 tahun yang baru menjalani tahap remaja, sudah memijak masa orang tua dengan mendapat gejala keriputan'!"

"Fang! Gak puas ngasi alat tidak berguna, sekarang kau mengejekku! Jahat sekali!" kecamku marah. "Sana pergi! Aku benci liat mukamu!"

"Wekk~ Aku ini juga masuk di kelas ini tau!" oloknya sambil menjulurkan lidah.

"Sabar Ying! Sabar!" Yaya berusaha menyabarkanku dengan mengelus belakang punggungku karena kebetulan kami sebangku. Sebagai sahabat yang cepat dewasa, aku patut berterimakasih kepada Tuhan karena aku telah dipertemukan dengan gadis ini. Dan juga, aku patut bertanya kepada Tuhan mengapa aku bisa kenal dengan cowok yang mukanya mirip musang ini.

Menyebalkan.

"Hei kita berlima kebetulan sekali sekelas lagi ya?" Boboiboy masuk dalam obrolan dengan nada riang. Gopal pun ikut nimbrung masuk dalam percakapan kami.

"Iya nih. Nanti bagaimana kalau minta melas sama kakek kamu untuk acara pertemuan kita ini dengan traktiran minum coklat Tok Aba? Pasti sedap~" timpal Gopal yang sudah menetes liurnya membayangkan bila saja ajuannya dikabulkan.

"Coklat mulu. Gak haus apa?" sahut Yaya.

"Kau tidak tahu akan pesonanya!"

"Sudahlah kalian. Kita sekarang kan sudah SMP, dewasa sedikit," kataku menengahi.

Saat kami mengobrol dengan asyiknya, reflek aku melirik Fang yang berjalan menjauhi rombongan kami menuju bangku kosong yang masih tersisa. Raut wajah datar ia tampilkan saat akan meninggalkan bangku perkumpulan kami.

"Ying! Nanti pesan pizza ya! Seperti saat kita pertama kali menyambut Boboiboy ke kota dan peresmian menjadi geng superhero!" seru Yaya. Aku menegang dan langsung menghadap wajah Yaya yang sudah memaparkan wajah riang.

"Eh tentu saja!"

"Eh katanya hari ini penentuan masuk klub olahraga loh," celetuk Boboiboy. "Saat penilaian MOS, mereka sudah menetapkan kita cocok masuk klub olahraga mana nanti."

"Kalo Boboiboy, pasti sepak bola nanti," kataku.

"Kamu juga kok. Pasti bakal masuk sepak bola."

"Hehe, entahlah."


"Jadi aku kenapa masuk klub basket?"

Aku berdiri lemas menatap seniorku yang kini masih mendata para murid yang hadir dalam klubnya, basket. Senior bertampang manis walau jenis kelaminnya jelas-jelas laki-laki—nampak dari jakunnya—menghela napas kecil.

"Aku lihat kamu lihai mengelabui pemandangan orang. Kecepatan yang mengagumkan," katanya. "Lagian klub basket kekurangan cowok non tulen."

"Tulen?" tanyaku dengan nada yang ditekankan. Sang kakak kelas mengangguk kecil.

"Yap. Seperti aku kan tulen," jawabnya. "Sedangkan kamu, cewek tomboi. Jadinya gak tulen."

Udah bicaranya seakan-akan merendahkan kefeminimanku, ngomongnya pake bangga banget pula. Jika saja dia bukan seniorku, sudah aku hajar dia dengan seribu tendangan kaki.

"Keren kan punya klub basket dengan rata-rata berparas cantik? Orang-orang pasti mengira kamu cowok, percaya deh."

"Kenapa bicaranya gampang banget."

"Soalnya kamu... uhuk... r—rata..."

Hening sesaat.

GILA INI YA KAKAK KELAS MAIN LIRIK DAERAH BAGIAN WANITAKU! DIBILANG RATA LAGI!

"Dia memang rata kakak kelas. Makanya aku rekomendasikan dia ikut bareng klub kita," satu orang lagi menimpali. Dari suaranya aku sadar itu siapa.

"Fang? Kamu ikut klub basket juga?" tanyaku syok.

"Kan kamu udah tahu aku favorit banget sama yang namanya basket," sahutnya.

"Aku bisa bayangkan klub basket yang terdiri dari cowok-cowok bertampang cewek, dan satu cewek bertubuh laki. Pasti keren," sang kakak kelas setengah manis ini berandai-andai. Sumpah. Mual banget liat muka genitnya itu.

"Tapi aku ini ganteng kak," kata Fang yang tahu-tahu mengaca pada cermin entah darimana dapatnya. Dia memandang wajahnya dari cermin lama. Narsis banget.

"Kamu itu memang ganteng. Tapi ada sedikit manis~" goda kakak kelas. Biarpun mereka terlihat cocok homoan, demi biskuit Yaya yang mampu mengalahkan racun nuklir, aku bergidik ngeri dibuatnya. Bayangin deh tiba-tiba cowok berkacamata gagang nila ini muncul dalam geng kami bercerita tentang pengalamannya sekarang.

Eh teman-teman, tahu tidak? Aku digodain sama cowok klub basket loh. Dia kakak kelas. Tadi dia muji aku di depan Ying. Akhirnya ada juga yang mengakui aku cantik~

IHHH GILA BANGEEEETTTTTT!

"Eh sudah-sudah. Kalian berdua kan member baru hari ini, kenapa kalian tidak saling memperkenalkan nama kalian?" aju kakak kelas. "Kalau aku, panggil saja Justin."

"Hah Justin? Serius?" aku mangap. Orangnya manis tapi sikapnya rada-rada aneh gini namanya keren banget.

"Just in my room, then started to get nuts~" katanya dengan kalimat bahasa asing sambil tersenyum mesum. Untuk beberapa kalinya bergidik, aku memutuskan diam tanpa bicara kali ini. Entah dengan Fang bagaimana. Dia hanya diam. Mungkin dalam hati dia terkagum-kagum sama seniornya.

Mungkin aja kan?

"Bercanda, aku sudah ada yang punya kok," katanya sambil tertawa aneh. "Namaku Nico."

"Namaku Ying, dan dia Fang," sahutku sekalian memperkenalkan nama kawan satu angkatanku ini. Yang diperkenalkan mengangguk kecil menandakan memberi hormat. Darah negara Cina-nya masih sedikit ada rupanya.

"Sudah tahu kok namanya Fang, soalnya dia di bawah bimbinganku saat MOS," ucap kak Nico. "Oke sebagai hari perkenalan pertama, mari kita saling bermain basket dulu?"

"Kenapa tidak dengan traktir kami makan? Cuma kita bertiga kan?" Fang angkat bicara akhirnya.

"Modus amat kamu Fang."

"Gapapa kali. Katanya kak Nico itu orang kaya kan?" pria berambut hitam kebiruan melipat tangannya jutek.

"Hmm, boleh lah," kakak kelas manggut-manggut. "Tapi sebagai gantinya, nanti kalian ke rumahku sepulang sekolah. Gimana?"

"Deal."

Fang menatapku menunggu setelah menyepakati perjanjian dari kakak kelas.

"Apa?" tanyaku menantang. Fang terbatuk-batuk kecil secara sengaja.

"Nanti—uhuk, kado Ying aku kasih tau itu apa sama—uhuk—kakak kelas deh—uhuk—kalau tidak sepakat—uhuk."

"Oke deal."


Kami bertiga sepakat untuk menunggu di depan gerbang sekolah setelah jam pulang sebagai bayaran telah ditraktir makan di kantin. Fang pesan satu susu kotak vanilla dan donat wortel, sedangkan aku pesan nasi lemak dengan air putih (iya aku ngaku kalo aku lapar belum sarapan pagi).

"Mana nih kak Nico? Lama banget," Fang beberapa kali mengecek layar jam tangan yang terpasang di bagian kanan. Aku memperbaiki kacamataku dan menghela napas kecil.

"Huu mana cuacanya gelap lagi. Dingin banget hari ini," aku melipat kedua tanganku memeluk erat tubuhku. Memang sekarang sedang dalam cuaca mendung, dan angin yang cukup kuat menerpa tubuhku berkali-kali sampai sukses membuatku menggigil walau aku memakai hoodie. "Kayaknya hari ini bakalan hujan."

PLUK!

Terasa jaket berukuran cukup besar menyelimuti kedua bahu kecilku. Bernuansa ungu gelap berbahan katun itu tercium aroma agak asam namun sejuk, bau lemon.

"Fang?" tanyaku kecil. Sang lawan membuang wajahnya.

"Kalau masuk angin aku nanti repot meladeni kakak kelas banci sendirian," jawabnya.

"Siapa yang bilang kakak kelas banci hah?!"

Suara bentakan dari belakang sukses membuat kami berdua berpelukan reflek layaknya anak kecil. Saat sadar siapa pemilik suara cetar membahana mirip guntur halilintar barusan, langsung aku menempelkan telapak tanganku pada wajah Fang dan mendorongnya kuat—menjauhi dirinya dariku.

"A—anu, maksud kami itu kakak kelas yang feminim," kataku beralasan sambil cengar-cengir. Awkward banget sekarang.

"Hmm, ya deh," kakak kelas pun percaya dengan kami. Aku menghela napas kecil tanda lega.

"Eh hai Ying! Fang?"

Yaya berdiri di depan kami bertiga cengo. Gadis berhijab merah muda itu berusaha membaca keadaan sepertinya.

"Anu Yaya—"

"Oh ada urusan klub si Ying ini, bareng Fang," kata kak Nico membaca situasi. "Kalau kalian mau menjemput Ying, bilang kalo aku lagi pinjam anak buah klub basket ini karena ada bagian-bagian klub yang belum aku bahas."

Saat dia menjelaskan, kak Nico kelihatan sekali laki-lakinya. Suaranya yang berat dengan jakun bergetar, siapapun yang tipe mudah jatuh cinta dengan cowok berpita suara berat pasti langsung fangirlingan dibuatnya.

"I—iya Yaya!" lanjutku. "Maaf aku tidak ikut pesta coklatnya ya?"

Yaya mengangguk kecil. "Yah sebenarnya aku bukan bertanya hal kenapa kamu tidak ada dalam regu kita sih. Hanya kaget aja tiba-tiba melihat jaket Fang menyelimuti bahumu."

Eh iya aku baru sadar!

"Kan tumbenan banget Fang berbuat baik sama orang. Kalau Boboiboy sih bisa aku maklumi. Eh gapapa kok, lanjutkan saja acaranya!" Yaya berlalu setelah berisyarat izin untuk berlalu.

"Oh gitu ya," goda kak Nico setelah beberapa menit kami hanya memilih diam.

"DIAM!" kami berdua serempak berteriak.


-Bersambung-


A/N: Maunya buat dalam cerita vocaloid tapi sudah ada Megane Badass jadinya gak jadi. Untung karakter Boboiboy dalam pairing kali ini cocok sama plotnya. Mama saya gak OOC kan?

Boleh minta reviewnya?

January 21, 2015