Unnatural Thirst

Jung Jaehyun x Lee Taeyong

NCT

.

.

.

"Boleh aku minta lagi?"

Si bartender melirik Taeyong sekilas dari sudut matanya. Tentu saja, dia sudah duduk menyendiri di meja bar hampir satu jam sekarang dan terus meminta minuman yang sama.

Meja bar terbuka ini sengaja disiapkan ditengah-tengah acara Gala Dinner dan lelang amal –membosankan- yang diselenggarakan oleh perusahaan kekasihnya, Bona.

Bona memaksa Taeyong datang, tapi kini malah mengabaikannya dan sibuk sendiri. Membuat Taeyong ingin mengumpat saja.

Menyerahkan minum, si bartender tidak mengatakan apapun. Taeyong tidak heran mendapat kesan tidak menyenangkan itu. Dia memang sudah seperti orang tersesat, tak jauh berbeda dengan gelandangan sekarang. Dialah satu-satunya di sini yang memakai tuxedo murahan diantara lautan para bussinesman sukses yang mengenakan pakaian buatan desaigner terkenal.

Taeyong minum tanpa mengatakan apapun lagi dan melirik jam saku kunonya.

Benar, tepat satu jam.

Dia menghela napas.

"Tidak menikmati pestanya?"

Suara itu datang dari sampingnya dan Taeyong terlonjak. Menghabiskan bergelas-gelas cocktail tidak serta merta membuatnya lambat bereaksi.

Dia berputar di bangkunya untuk berhadapan dengan -mungkin ini karena efek minuman, tapi Taeyong tidak bisa memikirkan kata lain untuk menggambarkannya selain- the hot dan sexiest man ever?

Tinggi dan tampan dengan brown hair-nya. Dia tersenyum. Deretan giginya rapi dan putih seperti pemeran iklan pasta gigi di televisi. Dua bolongan cacat di kanan-kiri pipinya menambah kesan charming. Mata cokelat hangatnya, berkerut membentuk garis saat tersenyum seperti itu.

He looks so... inviting.

Jelas bukan jenis orang yang bisa ditemui di sembarang tempat.

"Oh, eh- tidak juga-"

Taeyong berhasil mengeluarkan suara sebelum terputus oleh sebuah tawa merdu.

Pria itu meminta minuman dan si bartender langsung dengan sigap menyiapkannya. Menaruh gelas di hadapan pria itu ditambah bonus 'silahkan dinikmati, tuan' dalam nada sopan.

Tidak heran, melihat potongan jas pria itu -yang rapi, mewah, elegan- diatas kemeja yang dua kancingnya terbuka dan menonjolkan bisep dan dada bidangnya yang mengesankan, dia pasti tipe orang yang sangat disukai si bartender -karena sering memberi tips dalam jumlah besar. Tidak sepertinya...

"Jangan sungkan begitu padaku,"

Pria itu mengedipkan matanya kemudian meneguk kembali minumannya tanpa ragu-ragu.

"Menurutku juga, pesta ini sangat membosankan. Tidak ada hal menarik yang bisa ditonton, dan sebagian besar orang-orang disana memang semembosankan yang terlihat."

Dia meringis kemudian tersenyum.

Taeyong merasa dirinya membalas senyum itu. Ketegangan di tubuhnya memudar perlahan.

"Sebenarnya tidak seburuk itu," Taeyong berkata setengah hati. "Well, aku memang tidak mengenal siapapun disini, tapi setidaknya ada minuman gratis." Ia mengangkat gelasnya sedikit.

"Jadi," kata pria itu, bersandar nyaman di meja bar. "Apa itu berarti kau tersesat di sini? Bagaimana kau bisa masuk? Apa kau tamu undangan atau masuk dengan cara illegal-"

"Tidak, tidak!"

Taeyong bergegas memperbaiki penampilannya. Dia tidak mau disangka penyusup. Dan untuk beberapa alasan yang tidak dia mengerti, pipinya menghangat di bawah tatapan intense pria itu.

"Aku kenal seseorang di sini. Aku datang atas undangan dari pacarku, Kim Bona."

Taeyong membuat isyarat ke tempat di mana Bona telah asyik mengobrol dengan beberapa orang pria berpakaian rapi. Mungkin sasarannya berikutnya demi mendapat secarik surat kontrak asuransi berbubuh tanda tangan.

"Itu, wanita di sana," lanjutnya.

"Hmhm," gumam pria itu.

Dia tidak mengalihkan pandangannya dari wajah Taeyong, bahkan saat Taeyong menunjuk ke seberang ruangan.

"Jadi dengan kata lain dia meninggalkanmu, benar begitu?"

Taeyong meringis, mengangguk.

"Dia memang melakukannya kadang-kadang, meninggalkanku diantara lautan orang asing yang aneh," akunya. "Oh- bukan berarti aku mengataimu juga aneh atau apa, aku–eh, aku hanya..."

Taeyong terdiam, tidak tahu apa yang baru saja merasukinya. Dia memang sedikit pendiam, tapi juga bukan antisosial yang kesulitan berkomunikasi dengan orang lain.

Tapi kenapa tiba-tiba, dia terdengar seperti orang tolol bahkan di telinganya sendiri?

Pria itu membungkuk, lebih mendekat padanya dan Taeyong menemukan dirinya tidak bisa berpaling dari matanya. Merasakan sebuah desiran aneh saat kontak mata itu bertahan beberapa saat.

Dia bertanya dengan nada rendah dan sexy.

"Kau hanya... apa, mhm?"

Saat itulah seorang pria tinggi lain mendekati mereka.

"Sajangnim, aku ingin memberitahu jika Kim sajang baru saja tiba," kata pria itu penuh hormat. Sama sekali tidak melewatkan kesempatan untuk melirik Taeyong setelahnya.

"Terima kasih, Doyoung, aku akan ke sana sebentar lagi," katanya, meskipun ia tidak bergerak untuk bangkit dan masih sibuk memandangi Taeyong.

Pria yang disebut Doyoung, seketika membalas.

"Dengan segala hormat, sajangnim, tapi Kim sajang tidak akan senang jika harus menunggu lebih lama dan-"

"Baiklah, baiklah. Aku akan menemuinya sekarang. Tidak usah terlalu panik begitu."

Pria itu berdiri. Dia menatap ke arah Taeyong lagi dengan senyum menawan yang perlahan muncul.

Taeyong merasakan suatu perasaan aneh memenuhi dadanya begitu melihat senyuman itu.

"Senang berbicara denganmu," kata pria itu, mengulurkan tangan.

Taeyong menyambut uluran tangan itu dari posisi duduknya.

"Sampai bertemu lagi, Lee Taeyong," katanya sambil tersenyum.

Pria itu memberikan remasan pelan pada tangan Taeyong sebentar saat berjabat tangan. Kemudian melonggarkan cengkeramannya, dan melangkah pergi, bersama Doyoung yang berada tepat di belakangnnya.

Tidak sampai beberapa langkah kepergian mereka, Taeyong baru tersadar, jika dia sama sekali belum sempat menyebut atau menyinggung soal namanya sejak awal mereka berbincang.

Lalu dari mana pria itu tahu?

"Aneh..."

.

.

.

~

.

.

.

Taeyong merasa baik-baik saja.

Dia berjalan mantap menuju pintu keluar. Minuman yang dia habiskan semalaman ini cukup membantunya sedikit bisa mengontrol dan menahan emosi.

Taeyong sudah dengan patuh mengikuti kekasihnya itu -yang ternyata masih ingat akan keberadaannya di sana- berkeliling dan menemui beberapa orang untuk diperkenalkan sepanjang malam. Taeyong tidak bisa mengingat apapun, selain setelan mewah pria dan gaun malam wanita yang indah dari orang-orang itu.

Mereka semua menjabat tangannya dan bertanya dengan sopan mengenai apa pekerjaannya.

"Dia seorang wartawan."

Bona yang akan menjawab pertanyaan itu untuknya. Mereka akan mengangguk, kemudian topik berganti cepat kembali ke masalah perusahaan. Taeyong hampir tidak diberikan kesempatan untuk mengatakan apapun.

Sepertinya karena kasihan, Bona akhirnya menarik tangan Taeyong ke sudut sepi dan berkata dia boleh pulang lebih dulu jika bosan. Karena dia masih harus menyakinkan pria kaya lain agar mau menjadi client-nya. Kekasihnya itu begitu bersemangat saat menceritakan siapa orang ini, dan keuntungan apa saja yang bisa dia peroleh saat berhasil meyakinkannya.

"-Karena mobilnya aku yang pakai, kau bisa pulang naik taksi. Tidak apa-apa, kan, sayang? Aku mencintaimu. Bye."

Seperti itulah Bona. Wanita ambisius yang sangat menomorsatukan pekerjaan dan karirnya.

"Kenapa dia memaksaku datang kalau begitu?" Dengus Taeyong jengkel.

Dia baru saja sampai di luar, hendak memberhentikan taksi saat melihat sebuah sedan hitam berhenti manis tepat hadapannya –seperti sedang menunggunya.

Kemudian pintu kaca dari gedung hotel di belakangnya terbuka dan ketika ia menoleh, dia menemukan si pria aneh yang mengajaknya mengobrol di meja bar tadilah yang ada di sana, berjalan mendekat ke arahnya.

Bukan ke arahmu, bodoh.

Taeyong menegur dan mengingatkan dirinya sendiri dalam hati.

Tapi ke arah mobil itu.

Tapi meski begitu, pria itu berhenti tepat di sampingnya. Dia menatap Taeyong tanpa mengatakan apapun pada awalnya, hanya membiarkan seringai kecil bermain-main di bibirnya. Hingga akhirnya-

"Lihat siapa ini, teman berbagi kebosananku di pesta tadi."

Dia tampak geli dan benar-benar mabuk. Kulit wajahnya yang sangat putih terlihat memerah sedikit.

"Halo," sapanya santai, dengan lambaian satu tangan.

"Aku bukan―" temanmu?

Bukan respon yang tepat. Taeyong mendesah kecil dan memutuskan membalas sapa.

"Hai..."

Seringai pria itu melebar. Ada sesuatu yang terkesan berkilat dan berlari-lari di matanya. Taeyong memutuskan untuk mengabaikan itu.

Dia membuka pintu mobil bagian belakang dan berbalik lagi pada Taeyong, memberi isyarat untuknya masuk.

"Apa kau keberatan jika aku menawarkan tumpangan?"

Setiap bagian dari kewarasan Taeyong menyuruhnya untuk menolak dengan sopan. Tapi entah bagaimana, dia mendapati dirinya mengangguk setelah terbengong, membiarkan pria itu meraih tangannya dan membimbingnya masuk ke dalam mobil.

Tangannya hangat.

Taeyong mengambil napas dalam-dalam. Dia bisa mencium wangi cologne mahal dan sedikit campuran bau alkohol dari sosok itu.

Setelah pria itu naik dan duduk di sampingnya, mereka duduk saling memandang sejenak. Kemudian wajah tampan milik pria itu perlahan dihiasi seringai sekali lagi.

"Jadi," kata pria itu berbasa-basi. "Kau mau diantarkan kemana?"

"Oh!"

Itulah respon bodohnya untuk sesaat.

Taeyong merutuki dirinya dalam hati.

Kau tidak semabuk itu, tapi kenapa menjadi sangat lambat berpikir?

Berpaling dari si pria tadi, Taeyong mulai menyebutkan alamat sekaligus arahan untuk sang sopir yang berada di depan. Dan itu diterima dengan baik karena dia mendapat anggukan mengerti.

"Berkendaralah hati-hati, Lucas."

"Baik, tuan."

Pria tadi menekan satu tombol dan kemudian ada penyekat berwarna gelap antara bagian depan dan belakang mobil.

"Akan lebih baik jika kita tak menggangunya," jelas pria itu begitu menyadari kebingungan di wajah Taeyong.

Hotel tempat acara Gala Dinner tadi digelar dapat ditempuh sekitar dua puluh menit dengan mobil dari apartemen Taeyong, jika tidak terjebak traffic jam.

Taeyong berpikir apa yang harus dia lakukan sekarang. Apakah mengisi waktu dengan obrolan basa-basi? Atau hanya diam melihat keluar jendela sambil melamun?

Lagipula kemungkinan besar dia tidak akan bertemu pria ini lagi nanti. Kecuali jika Bona memaksanya datang lagi ke acara seperti itu -yang sepertinya akan langsung dia tolak.

Ketika mobil menjauh dari tepi jalan, terjadi sedikit lonjakan dan Taeyong hampir tersungkur ke depan jika saja tidak ada yang meraih pinggangnya dan menahannya.

Tangan pria itu menariknya kembali duduk dan -lebih mendekat ke arahnya?

"Whoa, hati-hati," gumamnya.

Taeyong tidak bergerak. Dia merasa sedikit pusing- bukan karena mabuk tapi karena menghirup wangi tubuh pria di sampingnya yang terasa lebih kuat menusuk hidung.

"Aku-eh, maaf," kata Taeyong pelan.

Dia berpaling dan mulai meronta kembali ke tempat duduknya. Bergeser menjauh. Tapi pegangan pria itu padanya justru semakin kuat.

Tangan dari pinggangnya naik ke dagu, mengangkat wajahnya, memaksa mata hitam Taeyong memandang penuh pada mata cokelat berkilat miliknya.

Taeyong tidak bernapas. Dia tidak tahu apa yang terjadi tapi ia bisa merasakan tubuhnya gemetar. Dan kemudian pria itu membungkuk dan menciumnya.

Tidak.

Taeyong berpikir samar-samar.

Ini bukan sekedar ciuman.

Dia tidak pernah merasakan sesuatu seperti ini. Seperti tenggelam dan dilahap api di saat yang bersamaan.

Bibir pria itu panas, sentuhan tangannya membakar, membuat Taeyong mengerang.

Pria itu mengambil keuntungan dari bibir Taeyong yang sedikit terbuka, menggigit belah bibir bawahnya, menyapukan lidahnya di belah bibir atas, menggerakkan lidahnya masuk, membelit, sampai Taeyong mengerang lagi.

Tangan di belakang kepalanya menekan lebih jauh. Pria itu membuat geraman pelan dan kembali melumat bibirnya. Taeyong kehilangan akal sehatnya saat napas mereka berbaur, bersama belitan lidah yang menari seirima dan tak sabar.

Taeyong tidak menarik diri, hanya merengek protes saat pria itu menarik Taeyong dan membimbingnya hingga Taeyong berada di pangkuannya.

Suara-suara lain darinya, teredam oleh bibir pria itu. Tubuh mereka menempel, bergesekan panas dan Taeyong sedikit terkejut saat sadar dia sangat terangsang sekarang. Penisnya sudah keras, bergesekan dengan milik pria itu meski terhalangi kain.

Kedua tangan pria itu, menangkup pantat Taeyong. Dia menarik diri dari bibir yang baru saja dia lumat cukup lama, hanya untuk menggigitinya sensual sebelum turun dan mencium leher Taeyong.

"So sexy," bisiknya tepat ke telinga Taeyong hingga Taeyong bergidik.

Tidak memberikan Taeyong kesempatan untuk menjawab, pria itu mencuri bibirnya sekali lagi, dalam ciuman dalam penuh gairah.

Bibir Taeyong sudah membengkak tapi dia ingin lebih. Pinggul mereka beradu, saling membentur, bergesekan. Bergerak cepat dan tak berirama demi friksi kenikmatan.

Pria itu meremas pantat Taeyong berkali-kali, dan ketika dia melepaskan bibir Taeyong, erangan keluar memenuhi bagian belakang mobil.

"Uuuhhhhhhh..."

"Taeyong."

Taeyong merasakan punggungnya melengkung ke atas tanpa sadar karena perasaan nikmat membuncah saat ia gemetar, menumpahkan cairannya sendiri di dalam celananya.

Untuk sesaat, sekitarnya terasa melayang dan hal yang bisa Taeyong rasakan adalah deru napas di telinganya dan panas tubuh yang menekan tubuhnya.

Area basah di selangkangannya melebar, dan meskipun perlahan di sadar ada tangan besar yang kini mengusap-ngusap punggungnya. Menenangkan sekaligus menggodanya secara sensual.

Mengejutkan, Taeyong membuka matanya dan langsung disuguhi tatapan intens yang sudah menunggunya. Ada kesan lapar di mata itu, sesuatu yang belum pernah Taeyong lihat dari orang lain sebelumnya.

"Taeyong," panggil pria itu.

Taeyong merasa menggigil sampai ke tulang belakang karena suara husky-nya.

Taeyong berdehem sebentar sebelum merespon, membuat seringai pria itu kembali.

"I-uh-iya?"

Tangan besar itu masih mengusap punggungnya. Dikombinasikan dengan tatapan melemahkan pria itu yang membuat Taeyong lemas seketika seperti terhipnotis.

Pria itu mendekatkan wajahnya hingga bibir mereka hampir bersentuhan lagi. Tapi hanya berhenti sampai disana.

"Kita sudah sampai," katanya, dan seringainya semakin melebar.

"Apa-"

Taeyong baru menyadari jika mobil itu sudah berhenti bergerak. Sekilas, dia memandang keluar lewat jendela dan melihat jika memang benar, itu adalah gedung apartemennya.

"O-oh."

Dengan wajah merah, dia menurunkan diri dari pangkuan pria itu dan keluar saat pintu mobil dibuka dari luar, menampilkan Lucas yang berdiri di sana sambil menahan pintu -mempersilahkannya keluar.

Sebelum Taeyong tahu apa yang terjadi, dia sudah berdiri di luar, tepat di depan gedung apartemen. Sementara Lucas sudah kembali ke kursi depan kemudi.

Jendela bagian belakang mobil kembali turun, memperlihatkan pria tadi sedang menyeringai.

"Sampai bertemu lagi, Taeyong," kata pria itu.

Dan kemudian mobil mereka berlalu.

Apa yang baru saja terjadi?

Taeyong meletakkan tangannya di bibirnya yang bengkak dan menunduk untuk melihat ada bekas basah di celananya tepat di bagian selangkangan.

Taeyong masih tidak bergerak.

Menyadari satu fakta lagi. Bahwa, dia bahkan belum tahu siapa nama pria yang baru saja making out dengannya di mobil tadi.

"FUCK!"

.

.

.

TBC

Mind to Review?