Tunangan Palsu

Rate : T-M (Rate akan semakin naik pada chapter2 selanjutnya)

Genre : Romance, Family, and a lil bit Humor (Alternative Universe)

Desclaimer © Masashi Kishimoto

Story by Yumae-chan desu


"Maaf nona, kami sedang tidak menerima pekerja baru," ujar seorang wanita berbaju waitress berwarna hitam.

"Kumohon, terimalah aku, aku akan melakukan apa saja. Aku bisa mencunci piring, menyapu, membuang sampah, mengantar makanan, apa saja yang penting aku dapat pekerjaan," ucap wanita berambut cepol tersebut sambil memohon berlutut di depan wanita berbaju witress.

"Tapi kami tidak bisa, kumohon berhentilah kau membuatku malu" ucap wanita berbaju waitress tersebut sambil cepat masuk ke restoran meninggalkan perempuan berambut cepol bernama Tenten yang sedang berlutut. Tenten segera bangkit dari posisi berlututnya sambil menghela nafas, ini sudah ke dua puluh kalinya ia melamar pekerjaan dan semuanya menolak.

"Kejam sekali, lihat saja kalau aku punya banyak uang dimasa depan nanti, akan kubeli semua restoran itu dan ku tendang semua karyawan menyebalkan itu, huh," gerutu Tenten sambil berjalan menjauhi restoran tadi.

Tenten, ia adalah seorang mahasiswi di Tokyo University jurusan Fisika, umurnya baru 22 tahun, yatim piatu sejak kecil dan tinggal di sebuah apartement kecil milik seorang wanita berdarah Korea. Setiap hari ia harus bekerja keras membanting tulang untuk menunjang segala kebutuhan hidupnya serta membayar kuliah. Ngomong-ngomong soal kerja, baru-baru ini ia di pecat dari supermarket tempatnya bekerja karena menendang seorang bapak-bapak tua mesum yang mencoba untuk menggeranyanginya. Membayangkannya saja sudah membuat Tenten merinding.

"Lupakan, lupakan, lupakan. Ayolah Tenshi, kau pasti bisa!" ujar Tenten sambil mengepalkan tinjunya ke langit. Ia kembali menyusuri jalanan mencari lowongan pekerjaan baru dan sampailah ia didepan sebuah bangunan besar, didepan pintu kaca tersebut tertempel sebuah pengumuman lowongan pekerjaan.

"SPG? Semoga tidak seburuk bekerja di supermarket," ujar gadis berambut coklat ini dan tanpa pikir panjang ia langsung masuk ke gedung bertuliskan "Pillsbury Department Store".

"Ada yang bisa kubantu, nona?" sapa seorang SPG secara tiba-tiba. "Astaga, kau mengagetkanku saja, eh… ano maksudku, aku melihat ada pengumuman lowongan pekerjaan didepan,"

"Oh, lowongan pekerjaan, silahkan anda temui saja nona Himeko disebelah sana," ucap SPG tersebut sambil mengarahkan Tenten pada seorang perempuan bertubuh semampai, berambut gelap.

"AnoSumimasen, nona aku-"

"Hemmh, maaf tapi disini tidak menjual pakaian dengan harga dibawah 10.000 yen, carilah di toko lain terima kasih," perempuan bernama Himeko tersebut langsung membalikkan badannya meninggalkan Tenten yang tercengang dengan kata-kata Himeko tadi. Tersadar, Tenten segera mengejar Himeko.

"A-a-apa? Tu-tunggu nona, aku bukan mencari pakaian dengan harga dibawah 10.000 yen tapi, aku sedang mencari pekerjaan,"

'Tuk' bunyi suara sepatu high heels Himeko berhenti mendadak setelah mendengar ucapan Tenten, ia segera membalikkan badannya menatap dan mengevaluasi Tenten dari atas kebawah."Kau mencari pekerjaan?" tanya Himeko sambil berjalan mengitari tubuh Tenten.

"Iya," jawab Tenten singkat."Dengan penampilan seperti ini?" tanya Himeko dengan angkuhnya, ia memberikan senyuman menghinanya pada Tenten.

"A-apa?," tanya Tenten kebingungan.

"Kau tahu berapa persen pelanggan yang akan berkunjung kemari jika kau kuterima disini? Dilihat dari cara mu berpakaian yang terlihat kuno, sepatu kusam, dan wajah yang kurang menarik aku bisa mengkalkulasi hanya akan ada 15% yang mau mendatangi department store ini,"

"Apa maksudmu?"

"Maksudku, aku menolakmu dasar orang kampung, carilah pekerjaan di tempat lain," Himeko menyunggingkan senyuman kemenangan setelah menghina Tenten.

"Hey! Memangnya kau pikir kau siapa? Dengan seenaknya sendiri menilai orang, apa kau tidak pernah diajari sopan santun? Jangan-jangan kau itu terlahir dari batu," ucap Tenten dengan emosi. Himeko tercengang dengan kata-kata gadis di depannya.

"Apa kau bilang? Dasar orang kampung," dengan emosi Himeko segera menyambar kopi yang ada disebelahnya dan melempar isinya kearah Tenten namun, dengan reflek gadis bercepol dua tersebut dapat menghindari siraman kopi tersebut. Dan…

SPLASH

Isi kopi tersebut telah salah sasaran dan menyiram seorang lelaki berambut panjang, jas putihnya berubah menjadi kecoklatan karena kopi tadi. Mata lavendernya memandang lurus kearah Tenten dengan tatapan datar.

"Astaga, ya Tuhan, a-apa… Tuan maafkan aku, astaga maafkan aku," dengan segera Himeko mengambil sapu tangan dari sakunya dan mencoba membersihkan kopi yang mengotori jas putih lelaki tersebut.

"Apa yang sedang kalian lihat? Cepan bantu Tuan Hyūga," teriak Himeko pada seluruh karyawan. "Dan kau—," tunjuknya pada Tenten.

"—cepat minta maaflah pada Tuan Hyūga Neji,"

"Eeh? Aku? Minta maaf? Apa kau bercanda? Bukankah kau yang menyiramnya dengan kopi,"

"Dasar kau—," kata-kata Himeko terhenti ketika lelaki Hyūga tersebut berdeham kecil. "Siapa namamu?" tanya Neji dengan nada datar. Tenten menghela nafasnya "Apakah itu penting?"

"Tidak juga, security bawa dia pergi," perintah Neji tiba-tiba dan membuat gadis panda tersebut tersentak. Dua orang security pun muncul dan segera memegang kedua bahu Tenten menyeretnya keluar.

"A-apa? Dasar kau— , lepaskan aku, aku bilang LEPASKAN!" teriak Tenten dan kedua security itupun melepaskannya.

Gadis berambut coklat tersebut merapikan pakaiannya yang kusut dikarenakan perlakuan kedua security tadi, ia menghela nafas dan kembali menatap department store yang mengusirnya bagaikan gelandangan. Di platform department store itu tertulis nama perusahaan yang men-supportnya "Tako Groups".

"Huh, kuharap Tako Groups segera bangkrut dan pailit !" kutuk Tenten sambil melengos pergi dengan emosi yang masih diubun-ubun. "Kusho!" gerutunya lagi.

"Tuan," panggil seorang karyawan pada pria yang baru saja mendapatkan kejadian yang sangat memalukan baginya, sorot mata pria itu masih setia memandang jendela besar memerhatikan gadis yang baru saja ia usir."Hn," jawabnya singkat.

"Ano, saya menemukan ini," karyawan tersebut menyerahkan sebuah dompet yang ia temukan setelah para security menyeret gadis panda itu keluar. Neji hanya memandangnya dan hal ini membuat canggung karyawan berambut hitam tersebut.

"G-gomen, saya kira mungkin anda i-ingin memeriksanya, saya akan membawanya ke—," kata-kata karyawan tersebut terpotong ketika Neji akhirnya mengambil dompet itu dan menyuruh karyawan tersebut untuk melanjutkan pekerjaannya.

Kedua mata amethyst yang menawan itu memerhatikan dompet yang ada ditangannya, berwarna putih dengan rajutan panda dibagian depannya. Neji segera mengantongi dompet tersebut ketika sekretarisnya memanggil.


Story © Yumae-chan desu


Gadis bermata coklat madu itu berjalan dengan langkah yang gontai kembali ke apartemen sederhanyanya, hari ini cukup menguras energi fisik dan mentalnya, apalagi ketika ia kembali mengingat kejadian di department store terkutuk itu tadi siang. Kepalanya terasa berdenyut.

Ketika ia sudah sampai di depan pintu apartemennya Tenten segera mengeluarkan kunci dan membuka pintu. Rasanya ingin sekali ia merebahkan tubuh mungilnya dikasur yang empuk sambil berkata 'inilah surga' tapi keinginan tersebut tersendat ketika Tenten mengedarkan pandangan matanya keseluruh penjuru ruangan. Sofa bekasnya yang ia beli di pasar daur ulang seharga 1000 yen telah hilang, Tenten pun segera berlari menghampiri kamarnya dan mendapati kasurnya juga menghilang.

"Tidak mungkin," gumamnya. Ia segera keluar dari apartemennya dan berlari kesebuah rumah di seberang jalan, setelah sampai Tenten menggedor pintu rumah tersebut sambil berteriak memanggil si empunya. "Ahjumma! Ahjumma! Keluarlah, Ahjumma,"

Pintu rumah tersebut terbuka memperlihatkanseorang perempuan bertubuh sedikit gembul berambut keriting sambil memegangi kipas berlambang bendera Korea, "kecilkan suaramu!" ucapnya sambil menepuk bahu Tenten dengan cukup keras.

"Ittai!," pekik Tenten. "Ahjumma, kenapa kau mengambil sofa dan kasurku?" rengeknya sambil mengusap bahu yang baru saja menjadi korban pemukulan pemilik apartemen itu. "Memangnya kenapa lagi? Kau belum membayar sewa apartemenmu selama 6 bulan," ucap wanita itu.

"Aku berjanji akan segera membayarnya, Ahjumma,"

"Aku sudah kenyang dengan janjimu itu, setiap kutagih kau selalu berkata 'aku berjanji akan segera membayarnya', tapi sampai sekarang kau sama sekali belum membayarnya sepeserpun, astaga. Kau itu masih muda Tenten carilah pekerjaan yang tetap—,"

Tenten membuka mulutnya hendak menjawab perkataan dari ahjumma yang sedang menceramahinya namun, ia mengurungkan niatnya.

"—jika tidak bisa maka, carilah laki-laki yang kaya dan nikahi dia sehingga kau bisa melunasi seluruh hutangmu. Kau beruntung belum aku usir seperti yang lainnya karena kau itu yatim piatu tapi, aku juga memerlukan uang, sekarang sudah hampir tahun baru dan aku harus kembali ke Korea. Ya sudah, kembali ke kamarmu, dasar Nihonjin" Tenten menghela napas lega, akhirnya ceramah panjang lebar itu selesai, walau akhir dari ceramah tersebut sedikit tidak enak didengar.

Saat wanita tersebut hendak kembali masuk, Tenten segera menahan pintunya, "ano… tapi setidaknya kembalikan kasurku, ne?" bujuk gadis panda tersebut sambil memasang senyum—terpaksa—termanisnya berharap wanita itu akan mengasihinya. Wanita tersebut masuk kedalam mengambil sesuatu lalu ia keluar dan melemparkan sebuah bed cover kearah Tenten.

"Anggap saja fūton," ucap wanita itu enteng lalu ia menutup pintu rumahnya tepat didepan wajah Tenten. "Huh, dasar nenek tua," umpat Tenten sambil berjalan kembali ke apartemen-nya.

"Aku bisa mendengarnya!," teriak wanita bermarga Jang tersebut dari dalam rumah, Tenten hanya mendengus kesal sambil menjawab dengan Bahasa Korea-nya yang lumayan lancar—efek bertahun-tahun tinggal dekat dengan wanita beradarah Korea tersebut, "ne, ne annyeonghi jumuseo." (Selamat tidur)


Story © Yumae-chan desu


Kediaman Hyūga—Tokyo

Seorang lelaki berambut panjang berwarna jet coklat berjalan sambil menghela napasnya disepanjang koridor mansion Hyūga. Ia sungguh sangat lelah hari ini, seharian ia harus mengunjungi seluruh department store properti milik Tako Groups di perfektur Shinjuku, belum lagi kejadian jasnya yang tersiram kopi karena keributan antara pekerjanya dan perempuan entah siapa tadi siang. Ditambah lagi ayahnya yang ingin menemuinya sekarang. Kedua mata amethyst Neji melihat jam tangan yang melingkar di tangan kirinya, waktu menunjukkan pukul 08:00 pm.

"Apa yang orang tua itu inginkan," gumam Neji dengan kesal.

,

,

"APA? Ta-tapi kenapa Hizashi-sama," pekik pemuda berambut panjang, berumur 27 tahunan tersebut.

"Neji…," panggil lelaki tua bernama Hizashi tersebut dengan nada yang tenang.

"Gomennasai Tōu-san, hanya saja…,"

"Aku mengerti, tapi bagaimana lagi, kaulah satu-satunya harapan di Tako Groups, Neji. Aku tidak mungkin menyerahkan kepemimpinan ini kepada putri Hiashi, Hinata, dia masih terlalu muda, Hiashi sendiri pun juga setuju untuk menyerahkan perusahaan kelurga ini kepadamu, aku sendiri sudah tidak muda lagi, sudah ingin menimang seorang cucu tanpa pusing memikirkan perusahaan" jelas lelaki tua tersebut panjang lebar sambil menutup kedua kelopak matanya.

"Tapi… menikah, siapa yang akan kunikahi?," tanya Neji yang lebih tertuju untuk dirinya sendiri.

"Aku sudah memilihkanmu seorang gadis dari kolegaku, dia gadis yang sangat cantik serta terampil dan aku berani memastikan bahwa gadis itu pasti akan sangat cocok menjadi istrimu, kau juga pasti sudah mengenalnya," ucap Hizashi menarik perhatian Neji.

"Maksud anda?"

"Yah, kau sudah mengenalnya, kalian berdua satu SMA dulu," pikiran Neji berputar pada masa SMA-nya mencoba mengingat-ingat gadis yang ayahnya maksud dan pikirannya terhenti pada Shion, satu-satunya gadis yang sangat dekat dengannya saat masa-masa SMA, apakah dia yang ayahnya maksud?.

"Shion. Furoshaki Shion?" tanyanya singkat tanpa memandang sang Ayah. Hizashi mengangguk sambil bergumam menandakan tebakan putra satu-satunya itu benar.

'Ta-tapi kenapa—."

"Tidak ada bantahan!" ucap pria berumur 53 tahun tersebut dengan nada tinggi, kemudian ia memijat pangkal hidungnya. Keadaan hening sejenak.

"Kecuali kau bisa membawa seorang gadis saat pesta perusahaan hari Senin nanti dan aku akan memastikan bahwa gadis tersebut bukan pelacur atau wanita yang kau sewa melainkan dia memang kekasihmu," tambah Hizashi sambil memecah keheningan, ia sedikit menyeringai mengetahui tidak mungkin putranya ini memiliki kekasih, walau ketampanannya dapat memikat gadis mana pun tapi ia tahu benar sifat putranya. Ia—Neji—lebih mementingkan pekerjaan ketimbang cinta atau memiliki hubungan spesial dengan seorang gadis.

Neji hanya terdiam, dalam hatinya ia mengumpat karena dipojokkan oleh ayahnya sendiri. "Kau boleh pergi, aku ingin beristirahat."

"Hai, arigatou Hizashi-sama."

Neji pun meninggalkan ruangan tersebut dan berjalan menuju kamarnya, sesampainya ia di kamar, ia langsung menjatuhkan tubuhnya diatas kasur King size-nya dan memandang ke arah langit-langit. Malam ini ia memutuskan untuk tidur di mansion Hyūga ketimbang apartment-nya.

'Menikah? Dia pasti bercanda. Aku bahkan tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang' jika Neji tidak segera menemukan gadis yang akan di nikahinya maka, ia akan dipaksa menikah dengan Shion, putri dari Furoshaki Jiro pemilik dari perusahaan retail Sekai Inc. kolega dari ayahnya.

"Tsk," Neji mendecih memikirkan nasibnya, ia sendiri belum ingin menikah, tidak menikahpun ia sanggup menerima beban dari Tako Groups, tapi peraturan tetaplah peraturan. President dari Tako Groups diharuskan sudah menikah, peraturan itu ada karena prinsip dari pendahulunya yaitu 'Dibalik lelaki yang sukses, pasti ada wanita hebat'.

"Arrghhh," Neji mengacak rambutnya frustasi. Tiba-tiba saja telepon genggamnya berdering, Neji segera mengambilnya dan di layar tertulis nama Saeko, sekretarisnya.

"Moshi-moshi," jawab Neji setelah sebelumnya orang yang ada diseberang sana menyapa dengan hal yang sama.

"Ada apa, Saeko-san?"

"Hyūga-sama, maaf aku menelepon anda malam-malam begini," ujar Saeko.

"Hn. Tidak apa-apa,"

"Oh ano… Hari ini ada seseorang yang datang ke perusahaan, katanya ia ingin menjual gedung apartemen-nya di pinggiran perfektur Shinjuku," ujar Saeko memperbaiki keprofesionalannya.

"Shinjuku?" gumam Neji.

"Hai, mengingat masyarakat Shinjuku yang semakin banyak berminat terhadap department store perusahaan kita, apakah tidak sebaiknya kita menyetujui penjualan apartemen tersebut, Hyūga-sama?"

Neji mengusap-usap dagunya berpikir mengenai penyetujuan pembelian gedung apartment tersebut.

"Baiklah, aku akan mengunjungi bangunan itu, Saeko-san kapan waktu luangku?" ujar Neji menyetujui saran sekretarisnya tersebut.

"Hai, anda mempunyai waktu luang minggu depan, ah… hari Kamis,"

Neji berpindah dari kasurnya menuju kursi kerjanya. "Hn. Jangan lupa suruh beberapa orang untuk menandai gedung tersebut dengan stiker hijau,"

"Hai, Hyūga-sama," Neji mematikan sambungan telepon tersebut dan meletakannya di meja kerjanya.

'Shinjuku' batinnya kembali, tiba-tiba saja pikirannya kembali mengingat-ingat kejadian tadi siang di department store Shinjuku dan gadis yang berseteru dengan karyawannya. Ia mempunyai wajah yang cukup manis dan bertubuh sintal walau dengan gaya berpakaiannya yang sedikit acak-acakan, Neji dapat menebak bahwa gadis itu cukup keras kepala dari umpatan yang di ucapkan oleh gadis tersebut ketika diseret keluar oleh security.

"Hn," kemudian ia ingat dompet yang ia kantongi. Neji pun beranjak dan mencari dompet tersebut, ia membukanya, isi dari dompet tersebut tidak banyak, hanya tanda pengenal, beberapa kertas tagihan, dan uang receh berjumlah 20 yen.

"Semiskin itukah?" dahinya mengernyit lalu perhatiannya tertuju pada tanda pengenal yang ada ditangan kanannya. "Tenten, Shinjuku, 22 tahun," bacanya sambil menyeringai. "Hn. Kawaii."


.

2 hari kemudian

Matahari mulai menampakkan cahayanya, burung-burungpun mulai bercicit berterbangan kesana kemari, sungguh pagi yang damai bukan? Seperti di novel-novel yang selalu Tenten baca tapi semua itu sirna ketika tiba-tiba terdengar beberapa langkah kaki berjalan kesana kemari. Ia membuka matanya namun, Tenten kembali memutuskan untuk menutup matanya.

"He-hey, tempel sebelah sini," ucap seseorang dari luar.

"Cepatlah atau setan merah itu marah-marah lagi," ucapnya lagi, Tenten yang mencoba untuk tertidur kembali merasa terusik dengan suara berisik itu.

"Huh, ada apa sih? Berisik sekali, apa mereka tidak tahu ada seorang mahasiswi yang mencoba untuk tertidur disini?" gerutu Tenten dengan kesal, ia menyibakkan selimutnya, rambut coklatnya yang berantakan tergerai acak dibahu serta punggungnya. Ia menarik nafas sambil mendongakkan dagunya lalu berdiri, berjalan menuju jendela siap untuk meneriaki siapa saja.

"Hey! Apa kalian tidak bisa tenang sedikit?" teriak Tenten dengan suara yang cempreng kemudian ia kembali menutup jendelanya keras-keras. Pekerja yang baru terkena semprotan itu hanya bisa melongo.

"Penghuni disini bahkan lebih mengerikan dari Saeko," ucap seorang pekerja sambil begidik ngeri membayangkan atasan mereka.

Tenten menguap sambil meregangkan tubuh mungilnya, gemeretak tulang terdengar. Dua hari tidur hanya menggunakan bed cover rasanya seperti digilas oleh truck. Ia memerhatikan dua orang pekerja yang baru saja ia marahi, apa yang sedang mereka lakukan?. Terlihat beberapa stiker hijau ditangan mereka.

"Hmmm stiker hijau," gumam Tenten setengah sadar. Stiker hijau. "Apa! Stiker hijau? Apa mereka gila? Siapa yang menjual apartemen disini?" ucapnya tiba-tiba. Ia segera berlari keluar.

"Hey!" teriak Tenten, lagi. Namun, kata-kata yang akan keluar berikutnya terhenti ketika deru mobil terdengar dan berhenti didepan gedung apartemen sederhana tersebut. Mobil BMW berwarna putih itu terlihat berkilau dan mewah, pintu bagian depan mobil tersebut terbuka menampakkan seorang wanita cantik berambut hitam pekat terikat membentuk ponytail, bibirnya terpoles rapi dengan lipstick berwaran merah, ia memakai blouse berwarna hitam dan rok pendek 15 cm diatas lututnya, sebuah kacamata hitam pun bertengger di wajahnya.

Kemudian dari pintu tempat duduk penumpang muncul seorang laki-laki dengan jas putih, rambutnya coklat panjangnya yang menurut Tenten terlalu panjang untuk ukuran seorang laki-laki tergerai indah, wajahnya tampan dengan dagu dan tulang pipi yang tegasdapat membuat wanita manapun berteriak tapi, tunggu. Tenten kembali memandang laki-laki itu sekali lagi. Laki-laki seperti tidak asing baginya.

"Di-dia… ," tunjuk Tenten pada laki-laki yang dihadapannya.

"Hemm… apa aku mengenalmu?" Tenten hanya mengernyitkan dahinya, tak menyangka lelaki tampan nan kaya ini ternyata pelupa, untunglah jadi dia tak perlu mengungkit kejadian dua hari yang lalu.

"Ah… tidak, kau tidak mengenalku, mungkin hanya salah orang, hehe," perempuan dengan helaian coklat itu cepat-cepat membalikkan badannya bermaksud untuk kembali kekamarnya tapi, langkahnya terhenti ketika ia mendengar pembicaraan lelaki itu dengan wanita yang sepertinya mungkin kekasih lelaki itu.

"Oh, jadi ini gedung yang dijual oleh orang Korea itu, cukup strategis," ucap lelaki Hyūga tersebut sambil memerhatikan keadaan sekitar. Mata Tenten terbelalak mendengar kata-kata 'dijual' itu lagi.

"A-apa? Dijual? Apa aku tidak salah dengar?" tanya Tenten pada lelaki itu tiba-tiba dengan nada khawatir.

"Ya, Nyonya Jang Dae Ah sudah dengan resmi menjual gedung apartemen ini dan kami juga sudah dengan resmi membayar pembelian gedung ini jadi, bisa disimpulkan bahwa gedung ini secara resmi adalah milik perusahaan kami," ujar wanita yang dibelakang lelaki Hyūga tersebut dengan pasti.

"Apa? Ti-tidak mungkin, tidak mungkin Ahjumma Jang menjualnya, dia tidak pernah membicarakan apapun tentang penjualan gedung apartemen ini," kata Tenten tidak percaya, selama ini pemilik apartemen itu sama sekali tidak pernah menyinggung tentang masalah penjualan gedung apartemen, jika mereka bertemu wanita bernama Jang Dae Ah itu hanya akan menagih uang bulanan milik gadis panda itu.

"Tidak mungkin."

"Kalau begitu kau bisa langsung bertanya pada Nyonya Jang," Tenten menengok kearah dimana wanita itu menunjuk dan ia melihat wanita Korea itu sedang sibuk mengangkat koper disebelahnya terdapat mobil pindahan.

Dengan mata yang berapi-api Tenten menghampiri Dae Ah. "Ahjumma!" teriaknya, Dae Ah yang melihat hal ini cepat-cepat menyeret kopernya yang sangat besar.

"Kenapa kau menjual gedung itu tanpa membicarakannya dulu denganku?"

"Memangnya kenapa? Kan pemilik gedung itu aku bukan dirimu," ucap Dae Ah sambil berusaha menarik koper yang dipegang oleh Tenten disisi yang satunya.

"Hajiman yeojeonhi, naneun apateuui tabseungja haessda, Ahjumma," (Tapi tetap saja, aku kan penghuni di apartemen itu, Ahjumma)

"Mueos-eul tabseungja? (Penghuni apanya?) Bayar saja tidak pernah, apa sekarang kau mencoba merayuku dengan bahasa Koreamu yang payah itu? lepaskan!"

"Tapi aku sudah bilang kalau aku akan membayarnya setelah dapat pekerjaan,"

"Itu terlalu lama, aku harus pulang ke Korea, cepat lepaskan, apa yang kalian lakukan? Cepat bantu aku," ujar Dae Ah pada dua pekerja pembantu pindahan rumah, mereka segera menarik Tenten.

"Ahjumma!" rajuk Tenten tak mau kalah.

"Naneun dangsin-i gaseo moleuneun," (Aku tidak mengenalmu pergilah) Dae Ah segera masuk ke mobil diikuti dengan dua pekerja yang menyeret Tenten tadi, melihat mobil pindahan itu akan segera melaju Tenten bangun dan mencoba untuk mengejarnya.

"Ahjumma, Ahjumma, jangan pergi! Lalu bagaimana dengan nasibku? Ahjumma!" teriak Tenten sambil berlari.

"Tanyalah pada Tuan Hyūga, aku sudah tidak ada sangkut pautnya lagi dengan gedung apartemen sialan itu, selamat tinggal aku kembali ke Korea, sayang," itulah hal yang Tenten dengar sebelum mobil truck itu menjauh.

"Tapi, sofa dan kasurku," ucap gadis itu itu lirih. Ia berjalan kembali ke gedung itu untuk memperjuangkan apartemen satu-satunya tempat tinggalnya.

Melihat lelaki Hyūga itu akan masuk ke dalam kamarnya Tenten segera berlari dan menghali jalan akses jalan masuk ke kamarnya.

"Apa yang kau lakukan? Menyingkirlah," perintah lelaki bermata lavender setajam elang itu dengan dingin.

"Tidak, tidak akan, aku pemilik kamar ini," Neji terkekeh mendengar ucapan gadis polos di depannya.

"Benarkah? Tapi aku pemilik gedung ini termasuk ruangan pengap yang kau panggil kamar ini," dengan kasar Neji mendorong gadis itu kesamping dan masuk kedalam ruangan tersebut.

"Hn. Kita bisa menjadikan tempat ini sebagai gudang,"

"Baik, Tuan," jawab Saeko.

"Hey, kau tidak bisa seenaknya saja, karena aku masih resmi penghuni disini," protes Tenten.

"Mungkin kita bisa membobol tembok ini dan memperluas ruangan, apakan kau sudah menelpon kontraktor, Saeko-san?" merasa tidak dihiraukan, Tenten pun berteriak, "Hyūga!"

Semuanya terdiam mendengar teriakan Tenten yang hanya memanggil nama marga bos mereka tanpa sufik apapun.

"Kalian, pergilah ke ruangan lain, aku akan menyusul," perintahnya pada tiga pekerjanya termasuk sekretarisnya.

"Baik, Tuan," setelah mereka bertiga pergi, suasan di ruangan itu hening sejenak, manik amber milik Tenten tidak henti-hentinya memerhatikan perilaku laki-laki menyebalkan di depannya.

"Jadi, menurutmu ruangan ini masih milikmu?" tanya Neji memecah keheningan serta kecanggungan.

"Tentu saja," jawab Tenten dengan pasti.

"Hn, kalau begitu beri aku satu bukti behwa apartemen kecil ini masih milikmu, Tenten," gadis panda itu terkejut, dari mana laki-laki sialan ini mengetahui namanya?.

"Da-dari mana kau tahu namaku?" tanyanya.

"Itu tidak penting, yang penting sekarang adalah bukti bahwa kau masih pemilik dari ruangan ini, dan aku dengar kau sendiri juga menunggak pembayaran apartemen ini selama 6 bulan, bukan begitu?" Tenten hanya terdiam mendengar pernyataan telak Neji, ia sama sekali tidak memiliki bukti kuat.

"Diam? Itu artinya kau kalah, Saeko hubungi kontraktor sekarang!" teriak Neji, ia berjalan keluar.

Tidak, tidak bisa, ia tidak bisa kehilangan apartemen ini, mau tinggal dimana ia nanti? Tidak mungkin ia tidur dijalanan kan?. Tenten berusaha berpikir.

'Perjanjian. Tidak apa yang kupikirkan? Tapi, aku tidak bisa kehilangan satu-satunya tempat tinggalku' batin Tenten.

"Tunggu!" ia—Tenten—segera menyusl lelaki itu sebelum ia pergi dengan mobil mewah sialannya. Neji menoleh, ternyata gadis ini sangat gigih.

"Hn,"

"Ku-kumohon, jangan usir aku dari gedung ini, begini saja bagaimana kalau kau ijinkan aku tinggal di gedung ini dan aku akan melakukan apapun permintaanmu, ne?" persetan dengan harga diri, ia—Tenten— sudah kehilangan harga diri sejak ia di buang oleh kedua orang tuanya. Neji mengernyitkan dahinya mendengar tawaran gadis didepannya.

"Ka-kau boleh menjadikanku pembantu, tukang kebun ,tukang suruh-suruh. Apa saja yang penting jangan usir aku," harap Tenten, semoga lelaki didepannya mau mengabulkan permintaannya.

"Hn," gumam Neji, menimbang-nimbang.

Tenten tercengang dengan permintaan lelaki bermata amethyst ini, semua perjanjiannya tertulis di sebuah kertas dan Tenten harus menandatanganinya.

"Kau gila," ucap Tenten.

"Itu semua terserahmu," ucap Neji enteng sambil memandang manik amber Tenten yang memancarkan ketidaksukaan.

"Tapi, tunangan palsu?" ujar Tenten sambil menunjuk kertas ditangan kirinya, Neji hanya memandang dengan datar.

"Sudah kubilang itu semua terserahmu, kalau kau tidak mau sepertinya negara kita akan mendapat anggota gelandangan baru," Tenten hendak membalas perkataan itu namun, ia mengurungkannya, ia kembali membaca perjanjian itu berulang-ulang. Tiba-tiba suara dering telepongenggam terdengar, sudah jelas itu adalah milik Neji. Ia—Neji—terlihat tidak senang dengan penelpon itu.

"Ck, kakek tua itu benar-benar, dengar aku akan menunggu jawabanmu, kuberi kau waktu 3 hari sampai hari Senin. Selama 3 hari itu kubolehkan menempati tempat ini, tapi jika sampai 3 hari kau tidak memberikan jawabannya, maka kau resmi menjadi gelandangan, mengerti?" Tenten hanya mengangguk mendengar permintaan, ah bukan tapi perintah dari Neji.

"Bagus," Neji segera keluar dan menuju mobilnya diikuti oleh Saeko, setelah itu ia segera melesat meninggalkan Tenten dengan sebuah kertas perjanjian yang harus ia putuskan selama 3 hari.

"Atau menjadi gelandangan. Tunangan palsu, eh?" ucap Tenten sambil memandangi kertas itu di mejanya.

TBC


Nihonjin : Orang Jepang

Ahjumma (bahasa Korea) : Bibi

CMIIW


Hai, adakah yang masih ingat Mae? Uh-uh kemaren2 Mae sempet ganti username mejadi Mae NekoLatte tapi, setelah itu Mae putuskan untuk kembali lagi pake username Yumae-chan karena lebih gampang dicari di mesin pencarian Google.

Bagaimana menurut minna-chan fanfik baru ini? Chapie pertama rasanya memang enggak greget ya, tapi Mae janji di chapie kedua pasti bakal lebih menarik. Huhu, fanfik ini Mae buat karena Mae kecewa sama MK-sensei karena dari semua couple canon yang Mae ship, cuma NejiTen yang enggak jadi canon, nggak sakit hati gimana coba? *Ratapan fans yang sakit hati* #plakk, di chapter ini mungkin agak ke-Koreaan juga ya? Mae sengaja bikin pemilik apartemennya orang Korea biar ga Jejepangan melulu, btw itu bahasa Koreanya ancur abis, mungkin disini ada mastah B. Korea bisa correct

Berhubung publishnya di penghujung akhir tahun dan nanti malam adalah tahun baru Mae ngucapin Selamat Tahun Baru 2015, 明けましておめでとうございます (Akemashite omedetō gozaimasu)

Jangan lupa RnR serta kritik sarannya ya, minna

Jaa Ne di chapter selanjutnya