4 Oktober
=x=x=x=x=x=
Vocaloid © Yamaha dan beberapa perusahaan lainnya
UTAUloid © Creator masing-masing
=x=x=x=x=x=
Pagi hari yang cerah di VocaUtau Mansion. Di dalam sebuah kamar, kamar Kasane Ted lebih tepatnya, tampak bishounen berambut panjang itu yang baru bangun dari tidurnya. Ia lalu beranjak dari tempat tidurnya, menuju kalender di dekat pintu masuk kamarnya.
"Hah…" Ted menghela nafas begitu melihat kalender hari ini.
Hari Senin tanggal 4 Oktober.
Hari yang paling tidak diinginkan Ted.
Srek
"Kuso…" gumamnya pelan, menyobek lembaran kalender sebelumnya dan membuangnya.
Hari Senin pertama di bulan Oktober. Hari di mana ia selalu memulai aktivitasnya yang melelahkan. Hari di mana ia tidak menyanyi sehari penuh. Pekerjaannya di hari itu hanyalah melayani para VocaUtau lainnya seharian dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya. Yah, bisa dibilang, ia menjadi pembantu di hari itu.
"Padahal aku 'kan bukan pembantu," gerutu Ted kesal. Menghela nafas, Ted lalu menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan mengikat rambutnya, lalu melenggang pergi meninggalkan tempat itu.
=x=x=x=x=x=
"Ohayou gozaimasu, minna!" sapa Kaito riang begitu memasuki 'ruang keluarga' VocaUtau.
"Ohayou." sapa Meito cuek, sibuk dengan acara TV yang sedang ditontonnya.
"Ne, di mana Ted?" tanya Kikaito yang berjalan di belakang Kaito.
"Nggak tahu." jawab Meito cuek.
"Ara~ Mungkin Ted-san belum bangun?" tebak Kaiko asal.
"Hontou! ?" tanya Kaito dengan mata berbinar-binar, kelihatannya senang. "Berarti, aku bangun lebih pagi darinya!" serunya bangga dengan ekspresi wajah bodoh. "Kai-chan, siapkan seribu bungkus aisu rasa nasi merah! Aniki tersayangmu menang dari si kacamata itu!" Kaito lalu menari-nari dengan gajenya, sukses membuat yang lainnya ber-sweatdropped ria.
"Bakaito…" gumam Miku pelan.
"Siapa bilang kau bangun lebih pagi dariku?" tanya Ted yang muncul dari balik dapur tiba-tiba, terdengar nada kesal di suaranya. "Aku tadi sedang menyiapkan sarapan. Kau yang bangun paling siang." katanya, membawa sebuah nampan dengan beberapa buah piring di atasnya.
"Nandayo! ?" tanya Kaito syok. "Bohong!"
"Pfft…" Sementara itu, Akaito dan Meiko tampak sedang menahan tawa.
"Me-chan dan Akai jahat!" seru Kaito, nangis lebay. "Kai-kun 'kan lagi sedih, masa' diketawain! ?"
"…" Ted cuma diam, tidak mempedulikan Kaito. Ia sibuk menata piring-piring tersebut di atas meja.
"Bukan kau, Bakaito Kedua!" ujar Meiko.
"Benar. Bukan kau, Kaito!" timpal Akaito. "Tapi Ted!" Akaito menunjuk Ted.
"Kenapa denganku?" tanya Ted bingung.
"Kau pakai celemek seperti itu, jadi mirip cewek!" Akaito mulai tertawa. "Gyahaha! Ted cantik deh!"
"…" Ted diam, men-death glare Akaito dengan senyum ala setannya.
Akaito seakan menciut. "G-gomen…" ucapnya pelan.
"Kau bodoh sih." gumam Taito pelan, hampir tidak terdengar.
"Apa kau bilang! ? Kubunuh kau nanti!" bentak Akaito.
Sementara itu, Taito malah bersiul, pura-pura tidak mendengar Akaito.
Drap drap drap
"Ted-saaan!" panggil Mako tiba-tiba, berlari menuruni tangga sambil menangis.
"Magho?" Sora yang sedang mengunyah roti kare-nya pun menoleh ke arah asal suara tadi dengan bingung. "Hagha hafa?"
"Ngomong yang benar, Sora!" Sara menjitak pelan kepala Sora.
"Igghe!"
Drap drap drap
"Mako-chan! Itu bukan aku!" seru suara lainnya, Makoto―yang berlari menyusul Mako di belakangnya.
"Bohong!" tangisan Mako makin menjadi-jadi, ia berlari mendekati Ted.
"Hah…" Ted―yang sudah selesai menata piring-piring―menghela nafas. Menoleh pada Mako, ia bertanya, "Doushite, Ma―"
Bruk!
Belum sempat Ted menyelesaikan kata-katanya, Mako sudah memeluk―menubruk―nya.
"Ma-Mako! ?"
"Mako-chan, bukan aku yang mengambil shuriken-mu!" ujar Makoto lagi, berlari menghampiri Ted dan Mako. "Percayalah!"
"Bohong! Bohong!" Mako lalu melepaskan pelukannya dari Ted dan memukul-mukul dada Makoto―masih sambil menangis. "Ted-san, Makoto-kun jahaaat!" adunya seraya menoleh pada Ted.
"T-Ted! Bukan aku kok!" Makoto menggelengkan kepalanya.
"Yang bisa main shuriken 'kan cuma aku dan Makoto-kun!" tegas Mako, masih ngambek. "Jadi, kemungkinannya cuma Makoto-kun yang ngambil! Itu 'kan shuriken kesayanganku!"
"Wah… Mako-dono ngambek lagi, gozaru…" ujar Gakupo pelan.
"Hah… Mereka ribut lagi…" Miku memijat keningnya, pusing dengan perang Makoto-Mako yang terjadi minimal dua kali seminggu ini. "Lebih baik aku menonton acara sumo seharian penuh."
"Mako," panggil Ted pusing. "Makoto nggak pernah berbohong padamu 'kan…" tanyanya―mungkin lebih tepatnya, ujarnya.
"Nggak pernah sih…" Mako menghapus air matanya. "Tapi 'kan―"
"Sudah jelas itu bukan aku!" kilah Makoto lagi. "Aku 'kan nggak tertarik sama shuriken, Mako-chan! Aku lebih tertarik dengan katana!"
"Bohong!"
"Berisik!" teriak Neru kesal.
"Ah, g-gomennasai!"
"Hah…" Ted menghela nafas lagi. "Gumo! Mikuo!" panggilnya seraya menoleh pada dua orang itu.
"Eh? Ada apa, Ted-san?" tanya Gumo yang sedang bermain PS3 dengan Mikio.
"Apa?" respon Mikuo yang sedang tidur-tiduran.
"Kembalikan shuriken-nya Mako," ujar Ted, melipat kedua tangannya di depan dadanya. "Kalian berdua yang menyembunyikannya."
"E-eh! ?" Gumo dan Mikuo kaget. 'Da-dari mana dia tahu! ?' batin mereka berdua.
"Eh? Gumo-kun dan Mikuo-kun?" Mako menoleh pada mereka berdua. "Kalian berdua yang―"
"Kaliaaan!" teriak Makoto kesal, berlari menghampiri kedua orang itu. "Gara-gara kalian, aku jadi ribut dengan Mako-chaaan!"
"G-gomen!" ujar Gumo ketakutan.
"Go-gomen…" Mikuo menunduk minta maaf, takut melihat kemarahan Makoto yang seperti 'oni'.
"Huwaaa! Kalian jahat!"
"Gomenna… Itu ide Mikuo sih…" sahut Gumo pelan.
"G-gomen… Aku kembalikan deh…" Mikuo lalu beranjak dari posisi tidur-tidurannya dan berjalan menuju kamarnya.
"Hmph!" dengus Mako kesal. Mako lalu menoleh pada Ted dan berkata sambil tersenyum, "Arigatou ne, Ted-san!"
"Ya," respon Ted singkat. Bishounen berkacamata itu kemudian membalikkan tubuhnya, berkata kepada yang lainnya, "Kalian, cepat habiskan sarapannya. Jangan cuma diam saja sambil nonton 'drama' tadi."
"Ah, hai!"
"Hah…" Ted menghela nafas lagi. Kejadian seperti ini sudah menjadi aktivitasnya sehari-hari. Ia lalu melihat ke sekelilingnya, mencari sosok 'tuan putri'nya. "… Di mana dia?"
"Eh? 'Dia'?" tanya Meiko bingung. "Siapa maksudmu, Ted?"
"Si 'tuan putri' ya?" tanya Ron. "Tadi aku melihatnya pergi ke rumah Master-sama."
"Ke rumah Master-sama?" tanya Ted heran, menaikkan sebelah alisnya. "Memang dia ada urusan apa dengan Master-sama?"
"Nggak tahu juga sih," kali ini, Ruko yang menjawab. "Tapi katanya, dia ada urusan yang sangat penting dengan Master-sama."
"Iya," timpal Miku. "Sepertinya sangat penting. Teleponku saja nggak diangkatnya." ujarnya lagi, menunjukkan Ted daftar 'panggilan keluar' di handphone-nya. Tertulis nama 'テトちゃん' (Teto-chan) sebanyak tujuh kali.
"Aneh ya…" gumam Rin pelan. "Teto nee-chan 'kan pasti selalu mengangkat panggilan di handphone-nya."
"Hm~" Len mengangguk pelan. "Nggak seperti biasanya. Aku jadi khawatir…"
"E-eh?" Momo tampak terkejut. "Ng-nggak mungkin terjadi apa-apa pada Teto-chan 'kan?" tanyanya cemas.
"Momo-chan, jangan membuatku makin khawatir!" seru Miku takut.
"G-gomennasai…" respon Momo pelan.
"Semoga nggak terjadi apa-apa padanya…" gumam Kaiko khawatir.
"Dia pasti baik-baik saja," ujar Defoko, berusaha menenangkan teman-temannya yang lain. "Kalau ada sesuatu yang terjadi padanya―digodain om-om mesum misalnya," Defoko lalu menatap tajam Karasu dan Tsubame, sukses membuat dua orang 'bermasalah' itu merinding seketika. "Teto pasti bisa menghajarnya. Dia 'kan mempunyai 'drill attack'." lanjutnya lagi.
"Kuharap juga begitu," Luka ikutan nimbrung, ikut menatap tajam Tsubame dan Karasu. "Dia bertampang Loli begitu sih. Bahaya…"
"Kenapa kalian berdua seakan-akan menyalahkan kami! ?" tanya Tsubame dan Karasu, nyaris nangis. Entah kesal atau apa.
"Tsubame-san playboy mesum, Karasu-san Lolicon," jawab Koe dengan tidak berperasaannya. "Makanya, kalian berdua yang pantas dicurigakan."
"Hidoi!"
"Iya. Lagipula, kalian berdua 'kan yang terakhir kali bersama Teto-san." timpal Taya.
"Tapi jangan menyalahkan kami dong!"
"…" Ted cuma diam, menatapi pertengkaran bodoh itu. 'Dia―Semoga dia baik-baik saja…' batinnya sembari mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Walaupun wajahnya terlihat tenang dan tidak peduli, tapi sebenarnya, Ted-lah yang paling mengkhawatirkan Teto.
"Daijoubu yo," ujar Dell tiba-tiba, menepuk pelan pundak Ted dari belakang. "Aku dan Haku akan pergi mencarinya. Kau tenang saja."
"… Dell?"
"D-daijoubu desu, Ted-san," ujar Haku yang berada di belakang Dell. "Aku… Aku akan mencari Teto-san, bersama Dell…" Haku kemudian tersenyum kecil, berusaha meyakinkan Ted.
"… Baiklah…" jawab Ted, memejamkan kedua matanya. "Kalian juga, jangan sampai kenapa-napa."
"Hn, tenang saja," Dell lalu berjalan menuju pintu keluar sembari memakai sepatunya. "Ayo, Haku."
"H-hai!"
Klek
Blam!
Pintu pun ditutup kembali, Ted menghela nafas lagi.
"Ada apa, Ted?" tanya Eiichi―yang sedang merapikan meja―heran. "Kau sudah banyak menghela nafas hari ini."
"Aku cuma…" Ted menjawab, menundukkan kepalanya. 'Mengkhawatirkannya…' "Sedikit kelelahan…"
"Oh," respon Eiichi. "Kalau begitu, kau istirahat saja." Eiichi lalu menepuk pelan pundak Ted. "Biar aku, Shin, Sora, dan Eiji yang mengerjakan tugasmu sebagai pembantu."
"Waaai! Membantu Ted nii-chan!" seru Eiji girang.
"Ecchi! Kenapa aku juga harus ikut! ?" tanya Sora dan Shin berbarengan, kesal.
"Eiji, bela kami, kakak angkatmu dong!" pinta Shin.
"Aku nggak inget kalau kalian itu kakak angkatku deh…" respon Eiji, sweatdropped.
"… Salah sendiri kalian berdua selalu memanggilku 'Ecchi'." balas Eiichi dengan senyum sarcastic-nya.
'E-Eiichi-san marah…' batin yang lainnya ngeri.
"Ha-hai, wakatta!" jawab Sora dan Shin kemudian, kelihatannya ketakutan.
"Nah, kau dengar 'kan, Ted?" tanya Eiichi sambil tersenyum pada Ted. "Kau istirahat saja."
"Eh, demo―"
"Sudah, Ted nii-chan santai saja!" Eiji lalu mendorong Ted duduk di atas sofa. "Nggak usah khawatir!" ujarnya lagi sembari mengacungkan jari jempolnya pada Ted, berusaha meyakinkannya.
"Yosh! Kerja bakti dimulai!" seru Kaiga Sen tiba-tiba yang sudah memegang kain pel di tangan kanannya.
"Sen-nee?"
"Aku juga akan membantu!" Sara ikutan nimbrung, mengambil beberapa piring kotor dan memberikannya pada Sora.
"Ka-kalian…"
"Nah, tenang saja, Ted," kata Sora, menepuk pelan pundak Ted. "Aku akan melakukan pekerjaanmu," katanya lagi, tersenyum. "… Meskipun nggak niat sih…" Sora menambahkan dengan suara pelan dan ekspresi wajah nggak niat.
"A-ahaha…" Ted tertawa garing, bingung mau menanggapi bagaimana. Tersenyum kecil, Ted lalu berkata, "Arigatou, min―"
"Uwaaa! Shin no baka!" teriak Sen tiba-tiba. "Itu 'kan kain pel, bukan untuk membersihkan jendela!"
"―na…?" Ted mengernyitkan dahinya dengan heran begitu mendengar suara Sen tadi.
"'Kan sama-sama kain!" balas Shin. "Masa' bodo deh. Toh, yang penting sudah kubersihkan!"
Drap drap drap
"Eiji! Kembalikan negi-kuuu!" teriak Miku, berlari mengejar Eiji.
"Gyaaa! Aisu-kuuu!" Kaito ikutan berteriak.
"Sampah harus dibuang ke tempatnya!" ujar Eiji dengan polosnya.
"Yuki juga mau bantu!" Yuki yang tadi memperhatikan Eiji lalu mengambil beberapa barang dan berlari mengikuti Eiji.
"Aku juga!" timpal Rin dan Len berbarengan.
Drap drap drap
"Yuki! Itu botol sake-ku!" Meiko berlari mengejar Yuki.
"Uwaaa! Itu cabeku! Kembalikan, anak nakal!" omel Akaito.
"Ahaha!" tawa Rin dan Len riang.
"Rin! Kembalikan maguro-ku!" teriak Luka kesal.
"Nasu-chan sayaaang! Len-donooo!" jerit Gakupo.
"…" Ted sweatdropped.
Prang!
"Uwah! Pecah!" seru Sora dari arah dapur.
Ted yang penasaran dengan suara itu pun mengintip ke dalam dapur.
"Sora no baka! Itu piring ketiga yang kau pecahkan!" omel Sara yang sedang mencuci piring. "Mengelap piring 'kan lebih mudah daripada mencuci piring!"
"'Kan masih basah, jadi licin!" Sora―yang mendapat tugas mengelap piring yang baru selesai dicuci―ngeles.
"Kalian! Cepat minggir dari sini!" seru Eiichi yang sekarang sedang membersihkan lantai dengan vacuum cleaner.
"Kau saja yang minggir." ucap Luki dengan santainya. Sukses mendapat sambutan tawa yang meriah dari yang lainnya dan membuat Eiichi semakin kesal.
"Cepat menyingkir dari sini atau kugebuk kalian satu-satu dengan vacuum cleaner ini!"
"Hah…" Ted menghela nafas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kekacauan itu. "Kalian…" panggilnya pelan. "Hah… Biar aku saja yang mengerjakannya… Kalian lakukan saja sesuatu yang lain."
"Eh? Tapi―"
"Kalian makin merepotkanku kalau begini…" Ted lalu menundukkan kepalanya, kelihatannya pasrah. 'Apalagi, dia tidak memberi kabar sama sekali…'
"Lalu, kami ngapain dong?" tanya Eiji. "Aku 'kan juga mau membantu Ted nii-chan!"
"…" Ted diam, berpikir sebentar, "Kalian ke supermarket saja. Beli bahan makanan untuk nanti malam," jawabnya kemudian. "Pakai uang kalian sendiri."
"Wah, pas sekali!" seru Shin riang.
"Eh? Pas?" tanya Ted bingung.
"Nanti 'kan―Nggh!" Shin yang hendak menjawab, dibekep Eiichi tiba-tiba.
"?" Ted menatap mereka dengan bingung. "Nanti kenapa?"
"A-ahaha! Bukan apa-apa kok!" jawab Sora panik. Menoleh pada Sara dan Sen, ia lalu berkata sambil berjalan menuju pintu, "Sara-chan, Sen, kita pergi sekarang yuk!"
"Hai!"
Klek
"Ja, mata ne, Tekkun sayang~" pamit Sora, tersenyum jahil.
"Berhenti memanggilku begitu!"
"Ehehe~"
Blam!
"Hah…" Ted lalu membalikkan tubuhnya―melihat keadaan di ruang keluarga tersebut.
Kacau total. Seperti kapal pecah.
Ada beberapa 'korban' yang masih menangis karena barang-barang kesayangan mereka yang dibuang, Yuki, Rin, dan Len yang sedang mengobrak-abrik ruangan, dan beberapa VocaUtau lain yang sibuk tidur-tiduran, bermalas-malasan, dan sebagainya.
'Ini pasti akan melelahkan…'
=x=x=x=x=x=
Akhirnya, setelah berhasil mengusir para VocaUtau dari ruang keluarga itu dan merapikan―juga membersihkan―ruangan tersebut, Ted tersenyum bangga. Pekerjaannya sudah selesai sekarang.
"Yak, selesai." gumamnya pelan. Ted lalu mengelap keringatnya dan menengok ke arah jam dinding. 'Jam setengah dua siang…' batinnya. "Aneh… Sora dan yang lainnya masih belum pulang…" gumamnya lagi.
VocaUtau yang lain pergi jalan-jalan―sebenarnya terpaksa, karena 'diusir' Ted. Itu bisa ia maklumi kalau mereka belum pulang. Tapi, Sora dan yang lainnya? Itu aneh, berbelanja 'kan biasanya tidak memakan waktu sampai tiga jam lebih.
"Teto…" gumam Ted lagi, menghela nafas, menoleh keluar jendela. "Ritsu bilang, dia pergi ke rumah Master-sama sejak jam tujuh pagi. Tapi dia masih belum kembali sampai sekarang…"
Tes tes tes
"Ng?"
Zraaash…
Hujan.
"Hujan?" Ted lalu segera menuju halaman dan mengangkat jemuran sebelum basah.
Drap drap drap
Sruk!
"Huff… Tepat waktu…"
Setelah meletakkan jemuran tersebut di dalam sebuah keranjang besar untuk menaruh pakaian, Ted duduk di atas sofa, beristirahat.
"…" Laki-laki berkacamata itu lalu merogoh saku celananya, mencari handphone-nya. Kemudian, ia mengetik sesuatu di contacts-nya, sampai muncul nama 'テト' (Teto). Tanpa pikir panjang lagi, Ted langsung menekan tombol hijau di handphone-nya.
Tut… Tut… Tut…
Dengan sabar, ia menunggu nada sambungnya.
Tapi sayang, panggilannya tidak dijawab. Missed call.
"… Teto…" Ted jadi semakin khawatir. Ia pun terus menghubungi Teto.
Tut… Tut… Tut…
Kira-kira sepuluh kali kemudian, Teto baru mengangkat panggilannya.
"… Tecchan?" ujar suara di seberang sana, Kasane Teto.
"Teto!" seru Ted spontan. "Kau di mana? Aku―"
"Aku… Aku benci Tecchan!" sela Teto, sedikit membentak.
"A-apa…?" Ted kaget. Baru kali ini ia mendengar Teto berkata seperti itu padanya. "A-apa maksudmu, Te―"
"Aku benci Tecchan! Tecchan jahat!" sela Teto lagi, suaranya terdengar semakin tinggi.
"Teto!"
"T-Tecchan… Hidoi…" Kali ini, suaranya melemah, kedengarannya seperti akan menangis. "… Kimi wa jitsu ni baka dana…"
"Teto, aku―Apa aku ada salah padamu?" tanya Ted pelan, berusaha menenangkan Teto.
"Pokoknya, aku nggak mau melihat Tecchan lagi!"
"Te―"
Tuuut…
Panggilan terputus.
"Kkh…" geram Ted, kesal dan pasrah. "… Aku salah apa padanya?" Ted lalu menekan tombol merah di handphone-nya dan meletakkannya di atas meja di dekat sofa tempat ia duduk.
Ted lalu mengubah posisinya di atas sofa, tidur-tiduran dengan kedua tangannya sebagai bantal. Menatap ke langit-langit, Ted lalu berpikir, 'Jangan-jangan… Gara-gara kemarin…'
.
.
Tok tok tok
Teto mengetuk pintu kamar Ted. Sebuah senyum riang terlukis di wajahnya. "Tecchan, buka pintunya dong~" ujarnya riang.
Klek
Pintu lalu dibuka, menampakkan Ted yang tampak kelelahan. "Ada apa, Teto?" tanyanya pelan.
"Tecchan, besok kita jalan-jalan yuk!" ajak Teto riang. "Berdua saja. Hanya aku dan Tecchan!"
"Apa?"
"Ehehe…" Teto tersenyum manis. "Besok 'kan―"
"Tidak bisa, Teto!" jawab Ted tegas. "Aku harus menyelesaikan tugas ini secepat mungkin dan menyerahkannya pada Master-sama!"
"Ta-tapi, ini 'kan hari Minggu, Tecchan! Harusnya, Tecchan 'kan nggak bekerja!" ujar Teto, menggembungkan kedua pipinya. "Lagipula, besok―"
"Teto, dengar," Ted menyela ucapan Teto. "Ini sudah jam setengah duabelas malam. Kau tidur saja. Kita bicarakan hal itu besok." Ted lalu menepuk pelan kepala Teto.
"D-demo―"
"Oyasuminasai!"
Blam!
Tanpa memberi Teto kesempatan untuk berbicara lagi, Ted langsung menutup―juga mengunci―pintu kamarnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
Dok dok dok!
Di luar, Teto mengetuk pintu itu semakin keras.
"Tecchan!" panggilnya. "Kumohon, dengarkan aku! Aku―"
"Urusai!" seru Ted dari dalam. "Sudah kubilang, kau tidur saja, Teto!" serunya lagi, sedikit membentak.
"T-tapi… Tapi aku mau bicara dengan Tecchan!"
"Diam!"
"Tecchan!"
Dok dok dok!
Teto terus mengetuk pintu kamar Ted. Tapi Ted sendiri tidak mempedulikannya, ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya.
.
.
"Iya… Pasti…" Ted meletakkan tangan kanannya di atas dahinya. "Pasti gara-gara kejadian kemarin malam…"
.
.
"Teto-san? Kenapa Anda tidur di sini? Di depan pintu kamar Ted-san?" tanya Tsubame―yang kebetulan lewat―heran.
"A-aku―Tecchan… Tecchan ng-nggak mau m-mendengarkan u-ucapanku…" jawab Teto dengan suara gemetar, memeluk tubuhnya yang kedinginan. "S-samui…"
"Hup!" Karasu membopong Teto tiba-tiba.
"Ka-Karasu!" jerit Teto kaget. "Ya-yamete!"
"Di sini dingin 'kan?" tanya Karasu. "Biar kubawa kau ke kamarmu."
"T-tapi… Tecchan…"
"Sudahlah. Lupakan saja masalah itu," ujar Tsubame lembut, mengelus-elus rambut Teto. "Seorang lady tidak boleh memaksakan diri."
.
.
Percakapan itu sempat Ted dengar sebelum akhirnya ia pergi keluar kamarnya dan menuju rumah Master untuk menyerahkan tugasnya sekitar jam dua pagi.
Teto terus menunggunya di luar selama kira-kira tiga jam. Bahkan, ia sampai tertidur depan pintu kamarnya.
"… Ore wa jitsu ni baka dana…" gumamnya pelan, memejamkan kedua matanya.
Zraaash…
Suara hujan…
Tik tik tik
Suara detik jarum jam…
Semakin lama, suara-suara itu terdengar semakin pelan di telinga Ted.
Suasana seperti ini… Pas sekali dengan suasana hatinya saat ini. Gelap, sunyi, dan sedih.
"… Teto…"
Perlahan, Ted mulai tertidur.
-Tsudzuku-
Otanjoubi omeTEDDOu -bah, plesetan gaje-, Tecchan-ku sayaaaang! XD -digebuk Tecchan-
Fic ini Sei ketik dalam waktu kira-kira seminggu! Banzai (?)! (ノ°∀°)ノ〃
Parah ah, Sei publish fic di hari pertama ulangan MID =w=' -Readers: Emang lu bego-
Tapi ini demi -?- Tecchan juga! Tecchan 'kan calon pacar Sei! D: -double gebuked-
Gara-gara MID juga, Sei terpaksa publish fic ini diam-diam dan nggak ke Festival Jepang di Monas T.T -curcol-
Sei punya prinsip "Demi Vocaloid, apapun bakal Sei lakukan!" -?- Makanya, Sei nekat publish diem-diem :P
Niatnya bikin oneshot, tapi kepanjangan, sampe 6000 words lebih =w='
Akhirnya, Sei bikin jadi twoshots deh ==d
Ada slight-TsubameTetoKarasu di sini 'kan? XD -duaagh!-
