For An Adventure
Disclaimer by Masashi Kishimoto
.
Genre : Adventure
Pairing : U. Naruto X ...
Rate : T (Saat scene pertarungan bisa berubah M)
.
.
Summary :
Kehidupan Naruto yang membosankan berubah setelah memasuki kekkai di tengah desa. Ia bertemu seseorang yang diliputi kebencian, namun justru orang itu lah yang akan menuntunnya menuju impiannya. Jalan yang dilalui Naruto tidaklah mudah. Bahkan bila orang tuanya menghalangi, Naruto akan melakukan apa pun demi mencapai impiannya, sebuah kebebasan! Life! Minato and Kushina, No jinchuuriki! Naruto, Smart! Naru, Strong! Naru, OC, OOC, dll...
.
.
.
.
Chapter 1. Start!
Seorang anak kecil tengah duduk di atas sebuah tebing. Tebing itu tampak tak biasa, dikarenakan pahatan wajah manusia yang terdapat di sana. Ketinggiannya cukup untuk membuat seseorang laki-laki dewasa kelelahan karena mendakinya dan pastinya akan sangat mengerikan bila jatuh dari ketinggian itu. Namun, semua hal itu tak dihiraukan sang anak. Anak itu berfikir, justru sangat menyenangkan mendaki tebing itu, terjun dengan kecepatan luar biasa ke bawah, dan mendarat... dengan sempurna?
Namikaze Naruto, anak itu sangat senang dengan pemandangan yang dilihatnya saat ini. Siluet sinar matahari yang kemerahan, dengan latar perumahan di bawahnya, benar-benar membuatnya merasa damai. Semilir angin dengan lembut menerpa kulit wajahnya membuat sensasi seperti terapi yang menenangkan.
Helaan kecil keluar dari mulut Naruto.
Ia melihat pakaian yang dikenakannya. Pakaian yang tampak mewah dan baru. Jujur saja, Naruto tak menyukainya. Jaket orange dengan beberapa garis biru dan celana hitam panjangnya itu pemberian dari kedua orang tuanya. Namun, di situlah yang tidak pernah ia harapkan. Orang tuanya selalu saja over protective padanya. Entah mengapa alasannya kedua orang tuanya terlalu memperhatikan Naruto. Bukannya Naruto tidak senang, justru sangat senang karena ayah dan ibunya dapat mencurahkan kasih sayang mereka kepadanya ditengah kesibukan masing-masing.
Tapi sekali lagi, Naruto sangat terganggu karenanya! Setiap kegiatannya dikawal paraAnbu pilihan ayah Naruto. Para prajurit, menurut Naruto, yang seharusnya menjalankan tugas yang lebih penting justru menjaga seorang anak kecil. Naruto pernah mengira hal ini dikarenakan Naruto adalah anak dari seorang Hokage, pemerintah yang memimpin di tempat ini. Tapi, bukankah desa ini tempat yang cukup aman? Banyak juga ninja kuat yang senantiasa menjaga keamanan desa ini.
Delapan tahun yang membosankan telah dilewati Naruto dengan belajar. Bukan belajar dengan membaca buku, justru belajar yang lebih bisa diartikan sebagai latihan super berat. Coba bayangkan kalau seorang anak kecil sudah disuruh pemanasan seperti push up dan shit up setiap pagi dan sore? Konsentrasi mengendalikan sesuatu yang dinamakan 'Chakra', meditasi, dan sparring dengan ninja suruhan ayahnya, keseharian Naruto benar-benar membosankan.
Meski begitu, Naruto tidak pernah menyesal akan hasil yang di dapatkan. Diumurnya yang masih bisa dibilang muda, Naruto sudah bisa berlenggak-lenggok menghindari serangan dengan mudah. Kunai yang terkadang digunakan untuk latihan sudah tak dapat menggores kulitnya. Reflek Naruto meroket dikarenakan latihan yang selama ini dilakukannya.
Naruto pernah bertanya tanya, mengapa tidak diberikan pelajaran yang disukainya dan sebagainya? Tapi pertanyaan itu hanya tertahan di tenggorokan ketika melihat betapa antusiasnya ayah Naruto saat melihat perkembangan Naruto. Mungkin, lain kali Naruto akan memberitahukannya.
Diam-diam Naruto menyimpan rasa kesepian dalam hati kecilnya. Orang tua yang dihormati semua orang, bawahan ayahnya yang selalu menjaga Naruto, semua penduduk desa yang menganggap Naruto raja, hingga dianggap prodigy oleh kelima desa besar, apa yang kurang dari itu semua? Jika memiliki kesempatan, orang lain pun pasti memimpikan terlahir sebagai Naruto.
Teman, Naruto hampir saja tak tahu apa arti satu kata yang sering didengarnya itu. Penduduk desa terlalu menghormatinya sampai-sampai anak usia sebaya berlaku hormat pada Naruto. Terkadang, jika Naruto mengajak bermain, mereka hanya menunduk hormat dengan tatapan dan perkataan sopan.
Anak seusia Naruto umumnya masih perfikir dunia adalah tempat yang menyenangkan. Tapi Naruto justru menganggap hidup ini adalah tantangan, pertualangan, konflik, dan pertempuran. Dunia ini penuh dengan misteri. Sampai-sampai Naruto sangat ingin menjelajahinya satu persatu tempat paling terpencil sekalipun. Naruto sangat ingin mencari tahu siapa sebenarnya dirinya di dunia ini. Naruto sangat ingin mencari tahu apa artinya teman yang selama ini didambakannya. Meski saat ini, semua hal itu hanyalah mimpi yang tidak mungkin diwujudkan.
Naruto menatap tajam desa tempat kelahirannya. Desa tersembunyi di dalam hutan yang rimbun, bagai disembunyikan dengan dedaunan lebat ribuan pepohonan. Itulah alasannya desa ini dinamakan 'Konoha', desa daun tersembunyi.
Tangan kecil Naruto berusaha untuk menyangga tubuhnya untuk berdiri. Setelah memastikan kalau keseimbangannya telah didapatkan, Naruto mulai berjalan ke depan, tepatnya ke arah pahatan wajah ayahnya. Yondaime Hokage, Naruto benar-benar bangga karena ayahnya menyandang gelar yang sangat dihormati.
Kaki Naruto dengan lincah mendarat di atas pahatan wajah ayahnya. Sebuah senyuman kecil tanpa sadar melekat di wajah Naruto. Naruto bukan tersenyum sendiri, melainkan, Naruto merasakan Chakra dari belakang rerumputan dekat tempatnya duduk tadi. Ia tersenyum karena Naruto yakin kalau itu adalah Anbu yang bertugas menjaganya. Meski persembunyiannya sulit dideteksi, jangan remehkan kemampuan sensorik yang dipelajari Naruto secara diam-diam.
Tubuh Naruto perlahan terjun ke bawah. Naruto dengan sengaja menjatuhkan diri agar Anbu itu berhenti mengikutinya.
Mata Naruto tertutup menikmati tubuhnya yang menembus angin. Semua memori perlahan membanjiri pikirannya. Anak-anak yang terlalu hormat kepadanya, orang tua yang terlalu Over protective, Anbu yang terus mengikutinya, hari-hari membosankannya, dan dirinya yang nyaris terluka parah karena kesalahannya saat latihan. Naruto tak ingat sejak kapan ada anak-anak yang bebas berbicara kepadanya tanpa memikirkan status Naruto. Naruto tak ingat di saat Anbu berhenti mengikutinya.
Yang Naruto inginkan hanya satu, sebuah kebebasan dalam berpetualang, menentukan takdirnya sendiri. Tapi, apa orang tuanya akan membiarkannya?
Muncul wajah dua sosok di benak Naruto. Sosok pertama adalah laki-laki berambut pirang dengan jubah Hokage yang dikenakannya. Dan sosok kedua adalah perempuan berambut merah dengat penuh kasih sayang tersenyum kepada Naruto. Mereka adalah kedua orang tua Naruto. Ninja yang ditakuti ninja-ninja lain, ninja yang penuh dengan kehormatan.
Uzumaki Kushina dan Namikaze Minato, yang masing-masing memiliki julukan Akai Chishio No Habanero dan Konoha No Kiroii Senko. Mereka adalah dua pasangan paling ditakuti saat perang dunia shinobi ke tiga. Para musuh pasti langsung bergidik ketika mendengar nama mereka. Tak terkecuali warga Desa Konoha sendiri, orang-orang yang harusnya mereka lindungi.
Kehormatan ayah dan ibu Naruto kembali bertambah setelah penyerangan sosok yang mengaku sebagai Uchiha Madara ke Konoha. Kabarnya, kedua orang tua Naruto itu bisa menghentikan Uchiha Madara sekaligus Kyuubi berdua, tanpa ada bantuan dari luar. Menurut Naruto itu adalah informasi yang amat ganjil. Bagaimana bisa dua orang dapat menghentikan Uchiha Madara dan Kyuubi, yang kedua lawan itu memiliki sejarah kekuatan yang besar? Kembali dengan hidup pula. Setidaknya ada seseorang yang membantu mereka berdua.
Yah, Lagi pula, Naruto bukannya tidak ingin kedua orang tuanya selamat. Justru Naruto sangat bersyukur.
Sesuatu pastinya terjadi di saat insiden Kyuubi. Jika tidak ada insiden itu, pastinya Naruto bisa sedikit lebih 'bebas' dalam memilih pilihan kehidupannya.
Tapi, ada yang lebih aneh lagi. Ayah Naruto pernah bekata kalau ibunya bukan lagi Jinchuuriki Kyuubi. Lalu siapa lagi Jinchuuriki itu? Naruto pernah menanyakannya kepada ayahnya. Tapi hasilnya nihil, ayahnya tak mau menjawab. Pernah sekali pemikiran Naruto menyimpulkan bahwa ialah Jinchuuriki Kyuubi itu. Kembali kekecewaan yang di dapat Naruto. Tubuhnya memiliki Chakra seperti Uzumaki lain, namun tak sebanyak seorang yang memiliki Bijuu di dalam tubuhnya. Bukankah sudah jelas kalau Naruto bukanlah seperti yang ada di pikirannya?
Menyadari tubuhnya yang mulai mendekat dengan tanah, Naruto segera membuka matanya lebar-lebar. Chakra segera dimaksimalkannya pada kaki agar pendaratan lebih mulus. Kepalanya yang berada di bawah tak menghentikan Naruto untuk melakukan pendaratan yang sempurna. Naruto segera membalikkan tubuhnya seperti seorang yang bersalto.
Siluet yang dibuat Naruto menyita perhatian penduduk yang sedang beraktifitas. Bayangan yang dimulai dari tebing pahatan wajah Hokage berakhir di atas gedung paling besar di desa itu.
Tap...
Naruto mendarat dengan sempurna di atas Hokage office.
Puas dengan apa yang dilakukannya, Naruto membentuk senyum kecil. Namun, senyuman itu menghilang di saat Naruto menyadari kehadiran seseorang. Chakranya cukup familiar bagi Naruto. Setelahnya, muncul laki-laki pirang yang agak mirip dengan anak itu dengan kilatan kuning.
"Naruto! Sudah kubilang berkali-kali padamu, jangan melakukan itu!" bentaknya. Tapi hanya dibalas dengusan oleh Naruto.
"Aku akan menghentikannya jika Anbumu itu berhenti mengikutiku. Aku benci diawasi." Naruto mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Aku bukan anak kecil lagi! Bukankah latihan itu sudah cukup membuatku kuat?! Apa tujuanmu melatihku seperti itu meski pada akhirnya tetap ada seorang yang menjagaku?!"
Entah sejak kapan, Naruto mulai berani berkata tidak sopan kepada ayahnya. Naruto tidak ingat, mungkin sejak ia berumur lima tahun?
Minato hanya bisa menatap anaknya sendu. Langkah kakinya mendekat ke arah Naruto. Ia hanya khawatir kepada anak satu-satunya itu. Tapi tanpa sadar, perhatian yang diberikannya terlalu berlebihan. Memang benar Naruto sudah cukup kuat untuk melindungi dirinya sendiri dalam lingkup desa. Hei, lagi pula mana ada musuh yang dengan gegabah mengincar seorang bocah walaupun penjagaan yang diberikan sangat ketat?
Meski pemikirannya bertanya-tanya, mengapa Naruto bisa mengetahui hal itu? Menyadari Anbu yang hawa kehidupannya nyaris tak bisa dirasakan, tak mungkin Naruto bisa menyadarinya di saat ninja sekelas Jounin tidak menyadarinya.
"Dengarkan Tou-san, Naruto... Ini demi kebaikanmu." Minato memegang pundak Naruto dengan kedua tangannya. Kata-kata yang dikeluarkan Minato ini tanpa disadarinya membuat Naruto marah.
"Demi kebaikanku? Justru sebaliknya!" Naruto menepis kasar tangan ayahnya.
"Sudahlah, aku pergi..."
Minato hanya bisa menatap anaknya yang perlahan menghilang dari pandangan. Minato menyadari apa yang diperbuatnya. Latihan dan pengawasan yang diberikannya kepada Naruto membuat Naruto kesepian. Tapi, sang Hokage segera kembali kepada pemikirannya yang lama. Ia tak akan membiarkan Naruto jatuh di tangan musuh seperti dulu. Setidaknya, Minato akan melatih Naruto menjadi lebih kuat.
Sebagai seorang ayah, Minato memiliki hak untuk mengatur putranya menjadi pribadi yang lebih baik. Jika Naruto tidak menyukainya, toh, ini juga demi kebaikannya. Jadi, Minato tidak akan segan mengenai semua hal yang berhubungan dengan Naruto.
'Cih, orang tua itu...'
Naruto menggerutu dalam hatinya. Memikirkan kata-kata ayahnya tadi membuatnya sangat kesal.
Untuk menenangkan dirinya, Naruto berjalan-jalan ke pusat desa. Orang orang yang ada di sekitarnya, seperti biasa, menyambut Naruto dengan hormat. Bukannya memperbaiki moodnya yang buruk, justru berada di sini membuat moodnya dengan cepat anjlok.
Ia kembali menggerutu dalam hati.
Langkah Naruto jadi tak tentu arah. Sampai ia berhenti di sebuah gang buntu.
Naruto mendengus. Tapi, tak lama kemudian ia merasakan Chakra tepat di depannya. Tangannya digunakan untuk menyentuh dinding itu, dan berakhir dengan tangannya yang hanya menembusnya bagaikan masuk ke dalam air. Naruto tahu pasti apa ini. Sempurna, sebuah Kekkai yang biasa digunakan ninja untuk menutupi suatu wilayah. Pantas saja jalan ke sini tidak banyak dilewati penduduk. Seringaian kecil terbentuk di wajah Naruto.
Kekkai di dalam desa, mungkin ini dibuat musuh. Tapi mungkin juga dibuat ayahnya untuk melindungi sesuatu di dalamnya. Memikirkan semua kemungkinan yang bisa terjadi justru membuat Naruto semakin penasaran. Insting petualangnya melonjak tinggi.
Ia mendeteksi keadaan sekitarnya dengan mode sensor. Tidak ada orang selain dirinya di sini. Termasuk para Anbu suruhan ayahnya.
'Betapa beruntungnya aku!'
Tanpa ragu, Naruto melangkahkan kakinya masuk ke dalam Kekkai itu. Naruto cukup terkejut menyadari kapasitas Genjutsu yang sempat ia rasakan. Mungkin Genjutsu ini hanya digunakan untuk mempengaruhi warga sipil, tak sampai mempengaruhi ninja kelas Chunnin ke atas. Kalau memang Kekkai ini dibuat musuh, tingkat Genjutsu yang digunakan pastinya sudah jauh di atas Genjutsu ini. Berarti memang hanya ada satu kemungkinan, ayahnya 'lah yang membuat Kekkai pelindung di tengah tengah desa. Tapi, apa tujuan ayahnya melakukan ini?
Tak ingin terlalu lama terperangkap ilusi, Naruto membuat Handseal tiger. Lalu meneriakkan, "Kai!" agar terbebas dari Genjutsu. Beruntung sekali ayahnya sudah mengajarkan ilmu tentang Genjutsu, termasuk cara membebaskan dirinya dari Genjutsu.
Semua benda yang ada di sekeliling Naruto mulai meleleh bertanda jutsu ilusi sudah tidak mempengaruhi Naruto.
Pandangan Naruto mengabur untuk sementara. Pupil mata Naruto masih mengatur cahaya yang masuk ke matanya. Keadaan yang semulanya hampir gelap berubah seketika menjadi sangat terang. Naruto tak tahu apa ini, bukankah seharusnya malam? Tapi tempat ini masih dalam keadaan siang.
Setelah pengelihatannya kembali jelas, Naruto melebarkan matanya. Di depannya terdapat sebuah villa besar berlantai dua. Yang paling tidak bisa dipercaya adalah pepohonan yang dengan rimbun mengelilingi tempat ini. Naruto berbalik ke belakang. Terdapat jalan yang lumayan lebar, yang di masing-masing sampingnya juga terdapat pepohonan. Sebuah bangunan yang sangat cocok sebagai tempat tinggal. Naruto hendak memasuki villa itu, tapi Naruto kembali teringat pesan ayahnya, 'Selalu waspada di tempat tak di kenal'.
Tempat ini benar-benar aneh. Terlebih dilindungi oleh Genjutsu.
Untuk berjaga-jaga, Naruto menajamkan mode sensoriknya. Ia sama sekali tak merasakan Chakra siapa pun di sini, hawa keberadaan pun juga tak bisa dirasakan Naruto. Mungkin penghuninya masih keluar.
'Aku harus kembali...,' pikirnya. Di tempat ini, pastinya Naruto tidak akan bisa melakukan apa pun. Tidak ada yang menarik, hanya ada sebuah villa besar yang penghuninya tidak ada di dalamnya. Pastinya ini adalah rahasia ayahnya yang menyangkut kepentingan desa. Jika Naruto mengacaukan tempat ini, sama saja dengan mengacaukan Konoha 'kan?
Dengan langkah berat, Naruto keluar dari Kekkai itu. Jujur saja, Naruto kecewa karena gagal medapatkan 'tantangan' yang mungkin akan menjadi awal dari perjalanannya.
Dari jarak lima ratus meter tempat Naruto masuk Kekkai, dua orang Anbu tampak mengawasi Naruto dengan teropong. Masing-masing dari mereka menekan Chakra mereka sampai titik nol, bahkan seorang Jounin berpengalaman pun akan kesulitan melacak mereka. Tapi, ada yang berbeda dengan perlengkapan yang mereka gunakan. Mereka membawa sebuah tanto, tidak seperti Anbu bawahan Hokage yang seharusnya membawa katana. Topeng yang mereka kenakan juga polos.
"Lihatlah, anak itu bisa memasuki wilayah ini!"
"Itu tidaklah tidak mungkin karena ayahnya, Yondaime Hokage, seorang yang terkenal jenius. Dia pasti mengajarkan banyak hal kepada anak itu."
"Dia putra Yondaime Hokage?"
"Ya. Bagaimana bisa kau tidak tahu?"
Anbu yang menanyakan tentang Naruto itu mendengus. Kemudian berdiri bersiap melakukan Shunshin. "Ini hari pertamaku berada di luar. Aku tidak tahu tentang desa."
"Jadi, ingin duduk saja tanpa melaporkannya kepada Danzo-sama?" lanjutnya.
"Sudah jelas aku akan melapor."
"Tadaima...!"
Kushina yang mendengar suara anaknya segera bergegas ke depan pintu rumah dan membukanya. "Okaerinasai, Naruto-kun."
Perasaan terkejut menghampiri Kushina setelah melihat wajah Naruto yang tak bersemangat. Kushina hendak menanyakannya, namun Naruto segera pergi ke meja makan. Ia tidak ingat kapan terakhir kali Naruto memasang wajah ini.
Kakinya perlahan mengikuti Naruto ke meja makan. Kemudian duduk di depan Naruto. Kushina kembali bingung di saat Naruto melahap makan malamnya dengan lesu.
Naruto sendiri dengan masa-masa bosannya hanya bisa menghela nafas.
"Okaa-san, kenapa Tou-san selalu seperti ini?"
Rambut merah Kushina ikut bergerak seiring kepalanya yang dimiringkan. Kushina tahu apa yang dimaksud Naruto dengan 'selalu seperti ini'. Ia tahu kalau selama ini Naruto tertekan karena perhatian yang diberikan suaminya. Hanya saja, Kushina tak berani menanyakan langsung kepada Naruto tentang keadaannya, karena tak ingin membuat Naruto bad mood. Tapi sekarang justru Naruto benar-benar mengatakan perasaannya tentang ayahnya, meski pun tidak langsung.
Kushina pernah mengatakan kepada Minato agar tidak terlalu berlebihan kepada Naruto. Namun Minato tak pernah mendengarnya. Ia tahu betapa sayangnya Minato pada Naruto hingga memperlakukan Naruto bagaikan raja. Tapi tetap saja, semakin berlebihannya Minato menunjukkan 'kasih sayang'nya, maka Naruto juga akan semakin memberontak.
"Ne, Okaa-san..."
"Hm? Kenapa, Naruto-kun?"
Naruto memasukkan daging panggang buatan ibunya ke mulutnya. Dengan perlahan ia mengunyah daging yang memiliki tekstur sempurna itu. Naruto tidak yakin kalau tidak ada orang lain yang bisa membuat makanan seenak ini selain ibunya.
Ia menelan daging yang sudah halus itu dan melanjutkan, "Apa aku boleh meminta sesuatu? Hanya sebuah permintaan kecil..."
Ibu dari Naruto itu membentuk seulas senyum. "Tentu saja."
Mata shapire Naruto menatap ibunya serius, namun penuh harap di sisi lain. "Tolong bujuk Otou-san! Aku sudah bosan dengan semua yang dilakukannya padaku. Aku bukan anak kecil lagi!" Kushina terkekeh geli mendengar perkataan itu dari mulut putranya.
"Hm? Menurut Kaa-san, Naruto-kun masih kecil. Bukankah kamu masih delapan tahun?"
"Mou, Kaa-san! Delapan tahun itu sudah dewasa! Umurku juga hampir masuk ke sembilan tahun!"
Ibu rumah tangga itu kembali terkekeh geli karena penuturan Naruto yang menurutnya lucu. Tapi setelah melihat kesungguhan di mata Naruto membuat hatinya luluh seketika.
"Baiklah, akan Kaa-san usahakan."
Mata Naruto berbinar. Senyuman lebar terbentuk di wajah bulatnya. "Arigato, Okaa-san!"
Cuaca siang itu di Konoha sangat cerah, hampir tidak ada awan dilangit. Masyarakat sipil maupun ninja yang tidak dalam keadaan bertugas melakukan kegiatan sehari-hari tanpa gangguan yang berarti. Banyak yang melakukan pekerjaan mereka, berbelanja di pasar, bahkan ada juga yang bermalas-malasan di rumah. Termasuk tokoh utama kita, Namikaze Naruto, yang sedang berjalan-jalan di sebuah taman pusat desa. Lagi-lagi penduduk berlaku hormat padanya. Mau tak mau Naruto hanya bisa berjengkel ria di dalam hati.
Dari kejauhan, Naruto dapat melihat penduduk yang berbisik-bisik. Tidak hanya dua atau tiga, namun hampir seluruh penduduk di sana. Hal itu menyita perhatian Naruto. Pastinya sesuatu yang membuat mereka seperti itu merupakan suatu hal yang menarik.
Naruto mendekati kumpulan para warga itu. Terlihat mereka sedang terpaku dengan sebuah hal. Seorang anak seumuran Naruto yang berjalan dengan tatapan kosong adalah sesuatu yang menjadi pusat perhatian mereka.
'Hanya seorang anak kecil. Memangnya apa yang istimewa darinya?'pikir Naruto. Matanya menyapu seluruh penduduk yang dalam keadaan memperhatikan sang anak. Ia sedikit terbelalak menyadari tatapan yang diberikan penduduk pada anak itu, tatapan jijik yang sangat menusuk bila terus diperhatikan.
Putra Yondaime Hokage itu memperhatikan seluruh penampilan sang anak dari atas ke bawah. Dari penampilannya dapat dengan mudah disimpulkan kalau ia adalah perempuan. Surai putih bersih panjangnya dibiarkan tergerai sampai ke pinggang. Tunggu, putih? Dari seluruh orang yang Naruto pernah lihat tidak ada satu pun yang memiliki rambut putih selain anak itu, kalau pun ada hanya berwarna perak. Poninya panjang hingga mencapai hidung, namun anak itu membaginya menjadi tiga, dua di pinggir menggapit wajahnya dan satu di bagian tengah wajahnya. Naruto berpikir style itu hanya agar pengelihatannya tidak tertutup rambut.
Setelah memperhatikan rambutnya, naruto beralih meneliti setiap inci wajah gadis itu. Kulitnya sedikit pucat, sehingga dengan mudah terlihat rona merah alami di pipinya. Bibir ranum berwarna pink, ditambah lagi hidung kecil namun masih terkesan mancung. Kemudian Naruto beralih ke mata sang anak, mata yang terlihat kosong. Manik biru es itu sangat dingin, namun tampak tidak ada sinar di sana. Sampai saat ini tidak ada yang aneh dari anak itu selain rambutnya.
Mungkin penampilannya yang membuat warga berbisik-bisik? Naruto sempat berfikir seperti itu. Namun pemikiran itu segera menghilang setelah melihat pakaian sang anak yang terkesan biasa saja. Ia hanya mengenakan setelan hitam yang dilengkapi sebuah jaket putih sederhana.
Ia sempat mendengar suara bisik-bisik dari seorang wanita paruh baya. Kalau tidak salah, Naruto dapat menangkap kata 'monster' di kalimat yang dipilih wanita tua itu. Kemudian ia kembali mendengar suara lain dari seorang Shinobi muda. Perkataannya bukan hanya sekedar bisikan, namun sebuah teriakan yang mengandung cacian di dalamnya.
"Hei, monster sialan! Gara-gara kau ayahku tewas delapan tahun yang lalu! Kembalikan nyawa ayahku dengan menukarkan nyawamu yang tidak berguna!"
Shinobi yang berteriak itu seorang Genin daripakaian yang dikenakannya. Ia hendak menyongsong maju menyerang anak gadis itu, namun segera ditahan kedua rekannya. "Apa yang kalian lakukan?! Biarkan aku membunuh monster itu dengan kedua tanganku!" berontaknya.
"Justru apa yang kau pikirkan?! Bagaimana jika monster itu mengamuk seperti dulu?!"
Naruto mengalihkan pandangannya ke seorang warga di sampingnya. Kemudian ia bertanya, "Paman, siapa anak itu?"
Laki-laki itu cukup terkejut, mungkin karena ia sedang berbicara langsung dengan Naruto. Ia menunduk sesaat sebelum menjawab pertanyaan Naruto. Sedangkan yang mendapat reaksi itu hanya bisa mendesah kesal.
"Saya harap anda tidak dekat-dekat dengan anak itu, Naruto-sama. Dia itu monster!" Laki-laki iku menekan kalimatnya pada kata 'monster'.
Naruto memicingkan matanya. Bagaimana bisa seorang anak kecil seperti anak itu adalah seorang monster. Di mata Naruto, anak itu hanya seorang anak yang lemah seperti anak-anak pada umumnya. Saat Naruto kembali melihat anak itu, ia tidak dapat menemukan keberadaannya.
Deg...
'Ini...' Karena pembicaraannya dengan seorang paman, Naruto jadi melepas pandangannya dengan anak itu. Ia tidak menyadari kalau sang anak sudah di depannya. Anak perempuan itu berjalan ke arah Naruto, tidak, ia melewati Naruto begitu saja. Saat mereka berpapasan, Naruto merasakan sensasi yang aneh. Punggungnya terasa sangat dingin, ia merinding. Mode sensornya aktif dengan sendirinya.
'Chakra apa ini? Chakra ini begitu besar, dan juga dingin!'
Dengan susah payah, Naruto membalikkan tubuhnya agar dapat dengan mudah melihat anak itu. Tubuhnya gemetaran karena shock merasakan Chakra yang belum pernah dirasakannya sebelumnya, Chakra yang amat berbeda. Paman yang berbicara dengan Naruto tadi menatap Naruto heran. Sebenarnya memang ia tidak berniat untuk ikut campur dengan permasalahan Naruto. Namun, karena ia khawatir dengan keadaan Naruto, jadi ia segera menanyakan keadaan Naruto.
"Naruto-sama, anda tidak apa-apa?"
"Hm, jangan khawatirkan aku." Naruto berusaha menstabilkan nafasnya seperti semula. Setelah pernafasannya mulai teratur Naruto bertanya pada paman itu lagi, "Kenapa kalian menyebut anak itu monster?"
"Anak itu adalah jelmaan Kyuubi yang nenyerang 8 tahun yang lalu. Seharusnya lebih baik monster itu diusir dari desa."
Dalam sekali dengar Naruto langsung memahami ucapan paman itu. Ia tersenyum tipis. 'Jinchuuriki Kyuubi? Kebetulan sekali aku sedang penasaran dengan keberadaannya.'
"Terima kasih atas informasinya, paman."
Setelah mengetahui hal itu, Naruto langsung memiliki inisiatif untuk mengikuti anak perempuan itu. Ini pertama kalinya Naruto melihat anak itu di desa, dan bukankah itu aneh? Sebagai anak Hokage, Naruto seharusnya dengan mudah menggali informasi tentang anak itu semenjak dulu. Atau memang Narutonya yang terlalu 'diam' di rumahnya sehingga saat ia keluar anak itu kebetulan masih di kediamannya. Memang rata-rata Naruto keluar rumah saat sehabis menyelesaikan latihannya, tepatnya sore menjelang malam, atau di saat jam kerja masyarakat Konoha, sekitar pukul 8 sampai 10, untuk pemanasan berlari mengelilingi desa. Justru di saat warga memulai kerja maupun mulai beristirahat di rumah.
Kali ini pun Naruto hanya kebetulan jalan-jalan karena sang Hokage memberikan sedikit keringanan untuknya.
Naruto menajamkan sensornya, ia merasakan ada tiga Chakra manusia sang sangat tipis. Naruto mengansumsikan kalau itu adalah Anbu suruhan ayahnya. Yup, lebih baik mengalihkan perhatian daripada para Anbu itu akan melaporkan yang tidak-tidak kepada ayahnya.
Mata Naruto mencari tempat yang aman untuk melancarkan rencananya. Kebetulan sekali ada sebuah gang sempit yang hanya bisa dimasuki anak seusia Naruto. Naruto segera memasukinya dengan sedikit menempel di dinding gang sempit itu. Kala ia melewati bagian gang yang tertutup kain gelap di atasnya, Naruto membuat handseal seperti tanda plus dengan jari-jemarinya. Sebelum merelease jutsunya, Naruto memastikan kalau para Anbu itu tidak mengetahui jutsunya.
"Kage bunshin no jutsu." Naruto merelease jutsunya dengan bisikan. Sesaat kemudian muncul asap tipis di sampingnya. Sesosok manusia mirip Naruto keluar dari kepulan asap itu dan berjalan menjauhi Naruto.
'Setidaknya ini akan mengalihkan perhatian mereka untuk sementara. Aku sudah memberikan banyak Chakra untuk bunshin itu, jadi bisa dipastikan Anbu suruhan Tou-san tidak akan menyadarinya.'
Naruto tersenyum tipis menyadari bahwa strateginya lumayan efektif. Sering berkutat dengan para Anbu yang berusia matang ternyata tidak terlalu buruk bagi Naruto. Pemikirannya jadi jauh lebih cerdik dibanding anak-anak seusianya.
Soal jutsu Kage Bunshin, seharusnya jutsu itu tidak bisa dikuasai sembarang orang. Terlebih bagi Naruto yang notabenya hanya seorang bocah ingusan. Untuk sebuah alasan, Naruto berterima kasih kepada ayahnya yang mengajarinya beberapa jutsu yang berguna. Tapi tetap saja, Naruto tidak menyukai apa yang sang Hokage lakukan kepadanya.
Bocah blonde itu menyadari kalau bunshinnya sudah jauh, begitu pula dengan para Anbu yang sepertinya sudah masuk ke jebakannya. Ia keluar dari gang sempit tempat ia bersembunyi. Naruto mencoba mengingat arah kemana anak yang dilihatnya tadi pergi, dan sempurna, ia mengingatnya dengan mudah. Agar tidak kehilangan arah anak itu, Naruto mengejar dengan berlari. Sebenarnya tanpa mengingat pun Naruto dapat dengan mudah menemukan anak itu. Chakra yang dimiliki sang Jinchuuriki sangat mencolok dibanding shinobi lainnya.
Betapa beruntungnya Naruto, tak lama setelah usahanya menyusul anak perempuan itu, Naruto telah menemukan anak itu di persimpangan jalan.
'Mulai sekarang tidak perlu lari-lari lagi. Ck, para Anbu itu menyusahkan saja... ,'batin Naruto. Naruto berusaha bertingkah seperti biasa agar anak itu tidak menyadari keberadaannya. Sesekali Naruto melirik anak itu untuk memastikan kemana anak itu pergi, bahkan tak jarang Naruto bersembunyi diantara gerombolan penduduk maupun bangunan.
Anak itu terus berjalan dengan tatapan kosong, tapi anehnya ia sama sekali tidak kerepotan karena jalanan yang ramai. Ralat, ia memang tidak akan kerepotan karena para penduduk sudah menyingkir dari jalanan, berusaha menghindari anak itu.
Hampir tidak ada penduduk yang berlalu-lalang setelah Naruto mengikuti anak itu di sekitar gang tengah desa. Naruto merasa de javu dengan jalan yang dilewati anak ini. Ia merasa sudah pernah melewati jalanan ini. Dan benar apa yang dipikirkan Naruto, anak itu sedang berjalan menuju sebuah gang buntu yang kemarin secara kebetulan ditemukan Naruto. Tanpa ada perasaan cemas, anak itu melewati dinding gang. Alhasil tubuh anak perempuan itu menembus dinding bagaikan menembus lapisan air.
Naruto menyeringai tipis. Dengan ini Naruto menemukan sedikit titik terang tentang hal yang semalaman Naruto pikirkan. 'Ini hanya perkiraanku, mungkin villa yang kemarin ditinggali anak itu. Juga , alasan kenapa wilayah ini dilindungi Kekkai adalah agar meminimalisir gangguan penduduk atau musuh yang ingin melukai Jinchuuriki itu .' Seringaian Naruto semakin melebar. Entah mengapa, hal ini membuatnya merasa tertantang dan senang.
Kekkai di tengah desa langsung saja ditembus oleh anak bersurai pirang itu. Sedangkan pelakunya sendiri tidak merasa khawatir atau takut karena hal yang jelas-jelas dilarang ayahnya. Lupakan tentang sang Hokage! Naruto yakin setelah kejadian hari ini kehidupannya akan sedikit lebih menyenangkan. Kalau pun tidak, Naruto telah memiliki pengalaman yang tak tergantikan, pengalaman yang akan diingatnya sampai mati sekalipun. Seperti yang dilakukannya sebelumnya, Naruto dengan mudah mematahkan Genjutsu. Tinggal mengawasi gerak-gerik sang Jinhuuriki secara langsung.
Tapi sepertinya rencananya tidak berjalan mulus.
Seorang yang diikutinya berdiri tepat di depannya dengan tangan yang ditenggerkan di pinggang. Mata biru es yang tadinya terlihat kosong berubah menjadi sebuah tatapan tajam, namun masih terkesan datar. Angkuh, satu kesan yang langsung muncul di kepala Naruto saat melihat anak itu. Otak Naruto terus-terusan menghasilkan pertanyaan yang tidak akan mungkin dijawabnya sendiri. Bagaimana bisa seorang anak seperti sang Jinchuuriki bisa mengetahui kalau Naruto mengikutinya? Padahal Naruto telah menekan Chakranya. Bahkan bila jika yang diikutinya seorang Gennin, Naruto tidak yakin kalau orang itu menyadari keberadaannya.
"Aku tidak menyangka akan diikuti oleh putra dari seorang Hokage sepertimu, Namikaze Naruto," ujar anak itu dengan datar, namun terdapat nada menyindir di dalamnya. Sang Jinchuuriki tersenyum mengejek. "Aku kira kau akan lebih baik dari ini. Mengecewakan. Kyuubi yang berada di dalam tubuhku pasti sudah menertawakanmu saat ini."
Si Namikaze muda menggertakkan giginya. Ini pertama kalinya ada seseorang yang berani berkata tidak sopan kepadanya. Memang sebelumnya Naruto ingin orang lain berhenti bersikap hormat, tapi tidak dengan merendahkannya. Ego Naruto yang memang sudah sangat tinggi membuatnya tidak terima akan perlakuan sang anak. Memangnya siapa dia? Dia hanya seorang Jinchuuriki yang kebetulan menjadi wadah seekor Bijuu terkuat, dan ia merasa kuat karena hal itu? Naruto sangat tidak terima. Dibanding dengannya yang sudah berlatih berat sedari kecil, anak itu bukanlah apa-apa. Ya, bagaikan seekor tikus di hadapan sang pemangsa. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Naruto
"Tsk, sombong sekali. Kau belum melihat kemampuan musuhmu, tapi kau sudah berlagak seperti itu." Naruto menjeda kalimatnya. Ia menatap tajam sang anak. Persetan jika orang itu perempuan! Naruto paling benci orang yang merasa paling kuat sehingga meremehkan orang lain.
"Kau tahu? Shinobi yang pertama mati adalah yang shinobi meremehkan lawannya. Dan itu juga berlaku kepadamu!"
Kekehan kecil terdengar, sumbernya adalah dari si Jinchuuriki. Anak itu berkata, "Aku sangat yakin dengan kemampuanku. Lagipula jika aku terdesak Kyuubi akan membantuku. Kau tidak akan memiliki kesempatan melawanku, bahkan bila kau adalah seorang Jounin sekalipun. Akui saja kalau aku lebih kuat darimu, Naruto-sama." Anak itu menekankan ucapannya pada kalimat 'Naruto-sama'. Ucapan itu bagaikan minyak yang menyulut api. Seperti yang dilakukannya kepada Naruto, sekarang emosi Naruto benar-benar memuncak.
"Sialan kau, kutunjukkan padamu kekuatan seorang Namikaze yang sebenarnya!"
Naruto berlari menuju si Jinchuuriki dengan kecepatan Chunnin. Bukannya takut, anak perempuan itu justru menyeringai lebar. Tak sampai lima detik keduanya sudah bertemu, Naruto melayangkan sebuah pukulan keras ke arah pelipis kanan lawan. Tapi dengan mudah dihindari anak misterius itu dengan menyerongkan kepala ke kiri. Naruto melayangkan serangan kedua dengan tendangan kaki kanan searah jarum jam, berusaha menendang pinggul lawan dengan betisnya. Bagai tak memiliki rasa terkejut, si Jinchuuriki melompat salto ke belakang. Tangan kanannya yang bebas digunakan sebagai topangan melalui kaki yang Naruto gunakan untuk menyerang, ia berusaha menyerang balik.
"Kemampuanmu jauh di bawah ekspetasiku. Kukira kau akan lebih tenang saat menghadapi musuhmu, tapi kelihatannya kau mudah sekali terpancing karena emosimu yang meledak-ledak."
"Grr... Diam kau!"
Sayangnya Naruto tidak menyadari kalau lawannya terus saja menyulut amarahnya. Kemarahan akan mempengaruhi jalan pikiran sebuah individu, sehingga mereka lebih sulit berfikir jernih. Itulah yang menjadi rencana si Jinchuuriki. Ia menunggu di saat yang tepat, dimana Naruto telah dikendalikan rasa marahnya. Usaha itu begitu mudah dilihat dari tingginya ego Naruto.
Kaki Jinchuuriki dari Kyuubi itu telah kembali menapaki tanah. Tangannya yang masih memegang kaki Naruto semakin mempererat cengkeramannya. Melalui kaki Naruto sang anak melemparkan tubuh Naruto ke belakangnya, menuju villa besar. Naruto yang tak pernah mengira mendapatkan serangan seperti itu berusaha memperkuat kuda-kuda kaki kirinya. Tapi kekuatan yang dikerahkan lawan mampu membuat pertahanan kaki kirinya hancur. Dengan sekali lempar, tubuh Naruto telah terlempar sejauh lima meter. Putra Hokage itu berusaha menyeimbangkan tubuhnya agar kakinya yang mendarat duluan di tanah. Kemudian mengalirkan Chakranya ke telapak kaki agar tubuhnya tidak terseret ketika terjadi gesekan antara sandal ninjanya dengan tanah.
Srek... Tap.
Naruto mendarat dengan sempurna tepat dua meter di depan villa. Ia berusaha memikirkan strategi untuk mengalahkan anak perempuan itu. Sedangkan sang anak masih setia dengan tatapan datarnya di depan Naruto. Jika dihitung kasar, jarak antara kedua anak yang saling bertarung itu adalah tujuh meter. Tapi sebagai ninja, jarak seseorang dengan lawannya tidak akan berpengaruh besar di pertempuran karena memang gerakan yang dimiliki para shinobi sangat cepat. Seorang shinobi mampu melesat ke arah lawan yang jaraknya cukup jauh hanya dengan beberapa detik. Bahkan ada yang lebih cepat dari itu.
Terdengar suara gemerutukkan gigi. Naruto menggertakkan giginya hingga terdengar suara keras. Pertempuran ini merupakan pertarungan pertamanya yang benar-benar melibatkan musuh asli. Bukan pertarungan dengan Jounin suruhan ayahnya yang pastinya tidak akan melukai Naruto.
"Kau lumayan juga. Sebagai bentuk penghargaanku padamu, beri tahu aku namamu. Setidaknya aku akan mengingatnya," seru Naruto di tengah pertarungan.
"Sebenarnya tidak ada keuntunganku memberitahukan namaku kepada musuh..." Jinchuuriki Kyuubi tersenyum tipis. Tatapan matanya masih memandang remeh Naruto. "Tapi jika itu kau yang meminta, dengan senang hati aku akan memberitahukannya. Ingat ini baik-baik. Mungkin kita akan bertemu lagi setelah pertarungan ini, bukan sebagai musuh, meski tetap memiliki banyak kemungkinan sebagai musuh. Aku harap kau memanggilku dengan kebanggaan bila saat itu tiba. Namaku Himeko, Umeno Himeko. Senang bisa bertarung denganmu, Namikaze Naruto."
"Jadi Himeko, ya... ," guman Naruto. Ia menyeringai lebar. "Baiklah, aku tidak akan melupakannya. Kau adalah lawan pertamaku, jadi di pertarungan ini aku tidak akan sungkan!"
"Begitu 'kah?" Jinchuuriki bernama Himeko itu juga menyeringai.
Pertempuran ini bukanlah pertempuran yang tidak disengaja. Takdir telah menentukan kalau kedua anak ini akan menjadi lawan di masa yang akan datang. Dari jauh-jauh hari telah dipersiapkan bahkan sebelum kedua anak ini lahir. Good melawan dark, putih melawan hitam, cahaya melawan bayangan, terang melawan gelap, keduanya saling melengkapi bagaikan Yin dan Yang. Tidak, masih ada seorang anak yang akan menjadi pihak tengah, kelabu. Suatu hari, anak itu akan bergabung ke dalam pertempuran yang telah direncanakan takdir ini. Entah bergabung ke kegelapan atau kebaikan, atau bahkan menjadi kubu lain di pertempuran ini. Takdir telah memutuskan masa depan ketiga anak itu! Tak lama lagi akan tercipta legenda baru di dunia shinobi ini!
Pertempuran antara bocah Namikaze dan Umeno itu hanyalah permulaan, pertarungan yang sebenarnya telah menunggu mereka di masa depan kelak!
.
To Be Continue...
.
A/N : Akhirnya berani buat fanfiction! *Banting meja
Ehem, sebelumnya saya cuma reader yang nenikmati ff author lain, khususnya yang bergenre adventure. Ralat, tepatnya silent reader yang tidak meninggalkan jejak bagaikan hantu, tehe *slab. Fanfic 'For An Adventure' ini merupakan fanfic pertama saya, jadi mohon maklum bila banyak kesalahan. Para reader sekalian, atau mungkin author senior yang kebetulan lewat bisa memberikan saran dan masukan. Saya jamin, bebas tanpa pajak! (garing)
Ehem (2), saya ngetiknya pakai HP. Mungkin ada sedikit error. Saya harap para pembaca tidak terganggu oleh ke'sakit'an HP saya ini.
Review and Review, please?
