"DON'T GIVE UP!"
Naruto © Masashi Kishimoto
Pair : U. Sasuke x U. Naruto
Genre : Romance & Hurt/Comfort(?)
Rate : M
Warning : AU, Boys Love, Alur Cepat, School life, OOC, non-standard language, Typos.
All character in this story belong to Kishimoto-sensei, but this story is mine.
Bagi yang gx suka BL atw YAOI, turn Back, please.
Happy reading...
- ©|®©/£ -
"Oi, berisik! Nggak liat apa gue lagi belajar!" bentak seseorang. Sementara si biang keributan cuma menoleh sebentar kepada si pemrotes lalu kembali asyik dengan alunan lagu yang mengalir dari speaker Iphonenya. Si Raven -sang pemrotes- menghela napas, mencoba untuk bersabar. Ia kembali berkonsentrasi pada buku di depannya. Namun lama kelamaan darah di kepalanya mendidih juga. Bukan karena materi yang sedang dipelajarinya, otaknya terlalu jenius untuk mempermasalahkan sebuah pelajaran, melainkan karena sepasang telinganya mendengar nada yang kian meningkat dari seberangnya.
Bolpoin yang sedari tadi dipegangnya -tanpa sadar- sudah patah jadi dua sebagai bahan pelampiasan. Dengan langkah tegap, ia menghampiri ranjang atau lebih tepatnya pemuda yang sedang memejamkan mata sambil mengangguk-anggukkan kepalanya senada dengan irama yang mengalun.
Tangan yang terbalut kulit alabaster tersebut meraih benda putih pipih yang berada di samping pemuda di hadapannya ini, and then... BRAK KREK... membuangnya ke pojok ruangan tanpa belas kasihan. Si Pirang -pemilik benda malang tersebut- hanya bisa menatap horor ke pojok ruangan di mana tergeletak bangkai mantan Iphone-nya.
"Apa masalah lo, Brengsek!" bentaknya seraya menatap tajam tersangka pembunuhan Iphone-nya.
"Masalah gue, lo and benda sialan lo itu ngganggu waktu belajar gue." balasnya tenang sambil melipat kedua lengannya di depan dada.
"Ngganggu? Halo tuan sok perfect! Asal elo inget aja ya, ini kamar gue. Jadi gue bisa ngelakuin apapun semau gue!" jawab si Pirang sambil menunjuk -tidak sopan- tepat di depan wajah pemuda di depannya.
"Ni kamar juga punya gue, kalo lu lupa. Elo nggak seharusnya ngganggu privasi gue."
"Cih, kalo gak mau keganggu, angkat tuh kaki and get the fuck out from here, cari tempat lain! Jangan ganggu kesenangan gue!" geram si Pirang sebelum membanting tubuhnya ke atas kasur lalu memejamkan mata. 'Dammit, besok harus minta lagi sama Tou-san. Tumben banget sih dia belajar?' batinnya mengeluh.
"It's better." gumam si Raven pelan hingga tak ada yang bisa mendengarnya. Ia kembali melangkah ke teritorialnya dan duduk di kursi belajar. 'Satu kosong' batinnya lalu tersenyum tipis.
...
Pagi yang cerah dan damai menyelimuti salah satu bangunan megah di Konoha. Konoha Academy, salah satu institut pendidikan menengah atas yang berbasis asrama. Di salah satu kamar dari ratusan yang ada di bangunan megah tersebut, terlihat sesosok pemuda yang masih terlelap dalam mimpinya. Perlahan sepasang kelopak mata pucat terbuka. Menampilkan iris sejernih langit malam tak berbintang. Dua kelereng itu melirik ke arah samping, di mana terdapat jam digital bertengger di atas nakas.
07.15
Kedua kelopak mata tersebut berkedip-kedip beberapa kali guna menyempurnakan penglihatannya.
"For Good sake's! " serunya seraya melompat bangun menyebabkan pening menyerangnya sesaat.
"Sialan." umpatnya saat matanya melihat benda yang melambai di tengah jendela kamar.
Si Raven setengah berlari memasuki kamar mandi setelah menyambar benda itu yang ternyata adalah handuk miliknya. Setelah acara mandi kilat dan mengenakan seragamnya secara tergesa-gesa, ia meraih tas sekolahnya lalu menyumpahi seseorang saat matanya memandang ranjang di seberangnya yang sudah kosong dan rapi. Si Raven segera keluar setelah menutup pintu kamar (baca: membanting).
"Ck, nggak sempet sarapan." gumamnya kesal, tidak peduli dengan tatapan yang didapat dari sekelilingnya. Sudah biasa.
BRAK. Suasana kelas yang tadinya ramai kini tiba-tiba hening. Semua mata tertuju ke arah pintu. Hingga muncul sosok si pelaku pemutilasian engsel pintu kelas. Seperti sebelumnya, tatapan heran bercampur takut mengiringi langkah si Raven berjalan ke bangkunya. Setelah melempar asal tasnya di atas meja, ia berjalan ke pojok seberangnya di mana terlihat seseorang yang sedang asyik membaca komik.
BRAK. Sepertinya si Raven memiliki sindrom suka ngagetin orang ya?
"What yer mean, Dobe!" bentak si Raven di depan si Pirang yang lagi-lagi hanya melirik sekilas padanya lalu kembali melanjutkan membaca komiknya.
"Tatap orang yang lagi bicara sama elo!" bentaknya lagi seraya merebut lalu membuang komik milik si Pirang. Persetan jika komik itu rusak, sekarang atensinya lebih penting.
Kedua manik azure itu membola sesaat sebelum menyipit, menatap tajam pemuda di depannya. "Kenapa lo selalu ngganggu kesenangan gue, Teme!" desisnya.
"Jangan mengalihkan pembicaraan! Apa maksud dari kelakuan lu pagi ini!" ujar si Raven dengan penekanan pada kata kelakuan itu. Si Pirang mendecih.
"Iseng." jawabnya enteng. Membuat si Raven ingin sekali menghantamkan kepalan tangannya pada wajah sialan si Pirang. Namun diurungkannya karena bel pelajaran sudah berbunyi bersamaan dengan masuknya guru jam pertama di kelasnya. Di saat ia hendak berbalik kembali ke bangkunya, tak di sangka si Pirang menarik dasi merah yang menggelantung bebas di depan blazer si Raven memaksanya untuk sedikit membungkukkan badan.
"Kita satu sama sekarang." bisik si Pirang tepat di depan telinganya lalu melepaskan tarikannya dari bahan fabric tersebut. Si Raven hanya bisa menelan mentah-mentah kemarahannya saat dilihatnya senyum mengejek terkembang manis di bibir si Pirang.
"Uchiha, Namikaze! Kalian bisa melanjutkan lovey dovey kalian nanti. Sekarang kembali ke tempatmu Uchiha." ujar sebuah suara.
Si Pirang yang bernama lengkap Namikaze Naruto, melemparkan senyum manis ke arah sensei-nya. "Dengan senang hati sensei." balasnya lalu mulai mengeluarkan buku.
Sementara si Raven a.k.a Uchiha Sasuke, mendengus kasar sambil menegakkan badannya sebelum berbalik dan berjalan ke arah bangkunya, dengan senang hati melempar deathglare khas Uchiha kepada siapa pun yang menatapnya.
...
Padahal sudah hampir memasuki musim gugur, tapi akhir-akhir ini terasa terik sekali. Di tambah lagi, entah bagaimana sang angin seolah malas berhembus untuk sedikit membagi kesejukannya.
"Fuck, panas banget sih. Padahal udah ngadem kayak gini!" gerutu seseorang.
"Bersyukurlah sedikit, se-nggaknya di sini masih mending dari pada di tempat lain." sahut sebuah suara.
"Cih, coba kalo salah satu laboratorium nggak di kunci. Gue udah pasti tiduran di sana." timpal suara pertama.
"Dan dapet detensi secara cuma-cuma? Hell no!" sambung suara kedua.
"Siapa juga yang mau ngajakin elo?! Yang ada gue nggak bisa tidur gara-gara ocehan paranoid lo yang gaje!" tukas suara pertama.
"Hei, hei! Ucapan lo tu terlalu kejam, man!" protes suara pertama.
"Like I care." balas suara pertama.
"Huh, gue nggak habis pikir bisa-bisanya gue mau temenan sama orang kayak elo!" ujar lawannya.
"Gue juga pengen tau tuh." balas suara pertama ringan. Bisa didengarnya suara orang di sampingnya itu mengerang frustasi. Namun, tentu saja tidak dipedulikannya sama sekali. Ia melipat kedua tangannya ke belakang kepala sebagai bantal lalu memejamkan mata mencoba untuk menikmati naungan dari pohon di sampingnya ini. Memang sih, tidak cukup untuk mengusir hawa panas tapi lumayan buat menghindar dari terik matahari.
Hening menyelimuti, samar-samar terdengar bunyi percikan air dari air mancur di tengah kolam ikan yang tidak jauh dari tempat keduanya.
"Oi, Nar!" panggil suara kedua yang sukses membunuh keheningan. Tidak ada jawaban. "Udah tidur yah?" panggilnya lagi. Masih tak ada jawaban. Sosok itu pun bangun dari tidurannya lalu menoleh ke sebelah, dilihatnya sosok berambut pirang di sebelahnya memejamkan mata dengan napas yang teratur, mengindikasikan jika si empunya sudah terlelap.
"Gezzz... Diem sebentar udah tidur aja nih bocah!" gerutu suara kedua lalu ia pun kembali merebahkan tubuhnya ke posisi semula. "Padahal dari tadi ngeluh terus gara-gara panas, but in fact... Hhh ya ampun..." gumamnya entah kepada siapa, kemudian memejamkan mata mencoba mengikuti jejak si Pirang mengarungi dunia mimpi.
Tapi tanpa sepengetahuannya, sosok berambut pirang di sebelahnya belumlah tertidur. Perlahan kedua kelopak mata tannya terbuka, memamerkan dua iris sejernih langit di atasnya saat ini. Ia melirik ke sebelahnya, terlihat pemuda yang seumuran dengannya bersurai cokelat dengan dua tanda lahir unik berbentuk segitiga terbalik di kedua pipinya, sudah tertidur pulas.
"Sekarang, siapa yang tidur?!" gumamnya pelan sebelum mendengus. Ia memandang lurus, menatap rimbunnya dedaunan pohon Ginko di atasnya yang mulai menguning. Hingga getaran dari saku celananya membuyarkan lamunannya. Dirogoh dan dikeluarkannya benda persegi pipih -sebut saja smartphone- yang baru di terimanya beberapa jam yang lalu lewat paket. Terpampang sebuah e-mail setelah ia mengusap layarnya. Cukup lama si Pirang memandangi layar touchscreen itu sebelum kemudian beralih memandang langit biru tak berawan dikejauhan dalam diam. Ia menghela napas saat kembali menatap layar smartphone-nya.
"Kaichou have been getting crazy." gumamnya sembari mengantongi smartphone-nya kembali.
Ia berdiri sambil menepuk-nepuk pelan belakang celana seragamnya. Si Pirang memandang sekilas pemuda di bawahnya sebelum beranjak pergi. Sayup-sayup terdengar bel berakhirnya jam istirahat bernyanyi.
...
Sejak dimulainya jam pelajaran terakhir, Naruto terus menggerutu. Ia sebenarnya sangat malas untuk mengikuti pelajaran di saat hawa panas yang tidak bisa ditolerir seperti ini datang menyerang. Dasar angin sialan. Kalau saja bukan karena makhluk -yang tak kalah sialannya dengan angin- yang kini sedang berdiri di depan kelas dengan segala macam ocehannya, Naruto akan dengan senang hati melanjutkan acara mari-ngadem-di-bawah-pohonnya tadi.
"Namikaze, tolong bacakan halaman tujuh puluh lima paragraf tiga dan empat dengan lantang."
Nah itu dia suara dari sumber gerutuan si Pirang. Dengan tampang malas minta dicium sol sepatu, Naruto menarik keluar buku paketnya yang masih bertengger manis di dalam laci meja. 'Etdahhh! Dari tadi si Naruto ngapain aja?' batin beberapa anak. Setelah menemukan halaman yang dicari, Naruto menarik napas dan mulai membacakannya, Bla-bla-bla. (Males nulisnya, jadi di skip aja ya... Intinya ini lagi pelajaran fisika).
"Good. Terima kasih Namikaze, sepuluh poin untukmu. Dan karena teman kalian sudah berbaik hati membacakan inti materi dari bab yang telah selesai kita bahas, sekarang kumpulkan buku kalian ke depan. Hari ini ulangan pendalaman materi."
"EH?!"
"Siapkan peralatan kalian satu menit dari SEKARANG!"
Tuh kan dia benar-benar kampret. Naruto mendecakkan lidah. Sebenarnya ia tidak masalah dengan ulangan dadakannya, hanya saja kenapa di saat seperti ini? Sumpah tuh guru niat banget bikin kelas ini kebakaran. Dengan kesal, Naruto melempar buku paket plus catatannya ke atas meja teman di depannya. Bodo amat kalo temannya itu kaget terus kena serangan jantung. Ia menyobek asal selembar kertas dari salah satu buku catatannya. Kedua maniknya menatap tajam sosok yang berdiri di depan kelasnya yang ternyata sedang menatapnya juga. Cih, Naruto mengalihkan pandangannya keluar jendela kelas. Menerawang menatap gumpalan awan dikejauhan.
Bel berakhirnya pelajaran terakhir sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu, tapi Naruto masih bertahan di bangkunya karena bocah bertato segitiga terbalik yang kini berdiri di hadapannya sedang mengomel. "Jawab pertanyaan gue Naruto!" paksanya kesal. Naruto untuk kesekian kalinya memutar kedua bola mata shappire-nya. "Gomen. Tapi itu salah lu sendiri kenapa malah ikutan tidur padahal udah tau jam istirahat mau abis."
Setelahnya Naruto beranjak berdiri lalu melenggang keluar meninggalkan 'teman'nya yang masih menatapnya sebal. Ia berjalan santai menuju gymnastium, biarlah sekali-kali ia terlambat. Ia juga sedang tidak mood dengan latihan dadakan ini. Kaichounya itu benar-benar maniak. Padahal pertandingan masih dua bulan lagi, tapi mereka sudah digembleng dari sekarang. Duh rasa-rasanya Naruto ingin keluar saja dari tim. Baru juga dirinya menjadi tim inti di sekolah barunya ini. Naruto menghela napas.
Tak terasa ia sudah barada di depan pintu gymnastium, Naruto mendorongnya pelan lalu melangkah masuk. Terlihat hampir semua anggota sudah memulai pemanasan. Naruto melangkah menuju ruang ganti. Setibanya di sana, ternyata bukan hanya dirinya saja yang sengaja terlambat. Di hadapannya kini berdiri rival sialan yang tak lain dan tak bukan adalah Uchiha Sasuke.
"Sudah mulai membangkang sekarang hm?" ejek pemuda Raven itu dengan ekspresi yang tidak mendukung sama sekali alias datar. "Not yer bussiness." balas Naruto dan berlalu menuju lokernya. Beberapa saat kemudian Naruto sudah memakai seragam basketnya. Saat berbalik ia terkejut karena Sasuke masih berdiri bersandar di samping pintu. "Ngapain lu?" tanya Naruto heran. Sasuke tak menjawab, ia berbalik lalu keluar meninggalkan Naruto bersama kebingungannya. Naruto segera menyusul Sasuke. Setibanya di tempat latihan, keduanya langsung mendapat semburan dari sang kapten, Neji Hyuuga. Namun akhirnya mereka hanya disuruh berlari keliling gym dua puluh kali putaran. Sang kapten hapal benar tidak ada gunanya mengoceh di depan dua makhluk bengal itu. Mereka berlatih hingga sore.
"Latihan hari ini cukup sampai disini. Terima kasih untuk kerja keras kalian." ucap Neji sebelum membubarkan anggotanya. "Oh ya, jangan lupa besok juga latihan." lanjutnya.
"Hah? Besokkan hari sabtu." protes salah satu anggotanya.
"Memangnya kenapa?" tanya Neji watados. Yang ditanya cuma bisa nelen ludah gara-gara tatapan sang kapten.
"Besok gue ngga dateng. Ada 'kencan' dengan Kakashi." ujar Sasuke.
Perkataan Sasuke barusan membuat yang lain sweatdrop, detensi bersama guru paling kejam macam Kakashi kok disebut kencan? Tapi mereka tidak terlalu terkejut sih, kalau yang mengatakannya itu salah satu siswa dengan predikat 'bermasalah' macam Uchiha satu ini. Neji cuma menganggukkan kepalanya pertanda mengerti. Setelahnya mereka pun bubar dan menuju ruang ganti.
Naruto berjalan menelusuri koridor yang sudah sepi. Dia yang terakhir keluar dari ruang ganti, sedikit banyak ia malas untuk segera kembali ke kamar asramanya. 'Ha-ah, mungkin nongkrong di kamar Gaara tidak begitu buruk.' pikirnya mempercepat langkah kakinya.
...
Naruto dengan tampang kusut berjalan menuju kamarnya setelah dengan sadis sang pemilik kamar yang 'niatnya' mau dijadikan tempat pelarian menendangnya dengan tidak berperi'ketemanaan'. Sesekali ia berpapasan dengan anak lain yang hendak menuju kafetaria untuk makan malam. Sebenarnya ia bisa saja langsung pergi ke kafetaria tanpa harus kembali ke kamarnya dan akan menyingkat waktu, namun ia pasti akan mendapat tendangan lagi dari Ayame-san—sang pengelola kantin sekolah yang sangat cinta kebersihan—dengan keadaannya yang sekarang, membuat Naruto frustasi sendiri.
Tak terasa ia sudah berada di depan pintu kamarnya. Menarik napas sejenak dan berdoa semoga Uchiha yang menyebalkan satu itu tidak berada di kamar, Naruto memutar knop pintu lalu mendorongnya. Dan terlihat sosok yang tidak diinginkan sedang duduk, menekuni buku yang terbuka di atas meja belajarnya. Sasuke menoleh menatap Naruto yang masih berdiri di ambang pintu kamar.
"Selamat datang Namikaze-san." ujar Sasuke ramah lalu kembali membaca bukunya.
Sementara Naruto sendiri masih menatap Sasuke dengan pandangan terkejut. 'Teme?! A-apa- apaan dia itu?' batin Naruto horor.
"E-elo nyapa gue?" tanya Naruto tanpa sadar sambil menutup pintu.
Sasuke menoleh kearah Naruto. Kedua alisnya bertaut. "Maksud Anda saya?" tanyanya sambil menunjuk diri sendiri. Naruto cuma mengangguk. "Tentu saja. Apakah tidak boleh? Dan soal panggilan Anda barusan—" Sasuke menggantungkan kalimatnya sambil menatap Naruto dengan tatapan risih.
"Hah?"
Sasuke menghela napas, "Sudahlah terserah Anda mau memanggil saya apa, tidak jadi masalah." Perkataan Sasuke itu malah menambah kebingungan si Pirang. Hening menyelimuti keduanya. Naruto masih berkutat dengan pemikirannya soal sikap Uchiha bungsu yang mendadak 'sopan'. Lain dengan Sasuke yang masih menatap Naruto kali ini dengan pandangan yang tak terdefinisikan.
Dan bunyi asing nan memalukan yang keluar dari perut sang Namikaze memecah keheningan diantara keduanya sekaligus menyadarkannya dari lamunannya. Naruto memalingkan mukanya yang ia pastikan memerah itu sambil merutuki perutnya. Namun ia segera mengalihkan pandangannya kembali pada Sasuke.
"Astaga! Ternyata elo bisa ketawa!" ujar Naruto takjub. Sasuke mencoba meredakan tawanya lalu menatap Naruto balik. "Memang ada yang salah jika saya tertawa Namikaze-san?" tanyanya. Naruto mengabaikan pertanyaan Sasuke, ia sibuk menepuk-nepuk pipinya sendiri.
"Naruto sadar woy!" gumamnya pada diri sendiri. Ia masih tidak percaya dengan kejadian barusan. Sasuke tertawa beneran, bukan tawa mencemooh yang sangat menyebalkan khasnya. Naruto mencubit pipinya kemudian mengaduh sakit.
"I-ini nyata!" Naruto memandang Sasuke sejenak sebelum berlari menuju kamar mandi dan membanting pintunya. Naruto bersandar pada pintu lalu membenturkan kepalanya berkali-kali. "Dia pasti bukan Sasuke! bukan Sasuke! Bukan si Teme!" gumam Naruto berulang-ulang layaknya mantra.
"Namikaze-san, Anda baik-baik saja?" suara Sasuke menyadarkan Naruto. Bukannya menjawab Naruto malah berjalan dan menyalakan shower kemudian duduk di bawahnya, mencoba meredam suara khawatir Sasuke yang masih saja terdengar.
Tiga puluh menit berlalu, namun belum ada tanda-tanda Naruto keluar dari kamar mandi dan itu membuat Sasuke resah. 'Apa tadi aku mengatakan sesuatu yang salah ya?' batinnya khawatir. Ia hendak beranjak dari kursinya sebelum diinterupsi oleh bunyi pintu terbuka. Dan akhirnya si Pirang menampakkan sosoknya juga, Sasuke menghela napas lega. Namun melihat gelagat Naruto yang aneh, Sasuke mencoba mendekati Naruto yang sedang membuka lemari bajunya.
"Namikaze-san, Anda ba—"
"Jangan mendekat!" bentak Naruto tanpa menatap Sasuke.
Sontak saja membuat Uchiha bungsu terlonjak kaget. "Anda kenapa?"
"Hentikan Teme! Jangan main-main! Kelakuan lu bener-bener ngga lucu!" cerocos Naruto masih tidak mau menatap Sasuke.
Meskipun ia tersinggung dengan ucapan Naruto barusan, tapi Sasuke tetap tenang dan mencoba mencari tahu apa masalah dari semua ini. "Baiklah, saya tidak akan mendekati Anda tapi bisakah Anda memberi tahu apa salah saya hingga Anda bersikap seperti ini?"
Naruto meremas sweater yang hendak dipakainya lalu membanting pintu lemari. Ia bebalik dan menatap si Raven nyalang sembari mengacungkan telunjuknya tepat di depan hidung bangir yang tengah menyangga sebuah kacamata baca.
"Kalo lu niat buat ngerjain gue, lu bener-bener sukses bikin gue ketakutan sialan." desis Naruto penuh penekanan. Ia pun segera berlalu melewati Sasuke sambil memakai sweaternya. Sebelum jemarinya meraih handle pintu, Sasuke memegang bahunya hingga lagi-lagi ia harus menatap Sasuke yang berpenampilan 'horor'.
"Apa maksud A—" bahkan sebelum Sasuke menyelesaikan perkataannya, Naruto dengan sekuat tenaga mendorongnya hingga menabrak nakas yang berada di bawah TV LED yang menempel pada dinding. Naruto segera membuka pintu dan berlari meninggalkan Sasuke yang kesakitan.
"Teme sialan!" rutuk Naruto sepanjang langkahnya hingga tiba di kafetaria. Dengan linglung, Naruto mengambil acak makanan yang tersedia di depannya lalu membawanya ke pojok ruangan yang cukup sepi. Lima menit berlalu dan ia hanya mengacak-acak makanannya. Jujur saja ia sudah kenyang dengan kelakuan iblis yang menjelma sebagai rivalnya itu. Hingga sebuah tepukan di bahunya menyentak alam sadarnya. Naruto menoleh dan mendapati beberapa 'sahabat'nya berdiri sambil membawa baki makanan masing-masing.
"Boleh bergabung?" tanya Kiba dan tanpa menunggu respon dari sosok yang ditanya, ia langsung mendudukkan dirinya di samping Naruto. Tentu saja diikuti oleh yang lain.
Naruto cuma mendengus sebal lalu kembali menatap makanannya, yeah kalo masih bisa disebut makanan sih. "Hei, Lu makan apaan sih?" tanya Kiba sambil mengernyit. Namun Naruto tidak menggubrisnya, ia memulai kembali ritual tusuk-menusuk entah apa itu yang ada di bakinya.
"Hei, berenti! Kita lagi makan nih!" sungut Kiba lagi lalu menggeplak kepala Naruto.
"Shit! Sakit baka! Dan ngga ada yang nyuruh lu buat duduk di sini juga." balas Naruto tak terima. Ia malah semakin brutal mencabik makanannya? menggunakan garpu. Semua yang melihatnya langsung bergidik dan memilih mengabaikan si Pirang yang sepertinya sedang bad mood tingkat akut. Sementara Naruto terus merapalkan sumpah serapah khusus untuk Uchiha terbrengsek yang pernah ia temui. Sasuke. Tentu saja memang Uchiha mana lagi yang pernah ia temui?
"Sasuke?" gumam Sai heran. Naruto yang notabene sedang sensitif dengan apapun yang berbau Uchiha terakhir itu, langsung mengalihkan pandangannya ke arah pintu masuk. Naruto mengerjap-ngerjapkan kedua matanya, "Itu beneran si Teme kan?" tanya Naruto sanksi.
"Tentu saja. Memang ada berapa Sasuke di sini?" balas Kiba sarkas, ia masih kesal dengan perkataan Naruto yang lalu. Naruto merasa terusik dengan ucapan temannya itu. Seperti ada sesuatu yang salah. Ia kembali menatap Sasuke yang sudah kembali 'normal' dengan seksama.
Tak ada kacamata baca yang bertengger di hidungnya, cek. Tak ada kemeja formal dan celana kain melainkan sehelai kaos biru dongker berlapis jaket kulit yang biasa dan jeans hitam yang membalut kedua kakinya, cek. Tak ada raut ramah dan khawatir hanya ada wajah datar bak lantai yang sedang diinjaknya, cek. Tatapan dingin plus cuek, cek. Bahkan model rambut aneh pantat ayamnya juga masih sama. Semuanya terlihat 'normal' kecuali perban yang melilit di area kepalanya saja.
'Ah apa mungkin karena perbuatanku tadi ya?' pikir Naruto tepat sasaran.
"Naru, apa yang lu lakuin sampe kepala Sasuke harus diperban kaya gitu?" tanya Kiba kepo. Pasalnya ia terakhir kali melihat Sasuke masuk ke kamarnya yang berselang dua kamar dari kamarnya sendiri dan tidak melihat ia keluar lagi hingga si Pirang datang membuka pintu, masuk lalu menutupnya kembali. Ia tidak tahu setelahnya karena kamar sang Uchiha didesain khusus kedap suara.
Naruto menggaruk sebelah pipinya yang tiba-tiba gatal. "Huh, tidak ada. Cuma-" Naruto membulatkan kedua bola matanya.
'Jadi dia bener-bener mainin gue tadi?!' batin Naruto marah. Ia menatap Sasuke yang sedang melahap makanannya dengan ogah-ogahan. 'Liat aja Teme! Apa yang bakal lu terima nanti! Luka di dahi elo itu cuma sapaan doang.' batinnya dendam.
Merasa ditatap intens oleh seseorang, Sasuke mengedarkan pandangannya hingga bertemu pandang dengan sepasang shappire yang menatapnya sengit. Naruto menunjuk Sasuke menggunakan garpu yang sedari tadi digenggamnya. Tunggu-Pembalasan-Gue-Keparat. Yah kira-kira begitulah yang Sasuke tangkap dari sorot mata Naruto. Ia menaikkan sebelah alisnya, tapi Naruto sudah beranjak dari tempatnya menuju tempat tumpukan baki kotor sebelum melangkah pergi meninggalkannya. Sedangkan 'sahabat-sahabat' si Pirang menatap horor kepergiaannya setelah mendengar gumaman si Pirang.
"Uchiha Sasuke must die tonight."
.
.
.
Tsuzuku
Hai minna. Thank you udah mau membaca fic abal Rei. Ini fic kedua Rei loh... #gxadayangnanya
Big thanks buat yang udah mau ngereview fic pertama Rei, dan buat yang request sequelnya, hehe nanti Rei pikirin lagi. #nyengir
Semoga fic ini bisa menghibur reader-san. Gomenne jika banyak typo dan ceritanya aneh. Rei juga lagi berusaha agar lebih baik lagi, jadi kritik dan saran akan Rei terima dengan lapang dada? :)
See ya...
