Beautiful In Time

Luhan-Kai

By DeushiiKyungie

-Request from novisaputi09-

Summary: Jalan ini terlalu rapuh bukan begitu? Perasaan ini yang terlalu ringan, aku mencari jawaban untuk semua ini. Meskipun itu sangat jauh. Dan meskipun aku akan hancur, aku akan menunggu pada nasib baik.

Desclaimer: cast milik diri mereka masing-masing, author hanya meminjam nama. Dan cerita ini murni dari otak saya dengan ide dari novi….. so, jangan di plagiat.

Warn: drama, sedikit kata-kata kasar, GS, OOC dan GAJE. Dan ada couple terselubung =.=

a/n: fict HanKai pertama saya, semoga suka dan untuk novi, jeogmal mianhe kalau tidak sesuai atau malah melenceng jauh dari permintaan mu, karena 'perpisahan' yang kamu maksud, saya kurang paham. Dan maaf saya terlalu mager untuk bertanya ulang. Maaf kan saya… u_u

hanya sebatas kisah luhan dan kai.

Semoga suka! Hati-hati typo…. And don't like, don't read…

Enjoy!

#.Han-Kai.#

/"Kai, apa kau yakin pergi ke sekolah hari ini?"/

Suara Chen eonni masih terdengar di telingaku walau dengan susah payah aku menahan benda tipis di antara telinga dan bahuku.

Sembari meletakkan 2 buah bekal yang sudah aku siapkan lalu memasukkanya ke dalam tas, aku menjawab, "Tentu saja eonni. Aku tak mungkin meninggalkan pelajaranku begitu saja. Apa lagi 'waktu' yang tersisa untukku tak banyak lagi." Jawabku.

Kulangkahkan kaki jenjang ku memasuki ruang tengah apartemen mewah yang aku dan 'suami'ku tempati. Terhitung sejak kami telah resmi menikah 4 bulan yang lalu. Seorang laki-laki yang mampu membuatku langsung jatuh pada pesonanya.

/"Kau yakin?"/

Suara eonni terdengar lagi. Jelas nada ragu dan khawatir dalam suara lembutnya. Aku tersenyum menenangkan walau ku tau eonni cerewet ini tak melihatnya.

"Aku sudah bertahan sejauh ini, eonni. Sudah ya, aku tutup. Salam untuk Chanyeol oppa." –tuut- ucapku dan langsung mematikan sambungan telepon kami. Aku hanya tak ingin mendengar suara cemprengnya yang protes karena lagi-lagi aku menggodanya. Hehe...

"Chaa.. waktunya berangkat sekolah!" seru ku semangat.

Setelah menata 'penampilan' ku, aku pun melangkah keluar dari apartemen mewah, pemberian kedua orang tua ku dan mertua ku. sebagai hadiah pernikahan kami.

Ada yang bertanya kenapa aku pergi sendiri? Kemana suamiku? Haruskah aku jawab? Dia sudah pergi sejak setengah jam yang lalu, kalau mau tahu.

#han-kai#

Seperti biasa. Seperti seminggu setelah aku masuk sekolah megah ini, alias sekolah anak-anak kalangan atas, tatapan tak suka dan menjurus benci sudah biasa aku rasakan. Aku hanya menerima saja mereka memandangku rendah asal mereka tidak menyakiti fisik ku. Mereka tidak tau apa-apa tentangku.

Tak ada satupun yang mau berteman denganku. Mungkin karena penampilanku? Memangnya kenapa dengan penampilanku? Tak jelek kok, pakaian ku sama seperti siswi lainnya, pakai rok dan kemeja, jas sekolah dan sepatu hitam. Mungkinkah karena aku memakai kawat gigi alias behel di gigi ku? kacamata bulat yang sebenarnya bukan milikku, tapi milik Chen eonni –mataku tak sakit kok dan kacamata yang kupakai tidak ada resepnya-, rambut di kuncir kuda dan selalu membawa ipod dan headphone putih yang terpasang menggantung di kedua bahu ku?

Aku yakin kalian juga akan mengataiku aneh dan gila. Dan apakah aku gadis yang cupu? Mereka yang mengataiku cupu dan kutu buku. Sekali lagi mereka tidak tau apa-apa tentangku. Dan kuharap kalian tidak men-cap ku sinting.

Karena yang sinting adalah kedua orang tua ku dan orang tua suami ku.

Langkahku terhenti, tak jauh dari kelas 3 A. Kelas khusus, karena terletak terpisah dari kelas yang lain. Dapat dengan jelas mataku menangkap sosok suamiku sedang memangku mesra seorang gadis dengan rambut panjang bergelombang dan kemeja yang ketat. Memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah. Seyakin apa ia kalau tubuhnya indah?

Sejenak pandangan kami bertemu. Mata bulat namun tajam itu seakan menusuk hatiku yang terlalu sering sakit karena-nya. Aku hanya diam saat ia berucap satu kata yang dengan jelas aku tau apa yang ia katakan.

Aku pergi setelah dengan santainya ia memutus tatapan kami. Pergi, adalah satu kata yang ia ucapkan untuk ku, sejak aku membuka mata pagi ini.

#han-kai#

Jam sudah menunjukkan jam istirahat. Bel sudah berbunyi 12 menit yang lalu, tapi aku masih tetap disini, di taman yang terletak di samping gedung olah raga. Taman yang tak satupun murid yang tau kecuali aku dan 'dia'.

Aku melirik jam rolex yang melingkar dipergelangan tangan kiriku. Dua menit lagi. Dan jika 'dia' tidak datang, khe. Lihat saja saat di rumah nanti. Tak akan aku ampuni, kau.

Dan yah... akhirnya ia datang. Berjalan tergopoh-gopoh ke arah ku dengan dua buah kotak bekal di dalam dekapannya. Berhenti tepat di depanku, menundukkan kepalanya, ter-engah-engah mengambil nafas dan menstabilkan deru nafasnya. Aku membiarkannya untuk beberapa saat.

"Makananku," pinta ku sambil menjulurkan tangan kananku.

"Haah.. haa.. mianhe, oppa. Aku terlambat. I- ini..." ucapnya terbata-bata. Menyerahkan kotak dengan warna hitam dengan garis-garis merah itu.

Aku mengambilnya dan langsung saja membuakanya. Dengan bersandar pada tembok sekolah, aku mulai memakan bekalku. Tanpa menatap gadis yang kini masih menatapku sendu. Aku hanya acuh.

"Umm, Luhan oppa. Ini, minum nya,"

Aku mengacuhkannya, tetap menikmati makan siangku. Ku rasa ia meletakkan sebotol minuman di sampingku lalu berjalan menjauh.

Jujur, aku sakit saat tubuhku dengan lagi dan lagi mengacuhkannya.

Ia , gadis yang duduk bersandar lumayan jauh dariku, gadis culun namun jenius. Yah, dia jenius. Baru berumur 15 tahun tapi sudah duduk di kelas 2 SMA. Satu tingkat dibawahku. Tapi sayangnya, hidupnya terlalu menyedihkan.

Di umur yang terbilang muda ia diminta –dipaksa- menikah dengan ku oleh kedua orang tua kami. Aku tak bisa menolak keinginan sinting orang tua ku saat mereka tau bagaimana kelakuanku dua tahun belakang. Masalalu ku kelam. Dan dia, gadis ini muncul begitu saja dalam kehidupanku.

Mengacaukannya saat ia bilang menyukaiku.

-Teeet-

Tubuhku tersentak keras saat bunyi bel terdengar nyaring di telingaku. Bagaimana tidak, aku bersandar pada dinding yang di atasnya terdapat speker besar. Aihs, menjengkelkan! Umpatku.

Ku lihat ia juga berdiri, membersihkan rok nya dan berbalik menghadapku. "Luhan oppa, bel sudah berbunyi. Umm,, kotak bekalnya?" ucapnya, meminta kotak bekal yang berada di pangkuanku. Tanpa berkata apapun aku menyerahkan kotak yang sudah kosong itu.

Setelah merapikan penampilanku, akupun berniat melangkah pergi sebelum suaranya kembali masuk kedalam pendengaranku.

"Oppa, tunggu," panggilnya.

Aku berbalik, "Apa?" jawabku acuh.

"Umm... ap- apa oppa akan 'menginap' di rumah teman oppa malam ini?" tanyanya ragu. Jelas raut wajahnya yang penasaran dan pengaharapan. Harapan aku akan pulang? Ckh,

Menginap maksudnya adalah aku pergi bersama sahabat-sahabat ku dan menghabiskan waktu di sebuah tempat. Ah, sebut saja apartemen. Ini hari sabtu dan malam sabtu tak akan aku sia-siakan hanya untuk berdiam di apartemen mewah dengan gadis kecil sepertinya.

Aku hanya lah pemuda yang masih bernafsu akan dunia malam meski kini aku sudah menikah sekalipun.

"Ya. Dan aku harap kau berlaku seperti seharusnya dalam perjanjian kita, Kai." ucapku datar. Kembali berbalik dan berjalan manjauhinya.

Kembali aku merasakan sakit itu. Sakit yang teramat hingga aku tak tau dimana pusatnya. Membuat ku mual.

Gila.

#han-kai#

Haah... rasanya mau mati saja...

Lagi, aku hanya sendirian di apartemen mewah ini. Apa gunanya mewah berharga selangit jika yang menikmati hanya sendiri?

Walau hanya dua malam –malam sabtu dan minggu- tetap saja aku merasa seperti di pemakaman. Sepi. Sepi sekali...

Aku melangkah ke arah beranda. Menatap langit Seoul yang gelap. Gelap tak berbintang. Gelap bukan karena berawan. Gelap karena cahaya di bawah terlalu terang sehingga menghalau langit malam yang selalu merajai malam dengan taburan bintang dan bulan yang sekarang hanya sebatas samar ku lihat.

Sepi dan sunyi.

Kenapa aku tak mampu untuk berontak? Kenapa aku selalu diam dan menerima begitu saja?

Tapi aku mencintainya... aku ingin bersamanya...

Bersama. Ya tentu saja aku bersamanya sekarang. Bahkan dalam ikatan pernikahan. Tanpa cinta...

Bersama namun kami terpisah. Terpisah oleh jarak yang kasat mata. Aku merindukan ia yang pertama kali tersenyum lembut untuk ku.

Terdiam, mengenang masalalu membuatku seakan melayang oleh angan-angan, Luhan oppa berada disisiku.

Memeluk tubuh kecilku. Mendekapku hangat. Membisikkan kata-kata manis...

Boleh kah harapanku terwujud?

...Amarini mo moroi no ne...

...Kimochi wa tayasuku yurete...

...Yogaakeru to kieru...

...Kotae sagashi teru...

Terdengar alunan lagu yang membangunkanku dari mimpi-mimpi sinting-ku.

Dengan malas, aku melangkah ke dalam kamar yang pintunya kubiarkan terbuka lebar. Melihat benda pipih yang terus bergetar, menggambilnya dan menyentuh layarnya.

"Ne, eonni? Ada apa menelpon malam-malam?" tanya ku langsung tanpa menyapa, karena Chen eonni sudah terbiasa dengan sikapku. Dan dia pun begitu juga padaku. Impaskan?

/"Kai, kau sendirian lagi?"/ tanya nya to the point.

Aku hanya bergumam sembari merebahkan tubuhku ke atas kasur empuk. Kamar ini begitu luas. Ada dua kamar, yang satu lagi kamar Luhan oppa. Yang sebenarnya kamar tamu.

Ah, aku sedang berbaik hati. Aku akan menceritakan sekilas tentang 'rumah tangga'ku. Tapi nanti setelah aku berbicara dengan Chen eonni.

/"Tidak mau datang ke rumah? Kau tau, Minseok oppa sudah pulang. Dia pulang bersama Baekhyun eonni dan bayi lucu! Aaaah.. lihat-lihat dia mengenggam jari ku… iiihh… lucunyaa.."/ ucapnya panjang lebar.

Eonni idiot! Lihat-lihat, bagaimana aku bisa melihat eoh? Kau berada di seberang line. Aku masih belum membalas ucapannya. Membiarkan si cerewet ini 'berkicau' tentang bayi Minseok oppa.

Haah.. Minseok oppa. Oppa satu-satunya yang ku miliki. Satu-satunya laki-laki yang paling aku sayang dan aku cintai. Dan satu-satunya orang yang menentang pernikahanku dengan Luhan oppa.

Sungguh, aku sungguh merindukannya..

/"Kai?"/

Seketika aku tersentak saat suara yang menyapa pendengaranku bukanlah suara Chen eonni, tapi suara lembut yang kurindukan…

/"Kai? Sayang, kau belum tidurkan?"/

Kembali, suara lembut Minseok oppa terdengar. Menyadarkanku dari lamunan antah barantah-ku. "Ne, oppa. Kai belum tidur. Mianhe aku mengacuhkan oppa.." ucapku lembut. "Oppa, aku benar-benar merindukanmu.." lanjutku.

Terdengar kekehan lembutnya, /"Khekeke.. merindukan oppa tampanmu ini? Ka- yah! Kai, kau hanya merindukan oppa rubah mu ini? Kau tak merindukan eonni mu yang cantik ini?"/

Lagi, aku tersentak saat suara yang lebih cempreng dari Chen eonni langsung masuk ke gendang telingaku. Aiih… kenapa aku memiliki eonni-eonni yang sungguh berisik? "Baekhyun eonni, suara jelekmu merusak telinga indah ku." Jawabku datar.

Dan yahh.. bisa di tebak, istri Minseok oppa yang terkenal dengan bicaranya yang seperti kereta Shinkasen dan eyeliner tebalnya itu tengah mengumpat ku dan pasti langsung ditegur Min-oppa. Haah.. aku masih tak percaya, oppa ku yang pendiam itu akan memiliki takdir hidup bersama Baekhyun eonni yang sifatnya sangat bertolak belakang dengan Min-oppa.

Kami terlalut dalam perbincangan –Chen eonni me-loudspeker hp nya- hingga tak terasa waktu semakin larut. Mataku sudah hampir sepenuhnya menutup jika saja suara Chen eonni kembali menyadarkanku.

/"Kai, tidurlah. Kau tak perlu pulang ke rumah kalau kau 'lelah'. Kau tau, eonni selalu ada untuk mu…"/

Setelahnya aku benar-benar jatuh tertidur . lelah selalu aku rasakan… dan hanya pada Chen eonni aku bisa mengadu.

#han-kai#

Minggu pagi. Seperti pagi biasanya. Tenang dan sepi. Walau diahari-hari biasanya, Senin hingga Sabtu pagi, aku selalu bertemu dengannya. Dan tentu tak banyak interaksi di antara kami. Aku masih ingat perjanjian kami.

Ah ya, aku sudah berjanji untuk bercerita tentang pernikahan ku.

Kami menikah ketika 5 hari sebelumnya aku bertemu dengan Luhan oppa. Kami bertemu di sebuah kedai kecil dimana pada saat itu ada seorang anak kecil tengah menangis, sepertinya terpisah dari orang tuanya. Gadis kecil itu membuat hati ku sakit dan langsung saja aku menghampirinya. Namun aku didahului oleh seorang pemuda tampan memakai kaos tanpa lengan dan sebuah bola di tangan kirinya. Sepertinya dia habis latihan bola.

Dengan lembut ia usap kepala si gadis mungil dan berucap menenangkan. Namun si gadis kecil masih tetap menangis dan wajah tampan itu berubah panik. Aku sedikit terpesona dengan perubahan raut wajahnya. Anggap aku sinting.

Luhan oppa lalu menolehkan kepalanya ke segala arah dan stak! Pandangan kami bertemu. Dan aku semakin terpesona saat ia tersenyum dan kemudian memanggilku untuk membantunya untuk menolong si gadis kecil itu mencari orang tuanya.

Kesan ku untuk pertama kali adalah ia memiliki hati yang baik. Itulah kesanku saat pertama kali bertemu Luhan oppa. Senyum tipisnya membuat ku sulit berpaling.

Hingga aboji dan eomonim mengatakan padaku bahwa aku di jodohkan dan harus menikah saat itu juga. Gila. Adalah satu kata yang terlintas dalam benakku saat itu. Sinting. Orang tuaku sinting. Aku baru saja berumur 15 tahun dan langsung di nikahkan dengan orang yang tak aku ketahui dan aku cintai.

Tapi dua hari sebelum pernikahan aku dipertemukan dengan Luhan oppa yang menatapku datar. Tanpa emosi. Begitu tenang hingga aku takut untuk hanya untuk sekedar menatap wajahnya.

Luhan oppa awalnya menolak namun setu pertanyaan dan satu jawaban dari ku, membuat hidupku berubah total.

" Kai, apa kau menyukai Luhan?"

"Ne, aku menyukai Luhan oppa".

Terlintas dalam benak kecil ku jika hidupku akan berubah bahagia. Tapi malah terasa begitu menyiksa. Luhan oppa membuat sebuah perjanjian di antara kami. Kami hidup bersama namun dengan jarak yang kasat mata.

Bersama namun tanpa ada hubungan apa-apa. Layaknya orang asing. Terpisah oleh ia yang dulu baik dan penuh senyum meneduhkan. Dia bukan 'ia' yang aku cintai. Hatiku sakit. Aku hanya bisa menerima segala keputusannya. Tetap menjalankan kewajibanku sebagai 'istri'nya. Namun ia bukanlah suami ku.

Ia bukan milikku… aku sakit. Aku cinta dia tapi dia tidak menganggapku ada. Tak berarti. Aku sakit dan terlalu lelah…

D

Tbc atau end?

Hai!

Maap di tbc-in disini. Perkiraan pertama bakal bikin pendek-oneshot- tapi malah kepanjangan dan terpaksa di cut disini.

Masih menceritakan tentang Kai yang menyedihkan dengan pernikahannya dengan luhan dan maaf kan saya jika terasa membosankan dan monoton. Dan siapa yang kaget dengan kopel terselubung? Entah kenapa saya bikin MInseok sama Baekhyun, au ah! Otak saya lagi 'kotak-kotak' kayak abs-nya minseok. Wa ha!

/Dan terimakasih untuk para dosen saya yang selama 4 minggu tak hadir. Terimakasih sudah membuat saya mengeluarkan mony-mony berharga untuk pergi-pulang naek angkot dan tidak terimakasih jika ada kuliah pengganti dan sungguh thankyu saya bisa pulang cepat dan langsung bergulat dengan lapto popopo… /saya lagi sinting dan untuk itu abaikan curhatan ini/

Err… untuk novi, kalo kurang suka dengan fict ini bisa katakan langsung, biar saya delet dan bikin baru tapi kayaknya saya udah kepalang tanggung mau nerusin cerita ini karena fict ini terinspirasi dari lagu snsd divine itu. So, mau nya novi apa?

Sekian …

Dan jangan lupa review nya… don't be silent reader…

Gomawo sudah baca…

See next chap!

Rnr juseyeo,,,,