Tap… Tap…. Tap

Suara lantai yang berpadu dengan pantulan sepatu kayu terus mengaung disetiap langkah yang ditimbulkan. Uwabaki bewarna putih dengan coretan biru yang menandakan bahwa si pemilik adalah kelas paling junior dikelasnya tetap setia dengan ritme langkah miliknya. Sesekali matanya bergulik melirik benda kecil berwarna golden brown yang setia bertengger di tangan kananya.

Rambut yang bergerak kekanan dan ke kiri mengikuti setiap langkahnya. Dia tak ingin hari ini harus diawali dengan bentakan atau hukuman. Dia memang teledor kali ini, salah memperkirakan keberangkatan bis hingga menyebabkan bis yang seharusnya dia tunggu sudah pergi meninggalkannya yang harus berlari dari halte menuju sekolah.

"AH! It—ittai"

Ceroboh, memang sangat menggambarkan dirinya. Mungkin fikirannya terlalu focus hingga tanpa sadar salah satu kakinya berjengit menyebabkan kedua kakinya bertubrukan dan mengharuskan siku miliknya tergores membentur lantai koridor karena bergesekan. Sedikit panas dan terasa perih. Ah kenapa dia suka sekali membuat kesalahan. Kedua tangan dia tepukkan pelan membersihkan noda yang tertempel lalu menepuk sikunya yang jika di lihat-lihat justru terlihat semakin memerah.

"Daijobu?"

Baritone suara menghampirinya yang masih terduduk dilantai, mata amethyst khas miliknya bergulir menatap uwabaki dengan goresan berwana merah sudah berada didepannya. Tanpa sadar bibir mungilnya membentuk sebuah huruf 'o' kecil. menyadari jika dia akan berurusan dengan orang yang tingkatannya paling tinggi disekolahnya.

"Hei… kau bisa mendengarkanku kan?"

Suara serak berat sangat khas menyapu gendang telinga miliknya, membuatnya tersentak tersadar jika orang itu masih tetap berada didepannya. Sedikit mendongak dia mencoba melihat suara baritone milik siapa. Perlahan dia bisa melihat kedua kaki tinggi, pinggang, bahu yang kokoh, warna kulit dan dan terakhir yang membuatnya langsung mematung dan kembali menundukkan kepalanya adalah dua buah lautan biru bercahaya pembuat irama degup jantung miliknya berdebar dua kali lipat lebih cepat dari biasanya. Warna rambut yang mencolok seharusnya bisa membuat orang yang dia ketahui pria tersebut terlihat aneh namun entah kenapa justru membuat garis wajah tegas dihadapannya terlihat sangat keren.

"Kurasa kau membutuhkan ini"

Dan yang dia tahu selanjutnya tangannya telah berada dalam jangkuan hangat tak terkira, sebuah benda persegi panjang terselip disana. Membuat kepalanya terangkat dari persembunyian rambut biru tua untuk menutupi guratan merah yang semakin terlihat disana. Seperti mendapat suntikan formalin tubuhnya membeku untuk yang kedua kalinya. Dua sudut bibir yang tertarik, senyuman termanis yang pernah dia lihat. Degupan tercepat yang pernah dia rasakan. Dan dia tak akan pernah melupakan saat dimana pria itu melenggang pergi masih dengan senyuman yang tak akan pernah dia lupakan. Meninggalkan dirinya dan sebuah plester bergambar ditangan. Dia akan terus mengingatnya.

1st Dark and Wild

Romance, Friendship, School-life

Naruto x Hinata

T

Disclaimer:

Story is mine

Naruto by Masashi Kishimoto

Warning : AU, Typo, and another

©DiamondCrush 2015

11 Februari

Hari ini aku kembali melihatnya. Senyumannya yang lebar seperti menyuntikan pasokan energy tersendiri untukku. Dan seperti biasanya juga hari ini aku hanya melihatnya dari kejauhan. Melihatnya bercanda bersama dengan teman-temannya dan mungkin melihatnya bersama dengan perempuan lain. Bukan, bukan Sakura-san yang duduk disebalahnya membuatku tak nyaman, karena aku tahu mereka adalah saudara sepupu tapi gadis yang sudah menjadi manajer klub basket dua tahun belakangan ini.

Aku tak tahu, aku hanya tidak suka saat gadis itu mendekat kearah'nya' menawarkan minuman dan yang paling parah mengusap keringatnya. Semua orang tahu bahwa mereka tidak pacaran dan 'dia' sama sekali tidak tertarik pada Shion senpai yang terus menerus menempel padanya. Namun tetap saja semua hal yang ku lihat dan kusaksikan sendiri membuatku terasa sesak. Sesaat aku ingin sekali berada di posisi Shion senpai, tapi ya itu hanya satu permasalahannya. aku tak cukup berani.

Hinata menutup buku bersampul ungu dalam pangkuannya. Setelah selesai menulis apa yang ingin dia katakan matanya kembali teralih pada segerombolan siswa dia ujung kantin. Lagi-lagi helaan nafas kecil keluar dari bibir mungil miliknya. Ada sedikit rasa kecewa terselip dalam helaan nafas yang entah sudah berapa kali dia keluarkan. Segera dia alihkan pandangan saat siswi berambut pirang datang mendekat kearah gerombolan siswa yang menjadi titik fokusnya sedari tadi.

Wanita itulah yang sedari tadi menjadi beban pikirannya. Entah bagaimana caranya wanita itu bisa duduk didekat objek yang seharunya menjadi pemandangan tersendiri untuknya. Duduk disana meski terlihat rasa tidak nyaman dari mata cerah yang sangat dia kegumi tersebut. Ingin rasanya Hinata lari saat ini juga namun ada seseorang yang harus dia tunggu, seseorang yang tengah memesan makanan.

"Gomen ne Hinata-chan.. tadi aku harus mengantri dulu" suara penuh sesal hinggap ke dalam gendang telinga miliknya. Hinata hanya tersenyum kecil lalu membantu gadis keturunan Tionghoa itu membawa nampan berisi makanan.

"Daijobu.. aku juga tidak sedang terburu-buru"

Senyuman lebar yang membuat kedua mata bulannya juga ikut terpejam menampilkan sebuah senyuman juga dari kelopak mata miliknya. Cantik, tentu saja. anggun, tak usah dipertanyakan lagi melihat marga Hyuuga tersemat di belakang namanya. Baik, ramah, dan lemah lembut. Sungguh dia bisa saja menjadi primadona sekolah jika saja dia membuang sikap pemalu dalam dirinya.

"Ne Hinata-chan!"

Hinata menolehkan pandangannya pada Tenten yang menatapnya penuh minat, yang hanya dibalas dengan kening yang menyatu sempurna olehnya. Hinata bisa melihat raut penasaran dan penuh ketertarikan dari mata didepannya. "Na-Nani?"

"Saat kenaikan kelas nanti mana targetmu?"

"Hee?" sungguh Hinata tidak mengerti apa yang dimaksud dengan Tenten. Andai saja dia bisa memahami atau setidaknya andai saja Tenten bisa memilih kata yang tepat untuk mendefinisikan sesuatu mungkin dia tidak akan menaikkan satu oktaf dari suaranya.

"Iya! Saat kenaikan kelas nanti kau ingin naik di kelas berapa? Misalkan 12-1 mungkin" penjelasan Tenten yang diakhiri pandangan menerawang kedepan seolah-olah sedang memikirkan masa depan miliknya kini sudah membuatnya paham. Matanya kini melirik pojok kantin, lebih tepatnya melirik pria bersurai pirang yang sedang bercanda dengan para kloninya.

"Mana aku tahu, lagi pula kitakan masih kelas satu. Dan juga mana bisa kita memilih kelas" Diakhiri dengan helaan nafas. Tentu saja mana bisa begitu, jika bisa maka dari awal dia ingin langsung naik ke kelas 12 dan tentunya masuk kekelas yang sama dengannya.

"Ah.. wakatta…" Hinata hanya terkikik geli saat melihat Tenten menghela nafas pasrah. Dia tahu siapa dan kemana arah tujuan pembicaraan Tenten. Kakak sepupunya yang juga berada di kloni yang sama di pojok kantin. Berambut coklat panjang dengan pigmen kulit yang sama dengan miliknya –Hyuuga Neji-

"Memangnya kenapa kau sangat ini masuk kesana?" Tak tahan juga sebenarnya Hinata ingin bertanya. Dia juga tak tahu kenapa sebagian besar murid disini begitu terpikat dengan daya tarik 12-1 entah karena memang berisi siswa unggulan atau karena berisi siswa populer.

Tenten menyeruput minuman dingin miliknya sebelum kembali beralih pada Hinata. "Kau tak tahu semua siswa unggulan berada disana. Otak encer ditambah dengan muka yang memadai. Siapa juga yang tak ingin berada disana. 100% most wanted di sekolah ini ada di kelas itu. Sasuke senpai, Kiba senpai, Shino Senpai, Gaara Senpai, Shikamaru senpai, Neji Senpai, Naruto senpai, dan jangan memaksaku mengabsen mereka semua. Kau tidak menyuruhku untuk membacakan 30 penghuni kelas itu kan?"

"Wakatta… wakatta"

Hinata tertawa kecil setelahnya. Benar ucapan Tenten 100% most wanted disekolahnya ada disana. Dan jangan lupakan pirang jabrik yang juga termasuk dalam daftar kalimat Tenten membuat kedua pipinya menghangat hanya karena mendengarnya. Pria yang selalu ada dalam buku di genggamannya. Namikaze Naruto.

|Dark and Wild|

Mata elang miliknya terus terpaku pada satu titik. Punggung yang terus membelakanginya tak pernah dia hiraukan. Meski dari belakang dia bisa melihatnya. Onyx hitamnya dengan bebas bisa menangkap setiap pergerakan yang dilakukan objek pandangannya. Tertawa kecil atau sekedar tersenyum dengan gadis bercepol dua didepannya. Dia juga tidak tahu sejak kapan dia mulai menyukai kegiatannya ini.

"Menguntit gadis itu tindakan yang tidak baik lo Teme"

Matanya segera berputar menatap pria yang kini tengah tertawa lebar karena memergokinya tengah menatap seseorang dalam diam. Hanya mendesis pelan tapi juga percuman meski dia memakinya dengan seribu kata umpatanpun tak akan berakhir dan pada akhirnya teman-temannya yang lainpun akan ikut memperhatikannya.

"Diam kau Dobe!"

"Hyuuga Hinata ya? Jadi itu seleramu Sasuke?"

Ingin sekali rasanya Sasuke memberikan satu buah salam hangat pada pria yang ada di depannya saat ini agar tampang mengantuk miliknya segera hilang dan berganti dengan warna biru tua yang akan menghiasi muka malas tersebut. Sasuke menggeram kesal jika bukan karena mulut ember pria itu maka dia tak akan ketahuan begini. Ditambah Neji ada disana juga.

"Kau mendekati adikku?!"

"Siapa yang bilang?!"

"Bodoh muka keparatmu itu yang memberitahuku!"

Melihat Sasuke yang sedikit merinding karena Neji cukup menghiburnya juga ternyata. Meski pria tanpa ekspresi it uterus saja mengelak dia tahu itu. berteman selama delapan belas tahun bukanlah waktu yang sedikit. Tanpa bertanya atau menjawab dia sudah tahu hal yang pasti. Mata musim panas miliknya bergulir menatap objek yang kini menjadi bahan pembicaraan teman-temannya.

"Hyuuga Hinata"

TO BE CONTINUED

Moshi-moshi!

Author newbi dalam dunia NaruHina. Udah lama jadi author cuman baru dalam dunia anime..

Maaf kalo ceritanya agak gimana gitu soalnya ini fic pertama aku bertemakan anime dan Jepang. Jadi maafkan author kalo ada yang salah dalam penulisan.

Bagi para senpai bisa dong bagi informasi tentang naruhina atau enggak tentang dunia anime.. kalo bisa sih ajarin bahasa jepang juga.. *banyak maunya*

Sekian dari author RnR plisss